• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Anak dengan Down Syndrome

N/A
N/A
Agnesia Nona Yoli

Academic year: 2025

Membagikan "Asuhan Keperawatan Anak dengan Down Syndrome"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Dosen Pengampu : Muti Sahida, S.Kep., Ns.

Mata Kuliah : Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal ASUHAN KEPERAWATAN DOWN SYNDROME

Kelompok I

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2025/2026

NAMA NIM

Agnesia Nona Yoli 22206002

Abelia Dama 22206001

Andi Syahrul 22206003

Muhammad Rifki Septian Hamba 22206013 Trivana Enjelin Jitmau 22206033

Nurul Ilmi 22206030

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita dan tak lupa pula kita mengirim salam dan salawat kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawakan kita dari alam yang gelap menuju alam yang terang menerang, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Down Syndrome”

dengan lancar. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan down syndrome, serta infomasi dari media massa, tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Muti Sahida, S.Kep., Ns. selaku Dosen pengampu mata kuliah “Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal’’ Penulis berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam  hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai down syndrome khususnya bagi penulis. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, tetapi penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Makassar, 11 Januari 2025

(3)

DAFTAR ISI

(4)

LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi

Pada tahun 1866, seorang dokter Inggris bernama John Langdon Down dari Cornwall mengemukakan konsep Down Syndrome. Kondisi ini merupakan salah satu gangguan kromosomal paling umum yang terkait dengan disabilitas intelektual (Nasywa Achmad et al., 2023). Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2023), Down Syndrome adalah kondisi di mana seseorang memiliki salinan ekstra dari kromosom 21 dan menurut Kemenkes (2023), menjelaskan bahwa Down Syndrome adalah kelainan genetik yang disebabkan oleh kelebihan kromosom nomor 21, yang mengakibatkan keterlambatan perkembangan fisik dan mental.

Down Syndrome merupakan kelainan genetik (bawaan) pada kromosom 21 yang mengakibatkan rendahnya kecerdasan dan kelainan fisik yang khas. Kelainan biologis berupa adanya jejak ketiga kromosom 21 membuat individu memiliki 47 kromosom. Oleh karena itu, sindrom ini disebut juga Down Syndrome karena jumlah kromosom 21 terlalu banyak sehingga menjadi 3, padahal normalnya hanya 2 (Susilowati et al., 2023).

B. Etiologi

Hingga saat ini belum diketahui pasti penyebab down syndrome.

Namun, diketahui bahwa kegagalan dalam pembelahan sel inti yang terjadi pada saat pembuahan dapat menjadi salah satu penyebab yang sering dikemukakan dan penyebab ini tidak berkaitan dengan apa yang dilakukan ibu selama kehamilan (Irwanto, et al., 2019). Dalam tulisan (Rahmatunnisa et al., 2020), menjelaskan bahwa down syndrome merupakan kondisi abnormalitas kromosom yang berdampak pada keterlambatan perkembangan fisik dan mental. Hal ini disebabkan kelebihan kromosom ke-21 (trisomi), sehingga jumlah kromosom menjadi 47, tidak seperti manusia normal yang memiliki 46 kromosom (23 pasang dari ayah dan ibu).

Sebagian besar kasus down syndrome tidak diwariskan dan disebabkan oleh

(5)

kegagalan kromosom 21 untuk memisahkan diri selama perkembangan sel telur (Maclennan, 2020).

C. Faktor Risiko

Dikutip dari tulisan (Setiawan, 2020), berikut beberapa faktor risiko Down Syndrome :

1. Risiko wanita setelah 35 tahun akan meningkat. Namun anak-anak dengan down syndrome dilahirkan wanita dibawah 35 tahun.

2. Menjadi pembawa translokasi genetik. Baik pria maupun wanita dapat meneruskan translokasi genetik down syndrome ke anak-anak mereka.

3. Orang tua yang memiliki satu anak down syndrome, beresiko lebih tinggi untuk memiliki anak lagi dengan down syndrome konselor genetik dapat membantu menilai risiko memiliki anak kedua dengan down syndrome.

D. Manifestasi Klinis

Anak Down Syndrome setelah lahir dapat dikenali dari karakteristik fisiknya (Irwanto, et al., 2019). Beberapa karakteristik fisik khusus, meliputi:

1. Bentuk kepala yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan orangnormal (microchephaly) dengan area datar di bagian tengkuk.

2. Berat dan panjang saat lahir di bawah rata-rata.

3. Ubun-ubun berukuran lebih besar dan menutup lebih lambat (rata-rata usia 2 tahun).

4. Bentuk mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds).

5. Bentuk mulut yang kecil dengan lidah besar (macroglossia) sehingga tampak menonjol keluar.

6. Saluran telinga bisa lebih kecil sehingga mudah buntu dan dapat menyebabkan gangguan pendengaran jika tidak diterapi.

7. Garis telapak tangan yang melintang lurus/horizontal (simiancrease)

(6)

8. Penurunan tonus otot (hypotonia)

9. Jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), cuping hidung dan jalan napas lebih kecil sehingga anak Sindrom Down mudah mengalami hidung buntu.

10. Dagu kecil (micrognatia)

11. Gigi geligi kecil (microdontia), muncul lebih lambat dalam urutan yang tidak sebagaimana mestinya.

12. Spot putih di iris mata (Brushfield spots).

Menurut (Irwanto, et al., 2019), manifestasi klinis lainnya anak down syndrome antara lain:

1. IQ rendah 2. Tubuh pendek

3. Pigmentasi rambut dan kulit tidak sempurna

4. Gangguan mental dan kepekaan yang tinggi pada leukemia 5. Reaksi lamban

6. Gangguan motorik halus dan kasar 7. Gangguan kognitif dan Bahasa E. Patofisiologi

Menurut Irwanto, et al., (2019), Down Syndrome dikenal sebagai suatu kelainan genetik yang disebabkan adanya tiga kromosom 21.

Berdasarkan pemeriksaan sitogenetik, umumnya Down Syndrome dibedakan atas tiga tipe, yaitu SD trisomi bebas, SD translokasi, dan SD mosaic. Sindroma Down trisomi bebas merupakan tipe yang paling banyak dijumpai. Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut ketiga tipe sindroma Down tersebut. Kromosom adalah struktur seperti benang yang terdiri dari DNA dan protein lain. Kromosom-kromosom itu ada di setiap sel tubuh dan membawa informasi genetik yang diperlukan oleh sel untuk berkembang.

Gen adalah unit informasi yang dikodekan dalam DNA.

(7)

Sel manusia normal memiliki 46 kromosom yang dapat disusun dalam 23 pasang. Dari 23 pasang, 22 sama untuk pria maupun wanita yang disebut dengan autosom. Pasangan kromosom ke-23 adalah kromosom kelamin (X dan Y). Setiap anggota dari sepasang kromosom membawa informasi yang sama, yang berarti bahwa gen yang sama berada di daerah yang sama pada kromosom. Namun, variasi gen (alel) mungkin terjadi.

Contoh: informasi genetik untuk warna mata disebut gen, dan variasi untuk biru, hijau, dan lain-lain disebut alel. Ada dua cara pembelahan sel. Yang pertama adalah pembelahan sel biasa (mitosis).

Dengan cara ini, satu sel membelah menjadi dua sel yang memiliki jumlah dan tipe kromosom yang sama persis dengan kromosom sel induk.

Yang kedua adalah pembelahan sel yang terjadi dalam ovarium dan testis (meiosis) dan terdiri dari satu sel yang membelah menjadi dua, dengan jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom sel induk. Jadi, normalnya sel telur dan sel sperma hanya memiliki 23 kromosom bukan 46. Ada banyak kesalahan yang dapat terjadi selama proses pembelahan sel.

Pada meiosis, beberapa pasang kromosom membelah diri dan berpisah ke tempat yang berbeda, peristiwa ini disebut disjungsi.

Namun, kadang- kadang salah satu pasang tidak membelah, dan seluruhnya pergi ke satu daerah. Ini berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan memiliki 24 kromosom dan yang lain akan memiliki 22 kromosom. Peristiwa kecelakaan ini disebut dengan nondisjunction dan dapat terjadi pada meiosis I atau II (lebih sering terjadi pada meiosis I). Pada sindroma Down, 95% dari semua kasus disebabkan oleh peristiwa ini, satu sel mempunyai dua kromosom 21, bukan satu sehingga sel telur yang dibuahi akan memiliki tiga kromosom 21. Oleh karena itu sering disebut dengan nama ilmiah, trisomi 21(Irwanto, et al., 2019).

(8)

F. Klasifikasi

Menurut (Dia septiani et al., 2022), Down syndrome merupakan suatu kondisi yang disebabkan anomali kromosom 21 yang menyebabkan intelektual disability, mikrosefali, perawakan pendek dan karakteristik wajah. Anomali kromosom 21 ditunjukkan melalui kondisi sebagai berikut:

1. Trisomi 21

Down syndrome disebabkan karena adanya ekstra kromosom 21 (trisomi 21) yang terpisah, sehingga menyebabkan seseorang memiliki 47 kromosom.

2. Translokasi

Down syndrome akibat translokasi memiliki jumlah kromosom normal yaitu 46 kromosom tetapi memiliki ekstrak kromosom 21 yang ditranslokasikan ke kromosom lain. Translokasi paling umum terjadi di mana sepotong kromosom 21 tambahan melekat pada kromosom 14.

Meskipun demikian pada kasus ini kromosom 21 dapat bertranslokasi ke kromosom lain

3. Down syndrome mosaik

Down syndrome mosaik disebabkan karena kromosom nondijunction (kromosom gagal berpisah ke sel terpisah) selama pembelahan sel dalam embrio. Pada kondisi ini seseorang memiliki dua garis sel, satu dengan 46 kromosom, dan satunya lagi dengan 47 kromosom termasuk ekstra kromosom 21.

G. Komplikasi

1. Cacat jantung, leukemia 2. Gangguan kekebalan tubuh

3. Obesitas, masalah gigi, pendengaran, penglihatan 4. Masalah tulang belakang

(9)

H. Pemeriksaan Penunjang

Berikut beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Faradz, (2021) :

1. Pemeriksaan Dermatoglifik

Dermatoglifik adalah studi tentang pola sidik jari dan telapak tangan. Pada individu dengan Down Syndrome, sering ditemukan pola dermatoglifik yang khas, seperti peningkatan jumlah garis palmar transversal tunggal (simian crease). Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai uji diagnostik tambahan untuk mendeteksi trisomi 21.

2. Penilaian Fenotip Klinis

Penilaian fenotip melibatkan identifikasi ciri-ciri fisik khas yang sering ditemukan pada individu dengan Down Syndrome, seperti hipotonia (tonus otot rendah), wajah datar, dan leher pendek. Penilaian ini penting sebagai langkah awal dalam diagnosis sebelum konfirmasi dengan analisis genetik.

3. Analisis Kariotipe

Analisis kromosom melalui pemeriksaan kariotipe adalah metode definitif untuk mendiagnosis Down Syndrome. Pemeriksaan ini mengidentifikasi adanya trisomi 21 atau kelainan kromosom lainnya yang terkait dengan sindrom ini.

4. Skrining Ultrasonografi Prenatal

Selama kehamilan, ultrasonografi dapat digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda yang mengindikasikan risiko Down Syndrome pada janin, seperti peningkatan ketebalan nuchal translucency. Deteksi dini ini memungkinkan intervensi dan persiapan yang lebih baik bagi orang tua dan tenaga medis.

5. Pemeriksaan Fisik dan Penilaian Perkembangan

Setelah kelahiran, pemeriksaan fisik rutin dan pemantauan perkembangan anak dengan Down Syndrome sangat penting. Hal ini mencakup evaluasi pertumbuhan, perkembangan motorik, dan kemampuan kognitif untuk memastikan intervensi dini yang tepat.

(10)

6. Pemeriksaan Denver Developmental Screening Test (DDST)

Pemeriksaan DDST pada anak dengan Down Syndrome sangat berguna untuk mengidentifikasi area-area perkembangan yang membutuhkan perhatian lebih dan intervensi. Anak dengan Down Syndrome akan menunjukkan perkembangan yang tertinggal dalam berbagai aspek, tetapi dengan intervensi yang tepat, mereka dapat mencapai kemajuan yang signifikan dalam banyak area.

I. Penatalaksanaan

Menurut Nasution (2015),anak down syndrome memerlukan penanganan yang tepat untuk meningkatkan IQ, meningkatkan kemampuan motorik halus dan kasar, kemampuan berkomunikasi dan lain sebagainya.

Penanganan yang tepat untuk anak down syndrome yaitu : 1. Terapi okupasi

Suatu terapi yang diberikan untuk melatih kemandirian, kognitif, pemahaman, kemampuan sensorik dan kemampuan motorik anak.Terapi ini dapat membantu anak dengan down syndrome untuk menyesuaikan kegiatan sehari-hari agar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Jenis terapi ini mengajarkan cara makan, berpakaian, menulis, menggunakan komputer, atau sekadar memegang suatu benda yang sesuai dengan kondisinya.

Terapi ini juga mungkin dapat menawarkan alat khusus yang bisa membantu anak menjalankan aktivitasnya sehari- hari.Ambil contoh, pensil yang mudah anak genggam untuk menulis atau menggambar.

Adapun terapi ini dapat terus bermanfaat bagi penderita Down syndrome hingga ia menjelang dewasa. Pada usia sekolah menengah, terapis okupasi dapat membantu remaja mengidentifikasi pekerjaan, karier, atau keterampilan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.

(11)

2. Terapi wicara

Suatu terapi yang diberikan untuk melatih kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa secara efektif. Terapi ini dapat membantu anak-anak dengan down syndrome untuk meningkatkan keterampilan komunikasi mereka dan menggunakan bahasa dengan lebih efektif.

Down syndrome umumnya menyebabkan anak terlambat bicara.

Tak hanya itu, beberapa anak pun mungkin mengalami sulit bicara karena kelainan struktur mulut atau lidah yang terjadi padanya.Untuk mengatasi hal tersebut, terapi wicara dan bahasa sangat anak Anda butuhkan. Terapi ini dapat membantu anak mengembangkan keterampilan komunikasi, termasuk percakapan, pengucapan, pemahaman, serta belajar mengingat kata-kata.Terapi ini juga mungkin akan membantu anak untuk menggunakan sarana komunikasi alternatif, seperti bahaya isyarat dan gambar sampai ia benar- benar bisa berbicara. Dengan cara ini, anak dengan Down syndrome dapat mengembangkan keterampilan komunikasi yang sangat ia butuhkan untuk beraktivitas ke depannya. Pada bayi, terapis juga membantu bayi mempelajari cara menyusui dengan benar. Sebab, menyusui dapat membantu memperkuat otot yang akan anak gunakan untuk bicara.

3. Terapi bermain

Suatu kegiatan aktivitas fisik anak yang dapat melakukan keterampilan menjadi kreatif memberikan ekspresi terhadap pemikiran, berprilaku dewasa dan mempersiapkan diri untuk berperan.

J. Pencegahan

1. Konseling Genetik

Konseling genetik sangat penting bagi pasangan yang memiliki faktor risiko atau riwayat keluarga dengan Down Syndrome. Dalam konseling ini, pasangan dapat (WHO, 2023) :

(12)

a. Memahami risiko memiliki anak dengan Down Syndrome berdasarkan usia dan riwayat keluarga

b. Melakukan analisis kromosom (kariotyping) untuk mengetahui adanya potensi kelainan genetik

c.

Mendapatkan informasi tentang teknologi reproduksi atau opsi kehamilan yang sesuai

2. Perencanaan Kehamilan yang Tepat

Dalam kutipan March of Dimes (2023), berikut perencanaan kehamilan yang tepat :

a. Usia Kehamilan Optimal : Risiko Down Syndrome meningkat secara signifikan pada kehamilan di usia ibu lebih dari 35 tahun.

Jika memungkinkan, merencanakan kehamilan pada usia lebih muda dapat mengurangi risiko

b. Kesehatan Sebelum Kehamilan : Gaya hidup sehat, termasuk pola makan seimbang, olahraga, dan menghindari paparan zat berbahaya (seperti alkohol, rokok, dan bahan kimia), dapat mendukung pembentukan sel telur dan sperma yang sehat.

3. Pemeriksaan Prenatal

Pemeriksaan prenatal bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan Down Syndrome pada janin sejak dini. Tes yang tersedia meliputi (ACOG, 2021) :

a. Tes Skrining Non-Invasif:

1) USG Nuchal Translucency (NT) : Dilakukan pada trimester pertama untuk mengukur ketebalan cairan di belakang leher janin

2) Tes Darah Ibu : Mengukur kadar hormon tertentu dan protein yang dapat menunjukkan risiko Down Syndrome

(13)

3) Non-Invasive Prenatal Testing (NIPT) : Mendeteksi fragmen DNA janin dalam darah ibu untuk mengetahui kelainan kromosom

b. Tes Diagnostik (Invasif):

1) Amniosentesis : Pengambilan sampel cairan ketuban untuk analisis kromosom.

2) Chorionic Villus Sampling (CVS) : Mengambil sampel jaringan plasenta untuk memeriksa kelainan genetik 3) Tes ini biasanya ditawarkan jika hasil skrining

menunjukkan risiko tinggi 4. Teknologi Reproduksi Berbantu

Bagi pasangan dengan risiko genetik tinggi, teknologi reproduksi berbantu dapat menjadi opsi, seperti :

In Vitro Fertilization (IVF): Dengan Preimplantation Genetic Testing (PGT), embrio diuji sebelum ditanamkan ke rahim untuk memastikan embrio tidak memiliki kelainan kromosom (NDSS, 2023).

5. Edukasi dan Kesadaran

a. Mengedukasi masyarakat tentang Down Syndrome, termasuk faktor risiko dan pentingnya pemeriksaan prenatal

b. Meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan dan konseling untuk mendorong perencanaan kehamilan yang lebih baik

6. Mendukung Keputusan Informasi

Meskipun pencegahan total tidak mungkin, memahami risiko sejak awal memungkinkan pasangan membuat keputusan yang sesuai dengan nilai, preferensi, dan situasi pribadi mereka.

(14)

NON-DISJUNCTION - Usia ibu >35 tahun - Pemindahan genetik

trisomi 15 & 21

TRANSLOCATIONS MOZAIK

Pembelahan trisomi bahan genetik 14 ke trisomi 21

Bilangan kromosom 23 pasang

DOWN SYNDROME

Fisik (terganggu) Kognitif (terganggu)

Tumbuh kembang terlambat

Kelainan Kromosom

Perkembangan fisik tidak normal

Otot lemah

& lemas

Motorik kasar &

halus terlambat

Tidak mampu beraktifitas

Gangguan Mobilitas Fisik

Defisit Perawatan Diri Bahasa terganggu

Gangguan Komunikasi Verbal Sulit berbicara

Masalah di jantung/

ketidaksempurnaan organ jantung

Terjadi septal pada jantung

Kadar O₂ dalam darah ke sirkulasi sistemik ↓

Perfusi O₂ kejaringan ↓

Gangguan perfusi jaringan jantung Cemas

Kecemasan orang tua

(15)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSIS MEDIS FRAKTUR CLAVICULA PRE-OPERASI PADA RUANG PERAWATAN

AD-DHUHA RSUD HAJI KOTA MAKASSAR

A. Pengkajian 1. Identitas Klien

Nama : Tn. S

Tempat/Tanggal lahir : Makassar/ 03 Maret 1996

Alamat : Jln. Pelita 2

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status Perkawinan : Belum kawin

Suku : Bugis

Pekerjaan : Wiraswasta

No. Rekam Medis : 00329833

Diagnosa medis : Fraktur clavikula 1/3 midel sinistra orto

Tanggal Masuk : 24 Januari 2025 Tanggal Pengkajian : 27 Januari 2025 2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Karyawan swasta

Alamat : Jln. Pelita 2

Hubungan dengan Klien : Kakak Kandung

(16)

3. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama : Kesulitan menggerakkan lengannya b. Riwayat keluhan utama

Klien mengatakan nyeri tajam pada bahu kiri, klien juga sulit menggerakkan bahu dan lengannya

c. Riwayat kesehatan

Pada tanggal 24 januari 2025 Klien mengalami kecelakaan kerja di kantornya yaitu jatuh dari tangga, klien merasakan nyeri hebat hingga bahu dan lengannya sulit digerakkan, kemudian klien langsung dibawa ke IGD RSUD Haji Kota makassar untuk ditangani

4. Genogram

G1

G2

G3

Keterangan :

? ?

?

32

4

28

?

? ?

(17)

: Laki-laki : Perempuan X : Meninggal ---- : Tinggal Bersama

: Klien

: Garis Pernikahan : Garis Keturunan

? : Umur Tidak Diketahui

G1 : Generasi pertama kakek dan nenek klien dari ayah dan ibu klien G2 : Generasi kedua ayah dan ibu klien

G3 : Generasi ketiga adalah klien yang menderita Down Syndrome B. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum :

2. Kesadaran : Composmentis 3. Tanda tanda vital

a. Tekanan Darah : 130/70 mmHg b. Pernapasan : 22 kali/menit

c. Nadi : 70 kali/menit

d. Suhu tubuh : 36,7° C e. Saturasi oksigen : 97%

4. Berat badan dan tinggi badan a. Berat badan : 75 Kg b. Tinggi badan : 170 Cm 5. Kepala dan wajah

Inspeksi: Simetris, tidak ada luka, pembengkakan, atau deformitas.

Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi.

6. Leher

Inspeksi: Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada deviasi trakea.

(18)

Palpasi: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada nyeri tekan pada vertebra servikalis.

7. Dada (Thoraks)

Inspeksi: Terdapat pembengkakan dan deformitas di area klavikula kiri, asimetri bahu kiri tampak lebih rendah.

Palpasi: Nyeri tekan pada klavikula kiri, krepitasi terasa di daerah fraktur, tidak ada emfisema subkutan.

Perkusi: Sonor pada kedua hemitoraks.

Auskultasi: Suara napas vesikuler normal, tidak ada wheezing atau ronki.

8. Abdomen

Inspeksi: Tidak ada distensi atau bekas luka.

Palpasi: Lembut, tidak ada nyeri tekan atau pembesaran organ.

Perkusi: Timpani normal, tidak ada tanda ascites.

Auskultasi: Peristaltik usus normal.

9. Genetalia dan anus 10. Eksremitas atas

Inspeksi: Lengan kiri tampak lebih jarang digunakan, tidak ada luka terbuka.

Lengan kanan terpasang infus RL 20/ tpm

Palpasi: Nyeri tekan pada bahu kiri, sirkulasi distal baik (nadi radial teraba kuat, CRT < 2 detik).

Perkusi: Tidak ada kelainan.

C.Ekstremitas Bawah

Inspeksi: Tidak ada edema atau deformitas.

Palpasi: Suhu normal, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi: Tidak ada kelainan.

(19)

D. Pola Akivitas Sehari-hari

NO. Jenis Kegiatan Deskripsi

1. Nutrisi  Frekuensi: 3 kali makan utama, 1-2 camilan sehari

  Preferensi: Makanan manis, tekstur halus, seperti nasi, sayuran lembut, buah

2. Cairan

 minum air putih 3-4 kali sehari. Mungkin minum lebih sering saat cuaca panas atau setelah makan

 Anak cenderung lebih memilih minuman manis (seperti jus atau susu manis), meskipun air putih tetap dikonsumsi

 Anak tidak mengalami kesulitan dalam minum, tetapi perlu pengawasan agar tidak terlalu banyak mengonsumsi minuman manis 3. Eliminasi Urin

 Anak buang air kecil 4-5 kali sehari, tergantung pada asupan cairan

 Tidak ada kesulitan yang signifikan dalam buang air kecil, meskipun anak masih

cenderung menunda-nunda pergi ke toilet saat bermain

4. Eliminasi Fekal

 Anak BAB sekali atau dua kali sehari, tergantung pada pola makan dan konsumsi cairan

 Tidak ada kesulitan signifikan dalam BAB, meskipun kadang anak tampak lebih lama di

(20)

toilet karena kurangnya kesadaran akan kapan harus buang air besar

5. Aktivitas Fisik  Aktivitas : Lebih banyak bermain dengan mainan, menonton televisi

  Kesulitan fisik : Lambat, kesulitan dalam melompat, berlari, atau aktivitas fisik kompleks

6. Pola Tidur

 Tidur malam : 8 malam - 7 pagi (11-12 jam)

  Kualitas tidur : Tidur nyenyak tanpa gangguan, kadang terbangun karena lapar

  Posisi tidur : Tidur terlentang dengan bantal pendukung

7. Personal

Hygiene  Kemandirian : Bisa mengenakan pakaian dengan bantuan, menyikat gigi dengan bantuan

  Toilet : Memerlukan pengingat, terkadang membutuhkan bantuan untuk pergi ke toilet

E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium

(21)

Jenis Pemeriksaan

Hasil Satuan Nilai Rujukan

WBC 13.60 g/dl 4.00-10.00

NEUT% 75.5 % 50.00-70.00

LYMPH% 15.7 Ribu/ul 25.0-40.0

MONO% 7.0 Ribu/ul 2.0-4.0

EO% 1.4 % 2.0-4.0

BASO % 0.4 % 0.0-1.0

RBC 5.22 % 4.00-5.00

HGB 15.3 Juta/ul 12.00-16.00

HCT 44.7 fl 36.0-48.0

MCV 85.6 pg 27-31

MCHC 32 g/dl 32-36

RDW 15 % 11,5-14,5

(22)

F. Terapi

1. Farmakologi

NO. Nama Obat Cara Pemberian Manfaat

1. Ketorolac IV/8 Jam Untuk mengatasi anemia

ringan

2 Ranitidine IV/12 Jam Membantu memenuhi

kebutuhan mikronutrien yang mungkin kurang pada anak dengan Down Syndrome

2. Non-farmakologi

Jenis Manfaat

Pemasangan Witela  Mengurangi nyeri: Witela dapat membantu mengurangi nyeri pada bagian tubuh yang cedera.

 Mengurangi peradangan: Witela dapat membantu mengurangi peradangan pada bagian tubuh yang cedera.

(23)

G. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DS: Klien mengatakan nyeri hilang timbul P : Nyeri muncul saat Q :

DO:

- Hipotonia otot (tonus otot lemah)

- Anak berjalan dengan bantuan dan belum dapat melompat sendiri - Berat badan di bawah rata-rata (13 kg)

Down syndrome

Fisik (terganggu)

Perkembangan fisik tidak normal

Otot lemah & lemas

Motorik kasar &

halus terlambat

↓ Tidak mampu

beraktifitas

Gangguan Mobilitas Fisik

Gangguan mobilitas fisik

DS: Orang tua mengatakan anak hanya bisa berbicara dengan kalimat sederhana, seperti

"Mau makan" atau "Ini mainanku."

DO:

- Anak dapat berbicara dengan kalimat

sederhana, tetapi lambat dalam merespons perintah - Tidak mampu

Down syndrome

Kognitif (terganggu)

Tumbuh kembang terlambat

Bahasa terganggu

↓ Sulit berbicara

Gangguan Komunikasi Verbal

Gangguan komunikasi verbal

(24)

H. Diagnosis Keperawatan

1. Gangguan mobilitas fisik b/d Penurunan kekuatan otot d/d Kekuatan otot menurun

2. Gangguan komunikasi verbal b/d Gangguan neuromuskuler d/d Disfasia 3. Defisit perawatan diri b/d Gangguan neuromuskuler d/d Tidak mampu

mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri

I. Rencana Keperawatan

Luaran Intervensi

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Mobilitas fisik

Dukungan Mobilisasi Observasi

Identifikasi adanya nyeri atau menyebutkan kata

kompleks DS: Orang tua mengatakan anak belum bisa berpakaian sendiri dan masih memerlukan bantuan saat makan

DO:

- Anak belum mampu mengenakan pakaian sendiri

- Anak makan dengan sendok tetapi sering tumpah dan

memerlukan pengawasan

Down syndrome

Fisik (terganggu)

Perkembangan fisik tidak normal

Otot lemah & lemas

Defisit Perawatan Diri

Defisit perawatan diri

(25)

Meningkat dapat teratasi dengan kriteria hasil:

 Pergerakan ekstremitas 1 (menurun) → 4 (cukup meningkat)

 Kekuatan otot 1 (menurun)→

4 (cukup menurun)

 Kelemahan fisik 2 (cukup meningkat)→ 4 (cukup menurun)

keluhan fisik lainnya

Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi

Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

Terapeutik

Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. pagar tempat tidur)

Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu

Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan Edukasi

Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

Anjurkan melakukan mobilisasi dini

Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi).

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Komunikasi verbal Meningkat dengan kriteria hasil:

Promosi Komunikasi : Defisit Bicara Observasi

Monitor kecepatan, tekanan, kuantitias, volume, dan diksi

(26)

 Kemampuan berbicara 2 (cukup menurun) → 4 (cukup meningkat)

 Kemampuan mendengar 2 (cukup menurun)→5 (meningkat)

 Disfasia 2 (cukup meningkat)→4 (cukup menurun)

bicara

Monitor progress kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara (mis:

memori, pendengaran, dan Bahasa)

Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang mengganggu bicara

Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

Terapeutik

Gunakan metode komunikasi alternatif (mis: menulis, mata berkedip, papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan komputer)

Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu gagasan atau pemikiran sekaligus, 

bicaralah dengan perlahan sambal menghindari teriakan, gunakan komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga untuk

memahami ucapan pasien)

Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan

Ulangi apa yang disampaikan

(27)

pasien

Berikan dukungan psikologis

Gunakan juru bicara, jika perlu Edukasi

Anjurkan berbicara perlahan

Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan bicara Kolaborasi

Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Perawatan diri Meningkat dengan kriteria hasil:

 Kemampuan mandi 1 (menurun) → 4 (cukup meningkat)

 Kemampuan mengenakan pakaian 1 (menurun) → 4 (cukup meningkat)

 Kemampuan makan 1 (menurun) → 4 (cukup meningkat)

 Kemampuan ke toilet

(BAB/BAK) 1 (menurun) → 4 (cukup meningkat)

Dukungan Perawatan Diri Observasi

Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia

Monitor tingkat kemandirian

Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan

Terapeutik

Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. suasana hangat, rileks, privasi)

Siapkan keperluan pribadi (mis.

parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)

Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri

Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan

Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan

(28)

perawatan diri

Jadwalkan rutinitas perawatan diri Edukasi

Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

Referensi

Dokumen terkait

Para penderita down syndrome pada kategori ini merupakan kategori anak down syndrome yang memiliki kemampuan yang lumayan baik dalam menerima pendidikan akademis serta

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ASMA ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ASMA.. II... DIAGNSA DIAGNSA KEPERA KEPERAW WA AT TAN AN.. DAFTAR PUSTAKA

Proses komunikasi Orang Tua dengan anak Down Syndrome bisa berjalan tidak efektif jika adanya Orang Tua tidak mampu memahami anaknya yang mengalami Down Syndrome, untuk

Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis, Contoh Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis, Makalah Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis, Typus abdominalis adalah

Asuhan Keperawatan Keluarga ini telah dipertahankan di depan tim penguji ujian sidang Asuhan Keperawatan Keluarga pada Program Studi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu

xi Asuhan Keperawatan Diare…, DEVI ADITYA SAPUTRI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2020 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK X DENGAN DIARE Devi Aditya Saputri1, Umi Solikhah2 1Mahasiswa

Dokumen ini berisi tentang Asuhan Keperawatan Keluarga untuk anak dan remaja yang disusun oleh mahasiswa Keperawatan Universitas Negeri

asuhan keperawatan anak dengan DHF AN. C 8