• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREDIT UMKM SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREDIT UMKM SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREDIT UMKM SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KEMISKINAN DI

INDONESIA

JURNAL ILMIAH

Disusun Oleh :

Ake Lintang Samudra 145020400111020

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2019

(2)
(3)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREDIT UMKM SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA

Ake Lintang Samudra, Agus Suman Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya

Email: akelintang@gmail.com agusuman@ub.ac.id

ABSTRACT

Micro, Small and Medium Enterprises are now driving national economic activity. The existence of UMKM in Indonesia plays an important role in providing employment, reducing poverty and income inequality and improving the national economy. However, one of the problems that hinders the development of UMKM is the lack of capital. The banks created the UMKM credit program to overcome these problems. The purpose of this study is to identify what factors influence UMKM credit in Indonesia, and to determine the effect of UMKM credit on poverty in Indonesia. Based on research results, the BI rate, GRDP, NPL, Number of Branch Offices, and LDR have a significant positive effect and Inflation has a significant negative effect on the total UMKM loan disbursement. Whereas the total UMKM credit has a significant negative effect on poverty in Indonesia.

Kata kunci : UMKM, Kredit UMKM, Kemiskinan

A. PENDAHULUAN

Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Menurut Rintuh (2003), kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan kualitas hidupnya. Kemiskinan sendiri merupakan masalah yang menyangkut banyak aspek karena berkaitan dengan pendapatan yang rendah, buta huruf, derajat kesehatan yang rendah dan ketidaksamaan derajat antar jenis kelamin serta buruknya lingkungan hidup (World Bank, 2004).

Para ahli ekonomi percaya bahwa cara terbaik untuk keluar dari masalah keterbelakangan ekonomi adalah dengan cara meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya sehingga dapat melampaui pertumbuhan penduduk. Dengan cara tersebut maka angka pendapatan per kapita akan meningkat sehingga dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat. Oleh karena itu, masih diperlukan strategi penanggulangan kemiskinan yang terpadu, terintegrasi dan sinergis sehingga masalah ini dapat terselesaikan secara tuntas.

Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha terbesar di Indonesia. UMKM ini memiliki tiga peran penting dalam perekonomian Indonesia. Pertama, jumlah UMKM banyak dan mencakup setiap sektor ekonomi. Kedua, UMKM menyerap tenaga kerja dengan jumlah banyak. Ketiga, UMKM memberikan kontribusi yang besar dalam pendapatan nasional. UMKM mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan dan pertahanan ekonomi bangsa Indonesia. Hal ini terbukti ketika krisis melanda bangsa Indonesia sejak tahun 1997 UMKM yang pada masa itu masih disebut sebagai Usaha Kecil dan Menengah menjadi katup penyelamat bagi pemulihan ekonomi bangsa karena mampu memberikan sumbangan yang sangat signifikan pada PDB maupun penyerapan tenaga kerja (Ravik, 2007).

Mengingat UMKM umumnya berbasis pada sumberdaya ekonomi lokal dan tidak bergantung pada impor, serta hasilnya mampu diekspor karena keunikannya, maka pembangunan UMKM diyakini akan memperkuat fondasi perekonomian nasional (Widyaresti,2012). Saat krisis ekonomi, usaha kecil menengah terbukti mampu menampung 99,45 persen dari total tenaga kerja atau 73,24 juta tenaga kerja (Bank Indonesia, 2015). Kontribusi yang diberikan oleh pelaku usaha kecil menengah (UKM) pada kondisi krisis ekonomi dapat dinilai sebagai penopang dalam proses pemulihan perekonomian nasional, dipandang dari laju pertumbuhan ekonomi nasional maupun dalam peningkatan kesempatan kerja.

(4)

Selain dilihat dari kemampuan UMKM dalam menampung jumlah tenaga kerja yang banyak, kuantitas UMKM yang banyak di Indonesia juga menjadi alasan mengapa UMKM kebal terhadap krisis. UMKM menjadi usaha yang dapat bertahan dalam kondisi krisis disebabkan oleh sifat UMKM yang sangat fleksibel. Usaha yang fleksibel diartikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibandingkan dengan perusahaan berskala besar yang pada umumnya birokratis. Kecepatan reaksi bisnis ini terhadap segala perubahan seperti pergeseran selera konsumen, trend, produk baru dan lain sebaginya cukup tinggi, sehingga bisnis skala kecil ini lebih kompetitif.

Suryadharma (2008), menyatakan bahwa benteng pertahanan ekonomi nasional adalah usaha kecil menengah sehingga bila sektor tersebut diabaikan maka sama halnya tidak menjaga benteng pertahanan Indonesia. Mengingat kemampuan dan kontribusi dari kelembagaan usaha kecil menengah dalam perekonomian nasional sangat besar maka pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu dengan melakukan pemberdayaan kelembagaan tingkat Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan seluruh cakupan masyarakat sehingga saling bersinergis dan berkesinambungan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menimbulkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan dan perundang-undangan yang meliputi aspek pendanaan, sarana dan prasarana dan lain- lain. Sementara pasal 2 menyatakan Dunia usaha dan masyarakat berperan secara aktif membantu menimbulkan iklim usaha. Dari peraturan perundang-undangan di atas menunjukan bahwa dunia usaha seperti bank, harus berperan aktif dalam penyaluran kredit kepada pelaku UMKM.

Pembiayaan di sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) masih menjadi konsentrasi perbankan. Diperkirakan kredit ke sektor ini terus meningkat seiring dengan masih besarnya pasar yang belum digarap. Selain itu rendahnya NPL sektor UMKM membuatnya semakin menarik bagi perbankan. Rasio NPL perbankan diperkirakan akan relatif stagnan sekitar 3,5% - 4,5% (namun masih di bawah batas ketentuan 5%). Persaingan perbankan khususnya dalam penyaluran kredit semakin ketat, karena tekanan terutama dari pemerintah dan BI terkait dengan belum bergeraknya sektor riil, mendorong terjadinya penurunan suku bunga kredit yang menyebabkan pendapatan perbankan akan turun. Selain tantangan dari sisi perbankan sendiri, tantangan dari eksternal juga masih menghadang. Walaupun masa-masa terburuk ekonomi global sudah terlampaui, namun krisis global tampaknya belum seratus persen hilang. Beberapa perkembangan terakhir yang harus dicermati, seperti krisis Dubai World dan mulai bangkrutnya perbankan di Austria dan Yunani dikhawatirkan akan memicu efek yang lebih besar bagi ekonomi global yang ujungnya akan berimbas pada ekonomi domestik. Hal tersebut menyebabkan perbankan belum dapat menurunkan premi risikonya sehingga bersikap risk averse.

Menurut Adhy Basar P. (2009), hambatan penyaluran kredit tidak hanya datang dari pihak perbankan. Sektor UMKM yang ingin mengajukan permohonan kredit terhalang oleh kendala jaminan (collateral) yang diminta oleh pihak bank. Padahal sebagian besar nasabah UMKM tidak memiliki jaminan yang memadai yang dapat digunakan untuk memperoleh kredit. Selain itu, prosedur dan administrasi kredit yang berbelit-belit juga menjadi penyebab keengganan pihak debitur untuk meminjam dan di bank. Kondisi ini diperparah dengan munculnya berbagai alternatif lembaga pembiayaan lain seperti pegadaian, koperasi dan sebagainya dimana lembaga-lembaga tersebut memiliki prosedur kredit yang lebih mudah dan lebih cepat daripada di bank. Selain itu, tingkat suku bunga kredit juga menjadi pertimbangan lain bagi nasabah untuk mengajukan kredit.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas selanjutnya penulis mengambil judul penelitian ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit UMKM serta Dampaknya Terhadap Kemiskinan di Indonesia”. Pemilihan judui ini dengan pertimbangan bahwa tersedianya data-data sebagai objerk kajian, dan belum ada penelitiaan sebelumnya yang membahas masalah tersebut.

B. TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi ketidak mampuan ini ditandai dengan

(5)

rendahnya kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan, sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan yang rendah ini tidak hanya berdampak berkurangnya kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata seperti standar kesehatan masyarakat standar pendidikan. Secara umum, kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu untuk menjamin kelangsungan hidup (Suryawati, 2004). Kemampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan pokok berdasarkan standar harga tertentu adalah rendah sehingga kurang menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup pada umumnya. Berdasarkan pengertian ini, maka kemiskinan secara umum didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang dapat menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup.

Menurut Todaro (2006) menyatakan bahwa variasi kemiskinan dinegara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan, (2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh Negara yang berlainan, (3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya, (4) perbedaan peranan sektor swasta dan negara, (5) perbedaan struktur industri, (6) perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain dan (7) perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri. Besaran kemiskinan timbul dari kombinasi pendapatan per kapita yang rendah dan tingginya ketimpangan distribusi pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita maka semakin rendah pula kemiskinan absolut. Akan tetapi, tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi tidak menjamin bahwa tingkat kemiskinan juga lebih rendah.

Dalam Teori Lingkaran Kemiskinan (Nurkse) dijelaskan bahwa kemiskinan dapat bermula dalam kondisi apapun baik itu karena adanya ketimpangan, produktivitas yang rendah, pendapatan yang rendah ataupun tingkat tabungan dan investasi yang rendah. Dalam penelitian ini kemiskinan diasumsikan dimulai karena adanya ketidak sempurnaan pasar. Adanya ketidak sempurnaan pasar, keterbelakangan, ketertinggalan, kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas.

Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi yang pada akhirnya berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran kemiskinan, Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan tidak hanya disebabkan oleh ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal ini, Nurkse mengatakan inti dari lingkaran kemiskinan ini adalah keadan yang menyebabkan timbulnya hambatan terhadap terciptanya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Di satu pihak, pembentukan modal ditentukan oleh tabungan dan di pihak lain ditentukan oleh perangsang untuk menanam modal.

Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Pengertian UMKM adalah peluang usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perseorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Menurut UUD 1945 kemuadian dikuatkan melalui TAP MPR NO. VI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan.

Selanjutnya dibuatklah pengertian UMKM melalui UU No.9 Tahun 1999 dan karena keadaan perkembangan yang semakin dinamis dirubah ke Undang-Undang No.20 Pasal 1 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah maka pengertian UMKM adalah sebagai berikut:

1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.

(6)

3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

4) Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

5) Dunia Usaha adalah usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.

Menurut Hubeis (2009) permasalan umum yang biasanya terjadi pada UMKM yaitu : 1) Kesulitan pemasaran

Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan UMK.

Dari hasil studi yang dilakukan oleh James dan Akrasanee (1988) di sejumlah negara ASEAN, menyimpulkan UMKM tidak melakukan perbaikan yang cukup di semua aspek yang terkait dengan pemasaran seperti peningkatan kualitas produk dan kegiatan promosi, sulit sekali bagi UMK untuk dapat turut berpartisipasi dalam era perdagangan bebas.

2) Keterbatasan Finansial

Terdapat dua masalah utama dalam kegiatan UMK di Indonesia, yakni dalam aspek finansial (mobilisasi modal awal dan akses ke modal kerja) dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal awal bersumber dari modal (tabungan) sendiri atau sumber-sumber informal, namu sumber-sumber permodalan ini sering tidak memadai dalam bentuk kegiatan produksi maupun investasi. Walaupun begitu banyak skim-skim kredit dari perbankan dan bantuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sumber pendanaan dari sektor informal masih tetap dominan dalam pembiayaan kegiatan UMK.

3) Keterbatasan SDM

Salah satu kendala serius bagi banyak UMK di Indonesia adalah keterbatasan SDM terutama dalam aspek-aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntansi data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Semua keahlian ini sangat dibutuhkan untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar barang.

4) Masalah Bahan Baku

Keterbatasanbahan baku serta kesulitan dalam memeperolehnya dapat menjadi salah satu kendala yang serius bagi banyak UMK di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan harga yang relatif mahal. Banyak pengusaha yang terpaksa berhenti dari usaha dan berpindah profesi ke kegiatan ekonomi lainnya akibat masalah keterbatasan bahan baku.

5) Keterbatasan Teknologi

UMKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi yang tradisional, seperti mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang bersifat manual. Hal ini membuat produksi menjadi rendah, efisiensi menjadi kurang maksimal, dan kualitas produk relatif rendah.

Kredit UMKM

Kebutuhan yang dimiliki manusia selalu meningkat, sedangkan kemampuan dan alat untuk memenuhinya sifatnya terbatas. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang dapat dibantu dimudahkan untuk memenuhinya yaitu dengan jalan dibantu dari aspek permodalannya dalam bentuk kredit. Menurut UU No. 10 Tahun 1998, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Muljono (1990) menyatakan bahwa kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pembelian atau mengadakan suatu peminjaman dengan janji pembayaran akan dilakukan/

ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan sejumlah nominal tertentu yang dipercayakan kepada pihak lain dengan

(7)

penangguhan waktu tertentu yang dalam pembayarannya akan disertakan adanya tambahan berupa bunga sebagai kompensasi atas risiko yang ditanggung oleh pihak yang memberikan pinjaman.

Dalam penyaluran kredit termasuk kredit UMKM tak terlepas dari adanya manajemen bank umum, dimana manajemen bank umum itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari faktor ekternal maupun dari faktor internal. Faktor Eksternal merupakan faktor diluar kendali perbankan seperti kebijakan moneter, GDP dan sebagainya (Dahlan, 2005), sedangkan faktor internal bersumber dari dalam bank terkait dengan pengambilan kebijakan dan strategi operasional bank. Sehubungan dengan manajemen bank terkait penyaluran kredit, bank umum harus memperhatikan kondisi internalnya yang meliputi kondisi keuangan dan kondisi kesehatan bank. Menurut Kasmir (2008) dalam rangka penetapan kualitas kredit serta penentuan tingkat kesehatan bank dilakukan dengan ketentuan melihat kriteria permodalan, aktiva produktif, rentabilitas, liquiditas dan efisiensi perbankan.

Penelitian Terdahulu

Yuda dan Wahyu (2010) mencoba melakukan penelitian menguji pengaruh faktor internal bank terhadap kredit yang disalurkan. hasil penelitian menunjukan bahwa DPK, ROA berpengaruh postif, sedangkan CAR dan NPL memiliki pengaruh negatif. Ratnasari dan Soesatyo (2015) melakukan penelitian menguji Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Kepada UMKM Oleh Perbankan di Indonesia Tahun 2011-2015. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa variabel Inflasi dan BI Rate tidak berpengaruh terhadap penyaluran kredit UMKM pada tiga kelompok bank di Indonesia sedangkan pertumbuhan ekonomi, NPL, CAR, dan DPK berpengaruh terhadap penyaluran kredit UMKM

Mabruroh (2016) mencoba melakukan estimasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah oleh bank umum di Indonesia. NPL memiliki pengaruh negatif terhadap penyaluran kredit UMKM sedangkan DPK, LDR, CAR dan SBI memiliki pengaruh positif terhadap penyaluran kredit UMKM.Kemudian Iztihar (2018) melakukan pengujian pengaruh KUR terhadap penanggulangan kemiskinan, pengembangan UMKM dan perekonomian di Indonesia, hasil dari penelitian ini adalah Penyaluran dana KUR memberikan pengaruh positif signifikan terhadap pengembangan usaha kecil dilihat dari bertambahnya jumlah UMKM, tenaga kerja UMKM dan nilai output UMKM serta meningkatknya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Akan tetapi, memberikan pengaruh negatif signifikan pada kemiskinan.

C. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis data sekunder yang bersumber dari situs resmi Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan maupun dari situs resmi lainnya sebagai bahan pendukung. Penelitian ini juga berlandaskan pada studi literasi terdahulu terkait kredit UMKM, kemiskinan ataupun pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah atau kelompok negara. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan terhadap kajian empiris untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menampilkan data dalam bentuk angka daripada naratif serta mencoba melakukan pengukuran yang akurat terhadap sesuatu. Pembahasan akan mengacu pada hasil pengolahan data yang diperoleh, kemudian data yang ditemukan akan dipaparkan secara sistematis dan faktual sesuai dengan tujuan penelitian.

Lingkup Penelitian

Rentang waktu dalam penelitian ini adalah dari tahun tahun 2011-2018 yang merupakan periode tahunan. Objek penelitian ini adalah 33 provinsi yang ada di Indonesia kecuali Kalimantan utara karena provinsi tersebut baru berdiri pada tahun 2012.

(8)

Variabel Penelitian

Tabel 1 Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Sumber

Total Kredit UMKM

Total kredit mikro kecil dan menengah yang disalurkan kepada masyarakat di suatu wilayah. Kredit UMKM diberikan oleh bank pelaksana kepada pelaku usaha untuk memenuhi pembiayaan dalam kebutuhan modal kerja atau usaha sehingga dapat memperlancar produksi atau usahanya.

OJK

Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana terjadi kekurangan dalam kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Kemiskinan juga terkadang berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan.

BPS

Suku Bunga

Bunga bank umum yang diberikan pada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank

BI

Inflasi

Kecendrungan naiknya harga-harga barang/jasa secara terus menerus, harga barang dan jasa akan mengakibatkan naiknya biaya produksi (cost production) dalam memproduksi suatu barang.

BI

PDRB

Pembagian dari PDRB dalam suatu wilayah provinsi dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di wilayah tersebut. PDRB adalah indikator yang digunakan dalam mengukur tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu wilayah/daerah.

BI

LDR

LDR adalah rasio perbandingan antara kredit yang diberikan dengan dana pihak ketiga. LDR digunakan untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh suatu bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan operasi atau kegiatan usahanya.

OJK

NPL Non Performing Loan NPL adalah suatu kondisi dimana

kredit yang disalurkan oleh bank macet atau gagal bayar. OJK Jumlah Kantor

Cabang

Jumlah kantor cabang bank dalam suatu wilayah/daerah.

OJK Sumber : Olahan Penulis, 2019

Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif adalah analisis data yang menggunakan model-model matematis, statistik, dan ekonometrik. Hasil dari analisis ini disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian diinterpretasikan dalam suatu uraian. Peneliti menggunakan analisis regresi data panel untuk mengolah hasil penelitian tersebut. Regresi data panel adalah gabungan antara data time series dan cross section, dimana unit cross section yang sama diukur pada waktu yang berbeda. Menurut Agus Widarjono (2009) penggunaan data panel dalam sebuah observasi memberikan beberapa keuntungan, yaitu mampu menyediakan data yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan degree of freedom yang lebih besar dan dapat mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah penghilangan variabel (omitted-variabel).

Model regresi data panel dalam penelitian ini terdiri dari 2 model. Model 1 digunakan untuk melihat faktor-faktor apasaja yang dapat mempengaruhi kredit UMKM, sedangkan model 2 digunakan untuk melihat pengaruh dari kredit UMKM terhadap kemiskinan di Indonesia.

Berikut ini rumus model regresi panel yang digunakan dalam penelitian ini : Model 1 lnY1it = α + β1 X1it + β2 X2it + β3 lnX3it + β4 lnX4it + β5 lnX5it + β6 X6it + εit

(9)

Model 2 lnY2it = α + β1 lnY1it + εit

Keterangan :

Y1it = Total Kredit UMKM Y2it = Kemiskinan

X1it = Suku Bunga X2it = Inflasi X3it = PDRB X4it = NPL

X5it = Jumlah Kantor Cabang X6it = LDR

α = Konstanta β = Koefisien Regresi

i = Tempat atau provinsi yang diteliti t = Periode tahun penelitian 2011-2018 ε = Error term

D.HASILDANPEMBAHASAN

Pada bagian ini akan dipaparkan uraian tentang hal-hal yang mana berkaitan dengan data- data yang berhasil dikumpulkan, hasil pengolahan data dan pembahasan dari hasil pengolahan tersebut. Adapun urutan pembahasan secara sistematis adalah sebagai berikut : deskripsi gambaran umum, pengujian asumsi klasik, analisis data yang berupa hasil analisis regresi data panel.

Gambaran Umum

Program Kredit Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) merupakan program yang termasuk dalam kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan akses permodalan dan sumber daya lainnya bagi usaha mikro dan kecil. Kredit UMKM diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di bidang usaha produktif dan layak (feasible), tetapi mempunyai keterbatasan dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan perbankan (belum bankable). Tujuan program Kredit UMKM adalah mengakselerasi pengembangan kegiatan perekonomian di sektor riil dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam rangka untuk menanggulangi dan mengentaskan kemiskinan serta perluasan kesempatan kerja.

Menurut alokasi dananya, mayoritas pinjaman Kredit UMKM lebih banyak tersalur untuk sektor perdagangan. Persepsi perbankan bahwa sektor perdagangan memiliki risiko yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya menjadi penyebab mengapa Kredit UMKM cenderung bias terhadap sektor ini. Bagi perbankan, pendapatan harian tetap pelaku usaha sektor perdagangan diartikan bahwa mereka memiliki kemampuan mengembalikan pinjaman Kredit UMKM tepat waktu dan tepat jumlah. Beberapa studi menunjukkan bahwa perkembangan sektor industri, pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi karena beberapa alasan.

Pertama, sektor-sektor itu memiliki kemampuan untuk menciptakan kesempatan kerja yang sangat luas. Kedua, backward dan forward linkage sektor-sektor tersebut terhadap sektor ekonomi lainnya sangat tinggi. Ketiga, khusus untuk sektor industri, berkembangnya sektor ini memungkinkan Indonesia menikmati secara optimal proses nilai tambah di dalam negeri.

Dilihat dari sebaran geografisnya, Kredit UMKM masih sangat terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Sampai dengan Desember 2018, dari total penyaluran Kredit UMKM sebesar Rp. 966,311 milliar, 59,12 persennya atau sekitar 571,303 milliar tersalur hanya ke UMKM di enam provinsi di Pulau Jawa, sedangkan sisanya 395,008 tersebar di luar pulau jawa. Kartika (2011) menemukan bahwa ketersediaan lembaga keuangan di suatu daerah (desa) berkorelasi tinggi dengan akses terhadap KUR di daerah (desa) yang bersangkutan. Semua provinsi di Pulau Jawa memiliki ketersediaan lembaga keuangan (bank) yang memadai. Sebaliknya, banyak provinsi di luar Pulau Jawa, contohnya Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat yang ketersediaan lembaga keuangannya masih terbatas.

(10)

Mengacu pada studi Kartika (2011) terlepas dari fakta bahwa secara agregat UMKM di Pulau Jawa relatif lebih banyak dibandingkan UMKM di luar Jawa, terbatasnya lembaga keuangan, seperti unit dan cabang bank pelaksana di beberapa provinsi luar Pulau Jawa kemungkinan juga berkontribusi terhadap tidak terdistribusinya Kredit UMKM secara proporsional ke seluruh provinsi. Misalnya, dari 10 kabupaten/kota di Maluku Utara, BRI hanya memiliki cabang di Ternate dan Soa-Sio. Terbatasnya unit dan cabang bank pelaksana ini membuat UMKM di beberapa provinsi, seperti di Maluku Utara, NTT, dan Sulawesi Tenggara, kesulitan mengakses KUR. Kenyataan ini perlu menjadi bahan pertimbangan karena UMKM di provinsi luar Jawa cenderung memproduksi barang dengan memanfaatkan sumber daya dan karakter lokal yang lebih kental dibandingkan dengan UMKM di Jawa (Adam, 2009). Penggunaan sumber daya dan karakter lokal ini menjamin keuntungan dari proses nilai tambah bisa secara optimal dinikmati bangsa ini.

Hasil Analisis Regresi Data Panel

Pengujian data telah dilakukan untuk masing-masing variabel yang digunakan pada model 1 dan model 2. Pemilihan model ini diperlukan untuk menentukan hasil penelitian yang sedang dilakukan. Sebelum melakukan uji pemilhan model, telah dilakukan uji common effect, uji fixed effect dan uji random effect dari masing-masing variabel dependen (rasio penentu profitabilitas) dari model 1 dan model 2. Setelah melakukan pengujian, pada model 1 menggunakan model fixed effect sedangkan pada model 2 juga menggunakan model fixed effect.

Model 1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kredit UMKM

Sumber : Data diolah, 2019

Variabel suku bunga memiliki nilai koefisien sebesar 0.0915 dengan nilai probabilitas 0.1027. Variabel suku bunga memiliki koefisien positif tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap total kredit UMKM di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin besar nilai suku bunga maka semakin besar total penyaluran kredit UMKM di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan teori intermediasi yang menyatakan, semakin tinggi bank mengenakan suku bunga kredit, minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin berkurang, sebab mereka dihadapkan dengan jumlah pembayaran kredit ditambah bunga yang tinggi. Dan ini memberatkan masyarakat yang bersangkutan dalam meminjam kredit, dan melunasi kreditnya di masa yang akan datang.

Namun sebaliknya, apabila bank mengenakan suku bunga kredit (pinjaman) yang rendah maka minat masyarakat dalam meminjam kredit bertambah besar, khususnya kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan semakin rendahnya suku bunga kredit, khususnya kredit untuk UMKM, maka akan memicu pertumbuhan, dan perkembangan jumlah UMKM, yang berarti dapat mengurangi jumlah pengangguran. Sebab bagaimanapun juga UMKM selama ini dikenal sebagai penopang jumlah tenaga kerja di Indonesia yang semakin melimpah, dan agar tidak menganggur.

Variabel inflasi memiliki nilai koefisien sebesar -0.0105 dengan nilai probabilitas 0.0234.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa signifikan variabel inflasi dikarenakan semakin tinggi inflasi maka semakin kecil total penyaluran kredit UMKM. Inflasi dapat mempengaruhi kredit

Koefisien Probabilitas

Variabel

X1 = Suku Bunga

0.091455 0.1027

X2 = Inflasi

-0.010508 0.0234

X3 = PDRB

1.013670 0.0000

X4 = NPL

0.067402 0.0355

X5 =Jumlah Kantor Cabang

0.131496 0.0426

X6 = LDR

0.015236 0.0046

C -4.027916 0.0000

R-Square 0.984402

Prob(F-statistic) 0.00000

(11)

UMKM ini dikarenakan dengan tingginya inflasi akan menyebabkan harga barang meningkat sehingga daya beli masyarakat menurun dan menyebabkan turunnya pendapatan para pelaku UMKM sehingga UMKM mengalami perlambatan usaha dan permintaan kredit UMKM menurun yang pengakibatkan total kredit UMKM yang disalurkan ikut menurun pula.

Variabel PDRB memiliki nilai koefisien sebesar 1.0136 dengan nilai probabilitas 0.0000.

PDRB merupakan proksi dari kondisi makroekonomi yang mencerminkan kondisi kesejahteraan ekonomi di suatu wilayah. Semakin tinggi PDRB maka semakin tinggi pula kesejahteraan dan kemakmuran suatu wilayah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa signifikannya variabel PDRB dikarenakan semakin tinggi inflasi maka semakin tinggi pula total penyaluran kredit UMKM.

PDRB merupakan nilai barang dan jasa yang diproduksikan dalam suatu wilayah dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk atau perusahaan wilayah lain.

Jika PDRB naik, maka akan diikuti peningkatan pendapatan masyarakat sehingga daya beli masyarakat akan naik sehingga meningkatkan kegiatan usaha serta kemampuaan untuk menabung (saving) juga ikut meningkat.

Variabel NPL memiliki nilai koefisien sebesar 0.0674 dengan nilai probabilitas 0.0355. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin besar nilai NPL maka semakin besar total penyaluran kredit UMKM di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan teori intermediasi perbankan bahwa dengan naiknya non performing loan (NPL) dapat mengurangi keuntungan dan membuat bank melakukan pengetatan dalam penyaluran kredit di suatu wilayah. NPL merupakan indikator resiko kredit, semakin tinggi nilai NPL maka akan mengurangi penyaluran kredit UMKM karena perbankan tidak menginginkan resiko yang akan merugikan perbankan. Oleh karena itu, perbankan akan menurunkan jumlah penyaluran kreditnya untuk menghindari terjadinya resiko kredit macet yang lebih besar. Adanya berbagai sebab membuat debitur mungkin saja menjadi tidak memenuhi kewajiban kepada bank. Manajemen piutang merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan yang operasinya memberikan kredit, karena semakin besar piutang semakin besar pula risikonya.

Apabila suatu bank kondisi NPL tinggi maka akan memperbesar biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank. Terdapat beberapa alasan mengenai NPL yang berpengaruh positif terhadap kredit UMKM. Pertama dikarenakan demand atau permintaan yang besar dari para pelaku UMKM seperti yang telah di jelaskan pada subbab suku bunga sebelumnya. Alasan kedua yaitu berdasarkan Gambar 4.4 di atas dapat dilihat bahwa perbankan di Indonesia mampu menjaga tingkat NPL atau kredit macet dari kredit yang mereka salurkan yang berada di kisaran angka 3,5% sampai 4%, sehingga jika ada kredit yang macet kerugian yang dialami tidak terlalu besar.

Ketiga, perbankan memiliki dana yang telah dianggarkan sebelumnya untuk mengantisipasi jika terjadi kredit gagal bayar. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Kredit (PPAPK) menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam berjaga-jaga mengelola kredit untuk menutup kemungkinan kredit yang macet ataupun kredit yang gagal bayar. Semakin tinggi rasio PPAPK maka semakin baik kualitas pengelolaan kredit sehingga dapat menyebabkan kemungkinan jika suatu bank dalam kondisi bermasalah maka akan tertanggulangi dengan baik.

Variabel jumlah kantor cabang bank memiliki nilai koefisien sebesar 0.0152 dengan nilai probabilitas 0.0426. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa signifikannya variabel jumlah kantor cabang bank dikarenakan semakin tinggi jumlah kantor cabang bank maka semakin tinggi pula total penyaluran kredit UMKM. Seiring dengan peningkatan jumlah kantor bank umum maka keberadaan bank dapat lebih dirasakan oleh masyarakat. Hal ini berpengaruh kepada akses nasabah terhadap perbankan untuk penyimpan dana maupun nasabah yang memerlukan pembiayaan di perbankan. Menurut Teory pemasaran Kotler mengungkapkan bahwa Stimuli pemasaran (marketing stimuli) yaitu faktor pemasaran yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan transaksi ekonomi. Variabel ini memiliki empat dimensi, yaitu: dimensi product, price, place, dan promotion ( Kotler 1997). Sehingga peningkatan jumlah kantor bank (place) diharapkan dapat mendorong transaksi di bank.

Variabel LDR memiliki nilai koefisien sebesar 0.0152 dengan nilai probabilitas 0.0426. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin besar nilai LDR maka semakin besar total penyaluran kredit UMKM di Indonesia. Jika kemampuan bank dalam menyalurkan kredit terhadap dana pihak ketiga yang terkumpul adalah tinggi, maka akan semakin tinggi pula kredit yang diberikan pihak bank dan juga akan meningkatkan laba bank yang bersangkutan, dengan kata lain kenaikan loan to

(12)

deposit ratio (LDR) akan meningkatkan total kredit UMKM, sehingga kinerja keuangan bank akan semakin baik (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kredit dengan efektif sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil).

Model 2 Pengaruh Kredit UMKM Terhadap Kemiskinan di Indonesia Koefisien Probabilitas

Variabel Y1 -0.061625 0.0000

C 13.59002 0.0000

R-Square 0.607625

Prob(F-statistic) 0.00000

Sumber : Data diolah, 2019

Variabel total kredit UMKM memiliki nilai koefisien sebesar -0.0616 dengan nilai probabilitas 0.000. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin besar penyaluran kredit UMKM maka semakin kecil atau berkurang penduduk miskin di Indonesia. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output dan kemiskinan menghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yakni efek trickle-down dari pertumbuhan ekonomi dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja atau pengangguran dan peningkatan upah/pendapatan dari kelompok miskin. Peran kredit UMKM sendiri berguna untuk meningkatkan pendapatan per kapita penduduk. Perlu diketahui bahwa kebanyakan dari penduduk miskin adalah para pelaku usaha yang masih kekurangan modal. Maka dari itu, kredit UMKM dianggap dapat membantu mengurangi jumlah penduduk miskin.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan antara kredit UMKM dan jumlah penduduk miskin. Hal tersebut berarti bahwa adanya kesesuaian antara teori lingarakan kemiskinan (Nurkse) dengan hasil penelitian atau dengan kata lain hasil dari penelitian ini menerima teori tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pada kenyataanya program kredit UMKM tersebut tepat sasaran karena dengan total penyaluran kredit UMKM yang mengalami peningkatan, hal tersebut menjamin jumlah penduduk miskin akan mengalami penurunan.

Keberhasilan program KUR dalam memberdayakan UMKM yang berjalan linier dengan kemampuannya mempercepat penanggulangan kemiskinan namun belum mampu mengurangi ketimpangan antar wilayah di Indonesia. Penyebabnya, secara konseptual kredit UMKM dikategorikan sebagai program penanggulangan kemiskinan yang bersifat pasif (passive poverty reduction program). Hanya sebagian kecil kredit UMKM terdistribusi ke wilayah Indonesia Bagian Timur (IBT) dan masih rendahnya alokasi kredit pada sektor pertanian. Padahal kemiskinan di Indonesia terkonsentrasi di wilayah IBT dan secara sektoral proporsi penduduk miskin juga cenderung berada di pedesaan dan bekerja di sektor pertanian.

Selain itu, dalam menjalankan program kredit UMKM, bank pelaksana tetap terikat dan harus mengikuti aturan-aturan microprudential perbankan, seperti NPL, LDR, CAR, dan GWM.

Dalam kondisi yang demikian, cukup beralasan jika bank pelaksana lebih suka menyalurkan kredit UMKM kepada UMKM yang prospektif dan dipandang mampu mengembalikan pinjaman yang pada umumnya dimiliki rumah tangga tidak miskin. Sebaliknya, menyalurkan kredit UMKM ke UMKM milik RTM (Rumah Tangga Miskin) dipandang akan meningkatkan risiko adanya kredit yang gagal bayar yang dapat mengakibatkan seperti naiknya NPL serta kerugian pada bank.

Permasalahan pada tataran konsep dan implementasi membuat RTM pemilik UMKM yang bisa mengakses program kredit UMKM memang masih sangat terbatas. Akan tetapi, mengandalkan program kredit UMKM untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan sebenarnya tidak sepenuhnya salah karena memiliki basis empiris yang cukup kuat. Studi (P2E LIPI, 2012) menunjukkan terdapat korelasi yang kuat antara tinggi rendahnya kredit UMKM dengan tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di satu provinsi. Semakin rendah KUR di daerah Papua maka akan menyebabkan semakin tinggi tingkat kemiskinannya.

(13)

E. PENUTUP Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan metode data panel dengan 2 model pengujian dimana model 1 digunakan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi total penyaluran kredit UMKM, model 2 untuk melihat pengaruh total penyaluran kredit UMKM terhadap kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1) Suku bunga Bank Indonesia berpengaruh positif tidak signifikan terhadap total kredit UMKM. Hal tersebut berarti bahwa dengan naiknya suku bunga Bank Indonesia tidak mempengaruhi pelaku UMKM untuk tetap mengajukan kredit UMKM kepada perbankan serta banyaknya permintaan kredit dari pelaku UMKM guna memperoleh tambahan modal.

2) Inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap total kredit UMKM karena dengan naiknya inflasi dapat menurunkan daya beli masyarakat sehingga dapat mengganggu kegiatan usaha, serta jika inflasi meningkat maka kecenderungan masyarakat untuk menabung juga akan berkurang yang akan mengakibatkan turunnya DPK dan berdampak pada turunnya kredit yang akan disalurkan perbankan.

3) PDRB berpengaruh positif signifikan terhadap total kredit UMKM karena jika PDRB naik, maka akan diikuti peningkatan pendapatan masyarakat sehingga daya beli masyarakat akan naik dan meningkatkan kegiatan usaha UMKM serta kemampuaan untuk menabung (saving) masyarakat juga ikut meningkat yang akan di salurkan kembali menjadi kredit kepada pelaku UMKM.

4) Non Performing Loan (NPL) berpengaruh positif signifikan terhadap total kredit UMKM yang berarti bahwa dengan naiknya NPL tidak mengurangi penyaluran kredit UMKM. Hal tersebut dikarenakan, pertama tingginya permintaan kredit dari para pelaku UMKM, kedua perbankan mampu menjaga dan mengendalikan nilai NPLnya yang rendah, ketiga perbankan sudah mencadangkan sejumlah nilai melalui penyisihan penghapusan aktiva produktif kredit (PPAPK) guna mengantisipasi kredit macet atau gagal bayar yang akan terjadi sehingga tidak mengalami kerugian.

5) Jumlah kantor cabang bank berpengaruh positif signifikan terhadap total kredit UMKM karena seiring dengan peningkatan jumlah kantor cabang bank maka keberadaan bank dapat lebih dirasakan oleh masyarakat. Hal ini berpengaruh kepada akses nasabah terhadap perbankan untuk penyimpan dana maupun nasabah yang memerlukan pembiayaan di perbankan.

6) Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif signifikan terhadap total kredit UMKM karena dengan meningkatkan dan menjaga posisi loan to deposit ratio (LDR) dapat meningkatkan jumlah kredit pada perbankan sehingga akan meningkatkan keuntungan dari bank.

7) Total kredit UMKM berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia. Hal tersebut berarti kredit yang di salurkan efektif memberikan kontribusi pada menurunnya kemiskinan di Indonesia. Dengan adanya kredit UMKM dari perbankan akan memberikan tambahan modal pada UMKM yang akan digunakan untuk menjalankan usaha dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga jumlah masyarakat miskin akan turun.

Saran

Setelah mempelajari, melakukan penelitian dan pembahasan hasil penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kredit UMKM serta dampaknya terhadap kemiskinan di Indonesia, maka penulis ingin memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1) Diharapkan pihak perbankan terus memberikan penyaluran dana kredit UMKM kepada para pelaku UMKM dan akan lebih baik jika kredit yang disalurkan menyasar pada pelaku usaha baru agar jumlah UMKM semakin meningkat. Karena terbukti kredit UMKM memnerikan pengaruh pada menurunnya kemiskinan di Indonesia.

2) Diharapakan pihak perbankan memberikan penyaluran dana kredit UMKM kepada wilayah diluar pulau Jawa khususnya pada Indonesia Bagian Timur karena adanya ketimpangan ekonomi dan besarnya jumlah penduduk miskin di wilayah tersebut.

(14)

3) Diharapakan pihak perbankan memberikan penyaluran dana kredit UMKM kepada sektor- sektor agraris seperti pertanian, perikanan dan perkebuman karena mayoritas masyarakat miskin di Indonesia memiliki pekerjaan di sektor-sektor tersebut.

DAFTARPUSTAKA

Adhy Basar P dan Ihsan Ismady P. 2009. Kondisi Perbankan 2009 dan Prospek 2010. Economic Review n0.218.

Bank Indonesia. 2015. Profil Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) : BanK Indonesia.

Dahlan Siamat, 1995, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Hubeis, Musa. 2009. Prospek Usaha Kecil dalam Wadah Inkubator Bisnis. Bogor: Ghalia Indonesia.

Kasmir. 2008. Manajemen Perbankan. Jakarta : PT Raja grafindo Persada

Mabruroh, 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Oleh Bank Umum di Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Muljono, T.P. 1990. Manajemen Perkreditan Bank Umum. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPEE.

Rintuh, C.. M,. 2003. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat. Jakarta. Dikti.

Suryadharma, Ali. 2008. “Menkop: Indonesia Bangkrut Kalau UMKM diabaikan”. Antara News, Jum’at 22 Desember. http://www.pustakadeptan. go.id/publikasi/p3272084.pdf.

Suryawati Chriswardani, 2004, “Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional”, Jurnal Manajemen Pembangunan dan Kebijakan, Volume 08, No. 03, Edisi September (121-129).

Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi kesembilan. Jakarta: Erlangga Undang-Undang No.20 Tahun 2008 tentang “ Usaha Mikro, Kecil dan Menengah”.

Widyaresti, Enggar Pradipta dan Achma Hendra Setiawan. 2012. Analisis PeranBRI Unit Ketandan dalam Pemberian Kredit Usaha Rakyat bagi Pengusaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten. Diponegoro Journal of Economics 1 (1) : 1-11.

World Bank. 2004. Mewujudkan Pelayanan Umum bagi Masyarakat Miskin. Jakarta. The World Bank.

Yuda , I Made Prastita dan Wahyu Meiranto 2010. Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Kredit yang Disalurkan. Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 7/No. 1/November 2010 : 94 – 110

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Padi di Kota Depok adalah karya

Hasil utama penelitian ini adalah (1) angka kemiskinan di RW kumuh lebih tinggi dibandingkan dengan RW tidak kumuh (2) faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dengan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2006) terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan kredit pada bank pemerintah di Sumatera Utara dengan

Devi R Situmorang : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Perbankan di Sumatera Utara, 2004... Devi R Situmorang : Analisis Faktor-Faktor yang

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan pada taraf nyata 10 persen adalah pendapatan dan pendidikan, sedangkan variabel jumlah pengangguran dan tingkat ketergantungan

Hasil utama penelitian ini adalah (1) angka kemiskinan di RW kumuh lebih tinggi dibandingkan dengan RW tidak kumuh (2) faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dengan

pemberian kredit UMKM parsial” diterima. Nilai t positif menunjukkan bahwa DPK mempunyai hubungan yang searah dengan kredit UMKM. Hal ini membuktikan bahwa bank

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP pada UMKM (Studi Kasus UMKM di