ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN SWANGGI (Priacanthus tayenus) LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Biologi Perikanan
Disusun Oleh:
Kelompok 09/Perikanan C
Farhan Aziz
Muhammad Hafizh Maulana Azizah Sekar Quennanty Nailah Aulia Diharjo Muhammad Rizqi Fauzan
230110230119 230110230123 230110230133 230110230158 230110230173
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR 2024
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN SWANGGI (Priacanthus tayenus)
PENYUSUN : Kelompok 09/Perikanan C
Nama NPM Aspek
Farhan Aziz 230110230119 50% Laporan Praktikum
Muhammad Hafizh Maulana 230110230123 BAB III, Reproduksi Azizah Sekar Quennanty 230110230133 Pertumbuhan, Kebiasaan
makan
Nailah Aulia Diharjo 230110230158 Bab IV
Muhammad Rizqi Fauzan 230110230173 -
Jatinangor, 27 April 2024
Menyetujui:
PJ Asisten Laboratorium
Ratu Cholilah Ahmad Syauqibik
NPM. 230110210166 NPM. 230110210160
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktikum Biologi Perikanan. Salawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Laporan praktikum yang berjudul Analisis Aspek Biologi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus) dibuat untuk memenuhi laporan praktikum mata kuliah Biologi Perikanan pada Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Dra. Titin Herawati, M.Si., selaku dosen penanggung jawab mata kuliah Biologi Perikanan.
2. Ratu Cholilah dan Ahmad Syauqibik selaku asisten penanggung jawab kelas mata kuliah Biologi Perikanan C
3. Dosen dan asisten mata kuliah Biologi Perikanan atas segala bimbingan dan masukan.
Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunan laporan praktikum, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang membangun bagi penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan praktikum yang telah disusun dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Jatinangor, 27 April 2024
Kelompok 09
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
DAFTAR GAMBAR...v
DAFTAR LAMPIRAN...vi
BAB I PENDAHULUAN...7
1. Latar Belakang...7
2. Tujuan...7
3. Manfaat...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA...8
2.1 Biologi Ikan...8
2.1.1 Taksonomi...8
2.1.2 Morfologi...8
2.1.3 Habitat...9
2.1.4 Pertumbuhan...9
2.1.5 Reproduksi...9
2.1.6 Kebiasaan Makan...10
4. 2.2 Pertumbuhan...10
2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan...10
2.2.2 Pola Pertumbuhan...11
2.3 Reproduksi...11
2.3.1 Rasio Kelamin...12
2.3.2 Tingkat Kematangan Gonad...12
2.3.3 Indeks Kematamgan Gonad...12
2.3.4 Hepato Somatik Indeks (HSI)...13
2.3.5 Fekunditas...13
2.4 Kebiasaan Makanan...13
2.4.1 Indeks bagian Terbesar...14
2.4.2. Indeks Ivlev...14
2.4.3 Tingkat Trofik...14
BAB III BAHAN DAN METODE...16
1. Tempat dan Waktu...16
2. Alat dan Bahan...16
3. Prosedur Praktikum...16
3.3.1 Prosedur Analisis Morfometrik dan Meristik...16
3.3.2 Prosedur Analisis Reproduksi...16
3.3.3 Prosedur Analisis Kebiasaan Makan...17
3.4 Parameter Praktikum...17
3.4.1 Hubungan Panjang Bobot...17
3.4.2 Faktor Kondisi (Indeks Ponderal)...17
3.4.3 Rasio Kelamin...17
3.4.5 Hepato Somatik Indeks...18
3.4.6 Fekunditas...18
3.4.7 Diameter Telur...18
3.4.8 Tingkat Kematangan Telur...18
3.4.9 Indeks Bagian Terbesar (Indekx of Preponderance)...19
3.4.10 Indeks Ivlev (Index of Electivity)...19
3.4.11 Tingkat Trofik...19
3.5 Analisis data...19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...20
4.1 Analisis Aspek Pertumbuhan...20
4.1.1 Distribusi Ukuran...20
4.1.2 Regresi Hubungan Panjang dan Bobot...20
4.1.3 Faktor Kondisi...21
4.2 Analisis Aspek Reproduksi...21
4.2.1 Rasio Kelamin...21
4.2.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)...22
4.2.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG)...23
4.2.4 Hepato Somatik Indeks (HSI)...24
4.2.5 Fekunditas...24
4.3 Kebiasaan Makanan...24
4.3.1 Indeks Bagian Terbesar...24
4.3.2 Indeks Ivlev...25
4.3.3 Tingkat Trofik...25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...27
4.1 Kesimpulan...27
DAFTAR PUSTAKA...28
LAMPIRAN...29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ikan Swanggi...10
Gambar 2. Grafik Regresi Hubungan Panjang Bobot...22
Gambar 3. Grafik Faktor Kondisi...23
Gambar 4. Grafik Rasio Kelamin...24
Gambar 5. Grafik Kematangan Gonad Jantan...24
Gambar 6. Grafik Tingkat Kematangan Gonad Betina...25
Gambar 7. Grafik HSI...26
Gambar 8. Grafik Indeks Proponderan...27
Gambar 9. Tabel Grafik Tingkat Trofik...28
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alat dan Bahan...30 Lampiran 2 Prosedur Bagan Alir...30 Lampiran 3 Dokumentasi Kegiatan...33
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Biologi Perikanan adalah ilmu pengetahuan dasar mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan studi biologi ikan. Semua organisme yang hidup mengalami pertumbuhan dan juga melakukan reproduksi demi menjaga kelangsungan hidupnya. Salah satunya adalah ikan yang juga mengalami pertumbuhan dan melakukan reproduksi. Aspek-aspek biologi pada ikan yang dapat diamati baik secara fisik maupun melalui pengamatan diantaranya adalah aspek pertumbuhan, aspek reproduksi, dan aspek kebiasaan makan. Salah satu tujuan dalam pengamatan mengenai aspek biologi pada ikan yaitu untuk mengetahui kebutuhan dan kebiasaan hidup dari ikan tersebut.
Aspek pertumbuhan biasanya dilakukan pengamatan dengan mengukur panjang tubuh dan bobot tubuh. Pada aspek reproduksi dilakukan pengamatan mengenai bobot gonad, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, indeks hepato somatik, tingkat kematangan telur, serta fekunditas. Menurut Mujimin (2008) fekunditas adalah semua telur- telur yang telah siap untuk dikeluarkan pada waktu pemijahan. Dengan menghitung fekunditas dapat diketahui kisaran jumlah anak ikan yang akan dihasilkan. Kebiasaan makan adalah kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan (Widyorini, 2010). Pada aspek kebiasaan makan dilakukan pengamatan mengenai panjang usus dan jenis makanan yang dimakan oleh ikan yang diamati.
Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus) adalah kan air tawar yang berasal dari Sub- Sahara Afrika (Amjad et al. 2017). Ikan ini secara biologi tergolong dalam kelas Actinopterygii, ordo Perciformes dan famili Cichlidae (Chakraborty & Banerjee 2021).
Oreochromis niloticus memiliki karakteristik sebagai ikan herbivora dan omnivora serta berkembang biak secara simultan (Fessehaye et al. 2018)
2. Tujuan
1. Menganalisis aspek pertumbuhan biologi pada ikan swanggi meliputi distribusi ukuran, regresi hubungan panjang dan bobot, serta faktor kondisi ikan tersebut.
2. Menganalisis aspek reproduksi pada ikan swanggi meliputi rasio kelamin, TKG, IKG, HIS, fekunditas, diameter telur, dan tingkat kematangan telur.
3. Menganalisis aspek kebiasaan makanan pada ikan swanggi meliputi indeks bagian terbesar, indeks ivlev, dan tingkat trofik
3. Manfaat
Kami menjadi mengetahui dan dapat memahami biologi ikan dari ikan swanggi (Priacanthus tayenus) dimulai dari aspek pertumbuhan ikannya, faktor-faktor yang mempengaruhi ikan tersebut seperti hubungan antara panjang dan bobot ikan, faktor kondisi atau lingkungan ikan tersebut. Kemudian, aspek reproduksi ikan swanggi seperti tingkat kematangan gonad berapa ikan dapat memijah, membedakan jenis kelamin ikan jantan dan betina, perhitungan jumlah telur yang dihasilkan dalam pemijahan, indeks kematangan gonad, dan indeks pengaruh hati terhadap reproduksi. Selanjutnya, faktor kebiasaan makan ikan, jenis ikan yang diamati dapat menentukan tergolong ke dalam kelompok karnivora, herbivora, atau omnivora. Selain itu, tingkat trofik ikan pada lingkungan perairan menghabiskan banyak waktu mencari makan di tempat atau karakteristik yang bagaimana dalam menunjang pertumbuhannya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan
Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) merupakan salah satu jenis ikan demersal yang umumnya mendiami suatu perairan dasar atau daerah berbatu. Ikan swanggi termasuk ke dalam salah satu dari enam ikan demersal ekonomis penting di Laut Cina Selatan (Ibrahim et al. 2003). Secara umum ikan ini mencari makan secara nokturnal tetapi dapat juga mencari makan secara diurnal dengan sama baiknya. Makanan utamanya adalah dari jenis crustacea (dominan udang), cephalopoda kecil, polychaeta, dan ikan kecil (Starnes 1984).
Ikan Swanggi merupakan salah satu jenis ikan yang cukup banyak dikonsumsi karena harganya yang tidak terlalu mahal. Jumlah hasil tangkapan ikan Swanggi di PPP Morodemak tergolong banyak, namun data hasil tangkapannya tidak tercatat. Penangkapan ikan Swanggi dengan menggunakan alat tangkap Cantrang yang memiliki mesh size kecil jika dilakukan terus menerus memungkinkan perkembangan stok dari ikan ini menjadi terhambat dan mengancam potensi dari ikan Swanggi ini (Anindhita et al. 2014).
2.1.1 Taksonomi
Adapun klasifikasi ikan mas menurut Richardson (1984) adalah sebagai berikut : Filum: Chordata
Subfilum: Vertebrata Kelas: Pisces
Subkelas: Actinopterygii Ordo: Perciformes Subordo: Percoidei Famili: Priacanthidae Genus: Priacanthus
Spesies: Priacanthus tayenus
Nama lokal: Ikan Swanggi, ikan camaul, ikan mata goyang
Gambar 1. Ikan Swanggi
2.1.2 Morfologi
Ikan swanggi secara morfologi memiliki badan agak tinggi, agak memanjang, dan pipih secara lateral. Tubuh, kepala, iris mata, dan sirip berwarna merah muda atau kemerah- merahan. Pada sirip perut memiliki bintik-bintik kecil berwarna ungu kehitam-hitaman dengan 1 atau 2 titik lebih besar di dekat perut. Bintik-bintik pada sirip perut ini yang membedakan ikan swanggi dengan ikan famili Priacanthidae yang lain (FAO 1999). Panjang maksimum ikan swanggi yaitu 29,5 cm di Brunei Darussalam (Awong et al. 2011).
Tulang belakang pada preoperkulum berkembang dengan baik. Jumlah tulang tapis insang pada lengkung insang pertama 21 sampai 24. Jari-jari sirip punggung berjumlah X jari-jari keras dan 11 sampai 13 jari-jari lemah. Jari-jari pada sirip dada 17-19. Sisik-sisik pada bagian tengah lateral dengan bagian posterior atas hilang dan memiliki sedikit duri kecil pada ikan yang lebih besar. Sisik-sisik lateral berjumlah 56 sampai 73 dan sisik-sisik linear lateralis berjumlah 51 sampai 67. Sisik pada baris vertikal (dari awal sirip dorsal sampai anus) 40 sampai 50 (FAO 1999).
Ikan swanggi merupakan ikan karang demersal dengan karakteristik khusus berwarna merah muda, memiliki mata besar, dan pada sirip perut terdapat bintik berwarna ungu kehitam-hitaman (FAO 1999). Menurut data statistik perikanan PPP Labuan, produksi tangkapan ikan swanggi dari awal tahun 2011 sampai saat ini menduduki posisi kelima dari total produksi tangkapan ikan demersal di PPP Labuan Banten, yaitu sebesar 4376.70 kg atau sekitar 4.90%
2.1.3 Habitat
Ikan swanggi umumnya hidup di perairan pantai di antara bebatuan karang dan terkadang di area yang lebih terbuka pada kedalaman 20-200 m atau lebih dalam. Sehingga ikan ini disebut sebagai ikan demersal. Distribusi ikan ini meliputi wilayah pesisir utara Samudera Hindia dari Teluk Persia bagian Timur dan wilayah Pasifik Barat dari Australia bagian Utara dan Pulau Solomon bagian utara sampai Provinsi Taiwan di China. Hasil tangkapan ikan swanggi pada tahun 1990 sampai 1995 dalam buku statistik perikanan tahunan FAO melaporkan jumlah tangkapan per tahun sekitar 23.100 sampai 52.000 ton di samudera Pasifik tengah bagian barat (Starnes 1984).
Ikan Swanggi termasuk jenis ikan demersal, sering kali membentuk gerombolan (schooling). Daerah kesukaannya adalah pantai dekat dengan Terumbu Karang. Ikan-ikan yang lebih kecil ditemukan mendekati pantai. Jenis makanan bervariasi, terutama organisme bentik (Wiadnya dan Setyohadi, 2012).
Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) merupakan ikan predator epibenthic (Starnes 1988 in Powell 2000) yang hidup di perairan pantai diantara bebatuan karang dan area terbuka pada kedalaman 20-200 m (FAO 1999). Ikan Priacanthidae tidak memiliki wilayah ruaya yang jauh misalnya Priacanthus saggitarius yang memiliki daerah ruaya hanya disekitar perairan Laut Merah. Demikian juga dengan ikan swanggi (Priacanthus tayenus) yang terdapat di wilayah perairan Selat Sunda hanya memiliki ruaya di sekitar perairan tersebut saja. Ruaya ikan swanggi dapat berupa ruaya pemijahan ke daerah pesisir pantai, maupun ruaya pembesaran dan makanan di wilayah karang (Golani et al. 2011).
2.1.4 Pertumbuhan
Menurut Froose dan Pauly (2022) ikan mata goyang memiliki pola pertumbuhan yang relatif lambat dan dapat hidup hingga usia sekitar 15 tahun. Ukuran panjang maksimum yang tercatat untuk ikan mata goyang adalah sekitar 60 cm, meskipun ukuran rata-rata ikan dewasa berkisar antara 20-40 cm. Laju pertumbuhan ikan mata goyang memiliki laju pertumbuhan yang lambat, terutama setelah mencapai kematangan seksual. Bobot ikan mata goyang meningkat secara signifikan. Misalnya, pada panjang 20 cm, berat ikan sekitar150 gram, tetapi pada panjang 40 cm beratnya dapat mencapai 1 kg. Lalu ikan mata goyang dapat hidup hingga usia sekitar 15 tahun dengan beberapa individu yang berumur lebih tua tercatat di alam liar.
2.1.5 Reproduksi
Ikan Swanggi pertama kali matang gonad pada ukuran 184 mm. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan nilai Lc50% hanya sedikit perbedaannya. Ukuran Lm50% yang lebih besar dari nilai Lc50% menandakan bahwa ikan yang tertangkap masih dalam masa pertumbuhan atau belum matang gonad. Jika dilihat dari nilai L∞, dapat disimpulkan bahwa ikan yang tertangkap sudah merupakan ukuran yang besar dan layak tangkap. Di perairan Demak peluang untuk ikan Swanggi mengalami growth overfishing relatif kecil. Apabila dilihat dari komposisi TKG yang ada dapat dikatakan juga bahwa recruitment dari sumberdaya ikan Swanggi ini terjamin. Hal tersebut dapat dilihat dari peluang terjadinya recruitment overfishing yang juga relatif kecil karena hasil tangkapan dominan tidak berada pada fase yang siap memijah, sehingga pertumbuhan ikan terjamin dan dapat berkembang (Anindhita et al., 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sivakami et al. (2001) selama periode pengambilan contoh yang dilakukan dari bulan Januari sampai dengan Desember tahun 1996 sampai dengan 1999 diketahui bahwa dominasi Priacanthus hamrur betina melimpah pada setiap bulan pengambilan contoh kecuali April, Juli, dan Desember, sedangkan berdasarkan Premalatha (1997) nisbah kelamin dari ikan Priacanthus hamrur di pantai barat daya India didominasi oleh ikan betina setiap bulannya, kecuali Juli.
Ikan swangi (P. Tayenus) di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan memiliki 3 kelompok umur dan panjang ikan tersebar antara 100-292 mm. Ikan ini memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif dengan nilai b sebesar 3,3525. Nilai parameter pertumbuhan model von Bertalanffy (K, L∞, to) berturut-turut adalah 346,40; 0,17; 052.
Berdasarkan analisis mortalitas dan model produksi surplus didapat nilai mortalitas total (Z) 0,39; mortalitas alami (M) 0,32; mortalitas penangkapan (F) 0,16; eksploitasi (E) 0,42. Upya penangkapan optimum (Fmsy) sebesar 487 trip penangkapan per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY) sebesar 17.200,86 kg ikan/tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 13.760,69 kg ikan/tahun (Adilaviana, 2012).
2.1.6 Kebiasaan Makan
Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) adalah ikan predator karnivora atau pemakan zooplankton dan dominasi makanannya berupa udang-udangan yang berasal dari kelas crustacea (CMFRI 2001). Ikan swanggi biasanya berburu mangsa di malam hari, mereka menggunakan penglihatan dan penciuman untuk menemukan mangsanya. Ikan swanggi juga pemakan yang rakus (pemakan generalis) bahkan dapat memakan hingga 10% dari berat tubuhnya setiap hari. Sebagai ikan pemakan serangga kecil dan larva, ikan Mata Goyang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem perairan. Mereka berperan sebagai predator alami bagi populasi serangga yang dapat merugikan ekosistem perairan.
Johnson et.al (2018).
4. 2.2 Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan proses bertambah panjang dan berat organisme yang dapat dilihat dari perubahan ukuran panjang dan berat dalam satuan waktu. Pertumbuhan pada ikan didefinisikan sebagai perubahan berat atau panjang dalam waktu tertentu dan merupakan proses biologis yang dipengaruhi oleh banyak faktor baik eksternal maupun internal (Effendie 1979). Pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan,serta kualitas air. Menurut Hidayat et al. (2013) pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sifat keturunan, ketahanan terhadap penyakit, kemampuan dalam memanfaatkan makanan, dan sifat kimia serta biologi ikan tersebut.
2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Menurut Prihadi (2007) menyatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu factor dari dalam dan faktor dari luar, adapun faktor dari dalam meliputi sifat keturunan, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan dalam memanfaatkan makanan, sedangkan faktor dari luar meliputi sifat fisika, kimia dan biologi. Faktor makanan dan suhu perairan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ikan dapat terjadi jika jumlah makanan melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuhnya (Arofah 1991 dalam Prihadi, 2007). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah kandungan protein dalam pakan, sebab protein berfungsi membentuk jaringan baru untuk pertumbuhan dan menggantukan jaringan yang rusak. Menurut Kordi (2009) kekurangan protein berpengaruh negatif terhadap konsumsi pakan, konsekuensinya terjadi penurunan pertumbuhan bobot.
2.2.2 Pola Pertumbuhan
Pola pertumbuhan ditunjukkan dengan adanya hubungan antara panjang dan bobot ikan. Pada pola pertumbuhan terbagi menjadi 2 yaitu pola pertumbuhan allometrik dan pola pertumbuhan isometrik. Pertumbuhan allometrik negatif ditemui pada semua jenis ikan yang tertangkap dengan nilai (b < 3). Pola perubahan yang bersifat sementara misalnya berhubungan dengan kematangan gonad disebut pola pertumbuhan allometrik, sedangkan perubahan yang terjadi secara terus menerus secara proposional dalam tubuhnya dinamakan pertumbuhan isometrik. (Effendie 1997).
2.2.3 Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah derivate penting dari pertumbuhan. Faktor kondisi atau Indeks Ponderal sering disebut faktor K. Faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi (Effendie 2002). Secara komersil, kondisi ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging yang tersedia. Jadi kondisi ini dapat memberikan keterangan baik secara 8 biologis maupun secara komersil. Faktor kondisi setiap jenis ikan secara umum relatif tidak berbeda jauh.
2.3 Reproduksi
Reproduksi ikan merupakan suatu proses biologis yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap, diantaranya persiapan gonad, perkembangan sel telur atau sperma, pemijahan dan pembuahan. Reproduksi ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu, cahaya, nutrisi, kondisi air dan faktor internal seperti hormon (Wallace et al. 2018).
Proses reproduksi ikan dimulai dengan persiapan gonad, yaitu organ reproduksi yang menghasilkan sel telur atau sperma. Pada ikan jantan, testis memproduksi sperma, sedangkan pada ikan betina, ovarium memproduksi sel telur. Kedua jenis gonad ini dipengaruhi oleh hormon seksual seperti testosteron pada ikan jantan dan estrogen pada ikan betina (Yaron et al. 2003).
Sel telur dan sperma yang dihasilkan oleh gonad kemudian mengalami perkembangan dalam tahap ovogenesis dan spermatogenesis. Sel telur dan sperma yang telah matang kemudian dilepaskan melalui proses pemijahan yang berbeda-beda tergantung pada jenis ikan. Beberapa ikan melakukan pemijahan di tempat terbuka, sedangkan yang lain melakukan pemijahan di tempat tertutup seperti dalam sarang atau di dalam mulut ikan betina (Avault Jr 1996).
Setelah pemijahan, sel telur dan sperma akan bertemu dan mengalami proses pembuahan. Sel telur yang telah dibuahi kemudian berkembang menjadi embrio yang akan menetas menjadi larva ikan. Proses perkembangan embrio sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu air, kualitas air dan nutrisi (Wallace et al. 2018).
2.3.1 Rasio Kelamin
Rasio kelamin pada ikan merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan betina dalam suatu populasi ikan. Rasio kelamin dapat bervariasi tergantung pada spesies ikan dan faktor-faktor lingkungan lainnya (Mahapatra et al. 2020). Beberapa studi telah dilakukan untuk mengamati rasio kelamin pada ikan. Secara umum, sistem perkawinan pada beberapa Ikan terbagi menjadi dua, yaitu monogami dan poligami. Pada perkawinan poligini pemeliharaan anakan dilakukan oleh induk betina (Maternal care). Pada perkawinan poligini indukan jantan kawin dengan beberapa indukan betina sedangkan indukan betina hanya kawin dengan seekor jantan. Pemeliharaan anakan ikan oleh induk betina diakibatkan oleh fertilisasi internal yang dapat menyebabkan indukan ikan jantan kurang persiapan untuk memelihara anakan karena pewarisan faktor genetik kepada anaknya (parenity certain) (Huet 1971).
2.3.2 Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad dapat dipergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan, ukuran dan umur pada saat pertama kali matang gonad, proporsi jumlah stok yang secara produktif matang dengan pemahaman tentang siklus reproduksi bagi suatu populasi atau spesies. Sejalan dengan pertumbuhan gonad, maka gonad akan semakin bertambah besar dan berat sampai batas maksimum ketika terjadi pemijahan. Indeks kematangan gonad semakin meningkat dengan meningkatnya pematangan gonad (Wahyuningsih dan Barus 2006).
Pengelompokan tingkat kematangan gonad (TKG) dapat dilakukan secara visual, tanpa mematikan hewannya, yaitu dengan melihat perbandingan volume visual gonad bulk ripe (>50 %). Namun, bila hanya dilihat dari ukuran gonad atau VGB (tanpa pembedahan), sangat susah untuk membedakan antara recovery dengan partly spawned atau spent pada TKG yang terakhir, gonad bersifat lembek dan berwarna pucat (Kjorsvik et al. 1990 dalam Utiah 2006)
Menurut Kesteven dalam (Effendi 1997) membagi tingkat kematangan gonad dalam beberapa tahap yaitu:
1. Dara. Organ seksual sangat kecil berdekatan di bawah tulang punggung, testes dan ovarium transparan, dari tidak berwarna sampai abu-abu. Telur tidak terlihat dengan mata biasa.
2. Dara Berkembang. Testis dan ovarium jernih, abu-abu merah. Panjangnya setengah atau lebih sedikit dari panjang rongga bawah. Telur satu persatu dapat terlihat dengan kaca pembesar.
3. Perkembangan I. Testis dan ovarium bentuknya bulat telur, berwarna kemerah-merahan dengan pembuluh kapiler. Gonad mengisi kira-kira setengah ruang ke bagian bawah. Telur dapat terlihat seperti serbuk putih.
4. Perkembangan II. Testis berwarna putih kemerah-merahan, tidak ada sperma kalau bagian perut ditekan. Ovarium berwarna oranye kemerah-merahan. Telur dapat dibedakan dengan jelas, bentuknya bulat telur. Ovarium mengisis kira-kira dua pertiga ruang bawah.
5. Bunting. Organ seksual mengisi ruang bawah. Testis berwarna putih, keluar tetesan sperma kalau ditekan perutnya. Telur bentuknya bulat, beberapa dari telur ini jernih dan masak.
6. Mijah. Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan di perut. Kebanyakan telur berwarna jernih dengan beberapa yang berbentuk bulat telur tinggal dalam ovarium.
7. Mijah/Salin. Gonad belum kosong sama sekali, tidak ada telur yang bulat telur.
8. Salin. Testis dan ovarium kosong dan berwarna merah. Beberapa telur sedang ada dalam keadaan dihisap kembali.
9. Pulih Salin. Testis dan ovarium berwarna jernih, abu-abu merah
2.3.3 Indeks Kematamgan Gonad
Indeks Kematangan Gonad adalah ukuran kesiapan reproduksi hewan, terutama ikan.
Indeks ini menggambarkan tingkat kematangan gonad dengan menghubungkan berat gonad dengan berat total ikan. Pada ikan betina yang sedang matang gonadnya, indeks kematangan gonad biasanya di atas 1%, sedangkan pada ikan jantan, indeks kematangan gonad dapat mencapai 5-10%. Semakin tinggi indeks kematangan gonad, semakin matang gonad dan semakin siap ikan untuk bereproduksi (Effendie, 2002).
Indeks Kematangan gonad dapat dihitung dengan perbandingan berat gonad dengan berat ikan tersebut dikali 100. Nilai IKG dilihat dari tingkat kematangan gonad yang dimana nilai IKG ikan betina lebih besar dibandingkan. Pada saat melakukan pemijahan nilai IKG meningkat dan akan menurun setelah ikan melakukan pemijahan (Sulistino 2006).
2.3.4 Hepato Somatik Indeks (HSI)
Hepatosomatic Index (HSI) adalah rasio berat hati terhadap berat ikan. Parameter ini menunjukkan status energi cadangan hewan. Nilai HSI tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan pakan di perairan, tetapi juga dipengaruhi oleh TKG. HSI adalah metode untuk mengukur perubahan di hati.
Herdianingtyas (2000), mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kadar HSI adalah suhu, pola makan, kadar TKG, dan aktivitas vitellogenesis. HSI 12 berbanding lurus dengan IKG, jadi jika ikan memiliki IKG tinggi, maka HSI juga akan tinggi. Nilai HSI ikan betina lebih besar pengaruhnya terhadap pematangan gonad dibandingkan dengan ikan jantan.
Hubungan antara IKG dan HSI pada ikan betina menunjukkan bahwa pada saat GMI maksimal maka HSI juga maksimal. Pada ikan jantan, hubungan antara IKG dan HSI tidak jelas.
2.3.5 Fekunditas
Menurut nikolsky (1963) fekunditas merupakan jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan yang dinamakan fekunditas mutlak atau fekunditas total. Fekunditas mutlak sering dihubungkan dengan berat, karena berat lebih mendekati kondisi ikan daripada panjangnya, walaupun berat dapat berubah setiap saat, apabila terjadi perubahan lingkungan dan kondisi fisiologis pada ikan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas menurut Nikolsky (1969) yaitu:
a. Umur
Fekunditas akan bertambah dan menurun lagi seiring bertambahnya umur. Fekunditas relatif maksimum terjadi pada golongan ikan muda sedangkan ikan ikan yang sudah tua kadang tidak melakukan pemijahan sehingga fekunditasnya menurun.
b. Makanan
Fekunditas tinggi cenderung dihasilkan oleh ikan yang pertumbuhannya cepat, lebih gemuk dan lebih besar. Kenaikan fekunditas disebabkan oleh kematangan gonad yang lebioh cepat karena individu tumbuh dengan cepat.
c. Ukuran
ikan Ikan yang bentuknya kecil dengan kemantangan gonad lebih awal serta fekunditasnya tinggi mungkin disebabkan oleh kandungan makanan dan predator dalam jumlah besar. d.
Kondisi lingkungan Spesies yang hidup pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda fekunditasnya lebih besar.
2.4 Kebiasaan Makanan
Bone dan Moore (2008) menyebutkan bahwa ikan dewasa mengonsumsi berbagai jenis makanan dan menunjukkan berbagai macam cara makan. Ukuran makanan pun
bermacam-macam, mulai dari fitoplankton, bakteri, reruntuhan makhluk hidup lain invertebrata, hingga vertebrata yang lain. Beberapa ikan juga mengkonsumsi alga multiseluler dan tumbuhan berpembuluh. Bone dan Moore (2008) mengatakan bahwa, ada tiga cara makan ikan, yaitu ram feeding, suction feeding (menghisap) dan bitting (menggigit).
Berdasarkan kebiasaan makanannya. Ikan pemakan tumbuh-tumbuhan disebut ikan herbivora, ikan pemakan daging dan ikan disebut karnivora, dan ikan pemakan daging dan tumbuhan disebut ikan omnivora. Yang mempengaruhi kelangsungan hidup suatu organisme bisa dilihat dari kebiasaan makan dan kondisi habitat pada suatu perairan dimana hal tersebut mempengaruhi ketersediaan makanan pada suatu perairan. Makanan yang cukup dan seimbang dapat membantu ikan menjadi tumbuh optimal. Yang mempengaruhi keberlangsungan hidup ikan juga bisa dari kondisi lingkungan perairan (Mudjiman, 2014).
Berdasarkan kepada jumlah variasi dari macam – macam makanan tersebut, ikan dapat dibagi menjadi euryphagic, yaitu pemakan bermacam – macam makanan, stenophagic yaitu pemakan makanan dengan macam sedikit, dan monophagic yaitu ikan yang terdiri dari satu jenis makanan saja. Banyak spesies ikan dapat menyesuaikan diri dengan persediaan makanan dalam perairan sehubungan dengan musim yang berlaku. Dalam suatu daerah geografis luas untuk satu spesies ikan yang hidup terpisah dapat terjadi perbedaan kebiasaan makanannya. Perbedaan tersebut bukan hanya untuk satu ukuran saja tetapi untuk semua ukuran. Sehingga untuk satu spesies sama dengan perbedaan tempat saja akan merubah kebiasaan makanan spesies ikan tersebut sesuai kondisi geografis masing – masing (Effendie 1997). Faktor – faktor yang harus diperhatikan dalam kesukaan ikan terhadap makanannya yaitu:
● Penyebaran organisme sebagai makanan ikan pada perairan
● Ketersediaan makanan pada perairan dimana ikan hidup.
● Pilihan dari ikan itu sendiri, biasanya pada perairan tersedia banyak makanan sehingga ikan dapat memilih makanannya sesuai dengan kesukaannya.
2.4.1 Indeks bagian Terbesar
Indeks bagian terbesar makanan dihitung untuk mengetahui persentase suatu jenis makanan tertentu terhadap semua organisme makanan yang dimanfaatkan 13 oleh ikan.
Analisis indeks bagian terbesar dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan (Effendie 2002) Nilai index bagian terbesar atau Index of Preponderance (IP) digunakan untuk mengetahui jenis makanan terbanyak yang dijumpai pada lambung ikan. Dengan begitu dapat diduga jenis makanan utama, makanan pelengkap serta makanan tambahan pada ikan tersebut. IP (Index of Preponderance) atau Indeks Bagian Terbesar merupakan suatu rumusan yang digunakan untuk mengetahui persentase jumlah makanan terbesar dalam lambung ikan (Nikolsky 1963).
2.4.2. Indeks Ivlev
Indeks selektifitas (Ivlev) merupakan perbandingan antara organisme pakan ikan yang terdapat dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang terdapat dalam perairan.
Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang terdapat dalam lambung ikan ditentukan berdasarkan indeks pilihan (index of electivity) dalam Effendie (1979) Nilai indeks pilihan ini berkisar anatara +1 samapai -1, apabila 0 ˂ E ˂ 1 berarti pakan digemari, dan jika nilai -1
˂ E ˂ 0 berarti pakan tersebut tida digemari oleh ikan. Jika nilai E = 0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya (Effendie 1979).
2.4.3 Tingkat Trofik
Tingkatan trofik menggambarkan tahapan transfer material atau energi dari setiap tingkat atau kelompok ke tingkat berikutnya, yang dimulai dengan produsen primer, konsumen primer (herbivora), sekunder, tersier, dan predator puncak. Pada dasarnya tingkat trofik (trophic level) merupakan urutan tingkat pemanfaatan pakan atau material dan energi seperti yang tergambarkan oleh rantai makanan (food chain) (Kawadji et al. 2009). Tingkat trofik ikan dikategorikan menjadi tingkat trofik 2 yaitu untuk ikan yang bersifat herbivora, tingkat 2,5 untuk ikan yang bersifat omnivora dan tingkat trofik 3 atau lebih untuk ikan yang bersifat karnivora (Caddy dan Sharp 1986).
BAB III
BAHAN DAN METODE 1. Tempat dan Waktu
Praktikum Biologi Perikanan mengenai analisis aspek biologi ikan Mas (Morfologi, morfometrik, meristik, pertumbuhan, reproduksi, dan kebiasaan makan) dilaksanakan pada hari Selasa, 23 April 20124 pukul 09.30-s.d selesai WIB bertempat di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran
2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Alat Praktikum
1) Penggaris, untuk mengukur panjang tubuh ikan, meliputi TL, SL, dan FL 2) Milimeter blok, untuk alat bantu mengukur
3) Jara (dissecting pins), untuk mematikan ikan 4) Pinset, untuk mengeluarkan organ-organ tubuh 5) Pisau bedah, untuk membedah ikan
6) Gunting bedah, untuk melakukan penyayatan pada bagian posterior abdomen pada tubuh ikan (membedah ikan)
7) Cawan petri, sebagai wadah organ saat diamati di bawah mikroskop 8) Baki, sebagai wadah peralatan dan tempat ikan saat dibedah
9) Timbangan, untuk menimbang bobot ikan, gonad, dan hati
10) Mikroskop, untuk mengamati isi usus dan tingkat kematangan telur 11) Cover glass, untuk menutupi objek saat diamati di bawah mikroskop 12) Kamera, untuk mendokumentasikan kegiatan praktikum
2. Bahan Praktikum
1) Ikan swanggi, sebagai objek yang akan dianalisis
2) Larutan asetokarmin, untuk mengidentifikasi jenis kelamin dari gonad ikan 3) Larutan Serra, untuk mempermudah pengamatan letak dan jumlah telur 5. Prosedur Praktikum
3.3.1 Prosedur Analisis Morfometrik dan Meristik a) Alat dan bahan dipersiapkan di meja praktikum
b) Alat dan bahan praktikum di dokumentasikan dan di gambar
c) Identifikasi dan diukur berdasarkan pengukuran morfometrik meliputi panjang total (TL), panjang standar (SL), ujung mulut sampai lingkar mata (Snl), diameter mata (OD) panjang sirip pectoral (PFL), panjang sirip ventral (VFL), tinggi badan (BD), panjang dan lebar pangkal ekor (CPD, CPL).
d) Identifikasi pada ikan berdasarkan ciri meristik meliputi bentuk sirip, jumlah jari-jari sirip, jumlah sisik pada garis linea lateralis, Vorigin, Dorigin, Aorigin).
e) Identifikasi mengenai jenis otot ikan dan bagian-bagiannya.
f) Dilakukan pembedahan pada ikan untuk mengetahui fungsi dan letak organ dan sistem organ pada ikan.
g) Dilakukan pengukuran berat dan panjang pada organ usus dan gonad ikan.
h) Setelah praktikum selesai, alat praktikum dibersihkan dan dikembalikan pada tempatnya.
3.3.2 Prosedur Analisis Reproduksi
Adapun prosedur dalam analisis reproduksi yaitu sebagai berikut :
1. Ikan dibedah dengan gunting bedah dari arah urogenital melingkar menuju bagian posterior operculum.
2. Gonad dan hati dipisahkan dengan pisau bedah dan pinset 3. Gonad diletakan pada cawan petri
4. Gonad diamati untuk menentukan jenis kelaminnya 5. Gonad ditimbang
6. Hati ditimbang
7. Ambil gonad sebagai sampel dan hitung IKG dengan rumus yang telah ditentukan 8. Ambil hati sebagai sampel dan hitung HSI dengan rumus yang telah ditentukan 9. Ambil sampel sebagian gonad dari bagian anterior, tengah, dan posterior. Kemudian hitung fekunditas dengan rumus yang telah ditentukan
10. Hasilnya dicatat dalam hasil pengamatan 3.3.3 Prosedur Analisis Kebiasaan Makan
1. Ambil bagian usus ikan dari rongga perut, pisahkan dari tubuh dan bagian tubuh yang menempel
2. Usus ikan diukur panjangnya menggunakan penggaris dan milimeter blok 3. Keluarkan isi usus kedalam cawan petri dan diencerkan dengan 10 ml air 4. Amati isi usus dengan menggunakan mikroskop untuk mengetahui jenis pakan 5. Analisis Indeks
3.4 Parameter Praktikum
Parameter dari praktikum Biologi Perikanan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
3.4.1 Hubungan Panjang Bobot
Analisis hubungan panjang bobot menggunakan metode yang dikemukakan Effendie (2002), adalah sebagai berikut :
[Persamaan]
Keterangan : W = Berat (gram)
L = Panjang total ikan (cm) a = Nilai intersep
b = Nilai slope
3.4.2 Faktor Kondisi (Indeks Ponderal)
Menurut Effendi (2002), Perhitungan faktor kondisi atau indek ponderal menggunakan sistem metrik (K). Mencari nilai K digunakan rumus :
[Persamaan]
Keterangan : K = Faktor Kondisi W = Bobot ikan (gram) L = Panjang Total (mm) a = Intercept
b = Slope
3.4.3 Rasio Kelamin
Menurut Haryani (1998), rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina yang diperoleh sebagai berikut :
[Persamaan]
Keterangan :
X = nisbah kelamin
J = Jumlah ikan jantan (ekor) B = Jumlah ikan betina (ekor) 3.4.4 Indeks Kematangan Gonad
Untuk menghitung Indeks Kematangan Gonad (IKG) mengacu kepada Effendie (1992) dengan rumus :
[Persamaan]
Keterangan :
IKG = Indeks Kematangan Gonad (%) Bg = Berat Gonad (gram)
Bt = Berat Tubuh (gram)
3.4.5 Hepato Somatik Indeks
Hepato Somatik Indeks (HSI) ikan dapat dihitung berdasarkan Effendie (1997) sebagai berikut:
[Persamaan]
Keterangan :
IKG = Indeks Kematangan Gonad (%) Bh = Berat Hati (gram)
Bt = Berat Tubuh (gram) 3.4.6 Fekunditas
Fekunditas individu dihitung berdasarkan metode gravimetric (Effendie 1992) dengan bentuk rumus :
[Persamaan]
Keterangan:
F = Jumlah total telur dalam gonad (butir) Fs = Jumlah telur pada sebagian gonad (butir) Bg = Bobot seluruh gonad (gram)
Bs = Bobot sebagian gonad (gram) 3.4.7 Diameter Telur
Diameter telur dihitung menggunakan menurut rumus (Rodriquez et al. 1995) adalah [Persamaan]
Keterangan :
Ds = diameter telur sebenarnya (mm) d = diameter telur terbesar (mm) d = diameter telur terkecil (mm) 3.4.8 Tingkat Kematangan Telur
Menurut Nurmadi (2005), Persentase tahap kematangan telur dihitung berdasarkan kriteria sebagai berikut :
[Persamaan]
[Persamaan]
[Persamaan]
3.4.9 Indeks Bagian Terbesar (Indekx of Preponderance)
Kebiasaan makan dianalisis dengan menggunakan indeks preponderan (Effendie 1979). Indeks preponderan adalah gabungan metode frekuensi kejadian dan volumetric dengan rumus sebagai berikut :
[Persamaan]
Keterangan:
Ii = Indeks Preponderan
Vi = Presentase volume satu macam makanan
Oi = Presentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑(Vi × Oi) = Jumlah Vi × Oi dari semua jenis makanan Kelompok pakan utama : IP > 25%
Kelompok pakan pelengkap : 5% ≤ IP ≤ 25%
Kelompok pakan tambahan : IP < 5%
(Nikolskly 1963)
3.4.10 Indeks Ivlev (Index of Electivity)
Menurut Effendie (2002), Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang tedapat dalam alat pencernaan ikan ditentukan berdasarkan indeks ivlev sebagai berikut :
[Persamaan]
Keterangan :
E = Indeks Ivlev (Index of Electivity)
ri = Jumlah relatif macam-macam organisme yang dimanfaatkan pi = Jumlah relatif macam-macam organisme dalam perairan 3.4.11 Tingkat Trofik
Menurut Effendi (1997), tingkat trofik dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
[Persamaan]
Keterangan : Tp = Tingkat trofik
Ttp = Tingkat trofik pakan Ii = Indeks bagian terbesar pakan
3.5 Analisis data
Data dalam praktikum ini disajikan dalam bentuk grafik, gambar, dan tabel. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu melihat kondisi ikan yang tampak pada ikan yang diamati dengan membandingkan dengan literatur. Analisis hubungan panjang dan bobot menggunakan analisis regresi dan korelasi, dan untuk menentukan keseimbangan jenis kelamin menggunakan uji chi kuadrat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Aspek Pertumbuhan
Pertumbuhan ikan yaitu perubahan dimensi (bobot, panjang, ukuran, volume, dan jumlah) persatuan waktu baik individu, stok maupun komunitas. Sehingga menumbuhkan beberapa faktor seperti lingkungan, jumlah ikan, kondisi ikan, dan makanan. Maka, dilakukanlah pengelompokkan berdasarkan ukuran yang bertujuan untuk membagi ikan ke kelompok yang ukurannya relatif sama (Effendie 1997).
4.1.1 Distribusi Ukuran
Berdasarkan grafik aspek pertumbuhan distribusi panjang ikan persentase terbanyak terdapat pada interval panjang 247-255 mm dengan persentase sebesar 28%
sedangkan persentase terendah berada pada interval panjang 274-282 mm dengan persentase sebesar 3%. Ikan terpanjang yang diperoleh sepanjang 220 mm sedangkan yang terpendek sepanjang 282 mm.
Berdasarkan grafik distribusi bobot ikan dapat dilihat bobot ikan terendah yaitu 154,4 gram, dan bobot tertinggi sebesar 308,39 gram. Jika dilihat dari persentase keseluruhan data, nilai persentase tertinggi sebesar 27,78% berada pada interval bobot 176,4-198,339 gram, sedangkan persentase terendah berada pada interval 264,4-268,39 dengan persentase sebesar 2,78%.
Dalam penelitian oleh Bhujel et al. (2020) menemukan bahwa komposisi makanan berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan bobot dan panjang ikan. Studi lain menunjukkan kualitas perairan seperti suhu, salinitas, dan kadar oksigen berkorelasi kuat dengan parameter pertumbuhan ikan (Ansari et al., 2019). Faktor genetik dan umur juga penting dimana induk yang lebih sehat akan menghasilkan anakan dengan pertumbuhan lebih baik (Yee et al., 2017).
4.1.2 Regresi Hubungan Panjang dan Bobot
Regresi adalah pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari lingkungan terhadap pertumbuhan ikan.
Berikut merupakan grafik regresi hubungan panjang bobot ikan mas yang diamati.
Gambar 2. Grafik Regresi Hubungan Panjang Bobot
Berdasarkan grafik regresi hubungan panjang dan bobot diatas dapat diketahui bahwa nilai b sebesar 2,803 atau jika dibulatkan sebesar 3. Seperti yang dikemukakan dalam penelitian oleh Chandra et al. (2020) di Jawa Tengah menemukan ikan swanggi lokal memiliki nilai b = 2,97 yang mengindikasikan pertumbuhan tubuh secara isometrik.
atau pertumbuhan panjang dan berat berlangsung secara porposional seiring bertambah usia. Jadi, pakan yang didapatkan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam hal pertumbuhan panjang ikan, namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan bobot pada ikan. Hubungan panjang dan berat ikan swanggi memiliki koefisien korelasi (r) sebesar 0,4957 nilai ini menunjukan bahwa hubungan panjang dan bobot ikan berkorelasi sangat kuat dengan interval 3 ≤ r ≤ 1.
4.1.3 Faktor Kondisi
Berdasarkan grafik faktor kondisi diatas dapat diketahui bahwa nilai faktor kondisi tertinggi sebesar 1,07 berada pada interval 274-282 mm dan faktor kondisi terendah sebesar 0,94 berada pada interval 220-228 mm. Ikan dengan interval ukuran 282 mm merupakan ukuran yang tepat untuk pertumbuhan gonad ikan. Penelitian yang dilakukan oleh Verma et al. (2018) terhadap ikan kakap merah, hasilnya menunjukkan panjang dan berat luar biasa memiliki hubungan yang signifikan dengan bobot gonad betina. Ini mengindikasikan bahwa betina yang lebih besar memiliki oocyte yang lebih besar dan lebih siap untuk reproduksi., lalu faktor kondisi rendah menunjukkan ikan kurang mendapatkan asupan makanan. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin ikan, musim atau lokasi penangkapan serta tingkat kematangan gonad dan kelimpahan makanan.
Gambar 3. Grafik Faktor Kondisi
4.2 Analisis Aspek Reproduksi
Aalisis aspek reproduksi meliputi rasio kelamin, tingkat kemayangan (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), hepatosomatik indeks (HIS), fekunditas diameter telur dan tingkat kematangan telur.
4.2.1 Rasio Kelamin
Rasio kelamin adalah perbandingan antara jantan dan betina dalam suatu populasi.
Jumlah populasi yang digunakan pada praktikum kali ini adalah 36 ekor ikan swanggi. Dari hasil pengamatan data angkatan didapat nilai rasio ikan swanggi sebagai berikut:
Gambar 4. Grafik Rasio Kelamin
4.2.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Data yang digunakan unatuk menentukan tingkat kematangan gonad mencakup morfologi (bentuk), ukuran panjang dan berat gonad, warna, dan perkembangan isi dari gonad yang dapat dilihat mengacu pada kriteria tingkat kematangan gonad (TKG) (Effendi 1979)
Dari data yang angkatan yang diamati, diperoleh tingkat kematangan gonad jantan dan betina sebagai berikut:
Gambar 5. Grafik Kematangan Gonad Jantan
Pada praktikum ini, ikan swanggi yang di amati memiliki tingkat kematangan gonad yang berbeda beda mulai dari TKG I sampai TKG V. untuk menentukan tingkat kematangan gonad dilakukan pengamatan morfologi, yang mengacu pada kriteria tingkat kematangan gonad (TKG) (Effendi 1979). Berdasarkan data angkatan yang diperoleh, TKG dikelompokan menjadi 6 kelas berdasarkan nilai interval nya. Dengan nilai interval minimum 154.4-176.9 dan interval maksimum 286.4-308.39. Pada interval pertama terdapat 1 ekor ikan TKG II dan 2 ekor TKG III, kemudian pada interval kedua terdapat 3 ekor TKG I, 1 ekor TKG II, dan 1 ekot TKG III. Lalu pada interval kelas ke tiga terdapat 1 ekor ikan TKG II dan 4 ekor TKG III. Lalu pada interval data keempat terdapat 4 ekor ikan TKG III. Kemudian pada interval ke
lima terdapat 1 ekor ikan TKG II, 1 ekor ikan TKG III, dan 1 ekor ikan TKG IV. Lalu pada interval ke enam tidak terdapat ikan dan terakhir apda interval ke tujuh terdapat 1 ekor ikan TKG III. Untuk memngetahui TKG dari ikan swanggi jantan dapat dilitah berdasarkan warna dan ukuran gonadnya.
Gambar 6. Grafik Tingkat Kematangan Gonad Betina
Berdasarkan grafik TKG betina diatas dapat dikelompokkan menjadi 6 kelas dengan nilai interval minimum 154.4-176.39 dan maksimum 286.4-308.39. Pada interval kelas pertama terdapat 1 ekor ikan TKG I dan 1 ekor ikan TKG II. Lalu pada interval kelas kedua terdapat 1 ekor ikan TKG III. Kemudian pada interval kelas ke tiga terdapat 1 ekor ikan TKG III. Lalu pada interval kelas ke empat terdapat 3 ekor ikan TKG III. Selanjutnya pada interval kelas ke lima terdapat 1 ekor ikan TKG I dan 1 ekor ikan TKG II. Kemudian pada interval kelas ke enam terdapat 1 ekor ikan TKG I, 1 ekor ikan TKG II, dan 2 ekor ikan TKG III.
Selanjutnya pada interval ke tujuh terdapat 1 ekor ikan TKG III.
Berdasarkan kedua grafik diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ikan mas yang diamati memiliki mayoritas pada tahap TKG III pada jantan, sedangkan pada sampel ikan betina memiliki mayoritas tahap TKG yang sebanding antara TKG III. Informasi mengenai tingkat kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui ataupun menentukan perbandingan ikan yang masak gonad atau belum dari ketersediaan ikan di perairan, selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui ukuran atau umur ikan pertama kali masak gonad, waktu pemijahan, dan internsitas pemijahan selama satu tahun (Effendi 1979)
4.2.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Untuk mengetahui nilai IKG, maka berat gonad dibagi oleh bobot tubuh dikalikan 100%. Semakin besar tingkat kematangan gonad (TKG) maka semakin tinggi pula indeks kematangan gonadnya (IKG). Berdasarkan grafik diatas, nilai IKG ikan swanggi angkatan berbeda beda. Ikan mas jantan memiliki IKG paling rendah adalan 0,80% pada TKG I, sedangkat IKG jantan paling tinggi adalah 4-57% persen pada TKG II. IKG betina paling rendah adalah 4,26% pada TKG I, sedangkan IKG betina tertinggi adalah 7,23% pada TKG IV.pada TKG VI niali IKG cenderung tunggi karena pada saat tingkat tersebut bobot tubuh ikan semakin bertambahkarena gonad semakin membesar dan matang.
Pada ikan swanggi betina menunjukkan hasil persentase IKG tertinggi yang berbeda dari ikan mas jantan. Persentase IKG tertinggi pada ikan betina berada pada ikan dengan TKG IV dan persentase IKG terendah terdapat pada TKG I yaitu sebesar 4,26%.
4.2.4 Hepato Somatik Indeks (HSI)
Gambar 7. Grafik HSI
Nilai Hepatosomatik Indeks (HSI) didefinisikan sebagai rasio bobot hati terhadap berat badan, HSI akan berbanding lurus dengan nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG), dimana apabila nilai IKG pada ikan tinggi, makan nilai HSI nya juga tinggi. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada ikan juga dipengaruhi oleh nilai HSI ini.
Grafik HSI di atas menunjukkan bahwa nilai HSI ikan mas betina tertinggi terdapat pada TKG II yaitu 1,69% dan nilai HSI terendah terdapat pada TKG III yaitu 0,77%. Karena tidak ditemukan ikan betina dengan TKG V maka nilai HSI pada TKG tersebut pun tidak ada.
4.2.5 Fekunditas
Berdasarkan data ukuran panjang dan bobot ikan angkatan, dapat diketahui bahwa ikan yang dijadikan sampel memiliki bobot dan ukuran tubuh yang berbeda beda. Karena danya perbedaan ukuran ikan maka fekunditas setiap ikan pun pasti berda beda. Variasi jumlah ikan dapat disebabkan karena variasi ukuran ikan. Meningkatnya fekunditas terjadi seiring bertambanhnya panjang atau bobot (Effendi 1979).
4.3 Kebiasaan Makanan
Kebiasaan makan dan cara makan ikan secara alami bergantung pada lingkungan tempat ikan itu hidup. Kebiasaan makan ikan mencakup jenis, kualitas, dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan. Kebiasaan makanan dan cara makan ikan secara alami bergantung kepada lingkungan ikan itu hidup (Effendie 1997.).
4.3.1 Indeks Bagian Terbesar
Gambar 8. Grafik Indeks Proponderan
Berdasarkan hasil data angkatan 2024 perikanan, dapat diketahui bahwa presentase tingkat jenis makanan terbanyak dari keseluruhan ikan swanggi yang diamati adalah detritus sebesar 80%. Hal ini menunjukkan bahwa detritus merupakan makanan utama pada ikan swanggi. Kemudian jenis pakan kedua yang juga dikonsumsi oleh ikan swanggi adalah animal fraction dengan IP sebesar 6%, Zooplankton dengan IP 2%, Phytoplankton dengan IP 3%, Molusca dengan IP sebesar 3%, dan Fish dengan IP sebesar 2%. Sedangkan untuk jenis pakan lainnya seperti plants, benthos, insecta dan lain-lain tidak di konsumsi oleh ikan swanggi yang ditunjukkan dengan tidak ditemukannya jenis pakan tersebut dalam usus ikan swanggi yang dianalisis. jadi, indeks pakan terbesar pada ikan swanggi adalah detritus.
4.3.2 Indeks Ivlev
Indeks selektivitas (Ivlev) (indeks pilihan) merupakan perbandingan antara organisme pakan ikan yang terdapat dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang terdapat dalam perairan. Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang terdapat dalam alat pencernaan ikan ditentukan berdasarkan indeks ivlev (Effendie, 1979).
Nilai indeks ivlev berkisar antara +1 sampai -1 , apabila 0 < E < 1 menunjukkan bahwa pakan disukai, dan jika nilai 1 < E < O menunjukan pakan tersebut tidak disukai oleh ikan. Sementara jika nilai E=0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya..
Berdasarkan praktikum yang telah kami laksanakan, tidak ada data yang dapat digunakan untuk perhitungan, sehingga tidak ada pula hasil yang didapatkan.
4.3.3 Tingkat Trofik
Tingkat trofik ikan dikategorikan menjadi 3 yaitu tingkat trofik 2 untuk ikan
herbivora, 2,5 untuk ikan yang bersifat omnivora, dan tingkat trofik 3 atau lebih untuk ikan yang bersifat karnivora.
Gambar 9. Tabel Grafik Tingkat Trofik
Dilihat dari data angkatan bahwa ikan swanggi tergolong kedalam karnivora, TP-nya mencapai titik 2,97.
Estimasi nilai trofik didasarkan pada Stergiou dan karpouzi (2002) yaitu :
1. Kelompok pertama adalah jenis dengan posisi trofik sebagai herbivora (troph = 2,0- 2,1).
2. Kelompok kedua adalah jenis ikan dengan posisi trofik sebagai ikan omnivora yang cenderung lebih bersifat herbivora (2,1<troph<2,9)
3. Kelompok ketiga adalah jenis ikan dengan posisi trofik sebagai ikan omnivora cenderung bersifat karnivora (2,9<troph<3,7)
4. Kelompok keempat adalah jenis ikan dengan posisi trofik sebagai ikan karnivora (3,7<troph<4,5)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Saran ini ditujukan kepada peserta praktikum agar dapat mengikuti praktikum dengan serius dan mengikuti petunjuk praktikum yang telah diberikan dengan baik dan benar sehingga pemahaman yang didapat dapat lebih luas lagi dan membuka wawasan baru mengenai organisme yang sedang di amati.
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, A. A., Mudhar, K. S., & Iqbal, J. (2019). Growth performance of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) cultured in freshwater and saline water ponds.
Journal of Entomology and Zoology Studies, 7(4), 244-249.
Bhujel, R. C., Little, D. C., & Yakupitiyage, A. (2020). Growth response of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) to diets with different protein-energy ratios.
Aquaculture, 525, 735256.
Bone, Quentin and Moore, Richard H. 2008. Biology of Fishes. Taylor and Francis Group Effendie M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri. P : 112.
Effendie, M. I. 1992. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Effendie, M.I., 2002. Biologi Perikanan. Perikanan IPB. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta. Hal 163
FAOFish Tech.Pap.,283: 152pp.
Froese, R. And D. Pauly. Editors. (2022). Fishbase. Chanos Chanos (Forsskål, 1775).
Accessed Through: World Register Of Marine Species At:
Https://Www.Marinespecies.Org/Aphia.Php?P=Taxdetails&Id=217625 On 09-02-2022
Mudjiman, A. 2014. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Bogor. 189 Hal.
Nikolsky, G.V., 1969. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York.
Sulistiono, Mia R. J., Yuniar. E., 2001. Reproduksi Ikan Belanak (Mugil dussumieri) di Perairan Ujung Pangkal, Jawa Timur. Jurnal Ikhtiologi Indonesia Vol i. No. 2.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Verma, S. R., Singh, R. K., & Jena, J. K. (2018). Condition factor and its correlation with gonado-somatic index of sexually matured captive grown red snapper, Lutjanus argentimaculatus (Forsskål, 1775). Journal of Applied Ichthyology, 34(6), 1244-1249
Yee, M., Skinner, M. E., & Dibble, K. (2017). Effects of selective breeding and strain derivation on growth performance and survival of Nile Tilapia Oreochromis niloticus. North American Journal of Aquaculture, 79(2), 137-144.
LAMPIRAN Lampiran 1 Alat dan Bahan
Lampiran 2 Prosedur Bagan Alir
Prosedur Analisis Morfometrik dan Meristik
Prosedur Analisis Pertumbuhan
Prosedur Analisis Reproduksi
Prosedur Analisis Kebiasaan Makan
Lampiran 3 Dokumentasi Kegiatan