• Tidak ada hasil yang ditemukan

VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN 1. Validitas

BELAJAR BEBAS

B. VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN 1. Validitas

Sebelum peneliti menggunakan instrumen yang telah disusun untuk pengum- pulan data, peneliti harus yakin apakah instrumen itu valid? Betulkah akan meng- ukur konstruk, aspek, atau perilaku yang ingin diukur? Anastasi menyatakan: “The  validity of a test concern what do test measure and how well it does so,” sedangkan  Adkin menyatakan pula: The validity of a test concern how well a test measures an ex- ternal criterion  (p. 131). Pendapat yang hampir bersamaan dengan itu, dikemukakan pula oleh Nachmias:  validity is concerned with the question: Is one measuring what one thinks one is measuring?  (Nachmias, p. 40). Beberapa pendapat itu menunjuk- kan bahwa validitas suatu instrumen yaitu seberapa jauh instrument itu benar-benar mengukur apa (objek) yang hendak diukur. Umpama: apabila seseorang ingin meng- ukur kemampuan mahasiswa dalam ilmu pemerintahan, maka materi yang diujikan hendaklah terfokus pada meteri ilmu pemerintahan. Jangan terjadi salah arah dengan memberikan sebanyak mungkin istilah asing, sehingga berubah menjadi ujian bahasa asing bukan ilmu pemerintahan.

Makin tinggi validitas suatu instrumen, makin baik instrumen itu untuk digu- nakan. Tetapi perlu diingat bahwa validitas alat ukur itu tidaklah dapat dilepaskan dari kelompok yang dikenai instrumen itu karena berlakunya validitas tersebut hanya

    c .     o     m      /      i    n      d    o    n    e    s      i    a    p    u    s      t    a      k    a

terbatas pada kelompok itu atau kelompok lain yang kondisinya hampir sama dengan kelompok tersebut. Oleh karena itu, suatu alat ukur yang valid untuk kelompok be- lum tentu valid untuk kelompok lain.

a. Jenis Validitas 

 Validitas suatu instrumen dapat dilihat dari isi atau konsep maupun daya ramal yang terdapat pada instrumen itu. Di samping itu dapat pula dilihat dengan memper- hatikan bentuknya atau hubungannya dengan tes/instrumen lain secara empirik dan statistik. Sehubungan dengan itu validitas dapat dibedakan atas:

1) Validitas isi.

2) Validitas konstruk.

3) Validitas prediktif.

4) Validitas pengukuran serentak.

Tiap-tiap jenis itu akan diuraikan lebih lanjut pada uraian berikut ini.

1. Validitas Isi ( Content Validity  )

 Validitas isi merupakan modal dasar dalam suatu instrumen penelitian, sebab kesahihan/validitas isi akan menyatakan keterwakilan aspek yang diukur dalam in- strumen. Validitas isi dipandang dari segi isi instrumen yang diberikan. Kerlinger (1973) menyatakan: “ Content validity is the repsentativenes or sampling adequacy of the content the substance, the matter, the topics—of a measuring instrumen. ” Oleh ka- rena ini validitas isi akan ditentukan oleh ketetapan atau kerepresentatifan pengam-  bilan sampel dari isi yang ingin diteliti. Adapun Gronlund menyatakan: “ Content  validity may be defined as the extent to which a test measure a representative sample

of domain of tests under consideration”  (Gronlund, 1981).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa validitas isi ini lebih menekankan pada keabsahan instrumen yang disusun dikaitkan dengan domain yang ingin diukur. Se- hubungan dengan itu, spesifikasi apa yang ingin diukur harus tergambar dengan  jelas dan tuntas. Ini berarti pula sebelum menyusun spesifikasi harus jelas terlebih dahulu apa tujuan yang ingin dicapai dengan instrumen tersebut. Berdasarkan tujuan tersebut, maka peneliti dapat pula menetapkan cakupan atau ruang lingkup yang akan ditanyakan. Sejalan dengan itu, bobot masing-masing bahan yang diwakili da- lam instrumen seimbang dengan cakupan yang tersedia.

Umpama: Peneliti ingin mengetahui tentang hubungan motivasi berprestasi ma- hasiswa hasil dalam belajar. Peneliti itu terlebih dahulu harus memahami konsep atau konstruk motivasi berprestasi secara mendasar,sehingga dapat membedakannya dari konsep lain, seperti motivasi belajar, minat belajar, atau kebiasaan belajar. Selanjut-

    c .     o     m      /      i    n      d    o    n    e    s      i    a    p    u    s      t    a      k    a

nya, mencari hubungan motivasi berprestasi dengan hasil belajar dengan mengguna- kan analisis statistik.

 Agar dalam menyusun instrumen yang baik untuk penelitian dan mempunyai  validitas isi yang tinggi, maka peneliti hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai  berikut:

◆ Menyusun kisi-kisi perilaku, pengetahuan maupun sikap yang mencakup ke- seluruhan isi yang ingin diteliti.

◆ Mengambil sampel dari perilaku, pengetahuan, maupun sikap berdasarkan ki- si-kisi yang telah disusun itu. Sampel yang diambil itu hendaknya mewakili isi keseluruhan dan bersifat proporsional, sehingga banyaknya materi yang akan ditanyakan sebanding dengan luasnya objek penelitian.

◆ Susun instrumen dengan selalu memperhatikan cara-cara penyusunan instru- men yang baik dan benar.

◆ Timbang instrumen yang telah siap itu kepada seorang ahli di bidang yang Anda teliti untuk mendapatkan tanggapan dan komentar serta saran-saran yang per-  baikan. Selanjutnya analisis dengan statistik.

◆ Sebaiknya dilakukan seminar/  focus group discussion untuk menanggapi instru- men yang telah disusun maupun yang sudah diperbaiki itu, sebelum dilakukan penggandaan.

2. Validitas Konstruk ( Construct Validity  )

Konstruk merupakan konsep atau rekaan yang disusun menurut pandangan se- seorang, seperti ketelitian, inteligensi, kreativitas, dan sebagainya. Instrumen mem- punyai validitas yang tinggi dalam kreativitas kalau instrumen itu dapat membedakan orang yang rendah atau dapat membedakan individu yang satu dan yang lain dalam kreativitas. Dengan kata lain apakah bagian yang penting di dalam suatu konsep, dinyatakan atau merupakan bagian dari suatu instrumen yang disusun. Nachmias menyatakan (1968): “ Construct validity involves relating a measuring instrument to an overall the orientical framework, in order to determine whether the instrument is tied to the concepts and theorical assumptions that are employed,”  sedangkan Anas- tasi (1982) menyatakan pula bahwa: “The construct validity of a test is the extent to  which the test may be said to measure a theoritical construct or trait.”

Dari beberapa kutipan itu dapat disimpulkan bahwa validitas konstruk lebih menekankan pada seberapa jauh instrumen yang disusun itu terkait secara teore- tis mengukur konsep yang telah disusun oleh peneliti atau seberapa jauhkah (  de-  gree ) konstruk atau trait  psikologis itu diwakili secara nyata dalam instrumen. Untuk mengetahui  validity   konstruk suatu instrumen penelitian dapat dilakukan dengan mencari korelasi instrumen dengan instrumen lain yang telah diketahui validitasnya

    c .     o     m      /      i    n      d    o    n    e    s      i    a    p    u    s      t    a      k    a

atau meminta penimbang ahli (  expert judgement ) untuk menimbang instrumen yang disusun peneliti. Di samping itu dapat juga digunakan multitrait-multimethod matric atau faktor analisis.

3. Validitas Prediktif 

 Validitas prediktif merupakan ketepatan suatu instrumen dalam meramalkan atau memprediksi sesuatu untuk masa datang, atau merupakan derajat kesesuaian antara hasil pengukuran dan kinerjanya dimasa datang dalam aspek yang diukur.

Hill menyatakan: “Predictive validity is the degree of accuracy with one can use scores  from a test to predict performance in the future on the some other measure”. Oleh

karena itu, skor yang didapat bisa dijadikan peramal yang efektif untuk penampilkan dimasa yang akan datang. Validitas prediktif suatu instrumen penelitian didapat de- ngan jalan mencari korelasi antara skor prediktor dan skor yang ada tentang bebe- rapa kriteria pada suatu waktu kemudian. Umpama: efektivitas guru dalam membe- lajarkan. Tentukan terlebih dahulu apa kriteria efektif tidaknya seorang guru dalam membelajarkan. Apabila kriteria itu telah ditetapkan maka baru dapat disusun in- strumen untuk menentukan aspek-aspek apa yang harus diukur dari sekarang yang diperkirakan akan menghasilkan sikap, pengetahuan, dan tingkah laku guru yang efektif, di mana datang setelah mereka menyelesaikan studinya.

Kesukaran utama yang sering ditemui di lapangan adalah menentukan kriteria sebagai patokan. Seandainya kriteria yang dirumuskan tentang sesuatu yang diha- rapkan tidak tuntas, kurang jelas, dan tidak tepat, maka instrumen yang disusun dengan memperhatikan kriteria itu, hasil yang diharapkan akan bergeser pula dari yang ditetapkan. Istilah lain yang sering digunakan untuk validitas prediktif ialah

“ Criterion related validity”  atau “  emperical validity”.

Penyusunan instrumen yang baik dan mempunyai validitas prediktif yang tinggi dan mulai dari awal dalam waktu yang terbatas yakni tidak mungkin, sebab untuk mengetahui validitas prediktif itu peneliti harus menunggu waktu sampai penampilan dilaksanakan. Oleh karena itu, dapat ditempuh jalan lain dengan membandingkan instrumen yang disusun itu dengan instrumen lain yang mempunyai kriteria yang sama atau hampir sama serta mempunyai validitas prediktif yang tinggi. Dengan cara demikian peneliti akan dapat mengetahui daya prediktif dari instrumen yang disusun tersebut.

4. Validitas Pengukuran Serentak 

 Validitas ini menggambarkan seberapa jauh hubungan suatu skor instrumen dengan instrumen lain yang dipandang sebagai kriteria yang dilaksanakan pada wak- tu yang sama hampir bersamaan. Tingkatan hubungan itu akan menunjukkan ke- tetapan instrumen yang disusun sebagai alat pengumpul data dalam penelitian.

    c .     o     m      /      i    n      d    o    n    e    s      i    a    p    u    s      t    a      k    a

Jensen (1980) menyatakan bahwa: concurrent calidity traditionally has referred to ( 1 )  the cor- relation between a test and a criterion when both measurement are obtained at nearly the same point in time ( as when a cholastic aptitude test scholastic achievement test are adminstrated on same between a new, unvalidited test and another test of already astablished validity.

Berbeda dengan validitas prediktif, serentak tidak perlu menunggu waktu yang lama untuk menunggu kenyataan. Penentuan validitas ini lebih terkait dengan in- strumen lain dalam aspek yang sama serta telah diketahui kesahihannya. Dengan memberikan kedua instrumen itu pada responden yang sama dan kemudian melihat keefektifannya,maka peneliti akan dapat menentukan apakah instrumen itu baik un- tuk digunakan atau perlu disempurnakan lagi.

Suatu hal perlu diingat bahwa instrumen pembandingnya hendaklah benar-be- nar mengukur aspek yang sebenarnya bukan hanya “  face validity” . Umpanya: pe- neliti ingin mengetahui kemampuan inteligensi anak-anak. Untuk maksud tersebut peneliti menyusun tes inteligensi. Apakah tes yang disusun itu valid atau tidak, maka peneliti dapat menggunaka WISC ( Wechler Intelligence Scale for Children ) sebagai pembandingnya.

b. Cara-cara Menentukan Validitas Instrumen

Sebelum suatu tes atau jenis instrumen lainnya digunakan untuk mengukur se- suatu konsep, konstruk, atau proposis tentang suatu objek penelitian, maka peneliti harus yakin betul bahwa instrumen itu betul-betul menguji apa yang ingin diukur atau diungkapkan oleh peneliti. Justru karena itu, setiap instrumen yang akan digu- nakan harus diketahui terlebih dahulu berapa validitasnya. Oleh karena itu, sebelum suatu instrumen baru digunakan harus dicari validitasnya. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan validitas instrumen sebagai berikut.

1. Membandingkan Tes /Instrumen dengan Kriteria.

Dalam hal ini kriteria adalah instrumen lain yang mengukur aspek yang sama dengan aspek yang ingin diukur. Instrumen itu telah diakui dan diketahui validitas- nya. Dengan mencari korelasi kedua instrumen itu secara keseluruhan maka akan didapat harga r -nya. Apabila harga r   (korelasi) itu setelah dibandingkan dengan harga r  tabel ternyata signifikan, maka dapat dikatakan bahwa tes/instrumen yang disusun sesuai atau sejajar dengan kriteria. Berhubung karena tes yang digunakan sebagai kriteria ialah tes yang mempunyai validitasnya yang tinggi, maka dapatlah disimpulkan pula bahwa tes yang disusun juga mempunyai validitas yang tinggi se-  banding dengan validitas instrumen kriteria.

 Rumus yang dapat digunakan antara lain:

a) Kalau N kelompok uji coba ≥ 30 orang dan data yang dihasilkan adalah data

    c .     o     m      /      i    n      d    o    n    e    s      i    a    p    u    s      t    a      k    a

interval,maka  product moment correlation , dapat digunakan. Salah satu rumus  product moment correlation  ini sebagai berikut:

 XY  2 2 2 2

N XY ( X)( Y) R 

{N X ( X) {N Y ( Y) }

∑ − ∑ ∑

∑ − ∑ ∑ − ∑

Keterangan:

xy

= Koefisien korelasi tes yang disusun dengan kriteria

 X = Skor masing-masing responden variabel X (tes yang disusun)  Y = Skor masing-masing responden variabel Y (tes kriteria)

N = jumlah responden

 b) Spearman rank order correlation . Rumus ini digunakan apabila N kecil dan data ordinal.

2 2

Rho 1 6 D

N(N 1)

= − ∑

Keterangan:

D = Deviasi urutan tiap responden pada tes yang disusun dengan tes kriteria N = Jumlah responden

2. Validitas Butir Soal (  Analisis Butir  )

 Validitas keseluruhan soal berkualitas erat dengan validitas tiap butir soal. Apa-  bila tiap butir soal mempunyai validitas yang tinggi dalam hubungannya dengan skor total, maka instrumen itu pada akhirnya juga akan mempunyai validitas yang tinggi.

 Andai kata ada butir soal yang kurang tepat, maka butir soal itu perlu disempurna- kan, diganti, sehingga butir soal yang digunakan mempunyai validitas yang baik.

Sehubungan dengan itu, kisi-kisi yang disusun hendaklah betul-betul mewakili ( representativeness ) konstruk atau aspek yang ingin diukur, baik dilihat dari proporsi- nya maupun dari aspek yang ingin diukur.

Beberapa rumus yang dapat digunakan yaitu:

a)  Product moment correlation

Dalam hal ini skor tiap butir soal untuk tiap responden dikorelasikan dengan skor tiap total responden yang bersangkutan. Hasil yang dapat dibandingkan dengan nilai r pada tabel  product moment correlation .

 b) Korelasi biserial.

Rumus yang digunakan yaitu:

    c .     o     m      /      i    n      d    o    n    e    s      i    a    p    u    s      t    a      k    a

p t pbis

t

M M p

r SD q

= −

Di mana:

r

pbis

= Koefisien korelasi biserial M

t

=  Mean  total

M

p

=  Mean  skor dari subjek yang menjawab betul butir soal yang dicari SD

t

= Standar deviasi skor total

p = Proporsi responden yang menjawab benar butir soal yang dicari

q = proporsi responden yang menjawab salah butir soal yang dicari (q = 1 – p)

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penggunaan rumus ini sebagai berikut:

1) Buat tabel persiapan dengan menentukan siapa yang menjawab benar diberi nilai 1 dan yang menjawab salah nol. Tentukan pula jumlah yang benar untuk tiap responden.

 Butir Soal Nomor Satu

Sampel Skor Nomor Satu Skor Total

A 1 7

B 0 5

C 0 5

D 1 8

E 1 7

F 1 7

G 1 6

H 1 6

I 1 7

J 1 6

2) Tentukan responden yang menjawab benar butir soal di atas. Dalam hal ini: A, D, E, F, G, H, I, J.

3) Jumlahkan skor total masing-masing responden yang menjawab butir soal itu dengan benar dan kemudian cari mean  skor dari subjek yang menjawab betul (Mp).

p

7 8 7 7 6 6 7 6

M 6,75

8

+ + + + + + +

= =

4) Jumlahkan semua skor total responden dan kemudian cari mean  total (Mt).

p

7 + 5 + 5 + 8 + 7 + 7 + 6 + 6 + 7 + 6

M 6,4

= 10 =

    c .     o     m      /      i    n      d    o    n    e    s      i    a    p    u    s      t    a      k    a

5) Cari SD total.

∑  ∑  

= −      

∑ =

∑ =

  

= −      

=

=

2

2

2 t

 X X 

SD N N

 X 418  X 64

418 64

SD 10 10

  0,84

  0,92

6) Tentukan proporsi responden yang menjawab butir itu dengan benar dan salah.

p = 8

10  = 0,8 q = 1 – 0,8 = 0,2

7) Masukkan ke dalam rumus.

pbis

6,75 6,4 0,8

r 0,92 0,2

0,35 0,92

  0,76

= −

=

=

Dengan cara demikian akan dapat diketahui validitas tiap butir soal. Soal yang tidak valid dibuang dan diganti dengan yang lain, diujicobakan lagi dan seterusnya.

 Akhirnya didapat suatu set instrumen yang valid.

2. Reliabilitas

Seperti telah disinggung pada uraian terdahulu, bahwa ketetapan suatu hasil pengukuran/ asessment  dalam penelitian akan ditentukan oleh berbagai faktor, an- tara lain oleh konsistensi, stabilitas, atau ketelitian alat ukur/inventori yang diguna- kan. Apakah skor yang yang didapat selalu konsisten, seandainya peneliti melakukan ulangan pada responden yang sama pada waktu yang berbeda? Betulkah tidak terjadi perubahan skor secara berarti kalau peneliti melakukan penelitian ulangan dalam  waktu yang berlainan? Sehubungan itu, pada bagian berikut ini kita akan membi- carakan tentang pengertian realiabilitas dan beberapa cara untuk mencari reliabilitas suatu intrumen penelitian.

    c .     o     m      /      i    n      d    o    n    e    s      i    a    p    u    s      t    a      k    a

Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk data

nominal yaitu:  Mean, me-  dian, mode , frekuensi, persentase,  pie chart, bar graphs, lambda goodman, dan  Kruskal’s atau  square, contigency coeficient, dan  Cramer’s V  .

2. Data Ordinal

Banyak konsep dalam variabel penelitian tidak hanya dapat diberi nama atau diklasifikasikan tuntas, tetapi berhubungan antara satu dan yang lain. Relasi itu di- tandai oleh tingkatan atau urutan menurut besarannya atau ordernya dengan ber-  bagai variasi. Atau, karena sifatnya yang ingin diketahui sehubungan dengan variabel

yang diteliti, maka pengukuran ordinal lebih sesuai dengan kondisi tersebut.

Beberapa prinsip pengukuran data ordinal sebagai berikut:

1. Data yang dihasilkan merupakan data ordinal dan dinyatakan dalam istilah dari tinggi-rendah; sangat panas, panas, sedang, kurang panas, dingin, tetapi tidak menyatakan berapa panasnya, tingginya, atau lebih baiknya.

Umpama

1. Suhu udara

.

a. Sangat panas b. Panas

c. Kurang panas

2. Bumi mengitari Matahari pada orbitnya.

a. Sangat setuju b. Setuju

c. Kurang setuju d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

2. Data ordinal tidak menunjukkan bahwa interval angka sama.

 Angka itu hanya menunjukkan urutan dan tidak mungkin dibagi, ditambah, atau dikurangi.

Sangat setuju dalam beberapa instrumen bukanlah menunjukkan skor yang sa- ma, karena tidak berangkat dari kriteria yang sama seperti:

1. Sikap terhadap kawin campuran a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Kurang setuju d. Tidak setuju

2. Pendidikan menentukan perkembangan individu a. Sangat setuju

    c .     o     m      /      i    n      d    o    n    e    s      i    a    p    u    s      t    a      k    a

b. Setuju

c. Kurang setuju d. Tidak setuju

3. Pengukuran skala ordinal tidak mempunyai angka nol mutlak.

4. Angka yang dihasilkan dengan pengukuran skala ordinal hanya menunjukkan rank-order  dan tidak lebih dari itu.

Berhubung karena pengukuran dengan skala ordinal ini menghasilkan data fre- kuensi, dalam klasifikasi rank-order ; maka cara yang digunakan untuk mengolah data nominal dapat digunakan untuk data ordinal dengan mengubah data ordinal menjadi data nominal, tetapi bukan sebaliknya. Di samping cara itu, beberapa cara lain yang

.

dapat digunakan yaitu:  gamma, tau–b, Phi, Yule’sQ, rank-order coefficient of correlation, Kendall’s atau Somers’ d

YX 

.

3. Data Interval

Berbeda dengan pengukuran skala nominal dan ordinal, pada skala interval telah ada unit pengukuran ( unit of measurement ) tertentu, sehingga mempunyai jarak yang bersifat konstan.

Umpama:

Secara berturut-turut selama lima hari, seorang peneliti mengamati suhu badan sese- orang. Ia mencatat:

Hari pertama : 38

0

C Hari kedua : 39

0

C Hari ketiga : 39

0

C Hari empat : 39,5

0

C Hari kelima : 40

0

C

Dalam contoh di atas unit pengukuran yang dipakai Celcius. Panas badan hari pertama berbeda satu derajat dengan hari kedua, panas badan hari kelima 0,5

0

C lebih tinggi dari panas badan pada hari keempat.

Skala interval tidak mempunyai nilai nol mutlak, seperti dalam bilangan ratio.

Titik nol pada Celcius tidak sama dengan harga nol pada bilangan rasio. Oleh karena itu titik nol Celcius sama letaknya dengan 32 pada Fahrenheit. Masing-masing ter- mometer itu mempunyai unit pengukuran sendiri-sendiri, dan penempatan titik nol adalah secara “ arbitrary ”

Dalam penelitian, skala interval banyak digunakan, karena peneliti ingin mendeskripsikan suatu objek penelitian lebih terperinci, bukan hanya sekadar “le bih dari, kurang dari; selalu, sering kali, kadang-kadang; tidak pernah, setuju, kurang setuju, tidak setuju.” Dengan penggunaan angka yang mempunyai unit pengukuran

    c .     o     m      /      i    n      d    o    n    e    s      i    a    p    u    s      t    a      k    a

yang sama terhadap objek penelitian, peneliti akan dapat mengatakan hari kelima lebih tinggi dua derajat dari panas badan hari pertama dan kedua. Tetapi kita tidak dapat mengatakan bahwa panas badan 40

0

C dua kali lebih dari panas badan 20

0

C.

Teknik yang digunakan untuk data nominal dan ordinal dapat digunakan untuk skala interval, dengan jalan mengubah klasifikasi data interval menjadi data ordinal atau nominal, seperti berikut.

Inteligensi Frekuensi

140 – 159 2

120–139 95

100–119 15

80–99 6

60–79 1

Dapat diubah menjadi skala ordinal:

Sangat Tinggi 2

Tinggi 5

Sedang 15

Kurang 6

Kurang Sekali 1

 Atau dengan klasifikasi lain:

Tinggi 7

Sedang 15

Kurang 7

Oleh karena itu data interval dapat juga diolah dengan menggunakan teknik analisis ordinal maupun nominal, dengan mengubah terlebih dahulu dalam bentuk skala ordinal maupun nominal. Beberapa teknik lain

.

yang dapat digunakan yai- tu:  pearson’s product moment, mean. Standard deviation, ANOVA, t test, regression analysis .

4. Data Ratio

Jenis ini merupakan peringkat pengukuran yang paling tinggi dan mempunyai nilai nol mutlak. Kalau pada skala interval titik nol merupakan arbitrary , dan tidak da- pat dibagi atau dikalikan, maka dalam skala ratio keempatnya dapat dilakukan. Semua sifat pada skala nominal, ordinal, dan interval juga terdapat pada skala ratio.

    c .     o     m      /      i    n      d    o    n    e    s      i    a    p    u    s      t    a      k    a

Umpama:

Penelitian tentang umur lima orang penduduk yang mempunyai kasus, yaitu:

A berumur 25 tahun

B berumur 50 tahun

C berumur 30 tahun

D berumur 20 tahun

E berumur 60 tahun

Umur E tiga kali umur D; sedangkan umur B dua kali umur A. Umur B sama dengan umur C + D. Umur A + B lebih kecil dari umur C + E. Selisih umur E – B = C-D. Yang paling tua ialah E; sedangkan yang paling muda ialah D.

Berhubung karena sifat yang dimiliki oleh skala pengukuran yang lain juga dimi- liki oleh skala ratio, maka semua teknik analisis dapat dipakai untuk skala ini dengan cara mengubah klasifikasi datanya sehingga menjadi data interval, atau ordinal, atau nominal.

Secara sederhana sifat yang dimiliki oleh keempat skala pengukuran itu dapat digambarkan seperti Tabel 10.1.

TABEL 10.1 Sifat-sifat Peringkat Pengukuran.

Sifat Skala

Tuntas, Saling Lepas

Jenjang ( Order  ) Urutan ( Rank  )

Satuan Unit

Pengukuran Nol Mutlak

Nominal X - - -

Ordinal X X - -

Interval X X X -

Ratio X X X X