• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN

3.2 Teori Audit Secara Umum

Laporan keuangan yang disusun oleh suatu entitas merupakan bentuk pertanggungjawaban dan cerminan dari segala aktivitas usaha entitas dalam satu periode operasional. Selain itu juga merupakan bentuk komunikasi mengenai kondisi entitas terutama tentang masalah keuangan terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders).

Bentuk pertanggungjawaban ini kadang terdapat beberapa masalah. Laporan keuangan yang disusun oleh entitas dalam beberapa kondisi dapat menghasilkan informasi yang tidak relevan dan representatif sehingga informasi tersebut bisa membuat para pemangku

kepentingan dalam pengambilan keputusan. Hal itu dapat karena fraud atau error. Oleh karena karena itu dibutuhkan suatu hal yang dapat memastikan bahwa laporan keuangan tersebut wajar sehingga informasi yang dihasilkan menjadi lebih andal dan terpercaya serta dapat digunakan dalam pembuatan keputusan. Dalam hal ini, audit diperlukan untuk memastikan dan memberi keyakinan pada laporan keuangan bahwa laporan tersebut disajikan oleh entitas secara wajar dan bebas dari kesalahan yang material.

Menurut International Standards on Auditing (ISA 200) dalam Hayes et al (2014), audit merupakan sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif terkait dengan asersi mengenai tindakan dan peristiwa ekonomi untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan.

Intinya, audit adalah proses yang terstruktur dan direncanakan untuk memperoleh bukti berkaitan dengan kesesuaian laporan keuangan entitas terhadap standar yang berlaku sehingga pada akhirnya dapat memberikan keyakinan apakah laporan keuangan disusun secara wajar dan bebas dari salah saji material sehingga laporan keuangan tersebut dapat diandalkan oleh pihak yang berkepentingan.

Audit sendiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan tujuan pemeriksaan, yaitu:

a. Audit atas laporan keuangan (financial statement audit), yaitu suatu audit yang dilaksanakan untuk menentukan dan memberi keyakinan mengenai apakah laporan keuangan yang dibuat oleh entitas telah disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku dan bebas dari salah saji material sehingga laporan keuangan tersebut disajikan secara wajar dan dapat digunakan dalam pengambilan keputusan oleh para pemangku kepentingan.

b. Audit opersional (operational audit), yaitu suatu audit yang mengukur dan mengevaluasi atas efektivitas dan efisiensi dari kegiatan operasional entitas seperti metode produksi dan prosedur operasi yang dilakukan oleh entitas. Output yang dihasilkan adalah rekomendasi untuk meningkatkan keefektivan dan keefisiensian atas aktivitas operasional entitas.

c. Audit kepatuhan (compliance audit), yaitu suatu audit yang dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit telah mengikuti berbagai prosedur, aturan, atau regulasi yang ditetapkan oleh lembaga yang lebih berwenang.

Berikut ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan audit secara umum seperti tujuan dan asersi manajemen, bukti audit, risiko audit, sampai nantinya proses berjalannya audit.

1. Tujuan Audit dan Asersi Manajemen

ISA 200 menjabarkan mengenai tujuan audit adalah untuk meningkatakan tingkat kepercayaan dari para pemegang kepentingan terkait laporan keuangan yang diaudit seperti para pemegang saham dan pemerintah. Hal ini dicapai dengan dikeluarkannya opini audit oleh auditor mengenai apakah laporan keuangan telah disiapkan, dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka pembuatan laporan keuangan yang berlaku.

ISA 200 juga menjelaskan tujuan seorang auditor selama melaksanakan proses audit, yaitu:

a. Memperoleh keyakinan atas apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah bebas dari salah saji material, baik itu karena kecuangan maupun karena kesalahan, sehingga auditor dapat menyatakan opini apakah laporan keuangan tersebut telah dipersiapkan, di dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka pembuatan laporan keuangan yang berlaku.

b. Membuat laporan atas laporan keuangan dan mengkomunikasikannya sesuai dengan yang diwajibkan oleh ISA, berkaitan dengan temuan-temuan auditor tersebut.

Berdasarkan ISA 315, dalam audit harus dilakukan suatu prosedur audit untuk mendapatkan bukti tentang asersi manajemen yaitu laporan keuangan. Asersi itu sendiri adalah representasi manajemen, baik secara eksplisit maupun implisit, yang terkandung dalam laporan keuangan. Asersi digunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan salah saji dalam laporan keuangan. Berikut ini adalah kategori asersi berdasarkan ISA 315 paragraf A111:

a. Asersi terkait jenis transaksi

Kelompok asersi untuk jenis-jenis transaksi (classes of transactions) dan peristiwa (events) untuk periode yang diaudit dapat dijelaskan pada tabel 3.1. berikut:

Tabel 3.1. Asersi untuk Jenis Transaksi

Asersi Penjelasan

Keterjadian (Occurrence) Transaksi dan kejadian yang telah dicatat memang terjadi dan merupakan transaksi dan peristiwa dari entitas yang bersangkutan

Kelengkapan (Completeness)

Seluruh transaksi dan kejadian yang seharusnya dicatat oleh entitas, memang sudah dicatat

Akurasi (Accuracy) Angka-angka, jumlah-jumlah, dan data lainnya yang berkaitan dengan transaksi dan peristiwa yang dicatat, sudah dicatat dengan akurat

Pisah batas (Cutoff) Transaksi dan peristiwa dicatat dalam periode akuntansi yang sesuai

Klasifikasi (Classification) Transaksi dan kejadian telah dicatat di akun yang benar

Sumber: Tuanakotta (2015), Audit Kontemporer yang telah diolah kembali

b. Asersi terkait saldo akun

Kelompok asersi untuk saldo akun (account balances) pada akhir periode yang diaudit dijelaskan dalam table 3.2. berikut:

Tabel 3.2. Asersi untuk Saldo Akun

Asersi Penjelasan

Keberadaan (Existence) Aset, liabilitas, dan ekuitas benar-benar ada Hak dan Kewajiban (Rights

and Obligations)

Entitas memiliki, memegang, menguasai atau mengontrol aset yang menjadi haknya, dan liabilitas yang menjadi kewajibannya

Kelengkapan (Completeness) Seluruh aset, liabilitas, dan ekuitas yang seharusnya dicatat telah dicatat oleh entitas

Penilaian dan Alokasi (Valuation and Allocation)

Aset, liabilitas, dan ekuitas dalam laporan keuangan dicatat dengan jumlah yang benar, serta semua penyesuaian atas penilaian atau alokasi telah dicatat dengan benar.

Sumber: Tuanakotta (2015), Audit Kontemporer yang telah diolah kembali

c. Asersi terkait penyajian dan pengungkapan.

Kelompok asersi yang berhubungan dengan penyajian (presentations) dan pengungkapan (disclousures) dalam laporan keuangan dijelaskan pada table 3.3. berikut:

Tabel 3.3. Asersi tentang Penyajian dan Pengungkapan

Asersi Penjelasan

Keterjadian serta Hak dan Kewajiban (Occurence and Rights and Obligations)

Transaksi, peristiwa, dan hal-hal lainnya yang diungkapkan dalam laporan keuangan entitas memang terjadi dan berkaitan dengan entitas tersebut

Kelengkapan (Completeness)

Semua pengungkapan yang seharusnya disertakan di dalam laporan keuangan memang telah diikutsertakan dalam laporan keuangan

Klasifikasi dan Pemahaman (Classification and Understandability)

Informasi keuangan telah disajikan dan dideskripsikan dengan sesuai, serta pengungkapan yang ada telah disampaikan dengan jelas

Akurasi dan Penilaian (Accuracy and Valuation)

Informasi keuangan dan informasi lainnya telah diungkapkan dengan wajar serta dalam jumlah yang sesuai.

Sumber: Tuanakotta (2015), Audit Kontemporer yang telah diolah kembali

2. Bukti Audit

Tuanakotta (2015) dalam bukunya yang berjudul Audit Kontemprer mendeskripsikan bukti audit sebagai informasi yang digunakan auditor untuk menarik kesimpulan yang menjadi dasar pemberian opini auditnya. Bukti audit, digunakan oleh auditor sebagai dasar pengambilan opini terhadap suatu laporan keuangan. Terdapat dua kriteria utama bukti audit yang dapat dijadikan landasan pemberian opini yaitu ketepatan bukti audit (appropriateness of audit evidence) dan kecukupan bukti audit (sufficiency of audit effidence). Ketepatan bukti audit adalah ukuran mutu atau kualitas atas bukti audit yang diperoleh. Ukuran kualitas tersebut dinilai dengan relevansi (relevance) dan keandalan (reliability) bukti yang menjadi dasar dalam mendukung kesimpulan untuk pemberian opini audit pada laporan keuangan. Sedangkan kecukupan bukti audit adalah suatu ukuran kuantitas atas bukti audit yang diperoleh auditor. Kuantitas tersebut

mempertimbangkan antara lain penilaian auditor terkait risiko salah saji material (semakin besar risikonya, maka akan dibutuhkan semakin banyak bukti audit, begitupun sebaliknya) dan mutu dari bukti audit (semakin baik mutu atau kualitas bukti audit yang diperoleh, maka semakin sedikit bukti audit yang dibutuhkan, begitupun sebaliknya).

Dalam hal mengumpulkan bukti, auditor melakukan prosedur audit. ISA 500 memuat beberapa prosedur yang dapat digunakan auditor dalam rangka pengumpulan bukti yaitu:

1. Inspeksi (Inspection)

Inspeksi mengandung pengertian pemeriksaan atau catatan dokumen, baik internal maupun eksternal, dalam bentuk kertas, elektronik, atau media lainnya.

2. Pengamatan (Observation)

Pengamatan merupakan kegiatan melihat suatu proses atau prosedur yang dilakukan oleh orang lain. Hal ini dapat dijadikan auditor sebagai bukti audit seperti kontrol atas pengendalian internal.

3. Konfirmasi Eksternal (External Confirmation)

Konfirmasi eksternal adalah jenis bukti berupa tanggapan tertulis secara langsung yang diperoleh auditor atas permintaannya kepada pihak ketiga dalam bentuk kertas, elektronik, atau media lainnya.

4. Perhitungan Kembali (Recalculation)

Perhitungan kembali berarti mengecek atau memeriksa kembali berkaitan dengan keakurasian aatau ketelitian matematik dalam catatatan atau dokumen.

5. Lakukan Kembali (Reperformance)

Auditor melakukan kembali secara independent prosedur atau pengendalian yang telah (atau seharusnya sudah) dikerjakan sebagai bagian dari sistem pengendalian internal di entitas yang bersangkutan.

6. Prosedur Analitikal (Procedure Analytical)

Prosedur analitikal adalah suatu prosedur untuk mengevaluasi informasi keuangan dengan menganalisis hubungan yang nalar (analysis of plausible relationships) antara data keuangan yang ada dalam laporan keuangan entitas dengan data non keuangan yang diperoleh auditor.

7. Bertanya (Inquiry)

Bertanya adalah mencari informasi dari orang yang mengetahui masalahnya baik masalah keuangan maupun non keuangan dari orang didalam atau di luar entitas.

3. Risiko Audit

Tuanakotta (2015) dalam bukunya yang berjudul Audit Kontemporer menjelaskan bahwa auditor memiliki risiko berkenaan dengan opini yang dikeluarkannya. Hal ini disebut risiko audit. Risiko audit (audit risk) adalah risiko memberikan opini audit yang tidak tepat (an inappropriate audit opinion) atas laporan keuangan yang disajikan secara material. Untuk meminimalkan hal tersebut, auditor harus menekan risiko audit ini ke tingkat rendah yang dapat diterima oleh auditor. Risiko audit ini memiliki tiga komponen yaitu:

a. Inherent Risk (risiko inheren) adalah segala risiko yang melekat atas suatu transaksi, saldo akun, pengungkapan, maupun kejadian lainnya yang memungkinkan terjadinya kesalahsajian yang material tanpa memperhitungkan adanya pengendalian terkait

b. Control Risk (risiko kontrol) adalah risiko bahwa terjadi salah saji yang mungkin material pada sebuah asersi tidak terdeteksi pada waktunya oleh pengendalian internal entitas

c. Detection Risk (risiko deteksi) adalah risiko bahwa prosedur audit yang dijalankan oleh auditor untuk menekan risiko audit ke tingkat yang lebih rendah tidak dapat mendeteksi salah saji yang dapat bersifat material, baik secara individu ataupun gabungan.

Ketiga komponen risiko tersebut dapat diformulasikan dengan rumus berikut :

𝐴𝑅 = 𝐼𝑅 π‘₯ 𝐢𝑅 π‘₯ 𝐷𝑅 atau

𝐷𝑅 = 𝐴𝑅 𝐼𝑅 π‘₯ 𝐢𝑅 Keterangan:

AR = Audit risk CR = Control risk

Mengacu pada rumusan dalam model risiko audit dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa risiko audit akan semakin besar apabila risiko bawaan (inherent risk) dari entitas yang diaudit bernilai besar, ketidakefektifan pengendalian (control risk) dan risiko pendeteksian (detection risk) yang besar. Auditor perlu menekan risiko audit pada titik seminimum mungkin yang dapat diterima berrti risiko deteksi harus rendah untuk menekan risiko audit ke tingkat yang lebih rendah. Auditor perlu mempersiapkan strategi pendeteksian yang tepat untuk dapat meminimalisir adanya risiko audit yang lebih besar.

Ketika entitas memiliki risiko bawaan dan risiko pengendalian yang tinggi maka bukti audit yang harus diperoleh auditor dalam pengujian substantif akan semakin banyak dibandingkan yang memiliki risiko bawaan dan pengendalian yang rendah.

4. Materialitas

Proses audit intinya adalah memberi suatu keyakinan bahwa laporan keuangan dari suatu entitas disajikan secara wajar dan bebas dari salah saji material. Jadi salah satu hal terpenting dalam audit adalah penentuan hal yang bersifat material. Meterialitas merupakan suatu konsep untuk mengukur berapa besar dan pentingnya suatu salah saji (misstatements) dalam laporan keuangan. Materialitas dapat didefinisikan sebagai besarnya kelalaian atau salah saji pada informasi akuntansi yang dapat mengubah atau mempengaruhi keputusan dari para pengguna laporan keuangan. Materialitas juga bisa diartikan sebagai tingkat kesalahan atas laporan keuangan yang masih dapat diterima oleh seorang auditor dalam proses auditnya serta pemberian opininya. Penilaian mengenai materialitas dalam suatu laporan keuangan disasarkan professional judgement auditor dan persepsi auditor terhadap kebutuhan informasi bagi pengguna laporan keuangan. Konsep ini diterapkan ketika melakukan perancanaan audit serta dalam melakukan evaluasi atas dampak yang ditimbulkan atas salah material dari audit.

Tuanakotta (2015) membagi materialitas ke dalam dua tingkat materialitas yaitu materialitas pada tingkat laporan keuangan secara menyeluruh (financial statement level) atau disebut dengan overall materiality dan materialitas pada tingkat saldo akun, jenis transaksi, dan pengungkapan atau disebut dengan spesific materiality. Secara umum, nilai performance materiality atau materialitas khusus pada suatu akun yang nilainya lebih kecil dibandingkan dengan nilai materialitas secara keseluruhan. Dan penentuan masing- masing tingkatan akan sangat tergantung dengan penilaian profesional auditor itu sendiri.

Contoh untuk menentukan materialitas keseluruhan auditor menggunakan rumus 10%

dari total laba setelah pajak dan nilai dari materialitas khusus adalah 5% dari materialitas keseluruhan.

5. Proses Audit

Proses audit terbagi menjadi beberapa tahapan. Penulis mengacu pada sebuah buku berjudul Principle of Auditing: An Introduction to ISA yang ditulis oleh Hayes et al.

(2014) dalam menjelaskan mengenai proses audit. Buku ini menjelaskan terdapat empat fase atau tahapan dari proses audit. Tahapan tersebut dapat dilihat dalam gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1 Tahapan Proses Audit

Sumber: Hayes et al. (2014) yang telah diolah kembali

Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing tahapan dalam proses audit menurut Hayes et al. (2014) dalam bukunya yang berjudul Principle of Auditing: An Introduction to ISA.

Tahap I: Penerimaan Klien

Umumnya dalam suatu proses audit, Kantor Akuntan Publik (KAP) mengenal dua jenis klien yaitu klien lama dan klien baru. Pada tahapan ini, auditor akan menilai dan memutuskan apakah menerima penugasan dari klien baru. Untuk klien lama. Auditor akan memilih apakah akan melanjutkan penugasan atau tidak. Hal tersebut berkaitan

Tahap I Penerimaan

Klien

Tahap II Perencanaan

Tahap III Pengujian dan

Pengumpulan Bukti

Tahap IV Evaluasi dan

Pelaporan

dengan risiko dari klien yang kemungkinan berpotensi meningkatkan risiko audit.

Prosedur yang dilakukan dalam tahapan penerimaan klien adalah sebagai berikut:

1) Mengevaluasi Latar Belakang Klien

Auditor harus mengevaluasi latar belakang klien untuk memperoleh pengetahuan mengenai bisnis yang dijalankan oleh klien agar dapat mengidentifikasi dan memahami peristiwa, transaksi dan hal-hal lainnya yang mungkin akan berdampak signifikan pada laporan keuangan entitas.

2) Menentukan Kemampuan Auditor untuk Memenuhi Persyaratan Etika Terkait Perikatan dengan Klien

Setelah memahami latar belakang klien, auditor akan dapat mengevaluasi risiko yang timbul dari perikatan dengan klien sehingga auditor dapat menentukan apakah persyaratan profesional dan etika sehubungan dengan perikatan dapat terpenuhi. Setelah itu, auditor akan memilih anggota tim audit yang memiliki kompetensi.

3) Menentukan Kebutuhan Jasa Profesional Lain

Dalam beberapa kondisi dalam melakukan proses audit, auditor dapat menggunakan jasa profesional atau spesialis lain jika dibutuhkan. Contohnya untuk menilai nilai wajar suatu aset auditor dapat menggunakan jasa appraisal atau dalam penentuan adanya kewajiban kontigensi auditor dapat menggunakan jasa ahli hukum.

4) Berkomunikasi dengan Auditor Sebelumnya

Auditor perlu untuk berkomunikasi dengan auditor sebelumnya untuk membahas apakah terdapat fakta teknis atau pelanggaran etika yang harus diketahui oleh auditor saat ini. Komunikasi ini juga bertujuan untuk menghindari adanya opinion shopping serta untuk memastikan bahwa hubungan kerjasama klien dengan auditor yang sebelumnya telah berakhir.

5) Menyiapkan Proposal Perikatan

Proposal perikatan dibuat agar auditor dan klien memiliki pemahaman yang sama terkait proses audit yang akan dilaksanakan. Dalam prosposal ini isinya antara lain jasa audit yang akan diberikan, jangka waktu audit, biaya audit, tim audit, pendekatan audit, kualitas audit dan penggunaan auditor internal.

6) Membuat Engagement Letter

Engagement letter adalah sebuah kesepakatan antara Kantor Akuntan Publik (KAP) dan klien terkait dengan pelaksanaan audit dan jasa lainnya. Engagement letter sendiri merupakan suatu bentuk konfirmasi atas penerimaan klien. Hal yang diatur lainnya adalah tujuan dan ruang lingkup audit, kewajiban serta batasan- batasan dalam perikatan audit.

Tahap II: Perencanaan

Tujuan dari adanya perencanaan ini adalah untuk dapat menghasilkan proses audit yang efektif dan efisien. Objektif utamanya adalah untuk menentukan jumlah dan jenis dari bukti yang dibutuhkan untuk memberikan keyakinan pada auditor bahwa laporan keuangan yang diaudit dibuat secara wajar dan bebas dari salah saji yang material. Prosedur yang dilakukan pada tahapan perencanaan adalah sebagai berikut:

1) Melaksanakan Prosedur Audit untuk Memahami Lingkungan Bisnis dan Pengendalian Internal

Auditor dalam memahami lingkungan bisnis klien dapat melalui beberapa prosedur. Prosedur yang biasa dilakukan seperti tanya jawab dengan pihak manajemen, melakukan prosedur analitis, observasi dan inspeksi. Beberapa aspek yang perlu dipahami terkait lingkungan bisnis klien antara lain:

β€’ Industri klien, peraturan yang berlaku (contohnya undang-undang, standar akuntansi dan peraturan lainnya) dan faktor eksternal lainnya

β€’ Sifat dari entitas klien, termasuk pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi

β€’ Tujuan, strategi dan risiko dari klien yang berhubungan dengan bisnis yang berpotensi menyebabkan salah saji material pada laporan keuangan

β€’ Pengukuran dan peninjauan atas kinerja keuangan klien

β€’ Pengendalian internal yang ada dalam klien

2) Menilai Risiko Salah Saji Material atas Laporan Keuangan

Dalam penilaian mengenai risiko salah saji material pada laporan keuangaan klien, auditor dapat melakukan beberapa prosedur berikut:

β€’ Mengidentifikasi risiko dengan mengembangkan pemahaman mengenai entitas klien dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal klien yang relevan dengan risiko yang dihadapi entitas.

β€’ Menghubungkan risiko yang teridentifikasi dengan dampaknya terhadap asersi manajemen

β€’ Menentukan apakah besarnya risiko dapat menyebabkan salah saji yang material pada laporan keuangan

β€’ Mempertimbangkan kemungkinan bahwa risiko akan menghasilkan salah saji material pada laporan keuangan dan dampaknya terhadap kelompok transaksi, saldo akun dan pengungkapan

3) Menentukan Materialitas

Auditor, dalam proses audit, perlu menentukan materialitas karena objektif dari audit adalah memberi keyakinan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan entitas wajar dan bebas dari salah saji material. Materialitas perlu agar auditor dapat menentukan dan mengidentifikasi apakah ada kesalahan yang bersifat material baik secara ukuran ataupun sifat.

4) Menyiapkan Audit Memorandum dan Audit Program

Audit memorandum berisi rangkuman keseluruhan strategi audit dan keputusan mengenai keseluruhan lingkup audit, penekanan, dan pelaksanaan audit serta rencana tanggapan audit pada tingkat laporan keuangan bersamaan dengan ringkasan mengenai hal-hal signifikan yang didokumentasikan dalam audit program. Melalui audit program, auditor menentukan sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit yang direncanakan untuk mengimplementasikan strategi audit secara keseluruhan.

Tahap III: Pengujian dan Pengumpulan Bukti

Tahap ini merupakan tahap inti dari proses audit yang bertujuan untuk menguji bukti – bukti audit yang didapatkan sehingga mampu memberikan keyakinan kepada auditor untuk mengeluarkan opini audit atas kewajarana laporan keuangan entitas.

Prosedur yang dapat dilakukan pada tahapan pengujian dan pengumpulan bukti adalah:

1) Pengujian Pengendalian

Pengujian pengendalian dilakukan untuk menguji efektivitas dari prosedur dan kebijakan pengendalian dalam mendukung pengurangan risiko pengendalian.

Pengujian pengendalian dapat dilakukan melalui tanya jawab dengan manajemen, observasi, inspeksi atau reperformance. Semakin bagus pengendalian suatu entitas maka bukti yang dikumpulkan untuk mendukung opini audit semakin sedikit. Saat pengendalian buruk, auditor harus mengumpulkan bukti yang lebih banyak dan memadahi agar nanti auditor tidak salah dalam memberi opini.

2) Prosedur Substantif

Prosedur substantif lebih mengarah ke pengujian dokumen. Prosedur substantif terdiri dari prosedur analitis dan pengujian detail. Prosedur ini merupakan respon terhadap penilaian auditor mengenai risiko salah saji material. Semakin tinggi risiko yang dinilai, semakin besar jangkauan dan waktu dari prosedur substantif.

3) Prosedur Analitis

Prosedur analitis bertujuan untuk memperoleh keyakinan bahwa tidak terdapat salah saji material pada saldo akun di laporan keuangan. Prosedur ini dilakukan dengan cara melihat laporan keuangan entitas kemudian auditor mencari hubungan antar saldo akun-akun tersebut. Prosrdur snslitid dapat dilakukan dengan menggunakan analisis rasio, analisis tren, analisis statistik dan pengambilan data.

4) Pengujian Detail

Pengujian detail melihat substansi dari sebuah akun dengan menganalisis rincian atau detailnya. Pengujian ini digunakan untuk mengumpulkan bukti audit yang memastikan angka dalam laporan keuangan berkenaan dengan asersi-asersi tertentu.

Tahap IV: Evaluasi dan Pelaporan

Tujuan utama dalam tahap ini adalah untuk mereviu segala prosedur audit yang sudah dijalankan dan melengkapi prosedur audit yang dirasa masih kurang untuk menarik kesimpulan yang nantinya menjadi landasan atas opini yang dikeluarkan pada laporan keuangan entitas. Prosedur yang dilakukan pada tahap evaluasi dan pelaporan antara lain:

β€’ Apakah bukti yang didapat telah sesuai dan cukup sebagai landasan atas opini yang dikeluarkan

β€’ Apakah ada berbagai kejadian yang terjadi setelah masa periode pelaporan (subsequent events) yang akan mempengaruhi laporan keuangan pada periode audit

β€’ Apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan kebijakan akuntansi yang berlaku

β€’ Apakah informasi keuangan telah memenuhi peraturan dan regulasi terkait

β€’ Informasi keuangan telah sesuai dengan pemahaman yang dimiliki auditor mengenai bisnis dari entitas klien

β€’ Terdapat pengungkapan yang cukup atas hal-hal material yang relevan dengan penyajian laporan keuangan

β€’ Menyiapkan laporan hasil pengerjaan audit yang ditujukan kepada kepala perikatan audit (engagement leader)

β€’ Melaporkan hasil audit kepada para direksi dan dewan komisaris (board of directors) entitas yang diaudit

β€’ Membuat kesimpulan audit dan menyusun laporan audit.

6. Opini Audit

Pada akhir proses audit, auditor harus mengeluarkan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit untuk memastikan apakah laopan keuangan tersebut dibuat secara wajar dan bebas dari salah saji material. Hayes et al. (2014) dalam bukunya yang berjudul Principle of Auditing: An Introduction to ISA membagi secara garis opini auditor atas hasil audit laporan keuangan historis perusahaan kedalam empat opini. Keempat opini itu antara lain:

a. Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified/Unmodified Opinion)

Opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atau unqualified/unmodified opinion menyatakan dan memberi assurans bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh entitas telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang bersifat material dan telah sesuai dengan standar yang berlaku seperti standar akuntansi (PSAK) dan peraturan pemerintah terkait, dalam hal ini peraturan