• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penafsiran Dalam Tafsir Al-Mîzân karya Thabathaba’i

اۡوَقَّتٱ

A.2 Penafsiran Dalam Tafsir Al-Mîzân karya Thabathaba’i

Ayat ini memperlihatkan bahwa praktik sihir merupakan praktik yang dominan dikalangan kaum Yahudi, dan bahwa kaum Yahudi menganggap praktik ini bersumber dari Sulaiman as.

mereka percaya bahwa Sulaiman as. memiliki kerajaan, dapat menundukkan jin, manusia, hewan dan burung. Semuanya dengan bantuan sihir; dan semua kejadian mukjizati adialamiyang berkaitan dengan Sulaiman as. bergantung pada sihir. Dan mereka mengklaim bahwa sebagian mantra yang ada di tangan mereka, mereka terima dari Sulaiman as., sebagian sisanya dikatakan mereka bersumber dari dua malaikat di Babylon yang bernama Harut dan Marut.

Adapun kisah tentang dua malaikat di Babylon, sudut pandang Al-Qur`an adalah sebagai berikut: Dua malaikat itu, Harut dan Marut, tak syak lagi diberi sihir sebagai sarana ujian dan cobaan bagi umat manusia, dan tak ada keberatan yang dapat diarahkan ke arah itu; bagaimanapun, Allah SWT telah mengajarkan kepada kondisi natural dan orisinal manusia jalan- jalan keburukan Dia menguji mereka dengan itu. Begitu pula sihir di turunkan kepada dua malaikat itu; tetapi mereka tidak mengajarkannya kepada siapapun sampai mereka mengatakan kepadanya; sesungguhnya kami ini hanyalah sebuah cobaan, karena itu janganlah menjadi seorang kafir dengan menggunakan untuk tujuan-tujuan keji; anda harus menggunakannya hanya untuk meniadakan efek-efek sihir, untuk menelanjangi kebusukan- kebusukan para ahli sihir dan apa saja yang seperti itu. Namun orang-orang belajar dari mereka sehingga dengan apa yang

mereka pelajari itu mereka dapat menghancurkan kedamaian rumah tangga dan mengubah rasa cinta suami istri. Sebaik-baik sesuatu yang tertanam dalam kondisi natural dan orisinal manusia menjadi rasa benci dan rasa permusuhan, sehingga jadilah perpisahan suami dan istri. Juga mereka mempelajari apa yang mudharat bagi mereka dan tidak bermanfaat bagi mereka.13

a) Sebuah Wacana tentang Sihir menurut Tafsîr al-Mîzân Merupakan suatu pengetahuan umum bahwa banyak kejadian luar biasa berlangsung, dan kejadian-kejadian semacam ini berada di luar struktur sistem natural yang mapan. Rasanya sulit untuk menemukan seseorang yang belum pernah melihat, atau mendengar, beberapa peristiwa yang nampaknya supranatural atau abnormal. Namun, setelah melakukan penelitian cermat, ternyata kita dapati bahwa sebagian besar supranatural atau abnormal itu bukannya misterius atau tidak dapat dijelaskan atau dipahami sama sekali; melainkan kejadian-kejaidan seperti itu terjadi akibat sebab- sebab yang normal dan natural. Kerap kali kejadian-kejadian tersebut merupakan priduk dari praktik dan latihan, misalnya saja makan racun , mengangkat beban berat, berjalan di atas tali tegang, dan seterusnya. Sebagian di dasarkan pada sebab-sebab natural yang tidak diketahui pada publik umum. Misalnya saja orang bisa berjalan ke dalam nyala api tanpa mengalami cidera sedikitpun, (dia menggunakan beberapa zat kimiawiseperti talek di tubuhnya);

atau mengirimkan selembar kertas kosong namun si alamat surat memahami pesan yang ada di dalamnya. Paranorama ketiga

13 Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i, Tafsir Al-Mizan, diterjemahkan oleh Ilyas Hasan, (Jakarta: Penerbit Lentera, 2010), h 34-40

bergantung pada kemahiran tangan seperti sulap. Semua aksi yang nampak abnormalini sesungguhnya merupakan produk dari sebab- sebab normal, meskipun sebab-sebab ini tetap tersembunyi dari mata manusia biasa; bahkan di luar kemampuannya.14

Namun ada kejadian-kejadian aneh yang tak dapat dipandang sebagai bersumber dari sebab fisik normal apapun.

Sebagai contoh, memberikan informasi tentang kegaiban, dan khususnya meramalkan kejadian-kejadian ke depan; jimat membuat orang jadi cinta dan benci, jampi atau mantra yang memberikan pengaruh mudharat atau manfaat kepada kejantanan laki-laki;

hipnotisme, karisma, spiritualisma, telekinesis dan seterusnya.

Kalau metode-metode dan prosedur mereka diteliti dengan cermat, maka kelihatan bahwa aksi-aksi ini bersumber dari kekuatan kehendak pelaku, dan dari keyakinan pelaku tak tergoyahkan bahwa aksinya pasti efektif atau sukses. Kekuatan kehendak bersumber dari keyakinan, dan keyakinan pada gilirannya bersumber dari pengetahuan. Kadang kala kehendak beraksi sendiri kadang kala membutuhkan bantuan; sebagai contoh, menulisakn sebuah aji tertentu dengan menggunakan tinta tertentu di sebuah tempat tertentu dan pada waktu tertentu pula (untuk jimat cinta atau jimat benci).15

Kalau kita bawa prinsip ini selangkah lebih maju, jika daya kehendak seseorang luar biasa kuat, maka daya kehendak tersebut

14Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i, Tafsir Al-Mizan, diterjemahkan oleh Ilyas Hasan, (Jakarta: Penerbit Lentera, 2010), h 45

15 Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i, Tafsir Al-Mizan, diterjemahkan oleh Ilyas

Hasan, (Jakarta: Penerbit Lentera, 2010), h 46

dapat menciptakan sebuah kesan di jiwa orang lain juga;

sebagaimana daya kehendak tersebut ciptakan pada dirinya sendiri dalam contoh sebelumnya. Kesan itu dapat atau tidak di dapat bergantung pada pemenuhan beberapa kondisi, seperti indikasi sebelumnya.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan tiga prinsip berikut:

Pertama: terjadi kejadian-kejadian luar biasa semacam itu bergantung apada “pengetahuan” yang solid atau berakar kuat dan juga keyakinan yang kuat dari pelakunya. Namun, apakah

“pengetahuan” itu sesuai dengan faktanya atau tidak, itu tidak relevan. Itu menjelaskan kenapa mantera atau jampi-jampi para pendeta dewa matahari dan dewa bulan dan seterusnya nampak efektif, meskipun mereka percaya bahwa benda-benda langit memiliki jiwa, yang mereka klaim dapat mereka kendalikan melalui mantera atau jiwa mereka. Hal serupa berlaku pada spiritualisme dan pertemuan-pertemuan spiritualisme dan komunikasi dengan roh, dan keyakinan kamu spiritualis bahwa roh hadir dalam majelis- majelis mereka. Paling banter dapat di klaim berkenaan dengan majelis-majelis itu adalah bahwa roh hadir dalam imajinasi mereka atau sebut saja, dihadapan penglihatan mereka dan “persepsi” ini bersumber dari keyakinan solid mereka kepada kemampuan mereka.

Namun tak pernah dapat dikatakan bahwa roh itu sendiri benar-benar hadir dalam majelis-majelis itu. Kalau tidak, maka semua yang hadir dalam majelis itu tentunya melihat kehadirannya, karena setiap orang dari mereka yang hadir dalam majelis itu

memiliki kemampuan yang sama dengan yang dimiliki oleh medium atau cenayang.

Dengan menerima prinsip ini dapat dipercahkan banyak problem yang berkaitan dengan pertemuan dengan roh dan komunikasi dengan roh. Sebagai contoh:

1. Kadang kala roh seorang manusia yang hidup dipanggil untuk hadir dalam sebuah pertemuan dengan roh dan seperti diyakini orang, roh itupun hadir di sana. Namun pada momen itu juga, orang yang miliki roh itu sedang sibuk menangani urusannya, dan ia tidak pernah merasa ruhnya meninggalkan raganya sedikitpun. Pertanyaannya adalah: karena seorang manusia hanya memiliki satu ruh, maka mana mungkin ruhnya bisa hadir dalam sebuah pertemuan dengan roh tanpa pemilik roh tersebut menyadari kejadian ini?

2. Roh merupakan sebuah esensi yang tidak memilki subtansi fisik (atau esensi imaterial), yang tak ada hubungannya sama sekali dengan ruang dan waktu. Mana mungkin roh itu sendiri hadir di sebuah tempat tertentu dan pada waktu tertentu pula?

3. Kenapa sering terjadi satu roh hadir di hadapan beragam medium atau cenayang dalam beragam bentuk yang berlainan?

4. Kenapa kadang kala ketika roh-roh dipanggil ke sebuah pertemuan dengan ruh, mereka berbohing dan memberikan jawaban yang salah? Dan mengapa beragam roh itu terkadang saling bertengtangan antara yang satu dengan yang lain?

Semua problem ini akan terpecahkan kalau prinsip ini diterima bahwa bukanlah roh yang hadir ke pertemuan dengan roh; hanyalah keyakinan kuat dan keyakinan solid si spiritualis dan medium atau cenanyangnya yang bekerja di situ, sehingga cenayang melihat,

mendengar dan merasakan roh itu. Itu semua merupakan sebuah permainan imajinasi dan kehendaknya; dan tidak ada lagi yang lebih tau dari itu.

Kedua, sebagian dari orang-orang itu, yang memiliki daya kehendak yang kuat lagi efektif, mengandalkan kekuatan dan eksistensi mereka sendiri dalam mewujudkan efek yang dikehendaki, yaitu kejadian-kejadian adialamai yang dikehendaki.

Kejadian-kejadian semacam ini pastilah terbatas kekuatannya, terbatas areanya, terbatas imajinasi maupun realitasnya sendiri.

Sementara itu ada beberapa orang, seperti nabi-nabi dan sahabat-sahabat Allah SWT yang sekalipun daya kehendak mereka sangat efektif, sepenuhnya bersandar dengan tuhan mereka. Mereka benar-benar beribadah kepada-Nya dan benar-benar percaya dan pasrah kepada-Nya. Mereka tidak menginginkan apapun kecuali dari Tuhan mereka, dan dengan izin-Nya. Milik mereka adalah sebuah kehendak yang murni yang jelas tidak ternoda atau tercemari oleh perasaan personal mereka sendiri. Kehendak mereka Cuma bergantung pada Allah SWT inilah sebuah kehendak ilahi yang tidak terbatas kondisinya, dan yang tidak terbatas pula metodenya.

Kejadian-kejadian adialami atau supranatural yang diwujudkan oleh keolmpok pertama itu bisa banyak jenisnya: jika didasarkan pada permintaan kepada, atau bantuan dari jin atau roh dan seterusnya, maka disebut dengan “al-kihanah” ramalan; dan jika terjadi melalui jimat, aji atau instrumen-instrumen atau porsi-porsi lain semacam itu, maka disebut sihir.

Kejadian-kejaidan adialami yang diperlihatkan oleh para nabi dan sahabat Allah SWT juga banyak jenisnya: jika kejadian-

kejadian adialami ini diwujudkan sebagai sebuah tantangan, untuk menbuktikan klaim kenabian, maka disebut mukjizat; dan jika diwujudkan bukan sebagai sebuah tantangan, maka disebut karomah yang secara harfiah mengandung arti kemuliaan; dan dalam peristilahan Islam, digunakan untuk sebuah kejadian mukjizati yang diperlihatkan tanpa sebuah tantangan; dan jika terjadi sebagai sebuah produk dari doa kepada Allah SWT maka disebut “jawaban untuk doa.”

Ketiga, karena segalanya bergantung pada kekuatan kehendak pelakunya, maka kekuatannya pun beragam, sesuai dengan kekuatan (atau kelemahan) kehendak. Itulah sebabnya sebagian dari mereka dapat meniadakan sebagian lainnya, seperti misalnya saja, mukjizat dapat meniadakan sihir.

Juga, agen (seseorang atau sesuatu yang menggunakan kekuatan atau yang melahirkan sebuah efek, penerj.) yang lemah gagal mengenakan kehendaknya pada sebuah jiwa yang lebih kuat, sebagaimana kerap terlihat pada pertemuan-pertemuan hipnotisme atau kekuatan pesona dan pertemuan dengan roh.16

b) Penjelasan Akademis tentang beragam jenis Sihir atau Ilusi menurut Tafsîr al-Mîzân

Ada banyak bidang studi yang berkenaan dengan beragam aksi-aksi mempesona dan luar biasa; dan sangat sulit sekali untuk membagi-baginya dengan sempurna sehingga tidak ada yang tertinggal. Namun demikian disini kami cumalah memberikan

16Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i, Tafsir Al-Mizan, diterjemahkan oleh Ilyas Hasan, (Jakarta: Penerbit Lentera, 2010), h 47-49

sebuah daftar cabang-cabang kecakapan yang lebih lazim digunakan ini:

a) As-simiya’: ini berhubungan dengan cara-cara memadukan daya kehendak dengan kekuatan fisik dan kekuatan material tertentu untuk tujuan memanipulasi tatanan alam dan, dengan demikian, menciptakan efek-efek yang luar biasa. Di bawah judul ini ada manipulasi pikiran, yang juga dikenal sebagai pesona atau aji mata.

Inilah kandidat yang paling layak untuk mendapatkan sebutan sihir (magic).

b) Al-limiya’: ini mengajarkan bagaimana caranya membuat hubungan antara jiwa atau hati kita dan roh-roh yang lebih tinggi dan lebih kuat, agar roh-roh yang lebih tinggi dan lebih kuat itu dapat kita dikendalikan. Sebagai contoh: roh-roh bintang-gemintang, atau jin dan sterusnya.

Ini juga disebut pengetahuan penundukkan roh.

c) Al-himiya’: ini menerangkan bagaimana daya-daya dunia spiritual lebih tinggi dapat dipadukan dengan unsur-unsur pokok dunia ini untuk menciptakan efek-efek yang membangkitkan rasa hormat. Ini juga disebut jimat. Bintang- gemintang dan konfigurasi mereka ada hubungannya dengan kejadian-kejadian material di dunia ini, dengan cara seperti unsur-unsur dan senyawa-senyawa berserta kualitas-kualitas fisik mereka mempengaruhi fenomena-fenomena ini.

d) Ar-rimiya’: Ini melatih orang untuk bisa mengendalikan dan memanipulasi kualitas-kualitas beragam obyek, untuk menciptakan efek-efek yang nampak adialami. Ini juga disebut

“asy-Sya’badzah” (sulap, tipuan, sihir).

Empat bidang pengetahuan ini, ditambah bidang kelimanya, yang disebut “al-Kimiya” (alkimia, pelopor kimia, yang pada pokoknya merupakan upaya untuk mengubah logam dasar menjadi emas atau perak), membentuk apa yang oleh orang-orang kuno disebut lima cabang pengetahuan yang diliputi misteri.

Asy-Syaikh al-Bahai mengatakan: “sebaik-baik buku yang pernah ditulis dengan topik-topik ini adalah buku yang aku lihat di Harat, judulnya adalah kulah-e Sar’ (Tutup Kepala). Namanya merupakan sebuah singkatan, yang terbentuk dari huruf-huruf pertama kelima topiknya, yaitu al-kimiya’, al-limiya’, al-himiya’, as-simiya’, dan ar-rimiya’.”

Semua detail ini sudah dipaparkan di sini, sehingga dapat dipastikan mana yang digolongkan sebagai sihir.17

A.3 Penafsiran Dalam Tafsir al-Kasysyâf karya Az-Zamakhsyarî