• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Evolusi Kebijakan dan Prinsip-Prinsip

Kasus 1 Pakistan dan Australia

C. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Asas hukum lingkungan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diaturkan dalam Pasal 2 yang berbunyi “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas:91

a. Asas tanggung jawab negara, diartikan sebagai:

1). negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan,

2). negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,

3). negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

b. Asas kelestarian dan keberlanjutan. Ini diartikan setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem.

c. Asas keserasian dan keseimbangan, diartikan sebagai pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.

d. Asas keterpaduan, diartikan sebagai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait.

e. Asas manfaat, diartikan sebagai segala hal dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya.

90 Ibid., h, 16.

91 Lihat Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia (Jakarta: PT. Sofmedia, 2012) h.

63-65. Lihat juga Penjelasan Undang-Undang 32 tahun 2009 yang menguraikan maksud dari asas-asas hukum lingkungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; LN Tahun 2009 Nomor 140; TLN Nomor 5059.

f. Asas kehati-hatian, diartikan sebagai ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

g. Asas keadilan, diartikan sebagai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.

h. Asas ekoregion, diartikan sebagai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.

i. Asas keanekaragaman hayati, diartikan sebagai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani, yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

j. Asas pencemar membayar, diartikan sebagai setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.

k. Asas partisipatif, diartikan sebagai setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputn dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

l. Asas kearifan lokal, diartikan sebagai dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.

m. Asas tata kelola pemerintahan yang baik, diartikan sebagai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.

n. Asas otonomi daerah, diartikan sebagai pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai integrasi prinsip-prinsip lingkungan global yang tercantum dalam undang-undang sektoral, selain undang- undang yang mengatur lingkungan hidup, menarik untuk memberikan beberapa

catatan khusus atas uraian asas-asas lingkungan yang tercantum dalam beberapa undang-undang. Undang-undang dimaksud adalah Undang-Undang No. 4 Tahun 1982, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, maupun Undang-Undang No. 32 Tahun 2009.

Catatan pertama, pengaturan asas, baik dalam Pasal 3 Undang-Undang No.

4 Tahun 1982, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, maupun Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, harus diatur lebih lanjut dalam suatu peraturan pelaksanaan.

Fakta ketika itu menunjukkan hanya ada beberapa peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang mengatur tentang lingkungan hidup. Koordinasi antarinstansi kementerian masih belum berjalan sebagaimana diharapkan.92

Catatan kedua, pencantuman asas manfaat dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tidak disertai dengan uraian yang jelas mengenai makna asas manfaat. Hal ini dapat berakibat fatal karena melahirkan multitafsir atas asas dimaksud. Fakta menunjukkan kurangnya dan atau tidak adanya aturan pelaksanaan yang memperjelas tentang makna asas manfaat. Penjelasan makna ini sangat dibutuhkan karena penjelasan umum Pasal 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tidak memberikan uraian apa yang dimaksud dengan asas manfaat.

Di samping itu, eksistensi asas manfaat sesungguhnya dapat dipandang sebagai bentuk perluasan makna atas prinsip-prinsip lingkungan global. Buktinya, tidak ditemukan padanan kata yang sesuai untuk menggambarkan salah satu prinsip lingkungan global sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Stockholm 1972, Deklarasi Rio de Janeiro 1992, maupun Declarasi Johannesburg 2002, serta ketentuan-ketentuan hukum lingkungan internasional lainnya.93

Catatan ketiga, pencantuman asas-asas lingkungan yang tercantum, misalnya dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, sesungguhnya menggambarkan upaya terstruktur dan sistematis yang dilakukan pemerintah untuk merespon dan mengiintegrasikan prinsip-prinsip lingkungan global. Beberapa prinsip baru secara eksplisit dicantumkan dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009. Misalnya: (i) prinsip kehati-hatian, (ii) prinsip keserasian dan keseimbangan, (iii) prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, (iv) prinsip keanekaragaman hayati, (v) prinsip ekoregion, (vi) prinsip kearifan lokal, (vii) prinsip partisipasi, dan (viii) otonomi daerah. Keseluruhan prinsip-prinsip di atas tidak dicantumkan secara eksplisit dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997.94

92 Marhaeni Ria Siombo, Op.Cit., h. 51-52.

93 Lihat uraian prinsip-prinsip lingkungan global pada subbab sebelumnya.

94 Lihat Pasal 3 UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; LN Tahun 1982 Nomor 12; TLN Nomor 3215 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; LN Tahun 1997 Nomor 68; TLN Nomor 3699.

Menurut Helmi,95 Penjelasan Umum angka 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 hanya menyebutkan 3 asas lingkungan, yakni asas tanggung jawab negara, asas kelanjutan, dan asas keadilan. Padahal, Pasal 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 menyebutkan 14 asas dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Itu menunjukkan antara isi pasal dan penjelasannya terdapat ketidaksesuaian yang dapat menimbulkan multitafsir atas asas-asas tersebut.

Tentunya ini bukan sesuatu harus dipertentangkan karena pada dasarnya uraian detail atas asas-asas pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 adalah sesuatu yang sangat baik dan patut untuk dikedepankan. Tetapi dalam konteks aturan, maka uraian penjelasan yang ada dalam penjelasan umum harus menyebutkan keseluruhan asas, sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 2. Hal ini untuk menunjukkan konsistensi suatu perundang-undangan yang memiliki fungsi utama untuk mengatur dan sekaligus menghindari multitafsir atas uraian asas-asas yang bersifat umum. Dengan kata lain, uraian secara detail akan memberikan kepastian hukum yang lebih baik.

Di samping pengaturan asas-asas lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, bentuk perwujudan atas asas-asas tersebut juga dicantumkan dalam pasal-pasal lain pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009. Sebagai contoh asas partisipatif yang diatur dalam Pasal 70, Undang- Undang No. 32 Tahun 2009.

Pasal 70

(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

(2) Peran masyarakat dapat berupa:

a. pengawasan sosial;

b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan;

dan/atau

c. penyampaian informasi dan/atau laporan

Contoh perwujudan lainnya, yaitu asas pencemar membayar yang diatur dalam Pasal 87 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009.

95 Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) h. 48-49.

Pasal 87

1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

2) Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahan sifat dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari suatu badan usaha yang melanggar hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum dan/atau kewajiban badan usaha tersebut.

3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putn pengadilan.

4) Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 87, Ayat 1 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 merupakan realisasi dari “polluter pays principle”, yang dirumuskan dalam prinsip ke-16 Deklarasi Rio.

Prinsip ini juga seringkali disebut sebagai prinsip internalisasi biaya.96 Prinsip 16 Deklarasi Rio berbunyi:

“National authorities should endeavour to promote the internalization of environmental costs and the use of economic instruments, taking into account the approach that the polluter should, in principle, bear the cost of pollution, with the due regard to the public interest and without distorting international trade and investment”.

Asas-asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana disebutkan dalam Pasal 70 dan 87 di atas merupakan perwujudan bentuk asas-asas yang telah terumuskan dalam bentuk aturan.

Tiga catatan penting yang dikemukakan dalam uraian pasal-pasal tentang asas-asas pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup menunjukkan kritik terhadap ketiga undang-undang tentang lingkungan hidup. Tentunya, harus diakui pula bahwa ketiga undang-undang tersebut menunjukkan evolusi atas asas-asas lingkungan hidup sebagaimana yang diatur Deklarasi Stockholm 1972, Deklarasi Rio de Janeiro 1992, maupun Deklarasi Johannesburg 2002. Hal ini ditandai

96 Syamsul Arifin, Op.Cit., h. 171.

dengan pengaturan asas-asas pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang tidak ditemui padanan katanya dengan 11 (sebelas) prinsip lingkungan hidup.97 D. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya

Asas lingkungan yang dirumuskan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dicantumkan dalam Pasal 2, yang berbunyi:98

“Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang.”

Pasal 2 ini menempatkan keserasian dan keseimbangan sebagai fokus utama untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Pasal 2 ini pun dapat dihubungkan dengan Pasal 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, yang memuat asas keserasian dan keseimbangan. Itu berarti pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek, seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.

Catatan penting seputar perwujudan Pasal 2, Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 adalah, asas ini seharusnya diatur lebih lanjut dalam produk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah. Fakta menunjukkan tidak ada satupun peraturan pelaksanaan dari UU ini yang berupa produk hukum daerah (Peraturan Daerah).99 Padahal jika dicermati, daerah tetap diberi peluang untuk menjalankan fungsi menjaga kelestarian dan keseimbangan SDA hayati dan ekosistemnya. Pasal 38 Ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 menyebutkan bahwa:

97 Kesebelas asas-asas lingkungan hidup yang disarikan dari Deklarasi Rio dan Deklarasi Stockholm, yaitu sustainable development, integration and interdependence; inter-generational and intra-generational equity; responsibility for transboundary harm; transparency, public participation and access to information and remedies; cooperation and common but differentiated responsibilities; precaution; prevention; polluter pays principle; access and benefit sharing regarding natural resources; common heritage and common concern of humankind; and good governance. Lihat Lal Kurukulasuriya dan Nicholas A. Robinson, Training Manual on International Environmental Law, UNEP, h. 25-36.

98 Pasal 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; LN Tahun 1990 Nomor 49; TLN Nomor 3419.

99 Maria S.W. Sumardjono, dkk., Pengaturan Sumber Daya Alam di Indonesia Antara yang Tersurat dan Tersirat: Kajian Kritis Undang- Undang Terkait Penataan Ruang dan Sumber Daya Alam (Yogyakarta, Fakultas Hukum UGM dan Gadjah Mada University Press, 2011) h. 90-91.

“Dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urn di bidang tersebut kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.”

Ketiadaan produk hukum daerah sebagai implementasi atas undang- undang tersebut hendaknya menjadi catatan penting yang harus digarisbawahi oleh pemerintah dan pemerintah daerah dalam mewujudkan integrasi prinsip lingkungan global dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990. Hal ini karena undang-undang tersebut secara tegas telah menganut prinsip lingkungan global, yang dapat dilihat pada bagian ketentuan menimbang Undang-Undang No. 5 Tahun 1990. Ketentuan menimbang dimaksud adalah:

a. bahwa pembangunan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

b. bahwa unsur-unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem.