• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat Duduk Peserta Didik

Dalam dokumen Strategi pembelajaran inovatif (Halaman 95-110)

Tempat duduk merupakan fasilitas atau barang yang diperlukan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran terutama dalam proses belajar di kelas di sekolah formal.tempat duduk dapat mempengaruhi proses pembelajaran peserta didik, bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan tubuh peserta didik. Maka peserta didik akan merasa nyaman dan dapat belajar dengan tenang.

Bentuk dan ukuran tempat yang digunakan bermacam-macam, ada yang satu tempat duduk dapat di duduki oleh seorang peserta didik, dan satu tempat yang diduduki oleh beberapa orang peserta didik. Sebaiknya tempat duduk peserta didik itu mudah di ubah-ubah formasinya yang disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan pembelajaran. Untuk

75

ukuran tempat dudukpun sebaiknya tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil sehingga mudah untuk diubah-ubah dan juga harus disesuaikan dengan ukuran bentuk kelas.

Sebenarnya banyak macam posisi tempat duduk yang biasa digunakan di dalam kelas seperti berjejer ke belakang, bentuk setengah lingkaran, berhadapan, dan sebagainga.

Biasanya posisi tempat duduk berjejer kebelakang digunakandalam kelas dengan metode belajar ceramah. Dan untuk metode diskusi dapat menggunakan posisi setengah lingkaran atau berhadapan. Dan sebagai alternatif penataan tempat duduk dengan metode kerja kelompok atau bahkan bentuk pembelajaran kooperatif, maka ada beberapa model penataan bangku yang biasa digunakan dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya seperti:57

1) Meja tapal kuda, peserta didikbekelompok di ujung meja 2) Penataan tapal kuda, peserta didik dalam satu kelompok

ditempatkan berdekatan 3) Meja Panjang

4) Meja Kelompok, peserta didik dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan

5) Meja berbaris, dua kelompok duduk berbagi satu meja Gambar 1. Contoh Penataan Tempat Duduk

57 Anita Lie. Cooperative Learning : Memperaktikan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas. (Jakarta: PT Grasindo. 2007), hlm. 74

76

Masih terdapat beberapa bentuk posisi tempat duduk yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kooperatif ini.

Dalam memilih desain penataan tempat duduk perlu memperhatikan jumlah peserta didik dalam satu kelas yang kan disesuaikan pula dengan metode yang akan digunakan.

Hal yang tidak boleh kita lupakan bahwa dalam penataan tempat duduk peserta didik tersebut guru tidak hanya menyesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan saja. Tetapi seorang guru perlu mempertimbangkan karakteristik individu peserta didik, baik dilihat dari aspek kecerdasan, psikologis, dan biologis peserta didik itu sendiri.

Hal ini penting karena guru perlu menyusun atau menata tempat duduk yang dapat memberikan suasana yang nyaman bagi para peserta didik.

Peserta didik sebagai individu dengan segala perbedaan dan persamaannya yang pada intinya mencakup ketiga aspek di atas. Persamaan dan perbedaan dimaksud adalah :58

1) Persamaan dan perbedaan dalam kecerdasan (inteligensi).

2) Persamaan dan perbedaan dalam kecakapan 3) Persamaan dan perbedaan dalam hasil belajar 4) Persamaan dan perbedaan dalam bakat 5) Persamaan dan perbedaan dalam sikap 6) Persamaan dan perbedaan dalam kebiasaan

7) Persamaan dan perbedaan dalam

pengetahuan/pengalaman

8) Persamaan dan perbedaan dalam ciri-ciri jasmaniah 9) Persamaan dan perbedaan dalam minat

10) Persamaan dan perbedaan dalam cita-cita

58 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. Psikologi Belajar. (Jakarta: Rineka.

Cipta. 2008), hlm. 88.

77

11) Persamaan dan perbedaan dalam kebutuhan 12) Persamaan dan perbedaan dalam kepribadian

13) Persamaan dan perbedaan dalam pola-pola dan tempo perkembangan

14) Persamaan dan perbedaan dalam latar belakang lingkungan.

Berbagai persamaan dan perbedaan kepribadian peserta didik di atas, sangat berguna dalam membantu usaha pengaturan peserta didik di kelas. Terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola pengelompokan peserta didik dan penataan tempat duduk dengan metode belajar kelompok guna menciptakan lingkungan belajar aktif dan kreatif, sehingga kegiatan belajar yang penuh kesenangan dan bergairah dapat terlaksana.

Penempatan peserta didik kiranya harus mempertimbangan pula pada aspek biologis seperti, postur tubuh peserta didik, dimana menempatkan peserta didik yang mempunyai tubuh tinggi dan atau rendah. Dan bagaimana menempatkan peserta didik yang mempunyai kelainan dalam arti secara psikologis, misalnya peserta didik yang hiper aktif, suka melamun, dll.

4. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pengelolaan Kelas

Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan diuraikan satu persatu mengenai hal-hal tersebut.

1) Kepemimpinan Guru/Wali Kelas

Menurut Moekijat, yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan orang-orang agar mengikutinya. Sondang S.P. Siagian memberikan definisi tentang kepemimpinan tersebut adalah seni kemampuan mempengaruhi perilaku manusia dan

78

kemampuan mengendalikan orang-orang dalam organisasi agar perilaku mereka sesuai dengan perilaku yang diinginkan pemimpin organisasi.

Selanjutnya Drs. Sarwoto mengatakan sukses tidaknya seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinan tidak ditentukan oleh tingkat keterampilan tehnis (Tehnical Skill) yang dimilikinya akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh keahliannya menggerakkan orang lain untuk bekerja dengan baik (Managerial Skill).

Berkenaan guru/wali kelas dalam usahanya untuk mengelola kelas, maka kepemimpinan kelas tersebut dapat diartikan sebagai kemampuan guru/wali kelas dalam mempengaruhi atau mengendalikan kelas agar tercipta suasana kelas yang tertib kreatif dan produktif bagi berlangsungnya proses belajar mengajar di dalam kelas.

Dalam usaha untuk mengendalikan kelas tersebut maka bermacam-macam cara dapat dilakukan oleh guru/wali kelas tersebut ada yang dengan cara keras. Murid yang tidak mematuhi kehendak guru/wali kelas diberi hukuman atau sanksi. Segala sesuatunya ditentukan oleh guru/wali kelas. Murid-murid melaksanakannya tanpa membantah. Ada yang dengan cara lunak. Segala sesuatunya diserahkan kepada kemauan atau kehendak murid dan ada pula dengan cara demokratis artinya segala sesuatu yang menyangkut kelas sebelum diputuskan dirundingkan terlebih dahulu dengan murid dan keputusan adalah kesepakatan bersama antara guru dan murid.

79

Cara-cara yang dilakukan tersebut menggambarkan tentang tipe-tipe kepemimpinan yang dilakukan oleh guru/wali kelas tersebut.

a) Kepemimpinan Guru/Wali Kelas yang bertipe Otoriter Guru/wali kelas yang kepemimpinannya bertipe otoriter ini didalam melaksanakan kepemimpinannya bersikap keras. Segala sesuatunya ditentukan oleh guru/wali kelas tanpa berkompromi dengan murid.

Murid-murid harus mematuhi segala sesuatu yang ditetapkan oleh guru/wali kelas. Apabila murid-murid tidak melaksanakan ketentuan yang telah digariskan oleh guru/wali kelas maka akan diberikan sanksi berupa hukuman. Kepenurutan atau kepatuhan murid bukan karena kesadaran mereka tetapi takut terhadap sanksi yang diberikan oleh guru/wali kelas. Secara lahiriah memang murid-murid kelihatan menurut, tetapi secara batiniah mereka terasa tertekan dan akibatnya guru dibenci oleh anak.

b) Kepemimpinan Guru/Wali Kelas yang bertipe Laizzes Faire

Kepemimpinan guru/wali kelas yang bertipe Laizzes Faire, didalam melaksanakan kepemimpinan bersifat lunak. Segala sesuatunya diserahkan kepada murid-murid. Guru/wali kelas hanya mengikuti kemauan atau kehendak murid-muridnya. Keputusan yang diambil guru/wali kelas pada dasarnya adalah bukan keputusannya melainkan sebagai hasil kesepakatan antara guru/wali kelas dengan murid. Karena guru/wali kelas bersikap

80

lunak dan menyerahkan segala sesuatunya kepada murid, maka guru/wali kelas kadang-kadang dijadikan alat oleh murid-murid untuk memenuhi keinginannya. Guru/wali kelas dianggap oleh murid-muridnya sebagai guru/wali kelas yang tidak berwibawa.

c) Kepemimpinan Guru/Wali Kelas yang bertipe Paterlistik Kepemimpinan guru/wali kelas yang bertipe Paterlistik, di dalam melaksanakan kepemimpinannya selalu bersikap melindungi atau menolong murid- muridnya. Dalam segala hal murid selalu dibantu.

Guru/wali kelas selalu menganggap murid-muridnya tidak mampu dalam menyelesaikan permasalahannya.

Akibatnya inisiatif dan kreatifitas murid-murid tidak berkembang. Murid-murid tidak pernah diserahkan tanggung jawab sepenuhnya dalam melaksanakan tugas- tugas yang diberikan kepadanya. Murid-murid tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan dirinya.

Guru/wali kelas selalu dianggap dirinya orang yang superior.

d) Kepemimpinan Guru/Wali Kelas yang bertipe Demokratis

Kepemimpinan guru/wali kelas yang bertipe Demokratis, didalam melaksanakan tugas kepemimpinannya selalu didasarkan atas musyawarah.

Segala sesuatunya ditentukan antara guru/wali kelas dengan murid. Murid-murid selalu diikutsertakan dalam sesuatu hal yang berkaitan dengan kelas. Murid-murid diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengemukakan ide, pendapat dan saran. Guru/wali kelas

81

selalu memperhatikan dan mendengarkan segala sesuatu yang dikemukakan oleh murid-murid untuk kemudian diputuskan sebagai hasil keputusan bersama.

Diantara tipe-tipe kepemimpinan guru/wali kelas yang dikemukakan tersebut, maka tipe kepemimpinan yang banyak dikembangkan adalah tipe kepemimpinan yang demokratis. Tipe kepemimpinan ini lebih bersifat manusiawi karena baik guru/wali kelas maupun murid- murid dipandang sebagai orang yang masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihannya. Oleh karena itu murid-murid dibimbing dan diberi kesempatan seluas- luasnya untuk berinisiatif, berkreatif dan mengemukakan pendapat.

2) Disiplin Kelas

Berlangsungnya proses belajar mengajar di dalam kelas dengan suasana yang harmonis dimana guru dapat menyampaikan bahan pelajaran dengan baik dan murid dapat belajar atau mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru dengan baik pula tergantung sekali kepada disiplin kelas. Kelas yang tidak berdisiplin sudah tentu kegiatan belajar mengajarnya pun akan menjadi kacau dan tidak menentu pula. Guru sering tidak masuk mengajar, murid-murid sering datang terlambat. Tugas-tugas seperti piket kelas tidak dilaksanakan sehingga kelas menjadi kotor dan sebagainya.

Dalam rangka untuk menciptakan suasana kelas yang efektif bagi berlangsungnya proses belajar mengajar, maka disiplin kelas perlu ditegakkan baik oleh guru maupun

82

murid-murid. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan dijelaskan satu persatu mengenai hal-hal seperti berikut:

a) Pengertian Disiplin Kelas

Untuk memahami tentang konsep disiplin kelas, perlu kiranya diketengahkan beberapa pendapat tentang disiplin tersebut.

Menurut The Liang Gie yang dimaksud dengan disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergantung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan- peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati. Hadari Nawawi mengatakan disiplin adalah usaha untuk membina secara terus-menerus kesadaran dalam bekerja atau belajar dengan baik dalam arti setiap orang menjalankan fungsinya secara efektif.

Berdasarkan pendapat di atas maka disiplin kelas dapat diartikan sebagai “Suatu keadaan tertib dimana guru dan murid-murid mematuhi peraturan kelas sehingga mereka dapat menjalankan fungsi masing-masing secara efektif dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar didalam kelas”.

Dengan demikian suatu kelas dikatakan berdisiplin apabila suasana belajar berlangsung dalam keadaan tertib dan teratur baik pada waktu sebelum mengajar dimulai, sedang berlangsung maupun setelah pelajaran selesai.

Disiplin di kelas yang baik adalah disiplin yang timbul dari kemauan murid-murid sendiri bukan karena paksaan disebabkan oleh sanksi yang diberikan apabila peraturan tidak dipatuhi.

83

Oleh karena itu diperlukan usaha secara terus menerus untuk membina kesadaran peserta didik. Namun dalam prakteknya kadang-kadang tidak jarang seorang guru/wali kelas terpaksa memaksakan peraturan atau ketentuan yang berlaku terhadap murid-muridnya, walaupun sebenarnya cara ini kurang baik. Hal ini dilakukan karena sering terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh murid baik sengaja maupun tidak sengaja sehingga dengan demikian guru/wali kelas perlu memaksakan kepatuhan dan ketaatan kepada murid-murid berupa pemberian hukuman kepada murid yang tidak mematuhi peraturan tersebut untuk membuat mereka sadar.

Disiplin yang berasal dari keasadaran murid-murid sendiri lebih baik jika dibandingkan dengan disiplin yang berdasarkan paksaan karena takut terhadap sanksi yang akan diberikan bila ketentuan dilanggar. Disiplin karena kesadaran sendiri sifatnya lebih langgeng sedangkan disiplin yang timbul karena paksaan sifatnya semu. Murid-murid hanya mau mematuhi peraturan atau tata tertib kelas apabila guru/wali kelas ada. Tetapi, apabila guru wali/kelas pergi maka mereka tidak lagi mematuhi tata tertib tersebut.

Suasana disiplin ini sangat tergantung sekali terhadap tipe kepemimpinan yang dilakukan oleh guru/wali kelas tersebut.

3) Moral Kelas

Salah satu faktor yang juga berpengaruh dalam pengelolaan kelas adalah moral murid-murid di dalam belajar.

Kelas yang moral belajarnya tinggi akan membawa pengaruh

84

terhadap aktivitas murid-murid dan kelas akan menjadi produktif, sedangkan kelas yang moral belajarnya rendah akan mengakibatkan kelas menjadi tidak produktif dan kegiatan belajar di kelas tidak bersemangat. Kelas kelihatannya lesu dan akan membawa kecenderungan terhadap kurangnya disiplin murid-murid. Sehubungan dengan itu di bawah ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan moral kelas tersebut.

a) Pengertian Moral Kelas

Menurut DR. Made Pidarta, moral kelas adalah suatu keadaan dimana anggota-anggota kelas mengalami kepuasan yang bersumber dari situasi sekolah secara keseluruhan dan keadaan dimana anggota-anggota kelas bekerja sama dengan antusias dan serta melahirkan perasaan bersahabat.

Pendapat diatas menggambarkan bahwa tinggi rendahnya moral kelas dapat dilihat dari kepuasan yang dialami murid-murid yang disebabkan situasi dan kondisi secara keseluruhan. Dengan demikian, situasi dan kondisi sekolah yang baik akan meningkatkan moral kelas dan demikian pula sebaliknya, situasi dan kondisi sekolah yang kurang baik akan menurunkan moral kelas. Selain daripada itu, tinggi rendahnya moral kelas dapat pula dilihat dari pada tidak adanya kerja sama serta perasaan bersahabat antara murid-murid dalam kelas. Tidak adanya kerja sama serta perasaan bersahabat di kalangan murid-murid dalam kelas dapat dilihat tidak adanya kesediaan saling bantu- membantu antara murid dalam kegiatan belajar. Murid-

85

murid yang satu selalu berusaha untuk menjatuhkan murid yang lain. Dengan kata lain tidak adanya persaingan yang sehat diantara murid-murid, tidak adanya perasaan kebersamaan dalam belajar.

Sehubungan dengan itu tentang moral, Alexander Leighten mengatakan moral diartikan sebagai suatu kemampuan atau kekuatan sekelompok orang untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, tinggi rendahnya moral dapat ditujukkan dari kerja sama yang dilakukan oleh anggota-anggota kelompok dalam melaksanakan tugasnya masing-masing dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama.

Bertolak dari pendapat diatas, maka moral kelas dapat diartikan sebagai suatu keadaan di dalam kelas yang menggambarkan adanya hubungan interpersonal yang harmonis di kalangan murid-murid yang ditunjukkan dengan adanya gejala-gejala berupa adanya kesediaan untuk saling membantu atau bekerja sama, loyalitas diantara murid-murid serta semangat kebersamaan dalam usaha belajar di dalam maupun di luar kelas atau sekolah.

Dengan demikian, keberhasilan murid-murid didalam belajar sangat dipengaruhi oleh moral kelas. Semakin tinggi moral kelas, maka semakin tinggi kecenderungan murid- murid untuk berhasil didalam belajar dan demikian pula sebaliknya, semakin rendah moral kelas, maka semakin rendah pula kecenderungan bagi murid-murid untuk berhasil belajar.

86

Berdasarkan asumsi diatas maka dituntut usaha guru/wali kelas untuk membangun, memelihara dan meningkatkan moral kelas.

b) Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Moral Kelas

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa keberhasilan murid-murid dalam belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh moral kelas. Oleh karena itu, untuk membangun, memelihara dan meningkatkan moral belajar murid-murid, maka seorang guru/wali kelas harus mengetahui dan memahami kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi moral kelas. Kondisi-kondisi tersebut perlu dijaga, dipelihara dan ditingkatkan sehingga dengan demikian akan meningkatkan moral belajar murid-murid dalam kelas. Kondisi-kondisi tersebut adalah:

(1) Kesatuan kelas

Kesatuan kelas adalah salah satu aspek yang dapat meningkatkan moral kelas. Oleh karena itu, seorang guru/wali kelas harus menjaga, memelihara dan meningkatkan perasaan kebersamaan di kalangan murid- murid tersebut. Adanya perasaan saling bermusuhan, saling tidak menyenangi di antara murid-murid akan menurunkan moral belajar.

(2) Interaksi kelompok

Interaksi murid-murid dalam belajar juga dapat mempengaruhi moral belajar. Tidak adanya kerja sama antara murid-murid dalam belajar biasanya disebabkan karena murid-murid yang satu tidak menyenangi murid-

87

murid yang lain. Akibatnya menurunkan aktivitas belajar murid-murid. Sebagai contoh misalnya seorang guru/wali kelas membantu kelompok-kelompok semaunya saja tanpa pertimbangan-pertimbangan tertentu guna kelancaran murid-murid, interaksi yang kurang baik dan kerja sama yang kurang sempurna di antara murid-murid.

Selain itu juga murid-murid kurang puas terhadap tindakan guru yang demikian, sehingga tugas-tugas yang dibagikan tidak dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

(3) Tujuan anggota yang bersifat biasa

Bilamana murid-murid belajar, hanya bertujuan untuk kepentingan sendiri, ini akan mengakibatkan menurunnya moral kelas. Karena situasi yang demikian menimbulkan kurangnya rasa kebersamaan di kalangan murid-murid, rasa saling membantu sehingga dengan demikian kelas akan menjadi kurang efektif dan produktif.

Oleh karena itu, guru/wali kelas harus mengatasi situasi yang demikian dengan cara membentuk kelompok- kelompok belajar sehingga rasa persahabatan dan kebersamaan serta kesetiakawanan di kalangan murid- murid dapat di pupuk dan di pelihara dalam rangka untuk mencapai keberhasilan bersama di kalangan murid dalam belajar.

(4) Kelompok tidak membuat tujuan sendiri-sendiri

Seseorang mau bekerja, apabila mengetahui manfaat dan tujuannya. Demikian pula halnya dengan murid- murid. Bilamana murid-murid dalam belajar di kelompok- kelompokkan, maka tujuan dan tugas masing-masing kelompok harus dijelaskan dalam hubungannya dengan

88

tujuan pendidikan. Sehingga dengan demikian, anggota- anggota kelompok akan bekerja lebih produktif dalam menyelesaikan tugasnya. Dengan kata lain, murid-murid akan bekerja dengan baik selalu, bila hal itu berhubungan dengan tujuan-tujuan mereka.

(5) Pengaruh lingkungan

Lingkungan sekolah atau kelas yang baik akan mempengaruhi moral kelas atau belajar murid-murid.

Lingkungan yang baik tersebut berupa situasi dan kondisi sekolah misalnya lengkapnya sarana dan prasarana belajar, tenaga guru maupun tenaga administratif. Sedangkan lingkungan sekolah yang kurang baik akan menurunkan moral belajar mrudi-murid.

89

Dalam dokumen Strategi pembelajaran inovatif (Halaman 95-110)