pesta demokrasi yang seyogyanya menjadi ruang keterlibatan rakyat untuk saling menjaga setiap prosesnya. Sehingga orientasi tugas Bawaslu bergeser dari sebelumnya, melakukan pengawasan diarahkan pada penemuan pelanggaran, menjadi upaya untuk mengedepankan pencegahan terjadinya pelanggaran.
Perlu adanya pertimbangan partisipasi masyarakat dalam Pilkada Serentak 2020. Partisipasi di sini tidak hanya pada persentase kehadiran saat pencoblosan saja tetapi mengarah pada pengawalan proses awal pemilihan. Artinya, ada keterlibatan masyarakat dalam pengawasan partisipasi pemilu dalam setiap tahapan pilkada perlu dibangun sinergitas di antara pengawas pemilu dengan para stakeholder pemilu, tokoh masyarakat, tokoh agama, ormas, mahasiswa, tokoh pemuda, dan pemilih pemula).
Prinsipnya semakin banyak orang yang terlibat dalam pengawasan partisipasi pemilu maka semakin tinggi legitimasi hasil pemilu.
Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pemilu, yang paling efektif adalah mengajak dan mendorong agar masyarakat dapat menjadi pemberi informasi awal bagi pengawas pemilu. Perlunya melibatkan masyarakat, terutama pada setiap tahapan pengawasan pemilu terutama tahapan masa pencalonan, tahapan kampanye , dan tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Demikian halnya pengawasan pada kegiatan masyarakat yang seringkali dijadikan ajang kampanye terselubung pasangan calon yang berkontestasi.
Maka peran masyarakat dalam pengawasan pemilu partisipatif menjadi penting untuk mereka terlibat dan berani mengambil sikap serta melaporkan dugaan pelanggaran pemilu yang mereka lihat maupun alami10.
rendah, dengan model pengawasan pemilu partisipatif yang masih konvensional. Rendahnya kesadaran untuk peran serta daalm melakukan pengawasan pilkada berkorelasi dengan rendahnya laporan yang disampaikan masyarakat kepada pengawas pemilu terhadap adanya dugaan pelanggaran pemilu. Berdasarkan data dari Bawaslu.go.id tentang data dugaan pelanggaran pemilu 2019 menyebutkan ada 24.528 dugaan pelanggaran pemilu, 19.436 (79 persen) dugaan merupakan temuan dari perangkat bawaslu, sedangkan 5.092 (21 persen) adalah laporan dari masyarakat.
Melihat data tersebut, proses dugaan pelanggaran pemilu yang diperoleh hampir 79 persen hasil temuan Bawaslu. Di sisi lain keterlibatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan pemilu untuk mencegah pelanggaran masih rendah hanya sekitar 21 persen.
Ada beberapa faktor yang menjadikan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan partisipasi pemilu itu rendah, ditemukan sebabnya karena keterlibatan pengawasan partisipatif dalam pilkada tidak diminati oleh masyarakat dengan berbagai alasan sebaai berikut:
Pertama, pengawasan partisipasi konvensional yang tidak mendapatkan perhatian pemilih milenial yang dalam kesehariannya bersinggungan dengan media sosial. Padahal dalam pengawasan partisipasi pemilu, segmen pemilih milenial sangat diperlukan karena mereka memiliki daya kritis dan belum mempunyai kepentingan cocok menjadi informasi awal.
Peran pemilih milenial dalam pengawasan partisipasi pemilu virtual sangat penting dengan alasan mereka masih menjaga idealisme, dan belum tersentuh politik pragmatis.
Kedua, belum meratanya penyebaran informasi ke masyarakat berkaitan dengan pemilu dan pengawasannya. Pemahaman masyarakat yang rendah terhadap pemilu dan pengawasan diakibatkan informasi yang diperoleh masyarakat yang kurang optimal. Informasi mengenai pengawasan partisipatif pemilu masih terbatas kurang diptimalkan penyampaiannya melalui media elektronik, cetak, online, dan media sosial. Kegiatan masih lebih banyak dalam bentuk konvensional seperti tatap
muka, pertemuan serta obrolan-obrolan pengawasan pemilu secara langsung ke masyarakat pemilih.
Ketiga, kurangnya konten pada dimensi virtual dalam pengawasan partisipatif pemilu yang menjadikan masyarakat enggan dan kurang berani melaporkan dugaan pelanggaran pemilu apalagi terlibat terlibat langsung dalam proses pencegahan pelanggaran. Ini disebabkan karena proses laporan yang cukup rumit dan langsung. Masyarakat pun takut terhadap ancaman yang beredar jika melakukan pelaporan.
Masih banyak masyarakat yang belum mempunyai keberanian dalam melaporkan dugaan pelanggaran pemilu.
Undang-Undang No.10 Tahun 2016 tentang Pilkada dalam Pasal 131 dan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dalam Pasal 448, mengatur partisipasi masyarakat untuk dikembangkan, seharusnya masyarakat bisa berpartisipasi secara aktif pada pemilu. Namun pada faktanya justru partisipasi masyarakat masih tergolong rendah terutama di pengawasan. Ada beberapa solusi agar dalam Pilkada 2020 masyarakat berperan dalam pengawasan partisipatif pemilu. Pertama, menjadikan dimensi virtual dalam pengawasan partisipasi pemilu dan melibatkan masyarakat. Hal ini penting terutama bagi pemilih milenial yang berpartisipasi aktif dalam pengawasan pemilu melalui media sosial dan online. Menjadikan pemilih milenial sebagai pemberi informasi awal melalui konten yang unik di media sosial. Bentuknya bisa gambar, video, atau bahkan kegiatan- kegiatan berbasis generasi milenial seperti komunitas WAG, Facebooker, Instagram, e-sport dan lainnya. Kedua, dimensi virtual dalam melakukan pendidikan politik. Melalui media sosial dan online, penting menyampaikan informasi seputar regulasi pemilu, pengawasan pemilu partisipatif, dan sanksi-sanksi dalam pelanggaran pemilu. Dari sini diharapkan timbul minat para pemilih pemula untuk berpartisipasi dalam pengawasan pemilu dalam Pilkada minimal menjadi pemberi informasi awal. Untuk mencapai konsep di atas butuh komitmen bersama penyelenggara pemilu dan stakeholder pemilu. Semoga semua dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu menyertakan
pengawasan partisipastif virtual. Keterlibatan nyata dari masyarakat termasuk kaum milenial dapat membantu upaya-upaya serius penyelenggara pemilu terutama Bawaslu. Semoga pengawasan pemilu partisipatif yang lebih efektif bisa terwujud sehingga proses dan hasil pemilu kita lebih demokratis.
Salah satu misi Bawaslu adalah mendorong pengawasan partisipatif berbasis masyarakat. Namun, sebelum sampai pada pengawasan pemilu, keterlibatan masyarakat pengawalan demokrasi harus terlebih dahulu melalui proses sosialisasi dan transfer pengetahuan serta keterampilan pengawasan Pemilu.
Dengan semangat transfer pengetahuan dan keterampilan itu, Bawaslu menginisiasi Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP). SKPP Daring adalah sarana pendidikan pemilu dan pilkada serta pengawasannya bagi masyarakat. Melalui SKPP Daring, Bawaslu berupaya menyediakan fasilitas yang baik dan optimal bagi masyarakat untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan melakukan pengawasan partisipatif. Tujuan penyelenggaraan SKPP Daring adalah untuk meningkatkan pengawasan partisipatif pemilu dan pilkada oleh masyarakat.
Pengawasan partisipatif tersebut merupakan hasil dari semakin banyak pihak yang mengetahui tugas, pokok dan fungsi pengawasan pemilu dan pilkada. Selain sebagai pengawas partisipatif, peserta SKPP Daring nantinya akan menjadi kader yang merupakan perpanjangan tangan Bawaslu dalam menggerakkan masyarakat untuk turut melakukan pengawasan partisipatif pemilu dan pilkada. Meski dilakukan secara daring, komunikasi program ini tidak hanya satu arah yaitu dari Bawaslu kepada peserta. SKPP Daring juga membuka ruang diskusi yang memungkinkan masyarakat menggali lebih dalam pengetahuan mengenai pemilu, pilkada dan pengawasannya.11
Salah satu bentuk program pengawasan partisipatif yang dibuat Bawaslu, yakni Sekolah Kader Pengawasan. Program ini untuk pertama kali dilaksanakan pada 10 Juli 2018 di empat
11 https://semarangkab.bawaslu.go.id/seputar-sekolah-kader-pengawas-
provinsi (Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat/NTB). Kader angkatan pertama berjumlah 20 orang, dari masing-masing provinsi mengirimkan 5 orang perwakilannya sebagai peserta. Selanjutnya, dua dari empat daerah piloting, yakni provinsi Jawa Timur dan NTB tahun 2019 lalu telah berhasil melaksanakan sekolah kader secara mandiri di daerahnya masing-masing. Selanjutnya tahun ini Bawaslu kembali menggelar sekolah kader angkatan ketiga dengan 15 provinsi yakni Provinsi Aceh, Gorontalo, DKI Jakara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Riau, Maluku Utara, Bali, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, DI Yogyakarta, yang pendaftaran dilumai April 2020.12 Pembukaan SKPP di tengah wabah Covid-19 ini juga dilakukan secara daring. SKPP telah dilakukan beberapa kali secara tatap muka. Namun untuk SKPP kali ini dilakukan secara daring.
Sebanyak 20.665 orang telah mendaftar untuk menjadi bagian pengawas partisipatif yang direncanakan bakal digelar secara berkesinambungan.
Program SKPP ini dilaksanakan tidak hanya pada masa pandemik COVID-19. Bawaslu merencanakan, SKPP Daring menjadi program yang terlaksana secara berkesinambungan.Tujuan Jangka pendek, peserta atau anak didik SKPP diharapkan mampu menjadi pengawas partisipatif dan menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan pemilu secara partisipatif di daerahnya masing-masing. Untuk jangka panjang diharapkan program ini dapat berkesinambungan dan menjadi model pengawasan pemilu partisipatif yang dapat dilaksanakan pada pemilu-pemilu selanjutnya. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat terlibat dalam pengawasan pemilu dalam seluruh tahapannya. Dengan demikian, semangat pengawasan partisipatif menjadi semangat yang dimiliki seluruh masyarakat. Dengan dibentuknya kader pemgawas partisipatif diharapkan dapat menekan terjadinya pelanggaran dalam Pilkada Serentak 2020
12 https://www.bawaslu.go.id/id/berita/dari-pengawasan-partisipatif-hingga-ikp-