• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pihak-pihak dalam kepailitan

Dalam dokumen TESIS ADI PUTRA 23 sep 2022 NEW (Halaman 48-57)

Dalam ketentuan Pasal 1 angka (3) UUK-PKPU mendefinisikan bahwa debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang- undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan. Selanjutnya angka (4) mendefinisikan debitur pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.

2. Kreditor

Secara singkat dalam ketentuan Pasal 1 angka (2) mendefinisikan kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan. Merujuk pada Pasal 1133 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP), terdapat hak yang dapat didahulukan yaitu hak istimewa, hak gadai, dan hak hipotek. Jenis kreditor sesuai dengan ketentuan UUK-PKPU terdapat 3 (tiga) jenis kreditor, yaitu:

a. Kreditor preferen, merupakan kreditor yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas. Sehingga kreditor preferen dapat didahulukan pelunasan piutangnya karena mempunyai hak istimewa yang mendahului berdasarkan sifat piutangnya. Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PU-XI/2013, maka terdapat penegasan bahwa pekerja/buruh merupakan kreditor preferen yang harus didahulukan pelunasan piutangnya.

55 Ginting. E lyta Ras., Op. Cit. Hlm 14

b. Kreditor separatis, merupakan kreditor yang memegang hak jaminan kebendaan. Hal ini diatur dalam Pasal 138 UUK, untuk PKPU yang menyebutkan bahwa kreditor yang piutangnya dijamin dengan jaminan kebendaan maka dapat meminta diberikan hak-hak yang dimiliki kreditor konkuren atas bagian piutang tersebut tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas piutangnya. Jaminan kebendaan yang dimaksud adalah gadai, hak tanggungan, fidusia, resi gudang, dan hipotik.

c. Kreditor konkuren, merupakan kreditor yang tidak memegang hak jaminan kebendaan tetapi kreditor ini memiliki hak untuk menagih debitor berdasarkan perjanjian. Dalam pelunasan piutang, kreditor konkuren mendapatkan pelunasan yang paling terakhir setelah kreditor preferen dan kreditor separatis.

3. Hakim pengadilan niaga

Hakim pengadilan niaga adalah pejabat kekuasaan kehakiman yang ditunjuk oleh ketua pengadilan niaga untuk memeriksa dan memutus perkara kepailitan dan PKPU serta perkara lain di bidang perniagaan56. Dalam perkara kepailitan dan PKPU tertentu ketua pengadilan niaga dapat menunjuk hakim ad hoc sebagai anggota majelis hakim.

Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan niaga dimuat di dalam Pasal 302 ayat (2) UUK. Antara lain:

56 Susanti Adi Nugroho. Hukum Kepailitan di Indonesia. (Jakarta: Kencana 2018) hlm. 86

a. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan Peradilan Umum;

b. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan;

c. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan

d. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim pada pengadilan.

4. Hakim Ad Hoc

Di samping adanya hakim pengadilan niaga dalam proses kepailitan, dalam persidangan peradilan niaga juga dimungkinkan adanya hakim ad hoc.

Dalam Pasal 302 ayat (3) UUK dikatakan bahwa dengan keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung, maka pengadilan niaga di tingkat pertama dapat diangkat seorang ahli sebagai hakim ad hoc.

Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 2 Tahun 2000 tentang penyempurnaan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.3 Tahun 1999 tentang Hakim Ad Hoc dikatakan bahwa untuk menunjuk hakim ad hoc, ketua pengadilan niaga wajib memperhatikan:

a. Sifat kompleksitas perkara/ sengketa yang dihadapi;

b. Aspek internasional dan penerapan hukumnya;

c. Spesialisasi dan besarnya nilai perkara yang diadili;

d. Wawasan keahlian dan ilmu pengetahuan yang diperlukan dalam penyelesaian kasus yang bersangkutan.

Tugas hakim ad hoc membantu hakim karir dalam memeriksa dan memutus perkara pailit dan perkara PKPU yang membutuhkan keahlian khusus dari hakim ad hoc. Hakim ad hoc dapat ditunjuk pada pengadilan tingkat pertama, maupun ditingkat kasasi, atau pada tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung (Pasal 302 ayat (3) UUK).

5. Hakim pengawas

Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh pengadilan niaga dalam putusan pailit, putusan PKPU, atau dengan penetapan untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.57 Hakim pengawas merupakan lembaga hukum yang terbilang masih baru dalam hukum acara perdata namun ketentuannya bukanlah hal yang baru dalam hukum kepailitan karena telah ada sejak peraturan kepailitan Belanda yang dikenal dengan hakim komisaris.

Tugas pokok hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit (Pasal 65 UUK-PKPU). Istilah mengawasi pengurusan dan pemberesan yang dimaksud bukanlah pengawasan yang bersifat pasif tetapi terdapat beberapa wewenang aktif, seperti memberikan putusan atau penetapan, dan bahkan memimpin rapat-rapat seperti rapat verifikasi.

57 Ibid. Hlm 89

Keberadaan hakim pengawas sangat penting dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit mengingat hakim pengawas bertugas mengawasi kurator yang tanggungjawabnya sedemikian berat terlebih jika debitor pailit adalah perseroan terbatas. Antara hakim pengawas dengan kurator sangat sulit untuk dipisahkan walaupun kedua lembaga ini berdiri sendiri.

Terdapat beberapa tugas dan kewenangan hakim pengawas setelah jatuhnya putusan pailit. Tugas dan kewenangan tersebut diantaranya:58

a. Memastikan terpenuhinya asas publisitas secara layak dan segera melakukan pengumuman

b. Mengidentifikasi aset dan pengamanan aset

c. Mengecualikan benda-benda tertentu dari aset pailit d. Memimpin rapat verifikasi utang dan prosedur renvoi e. Memberikan izin kurator untuk likuidasi aset

f. Penetapan insolvensi jika diperlukan

g. Banding terhadap penetapan hakim pengawas

6. Panitera dan Panitera pengganti

Panitera sebagai pelaksana teknis administratif judisian pengadilan niaga mempunyai kedudukan dan tugas yang sangat penting dalam sistem peradilan niaga. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 yang telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2004 tentang peradilan umum menyatakan bahwa tugas pokok panitera adalah menangani administrasi perkara dan hal- hal lain yang bersifat teknis peradilan serta tidak berkaitan dengan fungsi peradilan yang merupakan wewenang hakim. Pada saat panitera atau panitera

58 Ibid. Hlm 90-95

pengganti membantu hakim menyidangkan suatu perkara, ketika itu ia melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (3) UU Nomor 4 Tahun 2004.

Berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 224 UUK, setiap perkara kepailitan dan PKPU yang diajukan kepada ketua pengadilan niaga wajib didaftarkan melalui panitera. Bahkan pada Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 224 ayat (6) UUK, panitera wajib menolak pendaftaran perkara kepailitan dan PKPU jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan pada Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5). Ketentuan Pasal-Pasal diatas dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dengan pertimbangan hukum, sesuai dengan asas hukum yang mengatakan bahwa hakim tidak boleh menolak suatu perkara dengan dalih tidak ada undang-undang atau hukum yang mengaturnya. Dengan demikian, kewenangan menolak suatu perkara ada pada hakim setelah memeriksa dan memutuskan perkara. Panitera tidak boleh menolak perkara.59

Tugas dan Tanggung jawab panitera yang disebutkan dalam Buku I Pedoman Pelaksanaan dan Administrasi Pengadilan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung, antara lain:

a. Membantu hakim degan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan.

59 Dalam putusan Nomor 071/PUU-II/2004 Nomor 001-002/PUU-III/2005, berdasarkan permohonan yang diajukan oleh para pemohon yang terdiri atas: Yayasan Lembaga

Konsumen Asuransi Indonesia (YLKAI), Aryunia Candra Purnama, dan Suharyanti Telaahan

b. Bertanggung jawab atas pengurusan tentang perkara, putusan- putusan, dokumen-dokumen buku daftar, biaya perkara, dan surat- surat lain yang berhubungan dengan penyimpanan di kepaniteraan.

c. Menyelenggarakan administrasi perkara.

Buku pedoman tersebut berlaku juga terhadap tugas-tugas panitera pengadilan niaga sepanjang tidak ditentukan lain dalam UU Nomor 37 Tahun 2004.

7. Juru sita dan/atau juru sita pengganti

Selain panitera atau panitera pengganti pengadilan niaga, diangkat pula juru sita atau juru sita pengganti yang tupoksinya antara lain menyampaikan surat panggilan sidang kepada para pihak yang berperkara dengan surat kilat tercatat dan melakukan penyitaan serta penyegelan atas harta debitor.60 Berdasarkan Pasal 99 UU Nomor 37 Tahun 2004, atas permintaan kurator, juru sita/ juru sita pengganti niaga dapat melakukan penyegelan atas harta pailit. Penyegelan dilakukan di tempat harta tersebut berada dan dihadiri dua orang saksi yang satu diantaranya adalah wakil dari pemerintah daerah seperti lurah atau kepala desa setempat atau yang disebut dengan nama lain.

8. Kurator

Sejak dijatuhkannya putusan pailit, maka sejak saat itu debitor kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta bendanya (persona

60Susanti Adi Nugroho. Op. Cit., hlm 98

stand in indico). Pengurusan dan pemberesan harta pailit beralih kepada kurator atau kepada Balai Harta Peninggalan (BHP).61

Kurator merupakan lembaga yang diadakan oleh undang-undang untuk melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta pailit.62 Dalam Pasal 1 angka 5 UUK No. 37 Tahun 2004 dikatakan bahwa kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit dibawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang. Defenisi kurator juga ditegaskan di dalam Pasal 70 ayat (1) UUK yaitu ‘Balai Harta Peninggalan’ dan ‘kurator lainnya’. Adapun yang dimaksud dengan kurator lainnya adalah orang perseorangan yang memenuhi syarat sebagai kurator yang mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan membereskan harta pailit serta telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sebagai kurator (Pasal 70 ayat (2) UUK).

Dari ketentuan Pasal 70 ayat (2) huruf a dan b dapat disimpulkan bahwa khusus bagi kurator orang perorangan, disyaratkan keahlian khusus dibidang pengurusan dan pemberesan harta pailit dan secara administratif telah terdaftar pada Kementerian atau Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.63 Persyaratan yang demikian tidak diterapkan pada Balai Harta Peninggalan yang merupakan suatu unit pelaksana di instansi pemerintah yang berada di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian

61 Ibid, hlm 99

62 Hadi Subhan. Hukum Kepailitan- Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan. (Jakarta:

Kencana, 2019) Hlm 108

63Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. 18 Tahun 2013 tentang pendaftaran kurator yang mengatur syarat-syarat untuk mendaftar sebagai kurator dan pengurus.

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI di bawah divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bertanggungjawab kepada Direktorat Perdata pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.64

Setiap putusan pailit oleh pengadilan, maka didalamnya terdapat pengangkatan kurator yang ditunjuk untuk melakukan pengurusan dan pengalihan harta pailit dibawah pengawasan hakim pengawas. Dapat dikatakan bahwa kurator memiliki peranan yang sangat penting dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dan sangat menentukan terselesaikannya pemberesan harta pailit.

Kurator tidak boleh ada conflict of interest (benturan kepentingan) di dalamnya, kurator harus independen, karena kewenangan kurator terhadap harta pailit sangat besar. Undang-undang tidak secara komprehensif menjelaskan arti dari independen dan benturan kepentingan tersebut. Dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) UUK dikatakan bahwa yang dimaksud dengan

“independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan” adalah bahwa kelangsungan keberadaan kurator tidak tergantung pada debitor atau kreditor, dan kurator tidak memiliki kepentingan ekonomis yang sama dengan kepentingan ekonomis debitor atau kreditor. Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) dalam ketentuan kode etik profesinya menempatkan prinsip independen dan prinsip benturan kepentingan sebagai prinsip pertama dari prinsip etika profesi.65

64 Ginting Elyta Ras. Hukum Kepailitan Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit- seri ke- 3. (Jakarta: Sinar Grafika, 2019) hlm 54

65 Hadi Suban. Op. Cit.., hlm 110

Independensi kurator dapat diuraikan berdasarkan kondisi-kondisi sebagai berikut:66

a. Kurator tidak memiliki kepentingan dengan kreditor dan debitor pailit.

b. Kelangsungan kurator sebagai pengurus dan pemberes tidak tergantung pada debitor dan kreditor.

c. Kurator tidak memiliki kepentingan ekonomis yang sama dengan debitor atau kreditor terhadap harta pailit.

d. Pada saat melakukan tugasnya kurator tidak sedang menangani pengurusan harta pailit atau PKPU lebih dari 3 (tiga) kepailitan.

Dalam dokumen TESIS ADI PUTRA 23 sep 2022 NEW (Halaman 48-57)