• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sertifikat Kelayakan Pengolahan

Dalam dokumen prosiding wnpg xi bidang 3 (Halaman 53-58)

BAB 3 BAB 3

E. STRATEGI KE DEPAN

II. PELAKSANAAN

2.6 Sertifikat Kelayakan Pengolahan

kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang.

Penerapan sistem penanganan dan rantai dingin khususnya di pelaku hulu belum dapat menjamin mutu ikan sebagai komoditas resi gudang. Hal tersebut dianggap beresiko pada penurunan mutu yang lebih lanjut mempengaruhi nilai jual barang yang dijadikan jaminan.

Jenis komoditas yang dapat diresigudangkan diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan, sehingga untuk komoditas ikan perlu penyiapan dan penataan lebih lanjut setelah upaya pemasukkan ikan untuk bisa diresigudangkan dalam permendag dimaksud telah terbit. Sebagai komoditas basah ikan memiliki karakter yang cepat mengalami penurunan mutu terutama apabila penanganan yang tidak tepat, cepat, cermat dan suhu beku/dingin. Penyiapan ikan sebagai komoditas yang dapat diresigudangkan perlu melibatkan stakeholder terkait standar komoditas, standar dan pengelola gudang, lembaga pembiayaan dan asuransi dengan melihat regulasi dan kondisi realitas di lapangan.

SKP merupakan salah satu bentuk dari penerapan standar produk perikanan dan standar kelayakan pengolahan terhadap aspek GMP dan SSOP di Unit Pengolahan Ikan (UPI) skala Menengah-Besar dan UPI skala Mikro-Kecil. SKP diterbitkan atas dasar hasil pembinaan yang dilakukan oleh Pembina Mutu yang bertugas di Dinas Provinsi dan atau Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan yang berperan sebagai penanggung jawab terhadap penerapan GMP dan SSOP pada UPI di wilayah masing-masing. Selanjutnya Pembina Mutu Pusat akan melakukan supervisi dan verifikasi terhadap hasil pembinaan yang telah dilakukan oleh Pembina Mutu Daerah.

Penerbitan SKP merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Daerah dalam menjamin keamanan produk perikanan yang diproduksi oleh UPI baik dalam kegiatan ekspor, konsumsi dalam negeri maupun impor. Oleh karena itu, Direktorat Pengolahan dan Bina Mutu bersama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota terus meningkatkan pembinaan pengelolaan permutuan kepada UPI baik skala Menengah-Besar maupun skala Mikro-Kecil hingga memenuhi persyaratan kelayakan dasar sehingga jumlah UPI yang ber SKP dapat meningkat setiap tahunnya. Mulai Tahun 2016, prosedur penerbitan SKP juga telah dipercepat melalui mekanisme SKP online.

Metode penerbitan SKP meliputi : 1) Pembinaan awal (Pra-SKP) pada UPI baik skala Menengah Besar maupun skala Mikro Kecil dalam menerapkan persyaratan teknis kelayakan pengolahan, 2) Memperkuat kesekretariatan di Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi, 3) Melakukan sosialisasi mengenai persyaratan teknis kelayakan pengolahan dan pengembangan sistem penerbitan SKP bagi UPI dan Dinas.

Supervisi kepada UPI dilaksanakan dalam rangka memverifikasi hasil pembinaan Pembina Mutu Daerah di 34 Provinsi atas pengajuan SKP baru, perpanjangan, atau penambahan ruang lingkup pada kategori UPI skala Menengah Besar, UPI skala Mikro Kecil, unit penyimpanan ikan untuk impor, unit penyimpanan ikan untuk ekspor dan dalam negeri, unit penanganan ikan hidup, unit penanganan rumput laut kering dan non UPI.

SKP yang diterbitkan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2011 SKP yang diterbitkan adalah sebanyak 444 SKP, Tahun 2012 SKP yang diterbitkan sebanyak 558, tahun 2013 SKP yang diterbitkan sebanyak 792, tahun 2014 SKP yang diterbitkan sebanyak 947, tahun 2015 SKP yang diterbitkan sebanyak 1084, tahun 2016 SKP yang diterbitkan sebanyak 1933 dan tahun 2017 SKP yang diterbitkan adalah sebanyak 2107. Secara rinci jumlah SKP yang diterbitkan bagi UPI tersebut dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 9. Jumlah SKP yang diterbitkan bagi Unit Pengolahan Ikan

Tahun Jumlah SKP

2011 444

2012 558

2013 792

2014 947

2015 1084

2016 1933

2017 2107

6

Seiring dengan meningkatnya jumlah SKP yang setiap tahunnya, jumlah UPI yang mendapatkan SKP juga selalu meningkat. Tahun 2011 UPI yang mendapatkan SKP adalah sebanyak 254 unit, tahun 2012 UPI yang mendapat SKP sebanyak 275 unit, tahun 2013 sebanyak 319 unit, tahun 2014 sebanyak 358 unit, tahun 2015 sebanyak 384 unit,, tahun 2016 sebanyak 612 unit, dan tahun 2017 sebanyak 630 unit. Secara rinci jumlah UPI yang mendapatkan SKP tersebut dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 10. Jumlah UPI yang mendapatkan SKP (unit)

Pengembangan dan Sertifikasi SNI Produk Kelautan dan Perikanan

Produk perikanan merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis secara global, terutama bila ditinjau dari pertumbuhan bisnis dan kebutuhan pangan.

Hal ini secara nyata bisa dilihat dari permintaan produk perikanan baik di pasar internasional maupun pasar dalam negeri yang terus meningkat, yang diikuti dengan semakin meningkatnya aktivitas bisnis perikanan baik di industri skala besar maupun skala UMKM.

Sebagai komoditas global yang mempunyai nilai strategis, pengelolaan dan pemanfaatan hasil perikanan diatur secara internasional oleh FAO/WHO/WTO melalui Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), Codex, SPS dan lain-lain.

Demikian pula dengan negara-negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa dan Australia yang merupakan negara tujuan ekspor sangat aktif dalam membuat dan memberlakukan peraturan yang berkaitan dengan jaminan mutu dan keamanan produk perikanan, yang dituangkan dalam persyaratan standar yang tinggi dan ketat dalam rangka memberikan perlindungan kepada konsumennya yang dimasukkan dalam persyaratan impor.

Sehubungan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan selalu berupaya untuk menyediakan Standar Nasional Indonesia (SNI) produk perikanan yang mengacu pada standar dan persyaratan internasional tentang pangan antara lain Codex, Europe Union Council Directive, BAM, AOAC, dan lain-lain. Hal ini bertujuan agar SNI produk perikanan yang dihasilkan harmonis dengan standar internasional.

Penyusunan RSNI Produk Perikanan dilakukan oleh Komite Teknis 65-05 Produk Perikanan dan RSNI Produk Perikanan Nonpangan Komite Teknis 65-08 Produk Perikanan Nonpangan. Anggota Komite Teknis ditetapkan oleh BSN. RSNI yang disusun harus harmonis dengan standar internasional dan dapat digunakan oleh pelaku usaha dan konsumen dan tidak memberatkan. Dalam upaya mempercepat proses penyusunan RSNI, selain dibantu oleh anggota komite teknis dan BSN, Ditjen PDS bekerja sama dengan instansi lingkup KKP dan instansi lainnya khususnya

Tahun Jumlah SKP

2011 254

2012 275

2013 319

2014 358

Tahun Jumlah SKP

2015 384

2016 621

2017 630

Tabel 7.

sebagai konseptor RSNI antara lain BBP2HP, BRSDM KP, Balai Uji Standar Karantina Ikan (BUSKI) BKIPM, Universitas (IPB, UNDIP dan UNSRAT), 38 LPPMHP (Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan) di seluruh Indonesia.

Pembahasan usulan RSNI produk kelautan dan perikanan dengan kementerian/lembaga, stakeholders terkait ditujukan untuk menjaring masukan dari pemangku kepentingan (kementerian/lembaga, stakeholders terlait) dengan mempertimbangkan : kebijakan nasional Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian;

perlindungan konsumen; kebutuhan pasar; perkembangan Standardisasi internasional; kesepakatan regional dan internasional; kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi; kondisi flora, fauna, dan lingkungan hidup; kemampuan dan kebutuhan industri dalam negeri; keyakinan beragama; dan budaya dan kearifan lokal.

Target Penyusunan RSNI 15 RSNI rata-rata adalah 15 RSNI setiap tahunnya.

Hingga tahun 2017, penyusunan SNI Produk Kelautan dan Perikanan dengan pelaksanaan kaji ulang SNI setiap tahunnya telah menghasilkan sejumlah 203 SNI sebagaimana tabel 8. Atas kinerjanya yang dinilai sangat baik maka Komite Teknis 65-05 Produk Perikanan berhasil meraih penghargaan tertinggi Herudi Technical Committee Award secara berururtan sebanyak 3 x (tahun 2015, 2016 dan 2017), yang diikuti oleh 145 Komite Teknis yang ada di Kementerian/ Lembaga. Untuk Komite Teknis 65-08 Produk Perikanan Nonpangan meraih nominasi penghargaan tertinggi HTCA.

Tabel 8. Katalog SNI Produk Perikanan dan Kelautan Tahun 2017 No SNI Produk Kelautan Jumlah

1 Ikan hias 15

2 Mutiara 3

3 Tanaman hias air 7

4 Rumput laut 3

5 Crustacea dan bagiannya 3 6 Ikan dan bagiannya 6 7 Pengemasan dan metode uji 3

Total 40

SNI produk perikanan dan kelautan/ nonpangan yang telah disusun, dalam penerapannya bersifat sukarela. Penerapan standar bertujuan untuk mendukung terwujudnya jaminan mutu barang, jasa, proses, sistem, atau personel sehingga dapat memberikan kepercayaan kepada pelanggan dan pihak terkait bahwa suatu organisasi, individu, barang dan/atau jasa yang diberikan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Selain itu penerapan standar juga dimaksudkan untuk menjamin No SNI Produk Perikanan Jumlah

1 Produk beku 36

2 Produk kering 23

3 Produk rebus 3

4 Produk fermentasi 4

5 Produk segar dingin 7

6 Produk kaleng 8

7 Produk hidup 5

8 Surimi/lumatan daging 6

9 Pengemasan 6

10 Pengujian sensori 1

11 Cara uji kimia 34

12 Cara uji mikrobiologi 18

13 Cara uji fisika 8

14 Cara uji pada rumput laut 2

Total 163

peningkatan produktivitas, daya guna dan hasil guna serta perlindungan terhadap konsumen, tenaga kerja, dan masyarakat.

Beberapa contoh produk perikanan yang telah diterapkan SNI secara sukarela seperti: bakso ikan, bandeng presto, bandeng cabut duri, kerupuk ikan, ikan asin kering, abon ikan, otak-otak ikan, siomay ikan, naget ikan, pempek ikan rebus beku, amplang ikan dll. Kedepan ruang lingkup produk perikanan dan produk kelautan akan semakin dikembangkan seiring dengan bertambahnya jumlah LSPro di setiap provinsi.

SNI dapat diterapkan secara wajib dengan mempertimbangkan keselamatan, keamanan, kesehatan dan kelestarian, fungsi lingkungan hidup. Dalam penerapan secara wajib tentunya KKP bersama Komite Teknis 65:05 Produk Perikanan dan Komite Teknis 65:08 Produk Perikanan Nonpangan/ Kelautan sebelumnya telah melakukan kajian manfaat dan resiko jika SNI diberlakukan wajib, seperti :

 Tujuan pemberlakuan SNI secara wajib serta permasalahan yang ingin diatasi termasuk tingkat risiko barang dan/atau jasa terhadap keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumen;

 Analisa sumberdaya yang mungkin akan diinvestasikan untuk penerapan regulasi, termasuk infrastruktur penilaian kesesuaian;

 Antisipasi dampak pemberlakuan SNI secara wajib bagi perkembangan pelaku usaha termasuk UMKM serta kelancaran perdagangan;

 Ketidakcukupan peraturan perundang-undangan yang ada dan kecukupan SNI untuk mengatasi permasalahan;

 Potensi hambatan perdagangan internasional yang ditimbulkan, termasuk ketidakselarasan SNI terhadap standar internasional;

 Tenggang waktu pemberlakuan regulasi teknis tersebut secara efektif dengan memperhitungkan kesiapan pihak-pihak yang terikat oleh regulasi teknis dan persyaratan perjanjian TBT WTO;

 Reaksi pasar yang diharapkan terjadi dalam pencapaian tujuan tersebut.

Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 58/PERMEN-KP/2016 tentang pemberlakuan standar nasional Indonesia tuna dalam kemasan kaleng dan standar nasional Indonesia sarden dan makerel dalam kemasan kaleng secara wajib, menjadi contoh pemberlakuan SNI wajib untuk produk Perikanan. Adapun SNInya adalah SNI 8222:2016 Sarden dan Makerel dalam kemasan kaleng dan SNI 8223:2016 Tuna dalam kemasan kaleng.

Kegiatan penilaian kesesuaian terhadap persyaratan SNI Produk Perikanan dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Produk Hasil Perikanan (LSPro-HP). Saat ini telah terdapat 11 LSPro Hasil Perikanan di Indonesia, yaitu : BBPPHP Jakarta LPPMHP Bali, LPPMHP Semarang, LPPMHP DKI, LPPMHP Medan, LPPMHP Lampung, LPPMHP Cirebon, LPPMHP Pontianak, LPPMHP Surabaya, LPPMHP Banyuwangi dan LPPMHP Makasar. Saat ini KKP bekerjasama dengan BSN mengembangkan LSPro di 23 propinsi lainnya.

Dalam dokumen prosiding wnpg xi bidang 3 (Halaman 53-58)