• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penafsiran Dalam Tafsîr al-Kasysyâf Karya Az-Az-Zamakhsyarî Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa tukang sihir Fir’aun

رِحا َّسلٱ

C.3 Penafsiran Dalam Tafsîr al-Kasysyâf Karya Az-Az-Zamakhsyarî Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa tukang sihir Fir’aun

mengatakan jika Musa as. mengalahkan kami (tukang sihir) maka kami akan beriman kepada tuhannya Musa as. dan Qatadah berkata:

“Jika yang dilakukan oleh Musa as. adalah perbuatan sihir maka kita

23Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i, Tafsir Al-Mizan, h 191-194

(tukang sihir) akan mengalahkan Musa as. tetapi apabila yang dilakukan Musa as. adalah perintah dari langit (mukjizat) maka akan lain perkaranya.”

Lalu ketika Nabi Musa as. berkata “Janganlah seskali-kali, berhati-hatilah” maka para tukang sihir mengatakan bahwa sesungguhnya ini bukanlah perkataan tukang sihir, dan akhirnya mereka bermusyawarah secara sembunyi-sembunyi dan mengatakan bahwa Musa as. dan Harun as. adalah tukang sihir.

Pada ayat ini Mu’tazilah menyebutkan bahwa sihir adalah sesuatu yang tidak memiliki hakikat, ia hanya pengelabuan, penyulapan dan penipuan terhadap sesuatu tidak sebagaimana yang sebenarnya. Sihir merupakan jenis sulap dan hipnotis. Pada QS. Thâhâ ayat 66 Allah SWT berfirman “… terbayang kepada Musa as. seakan- akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.” Menurut Zamakhsyâri Allah SWT tidak menyebut dengan “merayap dalam arti yang sebebnarnya” tetapi “terbayang kepada Musa as.” Allah SWT juga menyebutkan dengan “Mereka mensihir mata manusia.” Jadi seakan- akan yang ada bukanlah sihir, melainkan hanya trik ketangkasan yang sudah diatur oleh para tukang sihir saja.24

Analisis Penulis

Ibnu Katsîr pada ayat ini mengemukakan bahwa tukang sihir yang dibawa oleh Fir’aun berjumlah 70 orang. Dan pada pagi hari mereka sebagai tukamg sihir dan pada sore harinya mereka menjadi

24Abu al-Qasim Mahmud ibn Umar Zamakhsyari, Tafsir Al-Kasysyâf, (Lebanon: Dar Al-Marefah, 2009) h 660

syuhada. Sedangkan dalam penafsiran Thabathaba’i dan Zamakhsyâri tidak menyebutkan hal ini.

Bisa disimpulkan bahwa kelompok Syi’ah dan Mu’tazilah tidak percaya kepada sihir terdapat pada ayat ini. Di mana pada ayat ini kelompok Mu’tazilah menegaskan bahwa sihir hanya suatu pengelabuan semata, ia tidak nyata. Melihat dari penafsiran Zamakhsyâri tentang tali-tali dan tongkat yang merayap diartikan tidak dengan arti yang sebenarnya. Melainkan hanya kecepatan tangan yang dilakukan para penyihir untuk mengelabui yang melihat.

D. Analisa Ayat-ayat Sihir Dalam Tafsir Al-qur`an Al-Azhîm, Al- Mîzân, Al-Kasy-syâf

Seperti yang telah kita ketahui bahwa sihir itu bermacam- macam, diantaranya ada yang hakiki da nada pula yang hanya khayalan bedasarkan dugaan, kekuatan dan penipuan.

Banyak kaum muslimin yang berbeda pendapat dalam masalah sihir. Apakah itu benar-benar ada dan berpengaruh kepada orang yang disihir, atau itu hanya khayalan saja bukan hakikatnya dan bukan punya pengaruh apa-apa.

Dalam analisa penulis, setelah dilteliti lebih dalam bahwasanya Ibnu Katsîr menyebutkan pemahamannya mengenai sihir di dalam kitab tafsirnya al-Qur`an al-‘Azîm menyatakan Ilmu sihir bukan merupakan hal yang buruk, bukan pula yang dilarang dan ulama ahli tahqiq sepakat mengatakan hal tersebut, karena sebagaimana kita tahu bahwa mengingat ilmu itu ditinjau dari eksistensinya merupakan hal yang mulia. Karena ilmu sihir itu kalau

tidak diketahui, niscaya mungkin tidak dapat dibedakan antara sihir dan mukjizat.

Di dalam tafsirnya, Ibnu Katsîr memaparkan ulama ahli sunnah sepakat mengatakan bahwa sihir memang mempunyai hakikat dan bahwasanya pula para tukang sihir dapat mempengaruhi orang yang di sihir tidak lain atas izin Allah SWT Akan tetapi titik pertentangannya adalah, apakah karena adanya sihir dapat terjadi perubahan suatu bentuk (zat) atau tidak? Menurut ulama Ahli Sunnah mereka berbeda pendapat. Sebagian ulama mengatakan sihir itu memang mempunyai hakikat, sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa itu hanya sebuah khayalan batil. Pendapat kedua ini ditolak disebabkan adanya dalil naqli yang menyebutkan bahwa sihir itu memang ada. Karena akal tidak mengingkari tentang kebiasaan tukang sihir mengucapkan mantera-mantera lalu sampai kepada orang yang di sihir. Sekali lagi, itu semua tak lain karena atas izin Allah SWT

Menurut Ibnu Katsîr sebagian ulama salaf berpendapat bahwa orang-orang yang mengerjakan sihir dihukumi kafir.

Sedangkan menurut pendapat lain tidak kafir, tetapi ia hanya dikenai hukuman had, yaitu yang dipancung lehernya. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh imam Syafi’I dan Imam Ahmad Ibnu Hambal. Ibnu Katîr juga mengemukakan mengenai orang yang belajar sihir lalu menggunakannya. Menurut dia bahwa sebagian ulama madzhab mengatakan pelakunya juga dihukumi kafir. Akan tetapi, apabila seseorang belajar sihir bertujuan untuk pertahanan diri agar bisa menghindari perbuatan sihir tersebut maka hukumnya tidak kafir, karena tidak ada orang lain yang dirugikan karena perbuatannya. Menurut Ibnu Katsîr jika orang-orang yang belajar

ilmu sihir mempunyai keyakinan sihir itu bisa bermanfaat untuk dirinya yang mempelajari maka ia sudah kafir. Karena yang demikian itu mereka telah meyakini pula bahwa setan bisa melakukan apa saja yang ia kehendaki.

Ahlus Sunnah mengimani keberadaan sihir. Sihir tidak akan dapat memberikan manfaat maupun mudharat kecuali jika Allah SWT menghendaki.

Berbeda dengan pendapat Ibnu Katsîr, Thabathaba’i memahami bahwa sihir tidak mengadung hakikat sehingga mampu menguasai dan mengatur atas segala sesuatu dan memberikan pengaruh melainkan semata-mata permainan ketangkasan dan sulap para penyihir yang menampilkan demikian. Diambil dari ayat Thâhâ [20]: 66

َْلاَق

ْ

ْۡسَتْاَهَّن َ

أْۡمِهِرۡحِسْنِمِْهۡ َلَِإْ ُلَّيَ ُيُْۡمُهُّيِصِعَوْۡمُهُلاَبِحْاَذِإَفَْۖ اوُقۡلَأْ ۡلَب

َْٰ َعَ

٦٦

"Berkata Musa: "Silahkan kamu sekalian melemparkan".

Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka (QS. Thâhâ [20]: 66)

Ini menjadi jelas yang terkait dengan intrik, sulap, kecekatan, ketangkasan sama sekali tidak ril dan mengandung hakikat sebagaimana yang kita baca pada ayat di atas.

Menurut Thabathaba’i Sihir merupakan perbuatan yang terkadang sama dengan sulap dan permainan akrobatik. Dan terkadang memiliki sisi kejiwaan, fantasi, dan diktasi. Dan terkadang dengan pemanfaatan atribut asing fisika dan kimia sebagian dari benda-benda dan unsur-unsur dan terkadang dilakukan melalui bantuan setan-setan. Para penyihir adalah orang-orang tersesat dan pencinta dunia yang pokok pekerjaannya adalah menyelewengkan

hakikat-hakikat. Dan pada umumnya menarik perhatian banyak orang terhadap khurafat dan delusi dan semakin meluaskan pengaruhnya.

Jelas bahwa dengan menambah tingkat pengetahuan masyarakat mungkin merupakan sebaik-baik cara dan tips untuk berhadapan dan menangkal sihir ini.

Ulama Syi’ah sepakat menyatakan bahwa mengerjakan sihir dan perbuatan-perbuatan magic dan sihir adalah haram kecuali untuk menangkal sihir dan para penyihir, tidak ada jalan lain kecuali mempelajarinya, bahkan terkadang belajar sihir hukumnya adalah wajib kifai yang mengharuskan sebagian orang untuk belajar sihir sehingga ia dapat menangkal dan membongkar kedok para pendusta yang ingin menipu dan menyimpangkan masyarakat dengan cara ini.

Untuk melenyapkan pengaruh sihir dalam riwayat orang-orang dianjurkan untuk membaca ayat-ayat tertentu dan membaca doa untuk melenyapkan pengaruh sihir.

Sementara tafsir al-Kasysyâf merupakan tafsir yang masuk dalam kategori tafsir bi al-ra’yi. Yakni tafsir yang merunduk pada ijtihad dan akal. Apalagi ketika kita tahu bahwa Az-Zamakhsyarî merupakan salah satu tokoh Mu’tazilah, yang mana bagi mereka akal itu lebih didahulukan dan naqli. Jadi kelompok ini memang tidak pernah mengakui suatu hal yang menurut mereka tidak bisa dicerna oleh akal, seperti contoh sihir. sihir adalah perbuatan di luar nalar manusia akan tetapi perbuatannya bisa menimbulkan efek. Maka ketika Ahlus Sunnah berpendapat bahwa sihir telah disebutkan keberadaannya oleh nash dan memiliki hakikat, kaum Mu’tazilah pada umumnya berpendapat bahwa sihir tidak meiliki hakikat, tetapi ia merupakan pengelabuan, penyulapan dan penipuan terhadap sesuatu tidak sebagaiamana yang (tampak) sebenarnya. Ia adalah

jenis sulap dan hipnotis. Pendapat kaum Mu’tazilah ini senada dengan pendapat kaum Syi’ah, dimana menurut mereka sihir hanyalah sesuatu pengelabuan, ketangkasan tangan para tukang sihir semata. Namun tidaklah dipungkiri, bahwa ada jenis-jenis sihir yang tidak memiliki hakikat, yaitu sihir yang hanya sebatas pengelabuan mata, tipu muslihat, “sulapan”, dan yang lainnya. Jenis-jenis sihir yang demikian inilah yang dimaksudkan oleh perkataan beberapa ulama yang mengatakan bahwa sihir tidaklah memiliki hakikat.

Adapun persamaan penafsiran ketiga mufassir di atas tentang sihir yaitu mengatakan sebenarnya sihir ini bukan dia sendiri yang mempunyai efek melainkan sebab sihir itu berasal dari Allah SWT kemudian menciptakan perpecahan diantara dua pasangan, Sesungguhnya mereka itu tidak bisa memberi mudharat dengan sihir itu. Sihir itu tidak memberi efek sama sekali terhadap orang lain (orang yang di sihir) melainkan atas izin Allah SWT kenapa? Karena bisa jadi sihir itu dilancarkan, dikirim kepada seseorang tapi Allah SWT menghendaki tidak terjadi efek. Disini berarti yang bisa membuat efek bukan sihirnya tetapi Allah SWT makanya mengapa di sini Thabathaba’i dan Az-Zamakhsyarî tidak mempercayai (meningkari) adanya sihir dan menolak hakikatnya. Karena menurut mereka sihir semata-mata hanyalah permainan ketangkasan dan sulap para penyihir yang menampilkan demikian.

143 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Sihir bagaimana telah dijelaskan di atas adalah sesuatu perbuatan yang berada di lauar akal dan sulit diterima oleh akal sehat. Manusia dapat melakukan sihir melainkan atas bantuan Allah SWT Al-Quran sebagai kitab komprehensif untuk memberikan pencerahan terhadap manusia, membahas semua aspek kehidupan termasuk soal sihir. Ayat-ayat tetang sihir terhitung banyak, yakni terdapat 63 kata dengan semua bentuk padanannya. Ini membuktikan banyak kasus sihir yang terjadi dizaman dahulu khususnya dalam kisah-kisah para Nabi dan Rasul. Untuk mengetahui secara global soal sihir dalam al-Quran dengan memakai pemikiran Ibnu Katsîr, Thabathaba’i, dan Zamakhsyarî berikut intisarinya:

1. Sihir menurut pandangan Ibnu Katsîr adalah sebuah proses perbuatan yang memalingkan keadaan dari yang sebenarnya menjadi samar-samar, sesuatu perbuatan yang dapat menimbulkan perubahan suatu zat. Sedangkan menurut pandangan Thabathaba’i dan Zamakhsyarî sihir hanyalah pengelabuan dan tipuan mata semata dan bentuknya tidak nyata.

2. Persamaan penafsiran menurut ketiga mufassir tentang sihir yaitu mengatakan sebenarnya sihir ini bukan dia sendiri yang mempunyai efek melainkan sebab sihir itu berasal dari Allah SWT kemudian menciptakan perpecahan diantara dua pasangan, Sesungguhnya mereka

itu tidak bisa memberi mudharat dengan sihir itu. Sihir itu tidak memberi efek sama sekali terhadap orang lain (orang yang di sihir) melainkan atas izin Allah SWT kenapa? Karena bisa jadi sihir itu dilancarkan, dikirim kepada seseorang tapi Allah SWT menghendaki tidak terjadi efek. Disini berarti yang bisa membuat efek bukan sihirnya tetapi Allah SWT makanya mengapa di sini Thabathaba’i dan Zamakhsyarî tidak mempercayai (meningkari) adanya sihir dan menolak hakikatnya.

Karena menurut mereka sihir semata-mata hanyalah permainan ketangkasan dan sulap para penyihir yang menampilkan demikian.

3. Perbedaan penafsiran terjadi pada jenis sihir yang memiliki hakikat. Menurut Ibnu Katsîr memaparkan bahwa ulama ahli sunnah sepakat mengatakan bahwa sihir memang mempunyai hakikat dan bahwasanya pula para tukang sihir dapat mempengaruhi orang yang di sihir tidak lain atas izin Allah SWT Karena akal tidak mengingkari tentang kebiasaan tukang sihir mengucapkan mantera-mantera lalu sampai kepada orang yang di sihir.

Sekali lagi, itu semua tak lain karena atas izin Allah SWT Sedangkan menurut Thabthabaî memahami bahwa sihir tidak mengadung hakikat sehingga mampu menguasai dan mengatur atas segala sesuatu dan memberikan pengaruh melainkan semata-mata permainan ketangkasan dan sulap para penyihir. Kelompok Mu’tazilah mengingkari adanya sihir dalam aqidah mereka. Bahkan mereka tidak segan-segan mengkafirkan orang yang

meyakini kebenaran sihir. Mereka mengatakan bahwa sihir tidak memiliki hakikat. Sihir hanyalah suatu pengelabuan, penyulapan dan penipuan terhadap sesuatu tidak sebagaiamana yang (tampak) sebenarnya. Ia adalah jenis sulap dan hipnotis.

4. Hukum orang yang melakukan sihir. Jika dilihat dari aspek hukum Ibnu Katsîr, Thabathaba’i, dan Zamakhsyari memiliki pandangan hukum yang sama tentang orang- orang yang melakukan sihir mereka digolongkan menjadi orang kafir karena sebab telah meyakini bahwa kekuatan magic bisa mempengaruhi kehidupan manusia. Karena sihir memang menggunakan kekuatan lain yang tidak bisa dijelaskan secara detail, selain dari kekuatan Allah SWT dengan sendirinya perbuatan tersebut akan berpengaruh kepada iman seseorang, serta jika dibiarkan akan menjerumuskan kepada perbuatan yang dzalim.

5. Dalam hal mempelajari ilmu sihir. Ibnu Katsîr mengatakan bahwa para ulama Ahlu Sunnah tidak menghukumi kafir kepada seseorang yang ketika belajar sihir memiliki tujuan untuk pertahanan diri agar bisa terhindar dari perbuatan sihir tersebut. Akan tetapi jika seseorang yang belajar sihir mempunyai tujuan agar sihir itu bisa menjadikan manfaat untuk dirinya maka sudah dikatakan kafir. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Thabathaba’i belajar sihir dan mengerjakan perbuatan- perbuatan magic dan sihir adalah haram kecuali untuk menangkal sihir para penyihir tidak ada jalan lain kecuali mempelajarinya. Untuk kelompok Mu’tazilah mengenai

ilmu sihir, mereka tidak mempercayainya. Bahkan mereka akan mengkafirkan orang yang mengakui keberadaan sihir.

Sihir yang dibahas panjang-lebar memiliki setidaknya delapan ciri atau karakteristik, pertama, sihir ramalan perbintangan. kedua, sihir orang yang memiliki khayalan dan pengaruh jiwa yang kuat. Ketiga, sihir bekerjasama dengan jin. Keempat, sihir pengalihan pandangan. Kelima, sihir yang berasal dari sebuah karya yang menakjubkan. Keenam, sihir dengan alat bantu berupa benda-benda yang memiliki fungsi- fungsi tertentu. Ketujuh, sihir dengan cara menaklukkan hati.

Kedelapan sihir adu domba.

No Point Tafsir

Ibnu Katsîr

Tafsir Al-Mîzân

Tafsîr Al-Kasysyâf

1. Pandangan tentang sihir

Sebuah proses perbuatan yang

memalingkan keadaan dari yang

sebenarnya menjadi samar-

samar, sesuatu perbuatan yang dapat menimbulkan

perubahan suatu zat.

Hanyalah pengelabuan

dan tipuan mata semata

dan bentuknya tidak nyata.

Sihir semata-mata hanyalah permainan ketangkasan dan

sulap para penyihir yang menampilkan

demikian.

2.

Persamaan Penafsiran

Sihir yaitu mengatakan sebenarnya sihir ini bukan dia sendiri yang mempunyai efek melainkan sebab sihir itu berasal dari Allah SWT kemudian menciptakan perpecahan diantara dua pasangan, Sesungguhnya mereka itu tidak bisa memberi mudharat dengan sihir itu. Sihir itu tidak memberi efek sama sekali terhadap orang lain (orang yang di sihir) melainkan atas izin

Allah SWT kenapa? Karena bisa jadi sihir itu dilancarkan, dikirim kepada seseorang tapi Allah SWT menghendaki tidak terjadi efek. Disini berarti yang bisa membuat efek bukan sihirnya tetapi Allah SWT.

3.

Perbedaan Penafsiran Tentang Sihir

Ibnu Katsîr memaparkan bahwa ulama ahli

sunnah sepakat mengatakan bahwa

sihir memang mempunyai hakikat

dan bahwasanya pula para tukang

sihir dapat mempengaruhi orang yang di sihir

tidak lain atas izin Allah SWT Karena

akal tidak mengingkari tentang kebiasaan

tukang sihir mengucapkan mantera-mantera lalu sampai kepada

orang yang di sihir. Sekali lagi, itu semua tak lain

karena atas izin Allah SWT.

Thabthabaî memahami bahwa sihir

tidak mengadung

hakikat sehingga

mampu menguasai dan mengatur

atas segala sesuatu dan memberikan

pengaruh melainkan semata-mata

permainan ketangkasan

dan sulap para penyihir.

Kelompok Mu’tazilah mengingkari

adanya sihir dalam aqidah mereka. Bahkan

mereka tidak segan-segan mengkafirkan

orang yang meyakini kebenaran sihir.

Mereka mengatakan bahwa sihir tidak memiliki hakikat.

Sihir hanyalah suatu pengelabuan, penyulapan dan penipuan terhadap

sesuatu tidak sebagaiamana yang (tampak) sebenarnya. Ia adalah jenis sulap

dan hipnotis.

4. Hukum

Melakukan Sihir

Ibnu Katsîr, Thabathaba’i, dan Zamakhsyari memiliki pandangan hukum yang sama tentang orang-orang yang melakukan sihir mereka digolongkan menjadi orang kafir karena sebab telah meyakini bahwa kekuatan magic bisa mempengaruhi kehidupan manusia. Karena sihir memang menggunakan kekuatan lain yang tidak bisa dijelaskan secara detail, selain dari kekuatan Allah SWT dengan sendirinya perbuatan tersebut akan

berpengaruh kepada iman seseorang, serta jika dibiarkan akan menjerumuskan kepada perbuatan yang dzalim.

5.

Hukum Memepelajari

Sihir

Ibnu Katsîr mengatakan bahwa

para ulama Ahlu Sunnah tidak menghukumi kafir

kepada seseorang yang ketika belajar

sihir memiliki tujuan untuk pertahanan diri agar bisa terhindar dari perbuatan sihir

tersebut. Akan tetapi jika seseorang yang

belajar sihir mempunyai tujuan

agar sihir itu bisa menjadikan manfaat untuk dirinya maka sudah

dikatakan kafir.

Menurut Thabathaba’i

belajar sihir dan mengerjakan

perbuatan- perbuatan magic dan sihir adalah

haram kecuali untuk

menangkal sihir para penyihir tidak

ada jalan lain kecuali mempelajarin

ya.

kelompok Mu’tazilah

mengenai mempelajari ilmu

sihir, mereka tidak mempercayainya.

Bahkan mereka akan mengkafirkan

orang yang mengakui keberadaan sihir.