Pasal 104 ayat (1) UUPT memberi wewenang kepada direksi untuk mengajukan permohonan pailit terhadap perseroan sendiri dalam bentuk voluntary petition dengan terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS.
Adapun isi dari Pasal 104 ayat (1) UUPT adalah sebagai berikut:
II. Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Akan tetapi, hak tersebut tidak melekat secara inherent pada diri direksi perseroan. Agar direksi mempunyai kewenangan mengajukan permohonan pailit untuk mempailitkan perseroan, maka:123
a. Direksi wajib lebih dahulu memperoleh persetujuan (goedkeuring, approval) dari RUPS. Selama belum ada persetujuan RUPS, Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit untuk mempailitkan Perseroan yang bersangkutan;
123 Ibid. Hlm 413
b. Dengan demikian, hak direksi untuk mempailitkan perseroan melalui voluntary petition, bukan kewenangan yang melekat secara inherent pada diri Direksi;
c. Akan tetapi, kewenangan itu baru ada pada diri Direksi, tergantung pada syarat adanya persetujuan RUPS lebih dahulu.
Jadi, selama belum ada persetujuan dari RUPS, tertutup kewenangan Direksi mengajukan permohonan pailit untuk mempailitkan perseroan.
Selama Direksi telah memperoleh persetujuan RUPS, maka permohonan pailit atas PT sendiri diajukan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Perlu diperhatikan bahwa pailit yang diajukan sendiri oleh Direksi tidak membebaskan Direksi dari tanggung jawabnya atas kepailitan PT sebagaimana diatur dalam Pasal 104 ayat (2) UUPT. Tanggung jawab tersebut dikecualikan apabila Direksi dapat membuktikan Pasal 104 ayat (4).
Tata Cara Pengajuan Permohonan Pailit Diri Sendiri (Voluntary Petition) Kepailitan merupakan suatu proses sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1) UUK-PKPU. Suatu permohonan pailit umumnya diajukan oleh kreditor yang memiliki tunggakan piutang terhadap debitur.
Namun pada dasarnya selain diajukan oleh pihak kreditor, debitor yang bersangkutan juga dapat mengajukan permohonan kepailitan atas dirinya sendiri. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yaitu:
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Lalu, dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, tersebut juga disebutkan atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Walaupun dapat diajukan oleh 1 kreditor, namun ketentuan tersebut tidak menghilangkan persyaratan utama di mana agar debitur dapat dinyatakan pailit setidaknya memiliki 2 kreditor.
Prosedur kepailitan pada umumnya hanya membutuhkan pembuktian – pembuktian yang menjelaskan akan adanya hubungan utang piutang dengan kreditur dan debitur yang tak bisa ditangguhkan hal tersebut dilaksanakan di pengadilan niaga. Persyaratan – dalam prosedur kepailitan baik yang diajukan oleh kreditor maupun debitor. Dalam mengajukan kepailitan pembuktian yang harus disiapkan antara lain :
a. Bukti adanya hubungan hukum tradisional atau kerja sama antara kreditur (pemohon pailit dan debitur (termohon pailit) dapat dengan menyediakan bukti perjanjian kontrak , Purchase order atau MoU dengan kreditor.
b. Bukti adanya utang piutang antara kreditor dan debitor , hal tersebut dapat berupa invoice atau surat tagihan dalam bentuk lain
c. Bukti korespondensi adanya penagihan hutang dari kreditur yang menagihkan kepada debitur , dapat berupa surat teguran atau somasi dan bukti penagihan lainya.
d. Bukti adanya utang yang dimiliki debitur tersebut kepada kreditur lainnya.
Pada tahap Pra-Permohonan ini perlu adanya komunikasi dan kerja sama dengan kreditor lain. Hal tersebut mengingat perlu adanya bukti-bukti yang dapat menunjukkan debitur tersebut memiliki utang terhadap kreditor yang lainnya.
Pada dasarnya perkara kepailitan menganut prinsip pembuktian yang sederhana. Yaitu adanya fakta pihak debitur memiliki 2 atau lebih kreditur, serta fakta utang tersebut telah jatuh tempo dan belum dibayarkan. Sedangkan perselisihan mengenai nominal dari utang tersebut tidak membuat permohonan pailit tersebut ditolak oleh pengadilan.
Hal lain yang perlu diingat, berbeda dengan perkara perdata umum, permohonan pailit harus diajukan oleh seorang advokat. Sehingga dalam pengajuan permohonan pailit tidak dapat dilakukan oleh debitor atau kreditor itu sendiri, melainkan harus menggunakan jasa hukum seorang advokat. Hal tersebut sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Berikut merupakan prosedur pernyataan pailit suatu perusahaan sebagaimana dijelaskan dalam UU No.37 Tahun 2004:
a. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera. (Pasal 6 ayat 2).
b. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan, pengadilan menetapkan hari sidang.
c. Sidang pemeriksaan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan (pasal 6).
d. Pengadilan wajib memanggil Debitor jika permohonan pailit diajukan oleh Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan (Pasal 8).
e. Pengadilan dapat memanggil Kreditor jika pernyataan pailit diajukan oleh Debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan pailit telah dipenuhi (Pasal 8).
f. Pemanggilan tersebut dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat paling lama 7 hari sebelum persidangan pertama diselenggarakan (Pasal 8 ayat 2).
g. Putusan Pengadilan atas permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta terbukti bahwa persyaratan pailit telah terpenuhi dan putusan tersebut harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah didaftarkan (Pasal 8).
h. Putusan atas permohonan pernyataan pailit tersebut harus memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut berikut pendapat dari majelis hakim dan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih
dahulu, sekalipun terhadap putusan tersebut ada upaya hukum (Pasal 8 ayat 7).
G. Voluntary Petition pada Penundaan Kewajiban dan Pembayaran