• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Antarpribadi Orangtua Anak Down Syndrome (Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Orangtua Anak Down Syndrome di Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komunikasi Antarpribadi Orangtua Anak Down Syndrome (Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Orangtua Anak Down Syndrome di Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANGTUA ANAK DOWN SYNDROME (Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Orangtua Anak Down Syndrome di Sekolah LuaBiasa

Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan)

Oleh :

MAURINA RAFANDA 070904049

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarpribadi Orangtua pada Anak Down Syndrome

(Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Orangtua pada Anak Down Syndrome di Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses interaksi yang dilakukan orangtua pada anak down syndrome melalui komunikasi antarpribadi, sebab anak down syndrome memiliki masalah dengan cara berkomunikasi, perilaku, emosional yang labil, sehingga memerlukan cara berinteraksi dan penanganan yang berbeda dari orangtua untuk mengatasinya. Selain itu, hal ini juga mengenai perspektif orangtua terhadap kondisi anak, bentuk motivasi yang diberikan orangtua dan sikap significant others pada anak down syndrome.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data nominal yang menyangkut klasifikasi sejumlah variabel kedalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Objek yang diamati dan di wawancarai memiliki kesamaan kasus yang dialami yaitu memiliki anak yang terlahir sebagai anak down syndrome.

.

Hasil penelitian menunjukan bahwa interaksi yang dilakukan ketujuh informan pada anak down syndrome melalui komunikasi antarpribadi memiliki pengaruh positif pada anak, interaksi yang terjadi antara informan dengan anak hampir setiap saat mulai dari hal terkecil hingga hal sederhana. Oleh karena itu, melalui interaksi tersebut orangtua dapat memahami kondisi yang sedang dialami anak serta dapat membantu mengatasi masalah yang di hadapi anak. Pemikiran (mind) memperkuat pemaknaan ketujuh informan terhadap simbol verbal dan nonverbal yang digunakan untuk mempermudah komunikasi dengan anak dan interaksi sosial (diri/self dengan yang lain) digunakan untuk menginterpretasikan masyarakat (society), membentuk pola didik informan terhadap anak sesuai dengan yang seharusnya yaitu orangtua menerapkan pola didik yang mempengaruhi kemandirian anak down syndrome sehingga membentuk watak dan perilaku anak. Pandangan orangtua pada kondisi anak sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak. Sikap penerimaan yang ditunjukan

particular others (kakak, adik dan orang terdekat lainnya) ternyata jugs memiliki pengaruh positif pada anak diantaranya anak down syndrome memiliki sikap perhatian terhadap keluarga dan sikap mengayomi yang baik.

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Dengan segala ketulusan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya serta shalawat beriringan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Antarpribadi Orangtua pada Anak Down Syndrome (Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Orangtua pada Anak Down Syndrome di Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan)”. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap ke depannya skiripsi ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa dalam mengembangkan penelitian.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan sebelumnya. Penulis banyak mendapatkan pengalaman yang berguna, suka maupun duka serta kesulitan yang dihadapi. Namun, berkat dorongan semangat dan dukungan dari berbagai pihak, menjadi kekuatan yang sangat besar bagi penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Khususnya dorongan dari kedua orangtua penulis baik moril maupun materil serta doa. Mereka yang selama ini telah membesarkan dan mendidik serta menjadi contoh terbaik dalam hidup ini. Ananda belum bisa membahagiakan kalian, tetapi semoga Allah SWT memberikan kesempatan untuk itu. Mereka adalah Ayahanda tercinta H. Fachrial,

(4)

dan membantu penulis dalam setiap kesempatan dan yang selalu berharap nantinya penulis akan menjadi manusia yang berguna dan membanggakan di masa yang akan datang.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis tidak hanya mengandalkan kemampuan sendiri. Penulis banyak menerima nasehat, arahan serta kontribusi dari berbagai pihak maupun dorongan semangat dan motivasi. Oleh karena itu, melalui kata pengantar ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatmawardi Lubis, M.A dan Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan pengetahuan, ilmu, dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan.

3. Ibu Dr. Nurbani, M.Si, selaku dosen pembimbing penulis yang memiliki pengetahuan yang cukup luas mengenai berbagai hal sehingga membuat penulis termotivasi untuk membuat suatu penelitian yang cukup menantang dan memiliki kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan dan masukan bagi skripsi ini.

4. Para dosen Ilmu Komunikasi FISIP USU yang selalu memberikan teladan serta masukan bagi penulis berupa semangat untuk selalu menggali ilmu dan meraih cita-cita serta kak Ross, kak Icut dan kak Maya untuk semua pengertian dan dukungan agar penulis segera menyelesaikan studi. 5. Bapak Suratno, Spd dan bapak Drs. Surya Ratsyah selaku Supervisor Lembaga Yayasan

Pembinaan Anak Cacat Medan, yang telah mengizinkan penulis untuk dapat melakukan kegiatan penelitian di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan dalam rangka menyelesaikan skripsi ini. 6. Ibu Budi, Ibu Ade, dan Ibu Nur, selaku guru YPAC yang selalu mendampingi penulis dalam

(5)

7. Para Orangtua yang menjadi informan serta adinda-adindaku tersayang di kelas TK YPAC, Wahyu, Devi, Imam, Wanda, Ruth, Davi, Nova, Reisya, dan Agnes, teruslah ternsenyum supaya orang di sekelilingmu menjadi bahagia.

8. Kakak Amani Rasyid (Jangan pernah habis yach obatnya buat Wanda, jangan di kasih ke siapa-siapa). Kakak Surianti Ramadhani (kakak mana yang bening-beningnya) dan Muchda Suesilo (Makasih banyak yach udah pernah jadi orang yang sangat berarti, selalu menghibur, masih bolehkan ketemu Zahra lagi).

9. Sahabat terbaik penulis Rika, Alez, Suci, Rini (Kapan kita kemana lagi bareng-bareng, giliran buk dokterkan sekarang), Nurdelima (baik-baik yach adek d’five semangat, akhirnya, hhe), Fanisa (teman seperjuangan ne, hhe), Amalia, Farrah, Milqi, Reza, Randi, Romi, Said, Zakia, Ami, Fany dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Perjuangan kita sesungguhnya baru dimulai, didepan masih banyak tantangan yang harus di lewati agar bisa menjadi yang terbaik. 10. BATU KRISTAL, Rholand (Bang ary mana kuenya asyik lupa aja, payah), Amir (Eh, abang..amir

(6)

11. Adikku tersayang Ojie, Opi, Ika, Amal, Cafry, Ayu, dam Ibang untuk segala canda tawanya serta semua Palu Hijau yang luar biasa, proses kalian masih panjang karena itu rasakan, nikmati dan jalani dengan penuh keikhlasan.

12. Terakhir untuk Abang Bimby Hidayat yang selalu membantu saat dibutuhkan, terima kasih selalu ada pada saat yang tepat dan memberikan semangat bagi penulis.

Semoga Allah SWT membalas kebaikkan, dukungan, dan doa yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa tentunya skripsi ini masih memiliki banyak kerurangan dalam penulisannya. Oleh sebab itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang membangun serta gagasan baru demi perbaikan kedepannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak dan dapat membuka khazanah berpikir kita semua.

Medan, Desember 20011 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... Vi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 7

I.3 Pembatasan Masalah ... 8

I.4 Tujuan Penelitian ... 8

I.5 Manfaat Penelitian ... 8

I.6 Kerangka Teori ... 9

I.7 Kerangka Pemikiran ... 16

BAB II URAIAN TEORITIS II. 1 Komunikasi Antarpribadi ... 17

II.1.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 17

II.1.2 Fungsi dan Tujuan Komunikasi Antarpribadi .. ... 18

II.1.3 Ciri Komunikasi Antarpribadi ... 19

II.1.4 Proses Komunikasi Antarpribadi ... 20

(8)

II. 2 Down Syndrome ... 22

II.2.1 Pengertian Down Syndrome ... 22

II.2.2 Karakteristik Down Syndrome ... 25

II.2.3 Penyebab Down syndrome ... 26

II.2.4 Klasifikasi Down Syndrome ... 26

II.2.5 Teknik Penanganan Down Syndrome ... 27

II. 3 Teori Interaksi Simbolik ... 28

II . 4 Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Paradigma dan Metode Penelitian ... 39

III.2 Lokasi Penelitian ... 40

III.2.1 Sejarah YPAC ... 40

III.2.2 Landasan YPAC ... 42

III.2.3 Maksud dan Tujuan YPAC ... 42

III.2.4 Visi dan Misi ... 42

III.2.5 Sistem Pengajaran YPAC ... 42

III.3 Subjek Penelitian ... 43

III.4 Teknik Pemilihan informan ... III.5 Teknik Pengumpulan data ... 44 45 III.5.1 Penelitian Lapangan (Field Research) ... 45

III.5.2 Penelitian kepustakaan (Library Research) ... 46

(9)

Medan, Desember 2011

Penulis

Maurina Rafanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian ... 47

IV.1.1 Pandangan orangtua terhadap anak. ... 81

IV.1.2 Interaksi orangtua dengan anak ... 85

IV.1.3 Bentuk motivasi orangtua terhadap kondisi anak ... 89

IV.1.4 Sikap particar others terhadap anak down syndrome ... 92

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan ... 95

(10)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarpribadi Orangtua pada Anak Down Syndrome

(Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Orangtua pada Anak Down Syndrome di Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses interaksi yang dilakukan orangtua pada anak down syndrome melalui komunikasi antarpribadi, sebab anak down syndrome memiliki masalah dengan cara berkomunikasi, perilaku, emosional yang labil, sehingga memerlukan cara berinteraksi dan penanganan yang berbeda dari orangtua untuk mengatasinya. Selain itu, hal ini juga mengenai perspektif orangtua terhadap kondisi anak, bentuk motivasi yang diberikan orangtua dan sikap significant others pada anak down syndrome.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data nominal yang menyangkut klasifikasi sejumlah variabel kedalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Objek yang diamati dan di wawancarai memiliki kesamaan kasus yang dialami yaitu memiliki anak yang terlahir sebagai anak down syndrome.

.

Hasil penelitian menunjukan bahwa interaksi yang dilakukan ketujuh informan pada anak down syndrome melalui komunikasi antarpribadi memiliki pengaruh positif pada anak, interaksi yang terjadi antara informan dengan anak hampir setiap saat mulai dari hal terkecil hingga hal sederhana. Oleh karena itu, melalui interaksi tersebut orangtua dapat memahami kondisi yang sedang dialami anak serta dapat membantu mengatasi masalah yang di hadapi anak. Pemikiran (mind) memperkuat pemaknaan ketujuh informan terhadap simbol verbal dan nonverbal yang digunakan untuk mempermudah komunikasi dengan anak dan interaksi sosial (diri/self dengan yang lain) digunakan untuk menginterpretasikan masyarakat (society), membentuk pola didik informan terhadap anak sesuai dengan yang seharusnya yaitu orangtua menerapkan pola didik yang mempengaruhi kemandirian anak down syndrome sehingga membentuk watak dan perilaku anak. Pandangan orangtua pada kondisi anak sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak. Sikap penerimaan yang ditunjukan

particular others (kakak, adik dan orang terdekat lainnya) ternyata jugs memiliki pengaruh positif pada anak diantaranya anak down syndrome memiliki sikap perhatian terhadap keluarga dan sikap mengayomi yang baik.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup tanpa

bantuan orang lain. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling

sempurna dibandingkan makhluk lainnya. Manusia diciptakan memiliki akal, pikiran, perasaan,

yang dapat digunakan untuk melakukan interaksi secara personal dengan sesamanya, maupun

membangun hubungan sosial dengan masyarakat dalam lingkungan interaksi masing-masing.

Setiap manusia selalu membutuhkan komunikasi dalam berinteraksi, agar bisa menyampaikan

maksud dan keinginannya kepada orang lain. Tanpa melakukan komunikasi, maka seseorang

akan mengalami kesulitan untuk melangsungkan hidupnya. Oleh karena itu, manusia di anggap

sebagai makhluk yang paling unik dengan kemampuan yang dimilikinya dalam menyampaikan

gagasan, ide, serta pendapat dalam proses komunikasi antar pribadi.

Komunikasi merupakan medium penting dalam membentuk perilaku seorang individu

dan untuk membangun kontak sosial. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu

communicatio, yang bersumber dari kata communis artinya “sama” dan communico atau

communication, yang berarti “membuat sama” (Effendi, 2003:30). Melalui proses komunikasi

kita tumbuh dan belajar mengenal lingkungan sekitar. Sebab itu, komunikasi merupakan

kebutuhan bagi setiap manusia dalam rangka pertukaran informasi. Salah satu cara pertukaran

(12)

Tujuan dari komunikasi antar pribadi yaitu membangun kesamaan persepsi secara

pribadi sebagai pemenuhan kebutuhan dalam menciptakan kepuasan komunikasi secara langsung

dan lebih bersifat pribadi antar individu yang melakukan komunikasi.

Secara umum, komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses pertukaran makna diantara orang-orang yang melakukan komunikasi. Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung secara terus menerus. Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu bentuk pertukaran, yang mana pertukaran ini menghasilkan suatu bentuk tindakan penyampaian dan penerimaan pesan secara timbal balik serta menghasilkan makna dan juga pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan yang digunakan dalam proses komunikasi (Liliweri, 1991:12). Lebih lanjut Joseph DeVito dalam (Liliweri, 1991:13), menyatakan ada 5 ciri-ciri komunikasi antarpribadi yaitu openees (keterbukaan), emphaty

(empati), supportiveness (dukungan), positiveness (rasa positif), dan equality (kesamaan).

Proses penyampaian gagasan antar individu sebagai kebutuhan antarpribadi, bukanlah

bentuk pengalihan ide yang terbebas dari suatu hambatan komunikasi. Latar belakang pribadi,

kebiasaan, serta pembentukan kepribadian antara seorang individu dengan individu lainnya

merupakan beberapa hal yang mungkin bisa saja menjadi suatu hambatan komunikasi yang

dialami setiap individu dalam melakukan proses komunikasi. Oleh karena itu, proses komunikasi

akan jauh lebih efektif bila berlansung secara tatap muka, sebab masing-masing individu dapat

saling mengenal karakter pribadi lawan bicaranya.

Hambatan komunikasi bisa dialami oleh siapa saja. Bahkan, bisa menjadi salah satu faktor utama bagi sekelompok ataupun sebagian orang. Hal ini bisa terlihat pada masalah yang dialami dan dihadapi oleh anak yang terlahir dengan keterbatasan. Anak yang lahir dengan suatu keterbatasan dalam dirinya dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus. Derektorat Pendidikan Luar Biasa secara singkat mendefinisikan anak berkebutuhan khusus sebagai anak yang dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya mengalami penyimpangan fisik, mental intelektual, sosial dan emosional sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.1

1.

(13)

Penyimpangan yang dialami anak berkebutuhan khusus ini, dalam masyarakat sekarang

banyak dikenal beberapa jenis kategori yang umum yaitu diantaranya termasuk anak autis, down

syndrome, tunarungu, tunadaksa dan lain sebagainya. Down syndrome merupakan bentuk

kelainan genetik namun bukan merupakan penyakit keturunan, disebut penyakit genetik karena

cacat penyakit ini terdapat pada materi genetik dalam tubuh manusia. Hingga saat ini belum

ditemukan obat bagi penderita down syndrome, karena penyebabnya berasal dari sel benih yang

dibawa sejak dalam kandungan sudah cacat.

Anak down syndrome merupakan salah satu kategori dalam anak berkebutuhan khusus, yang terlahir dengan kelainan kromosom di dalam dirinya. Setiap manusia normal yang lahir ke dunia umumnya memiliki 23 pasang kembaran kromosom tetapi lain halnya yang terjadi pada anak down syndrome, salah satu kromosomnya terutama kromosom 21 memiliki 3 kembaran. Jumlah ini berbeda dengan jumlah kromosom pada kondisi normal yaitu masing-masing kromosom harusnya memiliki 2 kembaran. Kesalahan penggandaan kromosom inilah yang menyebabkan munculnya keterlambatan serta kerterbelakangan perkembangan mental dan fisik, hal ini juga yang menjadi ciri utama penderita down syndrom.2

Gejala utama yang dialami oleh penderita down syndrome yang biasanya dikeluhkan adalah berbentuk retardasi mental atau keterbelakangan mental yang dialami penderitanya. IQ yang dimiliki para penderita antara 50-70 tetapi tidak jarang penderita bisa memiliki IQ sampai 90 terutama pada anak down syndrome yang diberikan latihan. Berdasarkan IQ yang dimiliki oleh para penderita down syndrome pula, penderita dapat digolongkan kedalam down syndrome

ringan, sedang, dan berat, yang mana memiliki tingkatan IQ tersendiri yang tidak dapat ditukar-tukar. Selain itu, anak down syndrome juga memiliki beberapa kategori berdasarkan perkembanagan yang dialami yaitu down syndrome yang terlatih, terdidik, serta terlatih dan terdidik (Somantri, 2007:104).

Penderita down syndrome pada umumnya menghadapi masalah yang relatif sama yaitu

bermasalah dengan cara berkomuniasi serta juga mengalami masalah dalam perilaku dan emosi

yang labil. Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari, biasanya anak down syndrome juga

mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan bina diri, seperti

memakai baju, makan, mandi dan lain sebagainya. (Armayati, 2007:93)

(14)

Peranan orangtua sangat penting dalam hal ini untuk dapat membantu dan memotivasi

anaknya. Memang pada masa awal, perkembangan anak down syndrome hampir tidak ada

perbedaan dengan anak normal, tetapi semakin lama perbedaan pola perkembangannya semakin

terlihat jelas. Meskipun begitu, penderita down syndrome memiliki kelebihannya tersendiri yaitu

lebih penurut, periang, ulet, dan tepat waktu.

Bagi anak down syndrome yang sudah mendapat pendidikan atau terapi, mereka sangat

menyenangi hal-hal yang rutin. Jadi, mereka lebih disiplin dari anak-anak biasa. Down syndrome

menimpa satu diantara 700 kelahiran bayi dan terdapat 300 ribu kasus mengenai down syndrome

di Indonesia (Somantri, 2007:112),

Down syndrome pertama kali diperkenalkan oleh Jhon Langdom Down pada tahun 1986, namun baru sekitar tahun 1960-an ditemukan kepastian atas hal itu, setelah dilakukannya penelitian pada kromosom penderita yang diduga mengalami down syndrome. Jika diamati, penderita down syndrome memiliki bentuk wajah yang hampir sama, mata sipit membujur keatas, bagian belakang kepala rata, jarak kedua mata jauh dengan hidung kecil rata, mulut kecil dengan lidah yang besar, telinga yang terletak lebih rendah, dan memiliki jari, lengan serta tubuh pendek cendrung gemuk. Oleh karena itu, anak down syndrome dikenal juga dengan sebutan anak kembar dunia karena cirinya yang relatif sama pada setiap penderita.3

Ciri yang terdapat pada penderita down syndrome ini, sering kali membuat mereka

dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya dan karena ciri itu pula penderita down syndrome sulit

untuk berinteraksi dengan lingkungan. Disinilah peranan keluarga terutama orangtua sangat

penting agar anak down syndrome tetap bisa merasakan yang namanya hidup bermasyarakat

seperti memiliki teman. Melalui keluargalah seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk

karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola

tertentu.

3.

(15)

Komunikasi interpersonal yang terjalin diantara anggota keluarga menjadi sangat

penting dan sangat mempengaruhi karena merupakan suatu bentuk komunikasi yang terjadi

dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga berinteraksi dengan

anggota keluarga lainnya.

Menurut George Herbert Mead dalam psikologi komunikasi mengungkapkan bahwa

komunikasi interpersonal diantara anggota keluarga melibatkan mereka yang particular others

atau significant others yaitu orang lain yang sangat penting dan juga dapat mempengaruhi.

Mereka diantaranya adalah orangtua, saudara, dan orang yang tinggal satu rumah (Rakhmat,

2001:114).

Selain lingkungan yang membuat penderita down syndrome sulit bersosialisasi, tidak

bisa dipungkiri terkadang reaksi pertama yang paling mungkin ditimbulkan orangtua saat

mengetahui anaknya menderita down syndrome adalah kekecewaan dan kesedihan yang

kemudian diikuti rasa malu. Perasaan malu memiliki anak yang mempunyai keterbatasan,

membuat para orangtua memilih untuk menyembunyikan kondisi buah hatinya dari lingkungan

sekitar. Sebab selain bermasalah dengan cara berkomunikasi, perilaku dan emosi, ternyata

kemampuan kognitif atau inteligensi yang terbatas pada anak juga membuat orangtua merasa

sangat malu melahirkan anak yang memiliki keterbatasan seperti penderita down syndrome. Oleh

karena itu, untuk dapat menghadapi dan mengatasi kondisi agar tidak terus-menerus terbelenggu

dalam rasa malu dan kecewa, orangtua dapat memilih program umum yang ditawarkan

pemerintah maupun pihak swasta untuk anak berkebutuhan khusus melalui sekolah khusus

ataupun terapi serta bisa juga mencari informasi yang lebih dalam mengenai kelainan dan

(16)

Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat (SLB YPAC) Medan merupakan

salah satu solusi yang mungkin dapat dipilih para orangtua yang berada di kawasan kota Medan

sebagai wadah untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai kelainan dan keterbatasan

yang dialami oleh buah hatinya. Sekolah ini memberikan layanan pendidikan khusus agar anak

berkebutuhan khusus dapat mengembangkan potensi walaupun didalam dirinya memiliki

keterbatasan. Anak-anak yang bersekolah di sekolah ini kebanyakan dikategorikan kedalam anak

yang memiliki kelainan yang disebut tunadaksa dan tunagrahita.

Pelayanan rehabilitasi pendidikan yang disediakan oleh Sekolah Luar Biasa Yayasan

Pembinaan Anak Cacat (SLB YPAC) Medan untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus

diantaranya terdiri dari SLB C yaitu bentuk pendidikan yang disediakan bagi anak penderita

tunagrahita seperti autis dan down syndrome serta SLB D yaitu pendidikan yang disediakan bagi

anak penderita tunadaksa, yaitu anak-anak yang memiliki kelainan fisik seperti bisu, lumpuh dan

sebagainya. Selain pelayanan rehabilitasi pendidikan, YPAC Medan juga menyediakan

pelayanan rehabilitasi medis yang terdiri dari terapi wicara, fisioterapi, dan hydro terapi.

Sementara itu, untuk pengembangan potensi anak, YPAC Medan memiliki pelayanan

pravokasional yang terdiri dari kegiatan menjahit, menyulam, perkebunan, pertukangan dan

salon. Serta untuk menumbuhkan sikap kepedulian dan interaksi anak, YPAC Medan memiliki

pelayanan rehabilitasi sosial berupa sosialisasi lingkungan dan masyarakat. Meskipun demikian,

tidak bisa dipungkiri peranan orangtua tetap memiliki andil pada perkembangan anak, karena

orangtua sangat dibutuhkan dalam membantu persoalan yang dihadapi anak. Sehingga tidak

melebihi kenyataan jika peranan orangtua ikut mewarnai perkembangan dan kemampuan

(17)

Setiap kejadian di dunia ini bersifat netral dan memiliki akibatnya tersendiri. Dampak

positif atau negatif dari sebuah kejadian, sangat bergantung pada cara seseorang melihat dan

memberikan makna dari suatu kejadian tersebut. Sebuah kejadian bisa menjadi pintu untuk suatu

hal yang luar biasa. Misalnya, hal yang dialami oleh seorang anak down syndrome yang bernama

Michael Rosihan Yacub. Meskipun memiliki keterbatasan tetapi ia mampu menjadi seorang

pe-golf muda Indonesia yang berhasil memecahkan record Muri sebagai pe-pe-golf penyandang down

syndrome satu-satunya di Asia. Ini semua berkat peranan orangtuanya yang selalu memberikan

perhatian dan dukungan penuh. Orangtua Michael selalu berpandangan positif pada kemampuan

anaknya dan berpendapat orangtua harus berperan aktif dan ingin anaknya berubah.

Peneliti memilih lokasi penelitian di Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak

Cacat (SLB YPAC) Medan yang berlokasi di jalan Adinegoro Medan karena berdasarkan

pengamatan sementara, peneliti melihat disekolah ini komunikasi antarpribadi yang dilakukan

orangtua pada anak down syndrome-nya memiliki pengaruh dan berdampak positif terhadap

keseharian dan perilaku anak. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti

mengenai interaksi yang dilakukan orangtua pada anak down syndrome melalui komunikasi

antarpribadi yang terjadi karena seperti yang sudah dipaparkan diatas kebanyakan anak down

syndrome memiliki masalah dengan cara berkomunikasi, perilaku dan emosi yang labil.

(18)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Bagaimana proses komunikasi antarpribadi orangtua pada anak down syndrome dapat

mempengaruhi anak down syndrome yang berada di Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan

Anak Cacat Medan?”

1.3Pembatasan Masalah

Agar ruang lingkup dalam penelitian dan permasalahan yang diteliti menjadi jelas,

terarah dan lebih spesifik maka peneliti memberikan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perspektif yang dimiliki orangtua terhadap kondisi anak down syndrome.

2. Bagaimana proses interaksi antara orangtua dengan anak down syndrome.

3. Bagaimana bentuk motivasi yang diberikan orangtua terhadap kondisi anak down

syndrome

4. Bagaimana sikap particular other pada anak down syndrome.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah hasil akhir yang ingin dicapai melalui penelitian yang

dilaksanakan. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Untuk mengetahui gambaran mengenai perspektif yang dimiliki orangtua terhadap

kondisi anak down syndrome.

b) Untuk mengetahui proses interaksi antara orangtua dengan anak down syndrome.

c) Untuk mengetahui bentuk motivasi yang diberikan orangtua terhadap kondisi anak down

syndrome.

(19)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Secara akademis, penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan

sumber bacaan di lingkungan Fisip USU, khususnya di Departemen Ilmu Komunikasi.

b) Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan memperluas

wawasan peneliti mengenai Ilmu komunikasi khususnya tentang Komunikasi Antar

pribadi sebagai bagian dari ilmu komunikasi.

c) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi dan masukan

yang positif bagi pihak yang terkait dalam penelitian ini.

1.6 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan landasan berpikir dalam menyoroti permasalahan.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa ancangan mikro dalam teori-teori sosial sebenarnya

merupakan suatu awal yang baik dalam melakukan kegiatan ilmiah sesungguhnya, sebab peneliti

dapat berhati-hati terlebih dahulu secara terperinci. Oleh karena itu, teori digunakan peneliti

untuk memandu penelitian, sehingga perlu disusun suatu kerangka teori yang memuat

pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi,

1991:39-40). Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah :

1.6.1 Komunikasi Antar Pribadi

Pada masing-masing individu, dalam pergaulan hidupnya tidak bisa dipungkiri pastilah

selalu terjadi interaksi dengan orang lain disekitarnya serta saling mempengaruhi demi

kepentingan dan keuntungan pribadi masing-masing. Hal ini memungkinkan terjadinya saling

mengungkapan pikiran dan perasaan dalam bentuk percakapan antar pribadi diantara individu

(20)

orang atau lebih secara tatap muka, yang memungkinkan adanya reaksi orang lain secara

langsung, baik secara verbal maupun non verbal (Mulyana, 2002:73).

Situasi komunikasi antar pribadi bisa kita temui dalam konteks kehidupan sehari-hari

dimana saja, baik antara dua orang, anggota keluarga, kelompok, maupun organisasi.

Komunikasi antar pribadi sering disebut dengan “dyadic communication” maksudnya yaitu

“komunikasi antara dua orang”, dimana terjadi kontak secara langsung diantara individu dalam

bentuk percakapan. Ciri khas dari komunikasi antar pribadi adalah sifatnya yang dua arah atau

timbal balik (two ways communication).

Komunikasi antar pribadi dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan. Adapun tujuan komunikasi antar pribadi antara lain (Supratiknya, 2002:35) :

1. Mengenal diri sendiri dan memelihara hubungan. 2. Mengetahui dunia luar dan memelihara hubungan. 3. Mengubah sikap, prilaku dan membantu orang lain

Apabila dua orang individu atau lebih terlihat dalam suatu percakapan, terdapat kesamaan

makna dari apa yang mereka bicarakan. Maka dapat dikatakan bahwa komunikasi antar pribadi

yang terjadi cukup efektif untuk mengubah perilaku orang lain. Segi efektifnya terlihat dari

adanya arus balik yang bersifat langsung yang dapat ditangkap komunikator, baik secara verbal

maupun secara non verbal dalam bentuk gerak-gerik seperti anggukan, gelengan kepala, dan

sebagainya. Komunikasi antar pribadi yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan antar

pribadi yang paling utama. Makin baik hubungan antar pribadi, makin terbuka seseorang untuk

mengungkapkan siapa dirinya, makin cermat persepsi dirinya, serta makin efektiflah komunikasi

yang berlangsung. Asumsi dasar dari sebuah komunikasi antar pribadi adalah setiap orang yang

berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek ataupun perilaku

komunikasinya yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya secara

(21)

1.6.2 Down Syndrome

Down syndrome berasal dari bahasa inggris, yang merupakan suatukelainan yang terjadi

pada kromosom, akibat terbentuknya kromosom 21. Kromosom ini terbentuk karena kegagalan

sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Hal ini dapat dikenal

dengan cara melihat manifestasi klinis yang cukup khas pada penderitanya.5

Diperkirakan kebanyakan penderita down syndrome lahir dari ibu yang telah berumur 30

tahunan, namun hal ini bukan menjadi suatu penyebab mutlak terjadinya down syndrome pada

anak, sebab banyak juga ibu yang berumur dibawah 30 tahun melahirkan anak yang terkena

down syndrome. Gejala atau tanda-tanda yang muncul akibat down syndrome dapat bervariasi

mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.

Gejala yang paling khas pada penderita down syndrome adalah adanya keterbelakangan

perkembangan mental serta ciri fisik yang dapat terlihat jelas. Meskipun demikian, anak down

syndrome umumnya memiliki karakteristik psikologis yang cenderung ramah, mudah bergaul,

hangat dan memiliki sifat yang menyenangkan. Pada umumnya kebanyakan anak down

syndrome sering mempunyai gangguan dalam bidang perilaku, komunikasi, emosi, fungsi mental

intelektual, interaksi sosial, dan gangguan sensoris.

5. http:/

(22)

Anak down syndrome termasuk dalam kelompok anak tunagrahita yaitu istilah yang

digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata.

Pada kepustakaan bahasa asing digunakan istilah mental retardations atau mental deficiency.

Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama tentang penjelasan mengenai kondisi anak

yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan

ketidakcakapan dalam interaksi sosial.

Banyak cara untuk memahami anak down syndrome, tetapi ada baiknya memahami

terlebih dahulu konsep Mental Age (MA), yaitu cara untuk memahami dan melihat mental yang

dimiliki oleh seorang anak pada usia tertentu. Selain itu, seseorang individu juga harus

memahami cara penyesuaian perilaku pada anak, maksudnya yaitu seorang anak dikatakan down

syndrome atau tunagrahita tidak hanya dilihat dari IQ-nya, akan tetapi perlu dilihat juga sampai

sejauh mana anak dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya serta kemampuan

dirinya bersosialisasi.

Menurut American Association of Mental eficiency (AAMD), keterbelakangan mental

yang dialami seorang anak akan menunjukkan fungsi intelektualnya berada dibawah rata-rata

dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa

perkembangan (Somantri, 2007:104).

1.6.3 Teori Interaksi Simbolik (George Herbert Mead)

(23)

Interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis

manusia. Bagi perspektif ini, individu bersifat aktif, reflektif, dan kreatif, menafsirkan dan

menampilkan perilaku yang rumit serta sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa

individu adalah organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan atau struktur yang

ada di luar dirinya. Individu terus berubah maka masyarakat pun berubah melalui interaksi, jadi

interaksi merupakan variabel penting yang menentukan perilaku manusia bukan struktur

masyarakat. Struktur tercipta dan berubah karena interaksi yang dilakukan manusia serta ketika

individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama.

Esensi dasar dari sebuah teori interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan

ciri khas manusia yaitu komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif

interaksi simbolik ini berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Pada

intinya teori ini adalah teori mengenai kerangka refensi untuk memahami bagaimana manusia,

bersama orang lainnya menciptakan dunia simbolik dan bagaimana dunia ini sebaliknya

membentuk perilaku manusia. Oleh karena itu, bisa dikatakan interaksi simbolik sebenarnya

terbentuk atas dasar ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat. Menurut teori

ini pula, kehidupan sosial pada dasarnya terbentuk dari interaksi manusia dengan menggunakan

suatu simbol diantara masyarakatnya.

Seorang individu tergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikannya pada

orang, benda, dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang,

baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri atau pikiran

pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan

(24)

1.6.4 Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga

Keluarga dewasa ini mengalami metamorfosis dan begitu pula dengan pola

komunikasinya. Selain itu, sekarang ini orangtua menghadapi harapan masyarakat yang berbeda

soal tata cara membesarkan seorang anak. Pada masa lalu kerja sama dan interaksi dalam

keluarga sangat penting untuk kelangsungan hidup keluarga, namun sekarang hal ini telah

berubah, peningkatan mobilitas sangat mempengaruhi pola komunikasi dalam keluarga dan

dengan kerabat. Sekarang anggota keluarga tinggal dikota-kota yang berjauhan dari keluarga

asalnya sehingga mereka menjalin persahabatan dengan orang lain yang berkembang menjadi

sebuah keluarga pengganti. Meskipun kondisi budaya dan sosial berubah bagaimana pun

komunikasi interpersonal diantara anggota keluarga seharusnya tetap memainkan peranan

penting dalam keluarga.

Studi tentang komunikasi interpersonal dalam keluarga merupakan studi mengenai

pengiriman, penerimaan dan cara menafsirkan sebuah pesan dalam konteks sistem keluarga.

Selain itu, komunikasi interpersonal dalam keluarga juga mempelajari bagaimana perilaku

anggota keluarga mempengaruhi arti kata, tindakan serta bagaimana mengirim dan menerima

pesan yang dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya. Peristiwa disfungsional dalam

keluarga biasanya memiliki penyebab yang saling terkait karena sistem itu sendiri sangat

kompleks. Menghadapi hal ini para peneliti komunikasi interpersonal keluarga mengembangkan

model yang disebut model interaksi keluraga circumplex. Hal ini menjelaskan dinamika

berfungsi efektif serta dapat juga disfungsi dalam suatu sistem keluarga. Tiga model dimensi

tersebut adalah kemampuan adaptasi, kohesi dan komunikasi. Jika peranan seorang anggota

(25)

anggota keluarga tersebut akan merasa puas dan terpenuhi, begitu pula sebaliknya. Suatu

keluarga yang sehat, anggota keluarganya memiliki rasa harga diri yang tinggi dan komunikasi

yang berlangsung mendalam, jelas, spesifik, jujur serta memiliki aturan yang bersifat fleksibel

dan dapat berubah. Keluarga sehat menghubungkan keluarga untuk masyarakat yang terbuka dan

penuh harapan.

Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajat keterbukaan antara

anggota keluarga untuk saling mengungkapkan dirinya. Makin cermat persepsi seorang anggota

keluarga tentang anggota keluarganya yang lain dan persepsi tentang dirinya sendiri, maka

makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara anggota keluarga tersebut. Memahami

proses komunikasi interpersonal menuntut hubungan simbiosis antara komunikasi dan

perkembangan relasional sehingga pada gilirannya perkembangan relasional tersebut

mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.

Terdapat tiga faktor dalam menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik dalam

sebuah keluarga yaitu (Soelaeman dan Isa Muhammad, 1994:55) :

Percaya

Faktor percaya ini memiliki beberapa keuntungan bagi hubungan interpersonal diantara anggota keluarga, yaitu dapat meningkatkan komunikasi interperpersonal diantara anggota keluarga karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi diantara anggota keluarga. Harga diri dan otoritariansime ternyata juga dapat mempengaruhi faktor percaya ini. Selain itu pula, ada tiga faktor utama yang dapat mengembangkan komunikasi interpersonal yang didasarkan pada sikap saling percaya yaitu menerima, empati, dan kejujuran.

Sikap suportif

(26)

Sikap Terbuka

Sikap terbuka memiliki pengaruh besar dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif dalam sebuah keluarga, karena sikap ini bisa menjadi salah satu solusi untuk pemecahan masalah yang terdapat dalam sebuah keluarga. Agar dapat memahami sikap terbuka terlebih dahulu harus mengidentifikasi karakteristik yang ada pada sikap dogmatisme yang menjadi lawan dari sikap terbuka yaitu,

- Sesorang yang memiliki sikap dogmatisme atau tertutup menilai pesan berdasarkan motif pribadi.

- Berpikir simplistik. - Berorientasi pada sumber.

- Mencari informasi dari sumber sendiri.

- Secara kaku mempertahankan dan membela sitem kepercayaannya.

Berdasarkan karakteristik dogmatis diatas dapat disimpulkan karakteristik sikap

terbuka. Pada dasarnya sikap terbuka dapat mempengaruhi hubungan diantara anggota keluraga,

sehingga tercipta sebuah komunikasi interpersonal yang efektif dalam keluarga.

1.7 Kerangka Berfikir

Kerangka pemikiran dikuatkan oleh teori atau penelitian sebelumnya. Konsep-konsep

yang telah dijelaskansebelumnya tergambar dalam kerangka pemikiran sebagai berikut :

Kerangka Berpikir

Orangtua Anak Down Syndrome

(27)

BAB II URAIAN TEORITIS

II.1 Komunikasi Antar Pribadi

II.1.1 Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang

yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh DeVito

dalam (Liliweri, 1991:13) komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari

seseorang dan diterima oleh orang yang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan

balik yang bersifat langsung.

Orang memerlukan hubungan antar pribadi terutama untuk dua hal yaitu perasaan

(attachment) dan ketergantungan (dependency). Perasaan mengacu pada hubungan yang bersifat

emosional intensif, sementara ketergantungan mengacu pada instrumen antar pribadi seperti

mencari kedekatan, membutuhkan bantuan, serta kebutuhan berteman dengan orang lain, yang

juga dibutuhkan untuk kepentingan mempertahankan hidup. Salah satu karakteristik penting dari

hubungan antar pribadi yaitu hubungan tersebut banyak yang tidak diciptakan untuk diakhiri

berdasarkan kemauan atau kesadaran kita.

(28)

Bentuk utama dari komunikasi antar pribadi adalah komunikasi tatap muka, dimana

komunikasi ini biasanya merupakan suatu rangkaian pertukaran pesan antara dua individu dalam

proses komunikasi, serta diantara individu tersebut berhasil menjalin suatu kontak. Kontak itu

berhasil karena antara individu yang melakukan komunikasi tersebut saling mempertukarkan

pesan secara bergantian dan berbalas-balasan. Keberadaan interaksi antar individu inilah yang

menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi menghasilkan suatu umpan balik pada tingkat

keterpengaruhan tertentu. Aksi dan reaksi secara langsung terlihat karena jarak fisik partisipan

yang dekat sekali. Interaksi dalam komunikasi antar pribadi, dapat menghasilkan berupa suatu

perubahan pendapat, sikap, perilaku dan tindakan tertentu.

Cassagrande dalam (Liliweri, 1991:48) berpendapat seseorang melakukan komunikasi dengan orang lain karena :

1) Setiap orang memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan.

2) Setiap orang terlibat dalam proses perubahan yang relatif cepat.

3) Interaksi hari ini merupakan spectrum pengalaman masa lalu dan menjadikan orang mengatisipasi masa depan.

4) Hubungan yang diciptakan jika berhasil merupakan pengalaman yang baru.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Cassagrade, dapat disimpulkan bahwa

keinginan berkomuniakasi secara pribadi disebabkan oleh dorongan pemenuhan kebutuhan yang

belum dan tidak dimiliki seseorang sebelumnya.

II.1.2 Fungsi dan Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Fungsi dan tujuan komunikasi antar pribadi yaitu berusaha meningkatkan hubungan

insani (human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi

ketidakpastian serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 2004:33).

Komunikasi antar pribadi juga dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak

(29)

II.1.3 Ciri Komunikasi Antarpribadi

Ada beberpa ciri-ciri komunikasi antar pribadi yang dikemukakan oleh para ahli,

diantaranya DeVito dalam (Liliweri, 1991:13) menurutnya ada 5 ciri-ciri komunikasi

antarpribadi yang umum yaitu sebagai berikut:

1) Keterbukaan (Openess)

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas dan terbuka tanpa ada rasa malu. Keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.

2) Empati (Emphaty)

Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami mereka tanpa berpura-pura dan keduanya menanggapi apa-apa saja yang di komunikasikan dengan penuh perhatian. Empati merupakan kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Apabila komunikator atau komuniakan mempunyai kemampuan untuk melakukan empati satu sama lain, kemungkinan besar akan terjadi komunikasi yang efektif.

3) Dukungan (Supportiveness)

Setiap pendapat atau ide serta gagasan yang disampaikan akan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak yang berkomuniaksi. Dukungan membantu seseseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang diharapkan.

4) Rasa Positif (Possitivenes)

Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat tanggapan positif dari kedua belah pihak, maka percakapan selanjutnya akan lebih mudah dan lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang berkomunikasi tidak berprasangka atau curiga yang dapat menganggu jalinan komunikasi.

5) Kesamaan (Equality)

Komunikasi akan lebih akrab dan jalinan pribadi akan menjadi semakin kuat apabila memiliki kesamaan tertentu antara komunikator dan komunikan dalam hal pandangan, sikap, kesamaan ideologi dan lain sebagainya.

Selain kelima ciri yang dipaparkan DeVito diatas, ada beberapa ciri lagi yang identik

dengan komunikasi antar pribadi yaitu komunikasi antar pribadi dilaksanakan oleh seorang

individu karena didorong berbagai faktor. Komunikasi antar pribadi juga berakibat sesuatu yang

disengaja maupun yang tidak disengaja, dan kerap kali bentuk komunikasinya berbalas-balasan

dengan suasana yang penuh keakraban, bebas, bervariasi serta menggunakan berbagai

lambang-lambang yang bermakna bagi individu yang melakukan komunikasi antar pribadi tersebut.

(30)

II.1.4 Proses Komunikasi Antar Pribadi

Berkomunikasi secara efektif memiliki arti bahwa komunikator dan komunikan memiliki

pengertian yang sama tentang isi suatu pesan. Komunikasi antar pribadi dikatakan efektif apabila

pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan dan dalam proses

tersebut tercipta sebuah kebersamaan dalam makna yang secara langsung hasilnya dapat

diperoleh, jika peserta komunikasi cepat tanggap dan paham terhadap setiap pesan yang

dipertukarkan. Selain itu, Menurut Steward L. Tubs dan Sylva Moss dalam (Rakhmat, 2001:133)

menambahkan bahwa tanda-tanda komunikasi yang efektif setidaknya menimbulkan hal sebagai

berikut :

a) Saling pengertian

b) Memberikan kesenangan

c) Mempengaruhi sikap

Komunikasi antar pribadi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui media dan

tatap muka. Meskipun demikian, yang dianggap paling sukses adalah komunikasi antar pribadi

secara tatap muka, sebab dalam komunikasi antar pribadi yang dilakukan melalui tatap muka

pengiriman pesan dan umpan baliknya dapat diamati secara langsung dengan melihat,

mendengar, mencium, meraba dan merasa. Proses komunikasi antar pribadi meggunakan

lambang-lambang sebagai media penyampaian pesan. Adapun lambang yaitu :

a) Lambang Verbal

Lambang verbal ini biasanya dalam bentuk baahasa. Oleh karena itu, dengan bahasa

seorang komunikator dapat mengunggkapkan pikirannya mengenai hal atau peristiwa, baik yang

kongkrit maupun yang abstrak yang terjadi pada masa lalu, masa kini dan masa depan kepada

(31)

b) Lambang Non Verbal

Lambang Non Verbal adalah lambang yang dipergunakan dalam komunikasi yang

berbentuk isyarat dengan menggunakan anggota tubuh seperti kepala, mata, jari, dan lainnya.

Batasan komunikasi non verbal secara garis besar sebenarnya sebagai arah dari suatu

gejala seperti setiap bentuk penampilan wajah dan gerak gerik tubuh seseorang sebagai suatu

cara dan simbol dari statusnya. Contohnya tarian, drama sampai ke musik. Jadi, pada dasarnya

dengan isyarat non verbal seorang individu dapat memahami orang lain ketika orang lain

terserbut berbicara atau menulis bahasanya untuk menyatakan sesuatu tentang dirinya.

Kesamaan dan ketidaksamaan derajat antara komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi, memunculkan istilah homophily dan heterophily sehingga bisa memperjelas hubungan antara komunikator dengan komunikan dalam proses komunikasi antarpribadi.

Homophily adalah sebuah istilah dimana orang-orang yang berinteraksi memiliki kesamaan sifat dan atribut diantara mereka seperti nilai, pendidikan dan status. Sedangkan Heterophily

didefinisikan sebagai derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang berada pada dalam sifat-sifat tertentu. Pada sistem yang lebih tradisional ditandai oleh derajat homophily yang lebih tinggi, dalam komunikasi antarpribadi dan norma-norma di desa menjadi lebih modern sehingga menjadi lebih heterophily.6

1.5 Sifat Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi sama halnya dengan ilmu-ilmu lain yang pasti memiliki

sifatnya tersendiri sehingga menjadi suatu ciri khas pada ilmu tersebut. Beberapa sifat yang dapat

menunjukan komunikasi antara dua orang, yang mengarah pada komunikasi antar pribadi yaitu

didalamnya melibatkan perilaku verbal maupun nonverbal, yang dapat menunjukan seberapa

jauh hubungan antara pihak yang terlibat di dalamanya. Berikut adalah beberapa sifat yang

dimiliki oleh komunikasi antarpribadi (Liliweri, 1991:29):

(32)

a) Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, perilaku ini timbul karena kekuasaan emosi yang bebas dari campur tangan kognisi.

b) Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik agar mempunyai interaksi dan koherensi, artinya suatu komuikasi antar pribadi harus ditandai dengan adanya umpan balik serta adanya interaksi yang melibatkan suatu perubahan di dalam sikap, perasaan, perilaku dan pendapat tertentu.

c) Komunikasi antar pribadi biasanya bersifat intrintik dan ekstrinsik. Intrinstik merupakan suatu standar perilaku yang dikembang oleh seseorang sebagai panduan melaksanakan komunikasi, sedangkan ekstrinsik yaitu aturan lain yang ditimbulkan karena pengaruh kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah harus berakhir. d) Komunikasai antar pribadi menunjukan adanya suatu tindakan. Sifat yang dimaksud adalah

suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan bersama sehinnga menghasilkan proses komunikasi yang baik.

e) Komunikasai antar pribadi menunjukan adanya suatu tindakan. Sifat yang dimaksud adalah suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan bersama sehinnga menghasilkan proses komunikasi yang baik.

II.2 Down Syndrome

II.2.1 Pengertian Down Syndrome

Istilah Down syndrome digunakan untuk menyebut anak-anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi serta ketidakcakapan dalam interaksi sosial, yang diakibatkan oleh adanya kelainan pada kromosom. Jumlah kromosom yang dimiliki penderita down syndrome tidak terdiri dari dua kromosom sebagaimana mestinya melainkan kromosomnya berjumlah tiga, sehingga mengakibatkan anak mengalami penyimpangan fisik. Down syndrome merupakan bagian dari ketunagrahitaan yaitu kelainan yang terjadi pada mental dan kognitif yang dialami oleh penderitanya.7

Anak berkebutuhan khusus seperti anak down syndrome ini sangat memerlukan

perhatian ektra dari orang disekitarnya terutama orangtua dan keluarga. Tidak mudah untuk

menghadapi dan menerima kondisi yang dialami anak down syndrome, karena selain bentuk fisik

dan kemampuan kognitif yang berbeda dari anak lainnya, pada umumnya anak down syndrome

juga bermasalah dengan perilaku hiperaktif, serta emosi yang cendrung labil.

(33)

Setiap anak yang terlahir ke dunia ini merupakan makhluk yang unik, karena itu

pendekatan pada masing-masing anak juga harus berbeda, begitu pula pada anak yang terlahir

dengan keterbatasan yang terpenting adalah bagaimana upaya meningkatkan quality of life dari

anak berkebutuhan khusus ini.

Anak down syndrome biasanya banyak dilahirkan oleh ibu yang sudah berumur di atas 30 tahunan. Namun, tidak menutup kemungkinan ibu yang masih berumur di bawah 30 tahun juga dapat melahirkan anak yang mengalami down syndrome. Hal ini terjadi biasanya akibat dari sel telur wanita yang telah dibentuk pada saat wanita tersebut masih dalam kandungan dan akan dimatangkan satu per satu setiap bulan pada saat wanita tersebut akil balik, sehingga pada saat wanita menjadi tua, kondisi sel telur tersebut kadang-kadang menjadi kurang baik dan pada waktu dibuahi oleh sel telur laki-laki, sel benih ini mengalami pembelahan yang kurang sempurna. Oleh karena itu, Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan kromosom melalui

amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi apakah ada kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan fisik kromoson dengan ultrasonography dan Pemeriksaan darah. Hal ini dianggap paling ekeftif karena sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini.8

Kebanyakan penderita down syndrome di kehidupan sehari-harinya mengalami

kesulitan dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan bina diri. Selain itu, kebanyakan

penderita down syndrome juga mengalami gangguan yang disebut attention defisit hyperactivity

disorder (ADHD) yang berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Gangguan

ADHD memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang mencakup disfungsi otak

(Baihaqi dan Sugiarmin, 2006:2).

(34)

Penderita gangguan ADHD mengalami kesulitan dalam mengendalikan implus yang

terdapat dalam otaknya. Selain itu, gangguan ini juga menghambat perilaku dan keadaan

penderitanya serta tidak mendukung rentang perhatian mereka. Gangguan ini dapat mempunyai

pengaruh negatif terhadap kondisi anak baik di sekolah, di rumah dan di lingkungannya yang

mengakibatkan anak menjadi sangat aktif, kesulitan dalam belajar, kesulitan berperilaku,

kesulitan sosial, dan lain sebagainya. Perilaku anak yang mengalami ADHD sangat

membingungkan dan sangat kontradiktif, namun mereka dapat melakukan sesuatu dengan lebih

giat dan tekun dibandingkan anak normal jika orangtua atau guru menerapkan aturan yang lebih

ketat. Oleh karena itu, perhatian dan dukungan yang diberikan orangtua sangat dibutuhkan oleh

anak yang mengalami ADHD kerena hal ini sangat berpengaruh pada kekuatan, kemampuan, dan

perasaan anak.

Selain itu, penderita down syndrome biasanya lahir dengan berbagai gangguan medis,

seperti gangguan jantung, leukemia, katarak, gangguan pendengaran dan gangguan bicara.

Penderita down syndrome biasanya juga mengalami kesulitan dalam hal yang berhubungan

dengan kegiatan belajar karena kemampuan daya ingat yang lambat dibandingkan dengan anak

normal. Masalah ini disebabkan karena lemahnya kemampuan persepsi dan menilai. Namun,

sistem pengajaran dengan menggunakan gambar dianggap merupakan metode bagus untuk

mengajarkan anak down syndrome belajar, berbicara, dan berinteraksi.

II.2.2 Karakteristik Down Syndrome

Down syndrome merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasan mengalami

hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Ada beberapa

(35)

1) Keterbatasan Intelegensi

Intelegensi merupakan fungsi kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah serta situasi kehidupan yang baru. Kapasitas belajar anak down syndrome lebih bersifat abstrak seperti berhitung dan belajarnya tanpa pengertian.

2) Keterbatasan Sosial

Disamping memiliki keterbatasan intelegensi, anak down syndrome juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat. Anak down syndrome cendrung tidak mampu memikul tanggungjawab sosial dengan bijaksana sehingga mereka selalu harus dibimbing dan diawasi. Mereka juga melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.

3) Keterbatasan fungsi mental lainnya

Anak down syndrome memiliki waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya dan ada umumnya anak down syndrome memiliki keterbatasn dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi tetapi pusat pengelolaan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya.

Selain hal diatas, terdapat juga beberapa karakteristik fisik dari anak down syndrome

yang bisa di amati secara langsung yaitu 9:

a) Bagian belakang kepala rata (Flattening of the back of the head).

b) Mata sipit karena adanya tambahan lipatan kulit sepanjang kelopak mata. c) Alis mata miring (slanting of the eyelids).

d) Telinga lebih kecil, sehingga mudah terserang infeksi.

e) Mulut yang mungil, lidah tebal dan pangkal mulut yang cenderung dangkal. Di samping itu, otot mulut mereka juga kerap lemah, sehingga menghambat kemampuan bicara. Pertumbuhan gigi geligi mereka pun lambat dan tumbuh tak beraturan. Gigi yang berantakan ini juga menyulitkan pertumbuhan gigi permanen.

f) Otot lunak.

g) Persendian longgar (loose ligament).

h) Jari Tangan mungil.

i) Di telapak tangan terdapat garis melintang yang disebut simian crease.

j) Kaki yang mungil, simian crease juga terdapat di kaki yaitu telunjuk dan ibu jari yang cenderung lebih jauh dari pada kaki orang normal.

k) Hidung cenderung lebih kecil dan datar. Hal ini di ikuti pula dengan saluran pernafasan yang kecil, sehingga para penderita sering kesulitan untuk bernafas.

l) Rambut lemas, tipis dan jarang

(36)

II.2.3 Penyebab Down Syndrome

Down Syndrome disebabkan adanya gangguan pada kromosom, khusunya kromosom 21.

Pada umumnya manusia memiliki 23 pasang kromosom. Tapi pada anak down syndrome,

kromosom 21 tidak sepasang melainkan tiga kromosom. Jadi, dengan kata lain down syndrome

merupakan gangguan genetik, akibatnya terjadi gangguan di dalam sel. Selain itu, umur ibu pada

saat melahirkan kemungkinan besar juga akan ikut mempengaruhi terjadinya down syndrome

pada anak.

II.2.4 Klasifikasi Down Syndrome

Down syndrome dapat di kategorikan dalam beberapa kategori berdasarkan hal yang mempengaruhi diantaranya tingkat intelegensi dan kemampuan yang terdapat pada diri anak

down syndrome, berikut uraian kategorinya 10:

II.2.4.1 Down syndrome Berdasarkan Tingkat Intelegensi Down syndrome Ringan

Para penderita down syndrome pada kelompok ini, tidak terlalu parah mereka masih dapat diajarkan belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana. Pada umumnya kelompok ini tidak terlihat mengalami gangguan fisik.

Down syndrome Sedang

Para penderita down syndrome pada kelompok ini termasuk anak keterbelakang mental yang perkembangan Mental Age (MA) relatif lama, bisa sampai 7 tahun. Kelompok ini hanya bisa untuk di didik mengurus diri sendiri seperti mandi, makan, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, kelompok ini membutuhkan pengawasan dari orang sekitar.

Down syndrome Berat

Kelompok ini sering disebut Idiot dan kelompok ini dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok yaitu anak down syndrome berat dan sangat berat. Down syndrome berat memiliki IQ antara 32-20, sedangkan down syndrome sangat berat memili IQ di bawah 19. Kelompok ini memerlukan bantuan perawatan secara total.

II.2.4.2 Down syndrome Berdasarkan Kemampuan yang dimiliki Anak Down syndrome Mampu Latih

Para penderita down syndrome pada kelompok ini adalah merupakan anak down syndrome yang memiliki kemampuan yang cukup baik untuk dilatih dalam melakukan sesuatu hal seperti menyulam, menjahit, olahraga.

(37)

Para penderita down syndrome pada kelompok ini adalah merupakan kategori anak down syndrome yang cukup bisa diberikan pendidikan akademis dan biasanya kemampuan intelegensi pada down syndrome kategori ini cukup baik.

Down syndrome Mampu Latih dan Mampu didik

Para penderita down syndrome pada kategori ini merupakan kategori anak down syndrome yang memiliki kemampuan yang lumayan baik dalam menerima pendidikan akademis serta juga memiliki kemampuan yang lumayan baik untuk bisa dilatih. Dengan kata lain anak down syndrome kategori ini merupakan gabungan dari dua kategori down syndrome sebelumnya.

II.2.5 Teknik Penanganan Down Syndrome

Terapi diperlukan untuk membangun kondisi anak berkebutuhan khusus menjadi lebih baik, hal ini harus rutin dilakukan agar apa yang menjadi kekurangan anak bisa diatasi dan akan lebih ekektif dilakukan sejak usia dini sebab perkembangan otak pada anak umumnya terjadi sekitar umur 2-3 tahun. Terapi yang cukup efektif untuk anak penderita down syndrome yaitu 11:

a) Terapi Wicara

Terapi ini diperlukan bagi penderita down syndrome yang bermasalah dengan keterlambatan bicara, deteksi dini diperlukan sebagai dasar untuk memberikan pelayanan terapi wicara pada anak.

b) Terapi Okupasi

Terapi ini diberikan untuk dasar anak dalam hal kemandirian atau pemahamannya dan kemampuan sensorik dan motoriknya. Jenis terapi ini membantu anak dalam mengembangkan kekuatan dan kordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.

c) Terapi Kognitif

Terapi ini diberikan pada anak yang mengalami gangguan kognisi dan perceptual. Salah satu bentuk terapi kognitif yaitu senam otak, adalah sejenis kegiatan terapi berbentuk senam yang ditujukan untuk memberikan kondisi relaksasi pada otak.

d) Terapi Remedial

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan akademis dan skill, jadi bahan dari sekolah bisa dijadikan bahan acuan program terapi.

e) Terapi Sensori Integrasi

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan pengintegrasian sensori, misalnya, pengintegrasian antara otak kanan dan otak kiri.

f) Terapi Snoefzelen

Terapi ini diberikan pada anak yang mengalami gangguan perkembangan motorik. anak di ajarkan berprilaku umum dengan pemberian sistem penghargaan pada anak tersebut.

10.

(38)

II.3 Teori Interaksi Simbolik (George Herbert Mead)

George Herbert Mead merupakan ilmuan yang pertama kali mencetuskan teori interaksi

simbolik, Mead sangat mengagumi kemampuan manusia untuk menggunakan simbol. Ia

menyatakan bahwa orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul di dalam sebuah

situasi tertentu, karena makna diciptakan dari interaksi pada sebuah realitas.

Teori interaksi simbolik ini menekankan hubungan antara simbol dan interaksi. Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes dalam buku pengantar teori komunikasi analisis dan aplikasi, mengatakan bahwa interaksi simbolik adalah sebuah kerangka refensi untuk memahami bagaimana manusia bersama dengan orang lainnya menciptakan dunia simbolik dan bagaimana dunia ini sebaliknya menciptakan manusia bersama orang lainnya, sehingga dapat membentuk perilaku manusia. Pernyataan ini jelas menggambarkan mengenai bagaimana saling ketergantunganan atara individu dan masyarakat (West dan Turner, 2008:96).

Teori interaksi simbolik lahir pada dua universitas yang berbeda yaitu University of

Iowa dan University Of Chicago. Pada awal perkembangannya kelompok Iowa mengembangkan

bebarapa cara pandang yang baru mengenai konsep diri, tetapi pendekatan yang dilakukan

dianggap sebagai pendekatan yang tidak biasa. Oleh karena itu, Herbert Blumer melanjutkan

penelitian yang dilakukan George Herbert Mead, ia meyakini bahwa studi manusia tidak dapat

diselenggarakan di dalam cara yang sama dengan studi tentang benda mati. Peneliti perlu

mencoba empati dengan pokok materi, masuk pengalamannya dan usaha untuk memahami nilai

dari tiap orang.

Blumer dan pengikutnya menghindari kuantitatif dan pendekatan ilmiah, melainkan

lebih menekankan pada riwayat hidup, autobiografi, studi kasus, buku harian, surat dan

nondirective interviews. Blumer terutama sekali menekankan pentingnya pengamatan peserta di

dalam studi komuniakasi. Lebih lanjut, tradisi Chicago ini melihat orang-orang sebagai individu

(39)

dari proses, yang bukan struktur untuk membekukan proses tersebut yang akhirnya akan

menghilangkan intisari dari hubungan sosial.

Ralph LaRossa dan Donald C. Reitzes juga mencatat tujuh asumsi yang mendasari teori

interaksi simbolik, yang memperlihatkan tiga tema besar yaitu (West dan Turner, 2008:96),

(1) Pentingnya makna bagi perilaku manusia,

a. Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka.

b. Makna yang diciptakan dalam interaksi antar manusia.

c. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.

(2) Pentingnya konsep mengenal diri,

a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.

b. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku.

(3) Hubungan antara individu dan masyarakat

a. Orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial.

b. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.

Karya Mead yang paling terkenal, berjudul Mind, Self, and Society menggaris bawahi

tiga konsep kritis yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah diskusi tentang teori interaksionisme

simbolik. Tiga konsep itu saling mempengaruhi satu sama lain dalam term interaksionisme

simbolik. Pikiran manusia (mind) dan interaksi sosial (self dengan orang lain) digunakan untuk

menginterpretasikan dan memediasi masyarakat (society) (Elvinaro, 2007:136). Untuk lebih jelas

ketiga konsep tersebut dijabarkan sebagai berikut :

a) Pikiran (Mind)

Pikiran merupakan kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna

(40)

konsep pemikiran yang dinyatakan sebagai percakapan di dalam diri sendiri. Salah satu hal

penting yang diselesaikan individu melalui pemikiran adalah pengambilan peran atau

kemampuan secara simbolik menempatkan dirinya sendiri dalam diri khayalan orang lain (West

dan Turner, 2008:104-105).

Seorang individu dapat mengembangkan apa yang disebut dengan pikiran melalui

bahasa dan ini membuat individu tersebut mampu menciptakan setting interior bagi masyarakat

yang dilihatnya dan beroperasi di luar diri individu tersebut. Bahasa tergantung pada simbol

signifikan atau simbol-simbol yang memunculkan makna yang sama bagi orang banyak.

b) Diri (Self)

Diri merupakan kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri dari perspektif orang

lain. Individu mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dan objek bagi dirinya sendiri

dengan menggunakan bahasa. Subjek atau diri yang bertindak sebagai I dan objek atau diri yang

mengalami sebagai Me. Dimana I bersifat spontan, impulsif, dan kreatif sedangkan Me lebih

reflektif dan peka secara sosial (West dan Turner, 2008:107).

c) Masyarakat (society)

Cara manusia untuk mengartikan dunia dan diri sendiri yang berhubungan erat dengan

masyarakatnya. Ada dua bagian penting masyarakat yang mempengaruhi pikiran dan diri

seorang individu yaitu particular others (orang lain secara khusus) merujuk pada individu yang

signifikan bagi individu lain seperti orangtua serta keluarga dan generalized others (orang lain

secara umum) yang merujuk pada cara pandang dari sebuah kelompok sosial sebagai suatu

(41)

Sebelum bertindak manusia menggunakan arti-arti tertentu kepada dunianya sesuai

dengan skema-skema interpretasi yang telah disampaikan kepadanya melalui proses sosial.

Sehubungan dengan proses tersebut yang mengawali perilaku manusia, konsep pengambilan

peran (role taking) sangat mempengaruhi dan penting. Sebelum diri seseorang bertindak, ia

membanyangkan dirinya dalam posisi orang lain dan mencoba untuk memahami apa yang

diharapkan oleh pihak lainnya.

Komunikasi adalah proses interaksi simbolik dalam bahasa tertentu dengan cara berpikir

tertentu untuk mencapai pemaknaan tertentu pula, dimana kesemuanya terkonstruksi secara

sosial. Interaksi simbolik merupakan salah satu model penelitian budaya yang berusaha

mengungkap realitas perilaku manusia. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami

budaya melalui perilaku manusia yang terpantul dalam komuniaksi. Interaksi simbolik lebih

menekankan pada makna interaksi budaya sebuah komunitas. Pada saat berkomunikasi jelas

banyak penampilan simbol yang bermakna, yang hanya dimengerti oleh orang-orang yang

melakukan komunikasi tersebut.

II.4 Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga

Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan

interpersonal barangkali yang paling penting. Sehingga dapat dinyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, maka makin terbuka seorang individu untuk mengungkapkan dirinya,

makin cermat pula persepsinya tentang orang lain dan dirinya, sehingga makin efektif

komunikasi yang berlangsung. Komunikasi interpersonal yang efektif salah satunya dapat

tercermin pada keluarga, karena keluarga merupakan unit sosial yang paling kecil dalam

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini yang dimaksud dengan bimbingan pribadi untuk mengembangkan kemandirian peserta didik anak down syndrome Taman Kanak- Kanak (TK) adalah suatu

Adanya keterlambatan pada anak down syndrome memunculkan sebuah tantangan baru bagi orangtua yang mengasuhnya, maka dari itu orangtua yang memiliki anak down

Mengingat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa masyarakat di sekitar orangtua dengan anak down syndrome juga memiliki pengaruh dalam membentuk emosi dan

Proses komunikasi Orang Tua dengan anak Down Syndrome bisa berjalan tidak efektif jika adanya Orang Tua tidak mampu memahami anaknya yang mengalami Down Syndrome, untuk

Hasil penelitian model anak down syndrome di SMA Luar Biasa Dian Grahita Jakarta dengan kajian pragmatik meliputi: (a) tuturan representatif dengan menyatakan, menyetujui,

Ketika mewawancarai orang tua Amelsebagai anak yang dilahirkan berkebutuhan khusus atau down syndrom, keduanya merasakan putus asa dan kecewa saat mengetahui anaknya

Menjadi ibu dari seorang anak yang mengalami down sindrom merupakan. tantangan tersendiri bagi

Isti Tri Prasetyo. Penguasaan Bahasa Anak Penderita Down Syndrome di SLB ABCD Yayasan Suka Dharma Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Skripsi Program Studi Sastra