TINJAUAN PUSTAKA
2.10 Pengawetan
DEHIDRASI OSMOSIS PADA BUAH-BUAHAN 36 Pengeringan juga mempunyai kekurangan yaitu dapat merusak sifat dan karakteristik dari bahan yang dikeringkan, seperti contohnya bentuk, sifat- sifat kimiawi, penurunan mutu. Pengeringan suatu bahan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut dan uap air dikeluarkan dari seluruh permukaan bahan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara dan tekanan uap di udara. Metode dalam pengeringan bermacam-macam sesuai dengan alat pengeringan yang dipakai.
Oven dryer adalah alat yang berguna untuk memanaskan atau mengeringkan peralatan laboratorium, zat-zat kimia maupun pelarut organik, dapat pula digunakan untuk mengukur kadar air. Oven dryer dapat digunakan sebagai pengering apabila dengan kombinasi pemanas dengan humidity rendah dan sirkulasi udara yang cukup. Kecepatan pengeringan tergantung dari tebal bahan yang dikeringkan, dimana penggunaan alat ini untuk skala kecil. Oven dryer yang dipakai ini terdiri dari beberapa tray serta memiliki sirkulasi udara di dalamnya. Kelebihan dari oven dryer adalah dapat dipertahankan dan diatur suhu pengeringannya, pengeringan tidak bergantung pada cuaca, dan lebih praktis cara kerjanya.
Dalam metode pengeringan, penambahan drying agent sangat dibutuhkan karena untuk mempercepat suatu perpindahan air selama terjadinya proses pengeringan sehingga waktu pengeringan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan molekul pada drying agent, drying agent memiliki kemampuan menghidrasi molekul structural (Wibawanto, Ananingsih dan Pratiwi, 2016).
DEHIDRASI OSMOSIS PADA BUAH-BUAHAN 37 mengawetkan dan kualitas bahan pangan selama transportasi dari produsen ke konsumen, mempermudah konsumen mengatasi kekurangan produksi akibat musim, menjamin agar kelebihan produksi tidak terbuang, memudahkan penanganan dengan berbagai bentuk kemasan.
Pengawetan bahan pangan adalah tindakan mempertahankan karakteristik bahan tersebut seperti keadaan awalnya dalam waktu simpan sepanjang mungkin dan tidak disimpan di astas suhu 20 derajat. Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan.
2.10.1 Faktor-faktor penyebab kerusakan bahan a. Pertumbuhan dan aktivitas mikrobiologi
Mikroba patogen dapat membelah dirinya dengan sangat cepat dalam sehari dapat tumbuh 1 koloni yang tidak dapat terhitung jumlahnya sehingga menghasilkan zat kimia yang bersifat racun.
Mikroba mengubah komposisi makanan dengan menghidrolisis pati dan selulosa, menguraikan lemak, menguraikan protein, serta membentuk lendir, gas, busa, asam, serta racun. Penguraian lemak menyebabkan ketengikan. Penguraian protein menimbulkan bau busuk dan amoniak dalam makanan yang akan terurai atau sudah mulai membusuk.
b. Aktivitas enzim
Enzim mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam makanan dan menyebabkan perubahan komposisi pada makanan. Enzim dapat berasal dari makanan itu sendiri atau dari mikroba yang mencemari makanan. Pada hewan mati, enzim bekerja tidak terkendali sehingga pada potongan daging dan ikan tekstur berubah dan bau amoniak.
Biasanya keaktifan enzim (Witono, Miryanti dan Yuniarti, 2016).
c. Faktor lingkungan
Temperatur, kelembaban relatif, oksigen dan cahaya mempengaruhi proses pembusukan makanan. Pemanasan yang berlebihan menyebabkan kerusakan struktur protein, kerusakan
DEHIDRASI OSMOSIS PADA BUAH-BUAHAN 38 vitamin, pemecahan lemak, serta mempercepat reaksi enzimatik.
Pembekuan dan pencairan kembali (thawing) menyebabkan makanan menjadi kenyal atau kering sama sekali. Pengeringan dengan temperatur awal tinggi dapat menyebabkan casehar dening (pengeringan bagian permukaan bahan).
Kelembaban relatif (RH) sangat mempengaruhi kadar air dalam bahan, bila kadar air bahan rendah dan RH di sekitar tinggi maka terjadi penyerapan uap air dari udara, permukaan bahan makanan menjadi basah dan memicu pertumbuhan mikroba. Oksigen memicu pertumbuhan mikroba, merusak vit A dan C, mengubah warna, proses oksidasi lemak yang menimbulkan bau tengik. Cahaya mengkatalisasi perubahan protein, memicu reaksi browning nonenzimatik, riboflavin, vit A, vit C, dan warna makanan.
d. Waktu
Waktu mempengaruhi faktor penyebab kerusakan lainnya (mikrobiologi aktivitas enzim, oksigen, cahaya). Waktu yang lebih lama menyebabkan kerusakan lebih besar
2.10.2 Macam-Macam Pengawetan
Pengawetan dan teknik penyimpanan pada bahan pangan telah lama dikenal oleh masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, manusia terus berinovasi dalam mengembangkan pengawetan dan pengolahan makanan. Teknologi pengawetan konvensional dengan cara pengeringan, penggaraman, pemanasan, pembekuan dan pengasapan serta fumigasi sampai saat ini masih diterapkan khususnya di lingkungan industri untuk mempertahankan nilai mutu dan memperpanjang masa simpan atau daya tahan bahan pangan.
Penambahan bahan pengawet sintetis juga masih digunakan meskipun menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
pengawetan dibagi menjadi 3 golongan yaitu, pengawetan secara alami, pengawetan secara biologis, dan pengawetan secara kimia.
Pengawetan secara alami meliputi pemanasan (yang secara modern
DEHIDRASI OSMOSIS PADA BUAH-BUAHAN 39 dikembangkan menjadi radiasi), pengeringan dan pendinginan.
Pengawetan secara biologis dengan peragian atau fermentasi.
Pengawetan secara kimia dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti gula, garam, nitrat, nitrit, natrium benzoat dan lain sebagainya sedangkan pengawetan alami dengan cara memanfaatkan sinar matahari sebagai bahan utama dalam pengawetan.
Perkembangan teknologi pangan yang semakin canggih berdampak pada perkembangan cara penanganan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi produk pangan kepada konsumen. Cara pengawetan pangan komersial digolongkan menjadi 5 golongan, yaitu pengeringan, penyimpanan suhu rendah, proses termal (pemanasan), penggunaan bahan pengawet, dan irradiasi. Penyimpanan suhu rendah terbagi menjadi refrigerasi dan pembekuan. Sedangkan proses termal (pemanasan) dapat dibagi menjadi pasteurisasi, sterilisasi, dan blansing.
2..10.3 Metode pengawetan pangan
Metode pengawetan pada dasarnya adalah mengurangi dapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan tersebut antara lain dengan:
a. Inhibisi, Inibisi yaitu dengan memperlambat atau menghambat kerusakan makanan akibat reaksi kimia dan pertumbuhan mikroba.
Inhibisi dilakukan melalui kontrol lingkungan, kontrol temperatur, kontrol water activity, maupun kontrol pH.
Inhibisi terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1. Inhibisi menggunakan bahan kimia
Bahan kimia ditambahkan dalam makanan sebagai anti mikroba, anti oksidan (mencegah oksidasi lemak yang dapat menyebabkan ketengikan), bahan aditif, dan pengontrol pH.
Contohnya penggunaan antioksidan Tertiary Buthyl Hydroquinone (TBHQ), vitamin E (antioksidan alami), nitrit dan nitrat sebagai aditif dan antioksidan, propionat, sorbat, benzoat untuk mengontol pH agar konsinsten tetap rendah sesuai standar.
DEHIDRASI OSMOSIS PADA BUAH-BUAHAN 40 2. Inhibisi dengan mengontrol air
Air yang perlu dikontrol adalah water activity (aw) atau aktivitas air. menunjukkan air yang diperlukan untuk aktivitas mikroba, aktivitas enzimatik dan reaksi kimia. Aktivitas air didefinisikan sebagai perbandingan tekanan uap air dalam bahan makanan dan tekanan uap jenuh air pada temperatur yang sama.
Dimana tekanan uap bahan dan tekanan uap jenuh air pada T yang sama. Contohnya pengeringan.
3. Inhibisi dengan mengontrol tekstur
Tekstur dikontrol agar tidak terjadi pengerutan dan perubahan tampilan karena kehilangan air yang terlalu banyak. Contohnya adalah metode memberi lapisan tipis (edible coating, waxing).
4. Inhibisi dengan mengontrol atmosfer
Kontrol atmosfer dilakukan dengan cara merubah komposisi gas dalam suatu kemasan makanan. Oksigen dan uap air dihilangkan, CO2 diperbanyak, etilen dan volatil yang mempengaruhi aroma diserap dengan menggunakan bahan tertentu (Hermawan, 2018).
b. Inaktivasi, yaitu menonaktifkan bakteri, khamir, jamur, dan enzim secara langsung. Inaktivasi dilakukan dengan menggunakan energi panas (pasteurisasi, sterilisasi, memasak, menggoreng), tekanan tinggi, ultrasonik, energi listrik, radiasi atau medan magnet.
c. Menghindari adanya rekontaminasi dengan secara tidak langsung melalui suatu pengemasan dan manajemen dengan kualitas yang benar dalam ini (Octyaningrum, 2021).