• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tipe-Tipe Belajar

Dalam dokumen Strategi pembelajaran inovatif (Halaman 71-81)

50

51

pengurangan probabilitas perilaky respon secara progresif (progressive diminution) dengan pelatihanpelatihan dan pengulangan stimulus. Jika seekor burung bersiul yang kecil, didekatkan kepada tiruan/boneka burung hantu, maka semula ia akan bereaksi seperti didekati oleh predator sesungguhnya. Namun ketika ternyata tidak dijumpainya bahaya, maka secara perlahan-lahan dan bertahap dia akan mengurangi reaksinya dan akhirnya terbiasa sama sekali.

Sementara itu belajar dengan cara sensitisasi merupakan kebalikannya, akan terjadi penguatan positif terhadap perilaku respon karena pelatihan atau pengulangan (progressive amplification). Contohnya jika ada seorang guru terbiasa memberikan hadiah-hadiah kecil kepada peserta didik yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka peserta didik yang biasa menerima hadiah karena memang kompeten itu sudah merasa senang tatkala dari jauh melihat guru tersebut datang menuju ke kelasnya.

2) Belajar Asosiasi

Belajar asosiasi adalah suatu proses di mana suatu materi pembelajara0 dipelajari melalui asosiasi dengan bahan-bahan pembelajaran yang terpisah yang sudah dipelajari sebelumnya. Belajar asosiasi akat lebih mudah jika ada keterkaitan antara materi pembelajaran yang baru dengan yang sebelumnya. Di sinilah perlunya ada apersepst dan refleksi.

3) Pengondisian Klasik (Classical Conditioning)

Seperti yang dikemukakan oleh Pavlov di depan. Belajar merupakan suatu upaya untuk

52

mengondisikan pembentukan suatu perilaku atau respon terhadap sesuatu.

4) Pengondisian Operan (Operant Conditioning)

Berawal dari konsep B.F. Skinner, sudah kita pelajari bahwa belajar jenis ini berlainan dengan pengondisian klasik dari Pavlov. Pengondisian operan terkait dengan modifikasi perilaku spontan. Contoh belajar jenis ini yaitu belajar membedakan (discrimination learning), atau ada juga yang disebut sebagai belajar nirkeliru (errorless learning).

5) Belajar Melalui Kesan (Imprinting)

Istilah imprinting biasa digunakan dalam psikologi untuk menggambarkan tahap-tahap sensitif dari belajar pada usia tertentu atau pada fase kehidupan tertentu. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan keadaan pada saat seseorang mempelajari karakteristik sejumlah stimulus, yang disebut menaruh kesan (imprinted) terhadap sesuatu subjek.

6) Belajar Pengamatan (Observational Learning)

Ditengarai oleh adanya proses peniruan (imitasi) setelah mengamati sesuatu. Seseorang mengulangi perilaku yang diamatinya dari orang lain. Misalnya belajar menari dengan mengamati tarian instrukturnya, belajar melukis dengan mengamati hasil lukisan Orang lain. Manusia dapat mengkopi tiga informasi sekaligus yang Meliputi tujuan- tujuan dari model (demonstrator), aktivitas model, dan dampak kegiatan model terhadap lingkungan. Melalui mengkopi ketiga jenis informasi ini seorang bayi dapat

53

menyesuaikan dirinya (dalam perkembangannya) dengan kultur di sekelilingnya.

7) Belajar Melalui Bermain

Bermain dinyatakan sebagai suatu perilaku yang tidak memilikj tujuan khusus, tetapi mampu memperbaiki kinerja manusia jika menjumpai kondisi yang mirip seperti itu pada masa depan. Contohnya, saat seekor anak kucing bermain- main dengan segulung benang memberinya sebuah pengalaman bagaimana menghadapi mangsanya di masa besar nanti. Bermain pada hakikatnya memboroskan energi, sehingga harus diperoleh suatu kemanfaatan dalam bermain sebagai timbalbaliknya. Bermain meningkatkan kesegaran jasmanj dan sekaligus memberikan manfaat bagi pembelajaran.

8) Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Walaupun saat ini konsep belajar tuntas juga diterapkan oleh aliran kognitivisme maupun konstruktivisme, tetapi asalnya dari para pendukung aliran behaviorisme. Belajar tuntas adalah suatu upaya belajar dengan penekanan peserta didik harus menguasai seluruh bahan ajar. Karena menguasai 100°o bahan ajar amat sukar, maka yang dijadikan ukuran biasanya menguasai 85% tujuan atau kompetensi yang harus dicapai. Biasanya tiap jenis mata pelajaran menetapkan tingkat ketuntasan yang berbeda sesuai dengan persepsi terhadap tingkat kesukaran mata pelajaran tersebut. Dalam konsep KTSP kriteria ini disebut sebagai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM di

54

setiap sekolah, di setiap mata pelajaran umumnya memang berbeda, penentuan KKM biasanya ditetapkan dalam rapat guru sesuai pengalaman sekolah masing-masing serta standar yang ditetapkan dalam standar kelulusan.

Tokoh belajar tuntas.adalah Benjamin S. Bloom, Fred S. Keller dan James H. Block. Mereka berasumsi bahwa sekitar 95% peserta didik sesungguhnya dapat menguasai secara tuntas bahan pelajaran yang disampaikan guru. Pada praktik pembelajaran konvensional ternyata angka ini jauh Jebih kecil. Banyak peserta didik yang hanya menguasai sebagian kecil dari bahan ajaran. Dengan menerapkan dan mengikuti prosedur pembelajaran tuntas, jumlah ini ternyata dapat ditingkatkan mendekati angka 95%

tersebut.42

c. Tipe Belajar yang Dilandasi Kognitivisme

Tipe-tipe belajar menurut paham kognitivisme disajikan pada Tabel 2.43. Gagne menyusun tipe-tipe belajar berdasarkan hasil belajar yang diperoleh dan bukan proses belajar yang dilalui peserta didik untuk mencapai hasil itu. Selain itu, Gagne mencoba menempatkan delapan tipe belajar itu berada dalam suatu urutan hirakis, yaitu tipe belajar yang satu menajdi dasar atau landasan tipe belajar berikutnya. Dengan demikian, peserta didik yang tidak

42 Mukhlas Sumani, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011) hlm. 129-132

43 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Bandung, IKIP Bandung, 1988), h.87

55

menguasai tipe belajar yang terdahulu, akan mengalami kesulitan dalam mengusai tipe belajar selanjutnya.

Selanjutnya Gagne menambahkan bahwa empat tipe belajar pertama (nomor 1 s/d 4) kurang relevan untuk belajar di sekolah, sedangkan empat tipe kedua (nomor 5 s/d 8) lebih menonjolkan pada belajar kognitif yang memang ditonjolkan di sekolah44.

Dengan demikian, ada beberapa prinsip pembelajaran dari teori gagne, yaitu antara lain berkaitan dengan45:

1. perhatian dan motivasi belajar peserta didik,

2. keaktifan belajar dan keterlibatan langsung/pengalaman dalam belajar,

3. pengulangan belajar,

4. tantangan semangat belajar,

5. pemberian umpan balik dan penguatan belajar, 6. adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar.

44 Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta:Penerbit Media Abadi, 2005), hal 100-101

45 Suciati dan Irawan, Teori Belajar dan Motivasi,( Jakarta:Depdiknas, Ditjen PT. PAUUT, 2001), hlm.97.

56

Tabel 2. Tipe Belajar Menurut Gagne

Selain itu Gagne juga mementingkan akan adanya penciptaan kondisi beljaar, termasuk lingkungan belajar, khususnya kondisi yang berbasis media, yaitu meliputi jenis penyajian yang disampaikan kepada peserta didik dengan penjadwalan, pengurutan dan pengorganisasian.

57

d. Tipe Belajar yang Dilandasi Konstruktivisme

Tipe-tipe belajar menurut paham konstruktivisme ini antara lain:

1. Belajar Melalui Pembudayaan (Enculturation)

Pembudayaan adalah suatu proses di mana seseorang belajar tentang sesuatu yang diperlukan oleh budaya yang mengelilingi kehidupannya, sehingga dia memperoleh nilai-nilai dan perilaku yang sesuai dan diperlukan dalam budaya semacam itu. Pengaruh orang tua, orang dewasa lain seperti guru serta teman sebaya akan membantu pembentukan individu dalam enkulturasi. Jika pengaruh semacam ini berlangsung sukses, maka akan menghasilkan peningkatan kompetensi peserta didik dalam penguasan bahasa, nilai-nilai yang dipegang, serta berbagai ritual terkait budaya tersebut, termasuk pemahaman dan praktiknya dalam menghayati agama.

2. Belajar Menurut David P Ausubel dan Floyd G. Robinson (1969)

1). Belajar Menerima (Reception Leaming)

Bila dilihat dari sisi pengajar istilahnya menjadi mengajar ekspositori (expository teaching). Ini adalah bentuk belajar yang paling tua, sudah dimulai sejak Plato dan Aristoteles. Belajar jenis ini lebih berpusat kepada guru, bahan pelajaran disusun dan disiapkan dalam bentuk jadi serta disampaikan oleh guru. Murid tinggal menerima, basif, copy paste terhadap apa yang disampaikan oleh guru, mereka menghafal dan mencoba memahami apa yang disampaikan guru, Dalam hal ini kreasi, dan kebebasan murid tidak berkembang,

58

2). Belajar Menghafal (Rote Learning)

Belajar menghafal adalah suatu teknik pembelajaran yang mengabaikan pemahaman yang mendalam dan kompleks serta inferensi darj subjek yang dipelajari.

Belajar jenis ini difokuskan kepada aktivitas menghafal, mengulang-ulang terhadap apa yang dibaca atau didengarnya, Sehingga istilah lain bagi pembelajaran ini adalah belajar dengan pengulangan (learning by repetation) gagasan pokok, seseorang akan semakin mudah menghafal jika melakukan pengulangan- pengulangan, Jangan meremehkan pembelajaran jenis ini, karena bergantung kepada konteksnya, belajar jenis ini diperlukan. Misalnya belajar menghafal ayat-ayat Al- Quran, mahasiswa kedokteran belajar menghafal bahasa Latin dari organ tubuh manusia, mahasiswa biologi atau jurusan pertanian menghafal nama ilmiah dari berbagai jenis tumbuhan dan sebagainya. Rote learning ini ternyata akan lebih efektif jika diiringi dengan teknik mnemonik (jembatan keledai).

3). Belajar Menemukan (Discovery Learning)

Ada yang menyebutnya sebagai belajar inkuiri (inquiry learning), yaitu suatu kegiatan belajar yang mengemukakan aktivitas anak. Inkuiri menekankan kepada proses mencarinya, sedangkan discovery (menemukan) menekankan kepada penemuannya. Siswa yang melakukan kegiatan pencarian, apalagi yang sistematis dan teratur, kemungkinan besar akan menemukan sesuatu, sedangkan penemuan. pada hakikatnya adalah suatu hasil dari sroses »-ncarian.

59

Strategi belajar jenis ini memadukan konsep psikologi naturalistik romantik dan kognitif-gestalt.

Dalam strategi ini, bentuk bahan ajar tidak dijadikan sebagai bahan jadi, tetapi dapat berupa bahan setengah jadi bahkan bahan seperempat jadi. Bahan pembelajaran dinyatakan sebagai rangkaian pertanyaan terstruktur yang harus dijawab oleh peserta didik. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, peserta didik nantinya tidak saja mendapatkan pemahaman menyeluruh terhadap suatu objek kajian, tetapi pemahamannya juga dikembangkan secara bertingkat, sampai “kemudian, ..ahaaa..., aku telah menemukan! Berbeda dengan pendekatan behaviorisme di mana jawaban dari suatu pertanyaan merupakan jawaban tunggal yang pasti benar, dalam pembelajaran penemuan ada sejumlah alternatif jawaban dengan nuansa perbedaan yang tipis, dalam hal ini tingkat kedewasaan atau kematangan struktur kognitif peserta didik yang akan mampu membedakan, Dimungkinkan juga jawaban dari pertanyaan yaitu jawaban hipotetik yang harus dibuktikan lebih lanjut kebenarannya.

4). Belajar Bermakna (Meaningful Learning)

Dalam belajar bermakna ada dua hal penting yang harus diperhatikan. pertama, karakteristik bahan yang dipelajari, kedua adalah struktur xognitif dari individu pembelajar. Bahan baru yang akan dipelajari entu saja akan mengubah struktur kognitif peserta didik haruslah bermakna, artinya dapat berwujud istilah yang memiliki makna, konsepkonsep yang bermakna, atau hubungan

60

antara dua atau lebih konsep yang memiliki makna.

Selanjutnya, bahan baru yang akan dipelajari hendaknya dihubungkan dengan struktur kognitif peserta didik secara substansial dan beraturan.

Substansial artinya bahan yang dihubungkan harus sejenis atau sama substansinya dengan yang sudah ada pada struktur kognitif. Beraturan berarti mengikuti aturan yang sesuai dengan sifat bahan tersebut (karakteristik pengetahuan baru yang diperkenalkan kepada peserta didik). Hal lain yang menentukan adalah peserta didik harus memiliki kemauan untuk menghubungkan konsep baru tersebut dengan struktur kogitifnya sendiri secara substansial dan beraturan pula.

Dalam dokumen Strategi pembelajaran inovatif (Halaman 71-81)