• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Pengetahuan

Dalam dokumen PDF PROCEEDINGS - Sebelas Maret University (Halaman 135-139)

Pengetahuan tidak hanya didapat dari tatap muka antara guru dan murid, tetapi juga didapat dari banyak sumber. Di era teknologi saat ini, terdapat banyak sumber belajar.

Antara lain, buku, jurnal, serta artikel relevan yang membahas bahaya penyakit diabetes melitus. Artikel dari sumber internet ini dapat diakses oleh guru dan peserta didik tanpa terikat ruang dan waktu melalui komputer atau gawai.

4. KESIMPULAN

Diabetes merupakan penyakit yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Oleh karena itu, pemangku kebijakan, sekolah, dan guru merupakan komponen penting dalam menanamkan pengetahuan penyakit diabetes melitus kepada peserta didik. Integrasi pengetahuan penyakit diabetes dalam pembelajaran pendidikan jasmani ini tidak hanya terfokus kepada sebatas pengetahuan dari membaca teks. Lebih jauh, peserta didik dapat megimplementasikan ilmu penghetahuannya dalam aktivitas sehari-hari. Pendidikan kesehatan mengenai bahaya penyakit diabetes melitus ini bisa dengan penyuluhan tentang makanan apa saja yang dapat memengaruhi obesitas dan kadar gula darah jika dikonsumsi. Selain itu, asupan gizi yang dapat dikonsumsi peserta didik agar gula darah tetap stabil. Dukungan keluarga dirumah dalam menciptakan gaya hidup sehat juga diharapkan, agar upaya penerapan pengetahuan penyakit diabetes ini berjalan dengan baik. Guru sebagai transformator ilmu harus senantiasa meningkatkan kapasitas diri dengan membaca banyak buku maupun sumber internet yang relevan dengan bahaya diabetes melitus.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini merupakan penelitian mahasiswa pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Karya ilmiah ini ditulis oleh tiga mahasiswa yaitu: Muhammad Imam Rahmatullah, Endang Murti Sulistyowati, dan Eko Setyo Rahardjo. Oleh Karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada rekan-rekan penulis yang telah bekerja sama sehingga karya ilmiah ini dapat selesai dengan baik. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak Universitas Sebelas Maret sebagai penyelenggara seminar nasional ini.

REFERENSI

Almatsier, Sunita. (2001). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Notoatmojo, S., (2004) Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung: Rineka Cipta.

Azrimaidaliza. (2011). Asupan zat gizi dan penyakit diabetes mellitus. Jumal Kesehatan Masyarakat, 6, No.1

Gardner DSL, (2012). Clinical features and treatment of maturity onset diabetes of the young (MODY), Diabetes Metab Syndr Obes. (5): (101–10).

Hermayanti, D., Nursiloningrum. E (2017). Hiperglikemia pada anak. Jurnal ilmu kesehatan dan kedokteran keluarga, 13, No 1.

Persi. (2011). RI Ranking keempat Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak Dunia. Diakses 07 1 Agustus 2019. www.pdpersi.co.id,17.

Identifikasi Cedera Olahraga Pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas Khusus Olahraga (KKO) Di Kab. Sleman Yogyakarta

Nurwahida Puspitasari1*, Dika Rizky Imania2

1S1 Fisioterapi/Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas „Aisyiyah Yogyakarta

2S1 Fisioterapi/Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas „Aisyiyah Yogyakarta

*Email: [email protected]

1. PENDAHULUAN

Cedera olahraga adalah cedera pada sistem integument, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan olahraga. Kejadian cedera olahraga pada anak adalah sekitar 3 % pertahun, tetapi cedera yang serius hanyalah sebesar 0,69 % pertahun. Pada anak dibawah usia 12 tahun cedera olahraga masih sangat sedikit, sehingga olahraga adalah aman bagi anak- anak prapubertal.

Tetapi terjadi peningkatan cedera yang sangat tajam pada anak usia 14 tahun terutama pada anak laki- laki, dan hal ini berlangsung terus dengan meningkatnya usia.

Abstrak Keywords:

Cedera Olahraga;

Sekolah Menengah Atas; Kelas Khusus Olahraga;

Kesehatan Olahraga

Latar Belakang: Cedera olahraga adalah cedera pada sistem integument, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan olahraga.

Kelas Khusus Olahraga (KKO) adalah kelas yang dibuat untuk peserta didik yang memiliki potensi istimewa olahraga dalam satuan pendidikan regular pada jenjang pendidikan. Cedera olahraga yang terjadi pada masa pembinaan olahragawan memiliki potensi menghambat prestasi olahraga. Tujuan Penelitian: untuk mengetahui parameter sosio- demografis (Jenis kelamin, usia, tinggi dan berat badan), area cedera, tipe cedera, waktu cedera, riwayat cedera, penyebab cedera, pertolongan cedera, Jenis kegiatan olahraga, dan tingkat prestasi olahraga pada siswa di kelas olahraga. Metode penelitian retrospektif selama 12 bulan (2018- 2019) pada siswa di 2 SMA di Kabupaten Sleman. Total populasi 151 siswa berusia 15-18 tahun, 69 % laki- laki dan 31 % perempuan. Siswa diminta untuk mengisi kuesioner rekam cedera yang terjadi selama olahraga. Hasilnya: 98 % pernah mengalami cedera baik pada siswa laki-laki maupun perempuan. Dimana cedera pada siswa laki-laki sebesar (69 %) dan wanita (31 %). Area cedera yang paling banyak terjadi (60 %) adalah di ankle, lutut (44 %) bahu (21%), gastrocnemius,hamstring dan pinggang (15%). Tipe cedera yang paling umum yaitu kram otot (58%), bengkak (51%), memar (44%), sprain (43%), overuse (36%). Waktu cedera 73% saat latihan, 61% saat pertandingan. Jenis cedera 71% adalah cedera berulang dan 54 % cedera baru. Penyebab cedera 57 % karena salah landing, 38 % overuse, 36% tabrakan dengan pemain lain dan 23% terpleset.

Pertolongan yang di dapatkan, 67% kompres es, tapping 43% dan penguluran 36%. Jenis olahraga yang mengalami cedera, sepakbola 31%, volley ball 39%, dan Atletik (lari, lompat jauh, lempar lembing) 9

%. 50% cedera terjadi pada siswa yang memiliki prestasi tingkat Nasional, Provinsi 36%, Kabupaten 9% dan sekolah 5%.

Hal ini di dukung oleh penelitian sebelumnya yang berjudul Sports Injuries In Students Aged 12-18 During Physical Education Classes In Israel oleh Carmeli at al, 2003. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian cedera, tipe cedera dan faktor resiko cedera yang terjadi pada siswa di kelas olahraga. Metode penelitian retrospektif selama 14 bulan (2000- 2002) untuk mengetahui cedera yang terjadi pada siswa di 51 SMP dan SMA di kota Israel.

Dengan total populasi 11.439 siswa berusia 12- 18 tahun, 52 % laki- laki dan 48 % perempuan.

Sang guru diminta untuk mengisi kuesioner rekam cedera yang terjadi selama kelas olahraga.

Data yang di ambil meliputi: parameter sosio-demografis (jenis kelamin, usia, tinggi dan berat badan dari siswa yang cedera), area dan tipe cedera, waktu cedera, jenis kegiatan olahraga, cedera sebelumnya, penilaian kemampuan olahraga dan kinerja. Hasilnya Sebagian besar cedera (52%) terjadi antara usia 12-14 baik, pada siswa laki-laki maupun perempuan. Dimana cedera pada siswa laki-laki sebesar (51%) dan wanita (49%). Area cedera yang paling banyak terjadi (48%) adalah di ankle, Tangan (19%), lutut (10%), paha (7%), lengan (5%), bahu dan kepala (4%), dan cedera kaki (3% ). Tipe cedera yang paling umum yaitu sprains (61%), 23% fraktur, 9% strain dan 7% lecet. 45% cedera terjadi pada 15 menit pertama saat kelas olahraga baru dimulai, 25% terjadi di tengah-tengah kelas olahraga dan 30% terjadi selama 15 menit akhir kelas olahraga. Kelas Atletik (track/ berlari/ melompat) menyumbang 38% dari cedera, permainan bola (sepak bola dan basket) menyumbang 32%, 15% senam, kelas kebugaran fisik menyumbang 9% dan 6% terjadi selama kegiatan umum. 74% adalah cedera pertama kalinya, sedangkan 26% adalah cedera berulang. 63% cedera terjadi pada siswa yang memiliki tingkat kemampuan olahraga yang sedang, 32% pada siswa yang memiliki tingkat kemampuan olahraga yang tinggi, dan 5% pada tingkat kemampuan di bawah rata-rata atau rendah.

Kelas khusus olahraga adalah kelas yang dibuat untuk peserta didik yang memiliki potensi istimewa olahraga dalam satuan pendidikan reguler pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Program tersebut didirikan oleh pemerintah dengan mengandung maksud dan tujuan : a) sebagai wadah pembinaan olahragawan pelajar yang potensial untuk prestasi di tingkat nasional maupun internasional, b) membina olahragawan yang memiliki dedikasi tinggi untuk mengharumkan nama bangsa dan negara, c) membina prestasi akademik olahragawan pelajar guna mendukung jaminan masa depan (Kep. Dirjen Diknaspora Depdikbud Tahun 1984).

Tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi cedera olahraga pada siswa anggota ektrakurikuler olahraga, untuk mengetahui kejadian cedera, tipe cedera dan faktor resiko cedera, sehingga data yang akan di ambil yaitu:

1. Informasi demografis responden (Jenis kelamin, usia, tinggi, berat badan) 2. Jenis Kegiatan Olahraga

3. Tingkat Prestasi Olahraga 4. Riwayat Cedera

5. Area Cedera 6. Waktu Cedera 7. Jenis Cedera

8. Cedera yang Dialami 9. Penyebab Cedera

10. Pertolongan yang Diberikan

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu adanya identifikasi cedera olahraga sedini mungkin pada siswa Kelas Khusus Olahraga (KKO) di kabupaten Sleman yang merupakan bibit- bibit olahragawan.

Identifikasi menurut Setiawan yaitu penentu atau penetapan identitas seseorang, benda dan sebagainya. Dalam rangka mengambil keputusan dalam suatu organisasi seringkali diperlukan langkah untuk mengidentifikasi masalahnya (problem) dengan tujuan dapat memecahkan masalah tersebut agar diperoleh jalan keluarnya.

Cedera Olahraga sering terjadi pada saat melakukan aktivitas olahraga yang juga merupakan konsekuensi bagi setiap orang yang melakukanya baik pada saat latihan maupun kejuaraan olahraga. Menurut Arovah cedera olahraga adalah cedera pada system intergumen, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan olahraga. Pendapat tersebut diperkuat oleh Christer Cedera olahraga dapat didefinisikan sebagai cedera yang terjadi selama kegiatan olahraga atau latihan dan dapat mempengaruhi atlet yang berpartisipasi dalam olahraga dari segala usia dan semua tingkatan kinerja.

Menurut Giam dan The dalam Sukarmin membedakan cedera akibat kecelakaan menjadi 3 macam:

1. Cedera ringan adalah cedera yang tidak sampai mengganggu performance atlet, seperti: lecet dan memar.

2. Cedera sedang Adalah cedera yang menimbulkan gangguan pada performance atlet, seperti:

strain dan sprain

3. Cedera berat adalah cedera yang memerlukan istirahat total dan pengobatan intensif, bahkan harus operasi, seperti: fraktur tulang dan ligament atau otot putus total atau hampir total.

Sedangkan menurut Lutan cedera dapat digolongkan menjadi beberapa yaitu:

3 Berdasarkan lamanya waktu cedera itu berlangsung, digolongkan menjadi:

a. Cedera akut yaitu: cedera yang terjadi seketika. Contohnya: tulang retak, luka memar.

b. Cedera kronis yaitu: cedera yang berkembang atau berakhir dalam waktu yang lama.

Contohnya: siku tenis, diabetes, epilepsi.

4 Berdasarkan jaringan tubuh yang terkena cedera, digolongkan menjadi:

a. Jaringan lunak (saraf), contohnya: otot tertarik, kulit lecet.

b. Jaringan keras (tulang), contohnya: tulang retak, tulang patah sempurna.

Menurut lokasi cedera, pada umumnya luka trauma terdiri dari memar, strain otot (biasanya pada paha belakang, paha depan atau otot adduktor) dan sprain ligamen (biasanya pada pergelangan kaki dan sendi lutut). Dalam sepakbola , sprain pergelangan kaki merupakan cedera yang paling sering terjadi, diikuti oleh sprain lutut, sedangkan strain pada otot hamstring dan pangkal paha lebih jarang terjadi9.

Menurut Van Mechelen, et al tingkat keparahan cedera dapat digambarkan sesuai dengan enam kriteria: (1) sifat cedera olahraga, (2)durasi dan sifat pengobatan, (3) waktu yang hilang untuk olahraga, (4)waktu yang hilang untuk kerja, (5) kerusakan permanen, dan (6) biaya.

Menurut Simunovic, ada tiga tingkatan intensitas aktifitas fisik yang berhubungan dengan tingkat resiko cedera, sebagai berikit: (1) aktifitas fisik intensitas ringan/ rendah (berjalan, latihan tanpa beban, & berenang), (2) aktifitas fisik intensitas sedang (permaianan, latihan beban,

& jogging), dan (3) aktifitas fisik intensitas berat/dilakukan secara terus- menerus.

Kelas khusus olahraga adalah kelas yang dibuat untuk peserta didik yang memiliki potensi istimewa olahraga dalam satuan pendidikan reguler pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Siswa yang masuk kelas khusus olahraga juga dapat disebut sebagai siswa atlet.

Siswa atlet ini merupakan sebutan bagi seorang individu yang berstatus sebagai pelajar secara penuh dan berpartisipasi dalam kegiatan olahraga dengan ikut serta dalam pertandingan olahraga. Kelas khusus olahraga ini pada dasarnya sama dengan kelas reguler, hanya saja jalur masuknya yang berbeda karena kelas khusus olahraga dibuka sebagai bentuk kebijakan sekolah untuk memfasilitasi dan mendidik siswa yang berpotensi dalam bidang olahraga agar dapat memaksimalkan prestasinya dengan tidak mengabaikan atau menomorduakan prestasi akademis.

2. METODE

Dalam dokumen PDF PROCEEDINGS - Sebelas Maret University (Halaman 135-139)