• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Soft Law Instruments

Evolusi Kebijakan dan Prinsip-Prinsip

2.2 Perkembangan Soft Law Instruments

Pengelompokan itu penting dilakukan karena setiap instrumen memiliki karakter-karakter khusus dan berbeda antara satu dengan yang lain walaupun ada juga kemiripan antara keduanya.

Soft law instrument menurut Alan Boyle, sekurang-kurangnya memiliki tiga karakteristik berikut:6

(1) soft law is not binding (hukum lunak tidak mengikat),

(2) soft law consists of general norms or principles, not rules (hukum lunak memuat norma-norma umum atau prinsip/asas, bukan aturan),

(3) soft law is law that is not readily enforceable through binding dispute resolution (hukum lunak adalah hukum yang tidak siap untuk ditegakkan melalui penyelesaian sengketa yang mengikat).

Ciri-ciri lain dari soft law instrument dapat dilihat dari namanya yang selalu menggunakan declaration, resolution, accord, charter, dan tidak pernah menamakan diri dengan convention, treaty, agreement, dan protocol yang telah menjadi ciri-ciri khas international hard law instrument.

Untuk jelasnya berikut ini akan menjelaskan beberapa perkembangan hukum lingkungan internasional yang di awali dengan soft law instrument dan bagaimana pengaruhnya dalam perkembangan hukum lingkungan internasional yang bersifat hard law.

dihadiri oleh 114 negara, dan menghasilkan Stockholm Declaration on the Human Environment (1972 Stockholm Declaration).7

A. 1972 Stockholm Declaration

Sebagai ‘kitab suci pertama’ perlindungan lingkungan hidup manusia yang pertama yang dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang dianggap komprehensif karena memuat banyak hal baru dalam upaya perlindungan lingkungan hidup.

Stockholm Declaration berhasil merumuskan sejumlah principles (asas) yang sampai hari ini masih relevan untuk dipertahankan dan dilaksanakan dalam upaya perlindungan lingkungan hidup di dunia, baik pada skala global maupun skala domestik.

Stockholm Declaration on Human and Environment” memproklamirkan 7 (tujuh) isu utama yang berhubungan dengan manusia dan lingkungannya, di antaranya: pengakuan antarhubungan yang tidak dapat memisahkan manusia dan alam, perlindungan lingkungan adalah isu utama (major issue) bagi manusia dan pemerintah, kerusakan lingkungan di negara-negara berkembang banyak disebabkan oleh kemiskinan, bertambahnya jumlah penduduk menjadi masalah besar dalam perlindungan lingkungan, sudah saatnya umat menusia bersungguh- sungguh untuk memperbaiki lingkungan, dan umat manusia-pemerintah-dunia harus berani mengambil tanggung jawab untuk kemaslahatan bersama.8

Selanjutnya concern di atas dijabarkan dalam 26 principles (asas) yang harus diikuti oleh negara-negara dalam bertindak dalam keseharian mereka jika menginginkan alam dan lingkungan yang terpelihara. Dari sejumlah prinsip yang terdapat dalam Stockholm Declaration ada beberapa asas yang kemudian diadopsi menjadi asas hukum dalam pengelolaan lingkungan global dan domestic. Prinsip/

asas-asas tersebut adalah:

(i) “Sustainable development” (pembangunan berkelanjutan) yang diartikan sebagai “pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi masa kini dan tidak mengompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka”. (commonly understood as development that “meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs”). 9

7 Philippe Sands, Principles of International Environmental Law, (2nd Ed), (Cambridge University Press, 2003), h. 36.

8 Liat Preamble dari Stockholm Declaration.

9 Definisi ini dikemukakan dalam laporan ‘Our Common Future’ dari Bruntland Commission, dan diterima sampai sekarang.

(ii) Man has fundamental rights to good environment (manusia memiliki hak fundamental atas lingkungan yang baik).10

(iii) Natural resources shall be safeguarded for future generation (kekayaan alam harus dijaga untuk generasi mendatang).11

(iv) Discharge of toxic substances or of other substances must be halted (pembuangan bahan beracun berbahaya harus dihentikan).12

(v) States shall prevent pollution of the seas (negara-negara harus mencegah pencemaran laut).13

(vi) Planning must be applied to human settlements and urbanization (perencanaan harus dilakukan buat penempatan penduduk dan urbanisasi).14

(vii) The importance of science, technology and education on environmental matters.

(pentingnya ilmu, teknologi dan Pendidikan lingkungan).15

(viii) The prevention of environmental harm. Prinsip ini sangat penting dari segi hukum lingkungan internasional karena meminta negara-negara

‘bertanggung jawab’ memastikan bahwa aktivitas dalam wilayah/yurisdiksi/

kontrol mereka tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan negara lain atau wilayah di luar kontrol mereka’. (State’s responsibility to ensure that activities within its activity or control do not cause damage to the environment of other States or to areas beyond national jurisdiction or control).16 Perlu diingat bahwa asas ini sebenarnya dikembangkan dari putusamn kasus Trail Smelter yang telah saya jelaskan di atas dan diperlakukan secara global.

(ix) liability and compensation for the victims of pollution and other environmental damage (tanggung jawab dan ganti rugi bagi korban pencemaran/kerusakan lingkungan).17

Prinsip-prinsip di atas tidak saja memberikan landasan baru bagi pengelolaan lingkungan pada tingkat global, tapi masing-masing negara juga banyak mengadopsi prinsip-prinsip yang tertuang dalam Stockholm Declaration dalam kebijakan dan regulasi pengelolaan lingkungan mereka.

Lebih lanjut UN Conference on Human and Environment tidak saja melahirkan Stockholm Declaration tapi menghasilkan juga Action Plan yang

10 Prinsip 1 Stockholm Declaration

11 Prinsip 2 dan 4, Stockholm Declaration.

12 Prinsip 6, Stockholm Declaration.

13 Prinsip 7, Stockholm Declaration.

14 Prinsip 15, Stockholm Declaration

15 Prinsip 18, 19, 20 Stockholm Declaration

16 Prinsip 21, Stockholm Declaration.

17 Prinsip 22, Stockholm Declaration.

berisi 109 rekomendasi dan diterima secara konsensus oleh 114 negara yang hadir di Stockholm. Rekomendasi tersebut memuat 6 agenda utama tentang:18 (i) perencanaan dan manajemen pemukiman manusia untuk kualitas lingkungan (planning and management of human settlement for environmental quality), (ii) aspek lingkungan dari manajemen sumber daya alam (environmental aspect of natural resource management), (iii) identifikasi dan penanggulangan pencemar dan gangguan yang memiliki dampak luas secara internasional (identification and control of pollutants and nuisances of broad international significance), (iv) pendidikan, informasi, sosial dan aspek budaya isu-isu lingkungan (educational, informational, social and cultural aspects of environmental issues), (v) pembangunan dan lingkungan (development and environment), and (vi) implikasi organisasi internasional pada proposal aksi/tindak lanjut (international organizational implications of action proposal).

Perlu diingat bahwa walaupun Stockhom Declaration adalah soft law karena hanya memuat norma-norma umum dan asas penting sehingga harus diterjemahkan dalam aturan yang lebih rinci untuk dapat menjalankannya dengan baik, pengaruh positif sangat luar biasa setelah lahirnya Stockholm Declaration, negara-negara seakan-akan berlomba untuk memperbaiki kebijakan nasional lingkungan mereka agar sesuai dengan cita-cita dan rekomendasi yang terdapat dalam Action Plan yang dihasilkan di Stockholm.

Berdasarkan kenyataan di atas tidak dapat dimungkiri bahwa soft law instrument memiliki peranan penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan hidup yang baik. Pemerintah biasanya menyukai soft law instrument karena tidak langsung mengikat dan memiliki konsekuensi hukum sebagaimana dalam hard law instrument. Pengaruh positif Stockholm Declaration juga sampai di Indonesia karena pada saat itu Presiden Soeharto membentuk Kementerian Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dan bahkan Emil Salim tidak lama setelah itu masuk menjadi anggota Brundtland Commission yang menyiapkan laporan Our Common Future.19 Pendeknya perhatian dunia akan pentingnya keseimbangan pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan tumbuh subur setelah Stockholm Declaration.

Namun demikian perlu pula dicatat bahwa salah satu kelemahan dari Stockholm Declaration adalah sangat Anthropocentrist karena menempatkan

18 Dikutip dari Philippe Sand, Principles of International Environmental Law, (Cambridge University Press, 2nd Edition, 2003), h. 37.

19 Baca laporan lengkap Our Common Future di http://conspect.nl/pdf/Our_Common_Future-Brundtland_Report_1987.pdf (Diakses Juni 2014)

‘manusia’ sebagai aktor dan subjek utama bagi perlindungan lingkungan hidup.

Sifat ini bahkan tercermin dari judul deklarasinya sendiri: Stockholm Declaration on the Human Environment. Kenyataan ini banyak dikritisi oleh para pemikir lingkungan selanjutnya sehingga melahirkan ecocentrism20 yang merupakan anti- tesis dari anthropocentrism.

B. 1982 World Charter for Nature

Sepuluh tahun setelah Stockholm Declaration, Majelis Umum PBB mengumpulkan lagi para pemimpin negara untuk memperkuat kembali komitmen mereka akan pentingnya perlindungan pelestarian lingkungan. Pertemuan umi menghasilkan World Charter for Nature yang salah satu kalimat dan preamble-nya mengatakan dengan jelas bahwa:

Mankind is a part of nature and life depends on the uninterrupted functioning of natural systems which ensure the supply of energy and nutrients” (Manusia adalah bagian dari alam dan kehidupan sangat tergantung pada fungsi alam yang tidak terganggu yang merupakan pemasok energi dan nutrient).

Kalimat di atas menegaskan kembali bahwa manusia tidak ada apa-apanya tanpa dukungan lingkungan dan alam tempat semua makhluk hidup bergantung.

World Charter for Nature dibagi dalam tiga bagian utama yakni: (i) asas- asas/prinsip-prinsip umum (general principles), (ii) fungsi-fungsi (functions), dan (iii) implementasi (implementations). Asas-asas umum tersebut diperinci menjadi 5 (lima) asas utama yang menegaskan kembali bahwa: (i) alam/lingkungan harus dihormati (ii) ketersedian genetik di planet bumi tidak bisa dikompromikan, (iii) seluruh permukaan bumi (daratan dan lautan) harus dikelola dengan prinsip yeng tersebut di atas, (iv) ekosistem dan organisme, tanah, laut dan udara harus digunakan oleh manusia dengan baik dan tidak boleh membahayakan keberadaannya, serta (v) alam harus diselamatkan dari bahaya perang. 21

Untuk memastikan prinsip-prinsip tersebut diimplementasikan, maka The World Chapter for Nature juga menjelaskan beberapa fungsi dan strategi implementasinya. Salah satu pesan penting dari Charter ini adalah ‘meminta negara untuk merefleksikan prinsip-prinsip-nya dalam hukum nasional negara- negara dan hukum internasional (The principles set forth in the present Charter shall be reflected in the law and practice of each State, as well as at the international level).22

20 Untuk mengetahui ciri-ciri dan ajaran ecocentrism silakan baca: Bebhinn Donnelly & Patrick Bishop, Natural Law and Ecocentrism, (2007) (19) 1 Journal of Environmental Law 89.

21 Teks lenkap the World Charter for Nature dapat dibaca di website resmi PBB berikut: http://www.un.org/documents/ga/res/37/

a37r007.htm (Diakses Juni 2014)

22 Ibid.

Perlu diingat bahwa, mengingat The World Charter for Nature ‘hanya’

menegaskan kembali hal-hal yang terdapat dalam Stockholm Declaration, pengaruhnya tidak terlalu besar dalam perkembangan hukum lingkungan internasional dibanding pendahulunya Stockholm Declaration.

C. 1992 Rio Declaration

Dua puluh tahun setelah Stockholm Declaration dan 10 tahun setelah the World Charter for Nature, Majelis Umum PBB sekali lagi menggelar konferensi besar yang diberi judul: United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) pada tanggal 3-14 Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brasil, dan menghasilkan suatu deklarasi penting yang disebut Rio Declaration on Environment and Development. Konferensi ini dihadiri oleh 172 negara dan 116 negara mengirimkan kepala negara/pemerintahan mereka. Di samping kepala negara/pemerintahan, UNCED juga dihadiri oleh perwakilan Non Governmental Organisation (NGO) yang ‘mengawasi’ agenda diskusi pemerintah. Hal seperti ini tidak terjadi pada saat Stockholm Declaration dan Charter for Nature. Kehadiran NGO memberi warna tersediri karena agenda pemerintah yang hadir selalu diawasi oleh perwakilan NGO yang hadir, sehingga perwakilan pemerintah pun selalu hati-hati untuk memutuskan hal-hal yang kontroversial. Setelah lebih dari 10 hari diskusi, negara-negara kemudian menyepakati Rio Declaration on Environment and Development yang menurut para pengamat dianggap sebagai langkah penting dalam melindungi lingkungan hidup.

Hal penting yang perlu dicatat, dibandingkan dengan Stockholm Declaration, Rio Declaration pada judulnya menghilangkan kata human dan hanya menulis environment and development. Ini oleh sebagian sarjana dianggap sebagai shift (loncatan) dari anthropocentrism ke ecocentrism karena tidak menempatkan human (manusia) sebagai pusat perhatian dalam pelestarian lingkungan. Pendekatan itu juga terlihat dalam sejumlah prinsip/asas yang terdapat pada Rio Declaration. Dari segi jumlah prinsip yang dihasilkan, Rio Declaration menghasilkan 27 prinsip/

asas, sedang Stockholm Declaration memiliki 26 prinsip/asas. Namun demikian, ada sejumlah prinsip/asas dalam Rio Declaration yang merupakan ulangan atau penegasan dari Stockholm Declaration.

Dari 27 prinsip/asas yang ada, ada sejumlah prinsip yang sangat relevan dengan perkembangan hukum lingkungan internasional dan nasional. Prinsip- prinsip tersebut adalah: 23

23 Untuk melihat “perbandingan” antara Stockholm Declaration dan Rio Declaration, silakan baca Gunther Handl, di website PBB berikut: http://legal.un.org/avl/ha/dunche/dunche.html (Diakses Juni 2014)

(i) Manusia berhak atas lingkungan hidup yang baik (prinsip 1);

(ii) Negara diperbolehkan mengeksploitasi SDA tapi tidak boleh merk negara lain (Prinsip 2 dan sama dengan Prinsip 21 Stockholm Declaration);

(iii) Hak atas pembangunan negerasi sekarang dan generasi mendatang (Prinsip 3);

(iv) Prioritas diberikan pada negara miskin/berkembang dan pembedaan tanggung jawab atas negara maju dan negara berkembang/negara miskin (Prinsip 6 dan 7);

(v) Pentingnya public participation dalam keputn dan kebijakan lingkungan (Prinsip 10)

(vi) Perintah agar setiap negara membuat UU lingkungan nasional dan standar lingkungan yang efektif. Negara juga diminta membat undang-undang tentang tanggung jawab dan ganti rugi lingkungan di luar wilayah mereka.

(Prinsip 11 dan 13);

(vii) Larangan penyebarluasan/transfer ke negara lain kegiatan dan bahan-bahan yang merugikan kesehatan (Prinsip 14)

(viii) Pentingnya penggunaan asas kehati-hatian (precautionary approach) jika belum ada kepastian ilmiah atas suatu kegiatan tertentu. (Prinsip 15)

(ix) Penggunaan intrumen ekonomi seperti internalisasi biaya kegiatan ekonomi (Prinsip 16);

(x) Perintah akan pentingnya analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebelum suatu kegiatan dilaksanakan (Prinsip 17);

(xi) Perintah tentang pentingnya memberitahu negara tetangga jika terjadi bencana alam yang memiliki dampak lingkungan (Prinsip 18 dan 19);

(xii) Pengakuan akan peran perempuan dan masyarakat asli (indigenous people) dalam pembangunan dan pengelolaan lingkungan (Prinsip 20 dan 22).

Dengan tidak bermaksud mengesampingkan prinsip-prinsip lain, prinsip- prinsip di atas dianggap penting dalam perkembangan hukum lingungan internasional dan hukum lingkungan nasional.

D. Johannesburg Declaration

Sepuluh tahun Rio Declaration, Majelis Umum PBB mengadakan lagi World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan. WSSD tidak menghasilkan banyak prinsip baru sebagaimana dalam Rio Declaration, tapi berusaha memperkuat dan memperteguh janji bangsa- bangsa untuk menjalankan sustainable development. WSSD lebih fokus pada

Plan of Implementation agar semua prinsip yang dicanangkan sejak Stockholm dapat dilaksanakan dengan baik, karena para peserta konferensi sepakat bahwa pencapaian sustainable development di semua negara ‘gagal’ dilaksanakan.24

Sadar akan hal itu, peserta konferensi kemudian menghasilkan Plan of Implementation yang memuat: (i) Pemberantasan Kemiskinan; (ii) Perubahan Pola Konsumsi dan Produksi; (iii) Perlindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Ketiga hal ini menjadi dasar dari 10 pokok rencana pelaksanaan (action plan) yang harus dikerjakan setiap negara. 25

Upaya pemberantasan kemiskinan dilakukan dengan meningkatkan pendapatan, memberantas kelaparan, penyediaan air bersih, pembukaan akses terhadap sumber daya produktif, kredit dan kesempatan kerja yang melibatkan perempuan dan masyarakat tradisional, perluasan akses energi, serta perbaikan kesehatan. Sementara perubahan pola konsumsi dan produksi dilakukan dengan pemerataan energi, terutama yang dapat diperbarui (renewable), transportasi, pengelolaan limbah, pengurangan konsumsi, dan perluasan penggunaan bahan baku yang bisa yang didaur ulang. Sedangkan perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam mensyaratkan penataan kawasan air, darat, dan udara yang benar, peraturan yang transparan dan dilaksanakan secara konsekuen, serta pemerintahan yang accountable dan responsible.26

Kesemua soft law instruments yang dihasilkan oleh keempat konferensi besar tersebut menyumbangkan beberapa prinsip utama dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sampai hari ini banyak diadopsi dalam international hard law instruments dan hukum nasional bangsa-bangsa. Pendeknya, walaupun soft law tidak dapat langsung dijadikan norma yang siap untuk diimplementasikan, tapi sangat membantu dalam meningkatkan kualitas legislasi lingkungan dalam tataran global dan nasional.