BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TERM
F. Term yang Berkaitan dengan Asbâth, dan
Kata Ahl149 terdiri dari huruf alif, hâ’, dan lâm yang secara literal mengandung pengertian ramah, senang atau suka150. Kata Ahl juga berarti orang yang tinggal bersama dalam suatu tempat tertentu151. Selain itu, kata Ahl juga bisa berarti masyarakat atau komunitas152. Kata tersebut
149 Kata Ahl dalam bahasa arab terserap kedalam bahasa Indonesia yang mengandung dua pengertian yaitu: 1) orang mahir, faham sekali dalam suatu ilmu (kepandaian). 2) kaum, keluarga, sanak saudara, orang-orang yang termasuk dalam suatu golongan.
Lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998) h. 11.
150 Lihat Buthros al-Butânî, Quthr al-Muhîth, (Beirut: Maktabah Lubnân, 1969), Jilid 1, h. 57. Lihat juga Louis Ma’lûf al- Munjid fi al-Lughah wa al-‘Alâm, (Beirut: Dâr al-Syrûq, 1986), h. 20. Lihat pula A.W. al-Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir, 1984), h. 49.
151 Lihat G. Vaddja, “Ahl al-Kitab”, dalam Ensyclopedia of Islam (Leiden: E.J. Brill, 1960), h. 275
152 Lihat Jhon Penrice, A Dictionary and Glossary of the Koran, Silsilah al-Bayan fî al-Manâqib al-Qur’an, (London: Curson Press, 1985), h. 12
kemudian digunakan untuk menunjuk kepada sesuatu yang mempunyai hubungan yang sangat dekat, seperti ungkapan Ahl al-Rajul, yairtu orang yang menghimpun mereka, baik karena hubungan nasab maupun agama, atau hal-hal yang setara dengannya, seperti profesi, etnis dan komunitas153. Sebuah keluarga disebut Ahl karena anggota-anggotanya diikat oleh hubungan nasab.
Demikian pula komunitas yang mendiami daerah tertentu disebut Ahl karena mereka diikat oleh hubungan geografis154. Bahkan kata Ahl juga digunakan menunjuk hubungan yang didasarkan atas ikatan ideology atau agama, seperti ungkapan Ahl al-Islâm untuk menunjuk penganut agama Islam.155
Kata Ahl dalam Alquran disebut sebanya 125 kali156. Kata tersebut ditemukan penggunaannya secara
153 Lihat penjelasan lebih jauh dalam Al-Raghib Al-Asfahani, Al- Mufradat fi Gharib Al-Qur’an, h. 25, Ibrâhîm al-Abyârî, al- Mausû’ah Al-Qur’âniyah, h. 32
154 Dalam kaitan ini, binatang melata yang sudah jinak disebut ahlîyûn, hal itu disebabkan karena jinaknya sehingga binatang tersebut yang tadinya liar dan berpindah-pindah, lalu menghuni tempat tertentu. Lihat Muhammad ibn ‘Isâ al-Tirmidzî, Sunan Tirmidzî, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1980), Juz III, \ h. 162. Lihat juga al-Dârimî Sunan al-Dârimî, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1978), h. 140
155 Lihat Ahmad ibn Fâris ibn Zakarîyâ, Mu’jam al-Maqâyîs fî al- Lughât, \\ h. 95. Lihat juga dalam Al-Raghib Al-Asfahani, Al- Mufradat fi Gharib Al-Qur’an, h. 25, Ibrâhîm al-Abyârî, al- Mausû’ah Al-Qur’âniyah, h. 32
156 Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras, h. 95-97
bervariasi. Tetapi secara umum, makna yang dikandungnya dapat dikembalikan kepada pengertian kebahasaan. Misalnya menunjuk kepada sesuatu kelompok tertentu, seperti ahl bayt (QS. al-Ahzâb [33]:
33) ditujukan kepada keluarga Nabi. Term Ahl juga dapat menunjuk kepada penduduk (QS. al-Qashas [28]: 45), menunjuk kepada keluarga (QS. Hûd [11]: 40). Al-Qur’an juga mneggunakan term Ahl untuk menunjuk kepada penganut suatu paham dan pemilik ajaran tertentu (QS.
al-Baqarah [2]: 105). Term Ahl juga digunakan Alquran untuk menunjuk kelompok masyarakat yang mempunyai otoritas yang bisa dipertanggungjawabkan dalam bidang keagamaan. Untuk kelompok yang disebutkan terakhir ini, Alquran memerintahkan agar menjadikan mereka sebagai rujukan terhadap masalah-masalah keagamaan yang pelik157.
Sedang kata al-Kitâb yang terdiri dari huruf kâf, tâ’, dan bâ’, secara literal memberikan pengertian menghimpun sesuatu dengan sesuatu yang lain158, seperti menghimpun kulit binatang yang lainnya yang telah disamak dengan menjahitnya159. Term al-Kitâb kemudian diartikan tulisan, karena tulisan itu sendiri menunjukan
157 Lihat QS al-Nahl (16):43dan QS. al-Anbiya’ (21): 7
158 Lihat Ahmad ibn Fâris ibn Zakarîyâ, Mu’jam al-Maqâyîs fî al- Lughât, \ h. 917
159 Lihat dalam Al-Raghib Al-Asfahani, Al-Mufradat fi Gharib Al- Qur’an, h. 440
rangkaian dari beberapa huruf. Termasuk pula firman Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya disebut al-Kitâb karena ia merupakan himpunan dari beberapa lafazh160.
Term al-Kitâb dalam berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 319 kali161. Di dalam Alquran, dengan pengertian yang sangat bervariasi, meliputi pengertian tulisan, kitab, ketentuan, dan kewajiban162. Term al-Kitâb yang menunjuk kepada kitab suci yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, penggunaannya bersifat umum. Umum di sini berarti meliputi semua kitab suci yang telah diturunkan Allah, baik kitab suci yang telah diturunkan kepada nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad saw.,
160 Alquran al-Karim sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammas saw. disebut al-Kitâb. Nama tersebut memberikan isyarat bahwa Alquran sebagai kitab suci, kelak akan ditulis dalam suatu mushaf, meskipun pada masa turunnya belum terhimpun dalam satu mushaf. Hal itu antara lain dikarenakan Alquran turun secara berangsur-angsur.
Disamping itu, nama tersebut mengindikasikan bahwa umat Islam disamping dituntut agar pandai membaca, juga dituntut agar pandai menulis. Bahkan Alquran secara eksplisit memerintahkan perlunya dokumen tertulis apabila seorang melakukan mu’amalah, seperti jual beli, utang piutang dan lainnya, sehingga kemudian ada masalah, maka tulisan dimaksud dapat menjadi salah satu alat bukti. Lihat QS. al- Baqarah (2): 282.
161 Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras, h. 591-595
162 Lihat dalam Al-Raghib Al-Asfahani, Al-Mufradat fi Gharib Alquran, h. 440-443
seperti Nabi Musa a.s. dan ‘Isa a.s.163. maupun untuk menunjuk kepada wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Dengan demikian Term Ahl al-Kitâb mengacu kepada komunitas atau kelompok pemeluk agama yang memiliki kitab suci yang diwahyukan Allah swt. kepada Nabi dan Rasul-Nya. Karena dalam Alquran penyebutan Term Ahl al-Kitâb mayoritas dimaksudkan adalah Banî Isrâ’îl’ dan kaum Yahudi, maka Term Ahl al-Kitâb sangat berkaitan dengan Term Asbâth, dan Yahudi.
Adapun ayat-ayat yang memakai term Ahl al-Kitâb yang khusus menunjuk kepada kaum Yahudi pada umumnya diumgkap dengan nada sumbang. Nada sumbang disini dapat berupa kecaman kepada mereka berkaitan dengan sikap dan perilaku yang buruk, seperti sikap antipati terhadap umat Islam yang mereka tampakan dalam bentuk ketidaksenangan apabila umat Islam memperoleh kebaikan (Q.S al-Baqarah [2]: 105)164. Mereka juga berusaha memperdayakan umat Islam agar kembali kepada kekufuran (Q.S al-Baqarah [2]: 109)165.
163 Lihat QS. al-Baqarah [2]: 53 dan QS. al-Isra’ (17): 2
164 Ayat selengkapnya:
ََٰتيكْلٱ يلْهَأ ْنيم ۟اوُرَفَك َنييذَّلٱ ُّدَوَ ي اَّم نَم ۦيهيتَْحَريب ُّصَتَْيَ َُّللَّٱَو ۗ ْمُكي بَّر ني م ٍْيرَخ ْني م مُكْيَلَع َلَّزَ نُ ي نَأ َينيكيرْشُمْلٱ َلََو يب
يمييظَعْلٱ يلْضَفْلٱ وُذ َُّللَّٱَو ۚ ُءٓاَشَي
165 Ayat selengkapnya:
Kedua ayat tersebut turun berkaitan dengan sikap dan perilaku buruk orang-orang Yahudi terhadap umat Islam166.
Diantara tindakan yang dilakukan kaum Yahudi untuk membuat umat Islam ragu terhadap ajaran yang dibawa Rasulallah saw adalah berpura-pura masuk Islam kemudian mengingkari kembali (Ali ‘Imran [3]: 72)167. Mereka pun berusaha menyudutkan umat Islam dengan meminta kepada Nabi Muhammad saw. agar kepada orang-orang Yahudi diturunkan sebuah kitab secara khusus kepada mereka. Akan tetapi Al-quran menyatakan, bahwa permintaan demikian bukan merupakan suatu hal yang baru di kalangan mereka (QS.
al-Nisa’ [4]: 153)168. Permintaan tersebut mereka ajukan, bukan untuk mencari kebenaran melainkan untuk menyudutkan Rasulallah saw.
َب ْۢن ِ م ْمُكَن ْوُّد ُرَي ْوَل ِبٰتِكْلا ِلْهَا ْنِ م ٌرْيِثَك َّد َو اَم ِدْعَب ْۢنِ م ْمِهِسُفْنَا ِدْنِع ْنِ م اًدَسَح ۚا ًراَّفُك ْمُكِناَمْيِا ِدْع
ِدَق ٍءْيَش ِ لُك ىٰلَع َ هاللّ َّنِا ۗ ٖه ِرْمَاِب ُ هاللّ َيِتْأَي ىهتَح ا ْوُحَفْصا َو ا ْوُفْعاَف ۚ ُّقَحْلا ُمُهَل َنَّيَبَت ٌرْي
166 Abu Husayn ‘ali ibn Ahmad Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul Alquran, (t.t.p. : Dar sl-Tsaqafah al-Islamiyah, 1404 H/ 1984 M), h. 31- 32
167 Ayat selengkapnya:
ا َو ِراَهَّنلا َهْج َو ا ْوُنَمٰا َنْيِذَّلا ىَلَع َل ِزْنُا ْْٓيِذَّلاِب ا ْوُنِمٰا ِبٰتِكْلا ِلْهَا ْنِ م ٌةَفِٕىٰۤاَّط ْتَلاَق َو ٗه َر ِخٰا ا ْْٓو ُرُفْك
َعَل َۚن ْوُع ِج ْرَي ْمُهَّل
168 Ayat selengkapnya:
ِلٰذ ْنِم َرَبْكَا ىْٰٓس ْوُم ا ْوُلَاَس ْدَقَف ِءٰۤاَمَّسلا َنِ م اًبٰتِك ْمِهْيَلَع َل ِ زَنُت ْنَا ِبٰتِكْلا ُلْهَا َكُلَٔـْسَي اَن ِرَا ا ْْٓوُلاَقَف َك
َّمُث ْۚمِهِمْلُظِب ُةَقِعاَّصلا ُمُهْتَذَخَاَف ًة َرْهَج َ هاللّ
ُتٰنِ يَبْلا ُمُهْتَءٰۤاَج اَم ِدْعَب ْۢنِم َلْجِعْلا اوُذَخَّتا
اًنْيِبُّم اًنٰطْلُس ىٰس ْوُم اَنْيَتٰا َو ۚ َكِلٰذ ْنَع اَن ْوَفَعَف
Setelah berbagai pelanggaran baik secara terselubung dan terang-terangan yang dilakukan orang-orang Yahudi di Madinah, maka Rasulallah saw. kemudian bertindak tegas kepada mereka, di antara tindakan tegas Rsaulallah saw tersebut adalah mengusir mengusir orang-orang Yahudi Bani Nadhir dari Madinah (QS. al-Hasyr [59]: 2,11)169 serta hukuman tegas terhadap Yahudi Bani Qurayzhah yang telah mengkhianati umat Islam (QS. al-Ahzab [33]:
169 Ayat selengkapnya:
ٓ ِرْشَحْلآِل َّوَ ِلِْٓمِه ِراَيِدٓ ْنِمِٓبٰتِكْلآِلْهَآ ْنِمٓا ْو ُرَفَكَٓنْيِذَّلآَج َرْخَآْٓيِذَّلآ َوُه
ٓا ْوُج ُرْخَّيٓ ْنَآْمُتْنَنَظٓاَمٓٓ
ِٓفٓ َفَذَق َوٓا ْوُبِسَتْحَيْٓمَلُٓثْيَحٓ ْنِمُٓ هاللُّٰٓمُهىٰتَاَفِٓ هاللَّٰٓنِِّمْٓمُهُن ْوُصُحْٓمُهُتَعِناَّمْٓمُهَّنَآا ْٓوُّنَظ َو
ُٓمِهِب ْوُلُقْٓي
َٓفٓ ََۙنْيِنِم ْؤُمْلآىِدْيَا َوْٓمِهْيِدْيَاِبْٓمُهَت ْوُيُبَٓن ْوُب ِرْخُيٓ َبْع ُّرلا
ِٓراَصْبَ ْلِآىِلوُآٰيٓا ْو ُرِبَتْعا
BAB III
SEJARAH KEMUNCULAN TERM ASBÂTH, BANÎ ISRÂ’ÎL, DAN YAHUDI DALAM ALQUR’AN
Pada Bagian ketiga ini, pembaca akan diberikan informasi mengenai sejarah kemunculan term Asbâth, Banî Isrâ’îl dan Yahudi dalam al-Qur’an. Pembahasan dimulai dari gambaran kisah yusuf dalam al-qur’an (awal masuknya banî isrâ’îl ke mesir), sejarah kemunculan term asbâth ,sejarah kemunculan term banî isrâ’îl, sejarah kemunculan term yahudi yang akan dipaparkan dengan menggunakan pendekatan sejarah (historical approach)
Karena penelitian buku inj merupakan penelitian kepustakaan / library research murni, maka digunakan pendekatan historis. Pendekatan historis ini muncul pada akhir abad Sembilan belas, yang memiliki pandangan bahwa suatu entitas, baik institusi, nilai, ataupun agama, berasal dari fisik, sosio-kultural, dan sosio-religius tempat entitas itu muncul; yang berarti ada hukum kausalitas dari setiap peristiwa-peristiwa historis170. Pendekatan historis ini mempertanyakan tiga persoalan pokok: pertama, persoalan genetic; kedua, persoalan orisinalitas; dan ketiga, rekonstruksi sejarah.
170 Ace Saifudin, Metodologi dan Corak Tafsir Modern: Telaah terhadap pemikiran J. J. G. Jansen”, Al-Qalam, Vol 20, No. 96 (2003), 60
A. Gambaran Kisah Yusuf dalam Al-Qur’an (Awal