• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pengawasan Pemilu Partisipatif Terbatas dan Berbasis Isu

DINAMIKA KOMUNIKASI POLITIK REMAJA PADA PEMILU

D. Model Pengawasan Pemilu Partisipatif Terbatas dan Berbasis Isu

Model ini merupakan penggabungan dua model pengawasan Pemilu partisipatif secara bersamaan dengan target

kelompok masyarakat yang berbeda. Karena kelompok masyarakatnya berbeda, maka kerja-kerja pengawasan Pemilu partisipatif yang dilakukan dan outputnya juga berbeda, tetapi pada akhirnya dapat saling melengkapi di dalam upaya Bawaslu mengelola sistem pengawasan Pemilu partisipatif yang paripurna.

Ada dua kelompok masyarakat yang dikualifikasikan dalam model pengawasan ini. Pertama, kalangan pelajar SMA/SMK (Kelas III), guru SMA/SMK, mahasiswa dan dosen (muda) perguruan tinggi. Kedua, kalangan aktivis organisasi pemantau Pemilu, pemantau korupsi, dan pemantau anggaran publik. Salah satu pertimbangan utama di dalam menyasar kelompok-kelompok masyarakat ini tentu saja dikaitkan dengan pandangan sejumlah ahli tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik, yaitu tingkat pendidikan dan tingkat kehidupan ekonomi – yang sangat berhubungan dengan kesadaran politik.

Kelompok pertama diasumsikan mewakili masyarakat terdidik. Sedangkan kelompok kedua diasumsikan mewakili masyarakat dengan tingkat kehidupan ekonomi yang memadai sekaligus terdidik. Berdasarkan pandangan sejumlah ahli, maka kedua kelompok masyarakat ini dapat berpartisipasi aktif dalam aktivitas politik, khususnya dalam pengawasan Pemilu. Dengan demikian, program pelatihan, kerja-kerja pengawasan Pemilu partisipatif, dan output berupa pemberian informasi awal dan/atau laporan dugaan pelanggaran Pemilu yang mereka sampaikan kepada Bawaslu – dapat sesuai dengan rencana dan target-target yang diharapkan.

Pertimbangan kedua adalah, Pemilu di masa pandemi Covid-19 diselenggarakan dengan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. Konsekuensinya, terdapat sejumlah pembatasan kebebasan bergerak dan berkumpul di dalam memantau seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan proses penyelenggaraan Pemilu. Dengan hambatan akses seperti itu, tidak banyak kalangan masyarakat yang bisa mengambil bagian dalam pengawasan Pemilu. Karena itu, kelompok masyarakat terdidik tadi menjadi sasaran utama perekrutan sebagai relawan atau mitra pengawas Pemilu. Selain itu, kelompok masyarakat

terdidik sudah beradaptasi dengan kebiasaan baru di masa pandemi Covid-19 menjalankan proses pembelajaran dan pertemuan secara daring.

Dalam penyelenggaraan model pengawasan Pemilu partisipastif terbatas dan berbasis isu ini, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota dapat berbagi peran.

Bawaslu menjalin kerja sama dengan kelompok masyarakat yang terdiri dari organisasi pemantau Pemilu, pemantau korupsi, dan pemantau anggaran publik – yang memang berada di tingkat nasional. Bawaslu Provinsi menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi yang ada di tingkat provinsi atau kabupaten/kota, sedangkan Bawaslu Kabupaten/Kota menjalin kerja sama dengan SMA dan SMK di tingkat kabupaten/kota.

Pembagian peran lainnya yang dapat dilakukan, misalnya, Bawaslu menyusun standard dan prosedur, menyusun materi pelatihan, melakukan supervisi, monitoring, dan evaluasi. Bawaslu Provinsi menyelenggarakan pelatihan, sedangkan Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan perekrutan relawan/mitra pengawas Pemilu berbasis kabupaten/kota. Selain itu, Bawaslu Kabupaten/Kota juga bertugas sebagai penerima informasi awal dan/atau laporan dugaan pelanggaran Pemilu dari relawan/mitra pengawas Pemilu.

Database relawan/mitra pengawas Pemilu dikelompokkan berdasarkan kecamatan dan desa/kelurahan sesuai domisili yang bersangkutan. Salah satu best practice manajemen data relawan adalah relawan Covid-19 yang dikelola Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di bawah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Selain menggunakan Sistem Informasi Manajemen (SIM) dalam pendaftaran relawan, program pelatihan relawan juga didesain melalui daring dengan menggunakan teknologi informasi berbasis aplikasi Zoom.

Untuk menindaklanjuti informasi awal dan/atau laporan dari relawan/mitra pengawas Pemilu, Bawaslu Kabupaten/Kota dapat memberikan tugas kepada Panwascam atau Panwaslu Desa/Kelurahan dengan melakukan penelusuran atau investigasi lapangan. Semua informasi awal dan/atau laporan tersebut, serta

tindak lanjutnya didokumentasikan dengan baik, untuk disampaikan kepada Bawaslu dan Bawaslu Provinsi dalam kesempatan pertama secara bersamaan.

Informasi awal dan/atau laporan dugaan pelanggaran Pemilu yang disampaikan oleh relawan/mitra pengawas Pemilu dapat berupa video, foto, dan teks. Elemen informasinya minimal memuat 4W, yaitu apa potensi pelanggaran yang akan/telah terjadi (what), siapa pelakunya (who), kapan akan/telah terjadi (when), dan di mana tempat kejadiannya (where). Informasi awal yang memuat empat elemen informasi ini dapat menjadi petunjuk bagi Panwascam atau Panwaslu Desa/Kelurahan dalam melakukan penelusuran untuk diproses secara formal sebagai laporan atau temuan pelanggaran.

Penyampaian informasi awal dan/atau laporan dugaan pelanggaran Pemilu ini disampaikan melalui aplikasi android berbasis geospasial atau melalui WhatsApp. Kalau memungkinkan menggunakan sistem informasi. Karena itu, Bawaslu Kabupaten/Kota perlu memiliki data centre yang didukung oleh call centre untuk mengelola dan mendokumentasikan dengan baik semua informasi tersebut. Bawaslu Kabupaten/Kota juga perlu membentuk bagian/unit reaksi cepat (quick response) yang tergabung dalam tim investigasi.

Secara teknis, relawan/mitra pengawas Pemilu yang sudah terdaftar dapat bertugas dalam wilayah desa/kelurahan sesuai domisilinya. Untuk setiap tahapan Pemilu, sebaiknya pengawasan Pemilu partisipatifnya fokus pada masalah-masalah tertentu, misalnya dalam masa kampanye, mereka memantau penggunaan fasilitas negara dan dana bansos, politik uang, dan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).

Sementara itu, mitra pengawas Pemilu dari unsur organisasi pemantau Pemilu, pemantau korupsi, dan pemantau anggaran publik melakukan kerja-kerja pengawasan Pemilu partisipatif berdasarkan isu, misalnya terkait dengan pengadaan logistik Pemilu dan distribusinya. Dalam melaksanakan tugas pemantauan dan analisis, mereka mendapat support atau akses data dan dokumen melalui Bawaslu dan Bawaslu Provinsi untuk selanjutnya di cross-

check sesuai standar dan spesifikasi dari obyek pengadaan logistik Pemilu dan distribusinya di tingkat kabupaten/kota.

Laporan dan hasil analisis terhadap pemantauan yang dilakukan tersebut disampaikan kepada Bawaslu. Ketika terdapat dugaan pelanggaran, maka Bawaslu memerintahkan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota untuk diproses secara formal.

III. PENUTUP A. Kesimpulan

1. Bawaslu sudah mengembangkan model pengawasan Pemilu partisipatif dari Pemilu ke Pemilu, yaitu sejak Pemilu 2009-2019 dan sejak Pilkada 2010-2018. Terdapat tiga model pengawasan Pemilu partisipatif yang pernah dikembangkan secara sendiri- sendiri dan berbeda-beda dalam setiap penyelenggaraan Pemilu.

Ketiga model tersebut, yaitu pertama, model pengawasan Pemilu partisipatif terbatas. Kedua, model pengawasan Pemilu partisipatif meluas. Ketiga, model pengawasan Pemilu partisipatif berbasis isu.

2. Tantangan bagi integritas Pemilu di masa pandemi Covid-19, berbeda ketika Pemilu diselenggarakan di masa normal. Karena itu, model pengawasan Pemilu partisipatif di masa pandemi Covid-19 – juga berbeda dengan Pemilu di masa normal. Model pengawasan Pemilu partisipatif di masa pandemi Covid-19 harus mampu menjawab tantangan Pemilu berintegritas, dan mampu beradaptasi dengan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19.