• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS

N/A
N/A
Azmi

Academic year: 2024

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS "

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS

Dosen Pembimbing :

Ns. Yoza Misra Fatmi, M.Kep., Sp.Kep.M.B

DISUSUN OLEH:

Kelompok 4

1. Dzil Adzmi Kurnia Arif (P032114401055)

2. Falentina (P032114401058)

3. Rahmatul Khaira (P032114401073) Tinkat 2B Keperawatan

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN POLTEKES KEMENKES RIAU

2022/2023

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas membuat makalah ini dengan baik dan selesai secara tepat waktu. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan dari dosen pengampu Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Osteoporosis.

Penyusunan makalah ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesikan penulisan proposal penelitian ini.

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna. Maka dari itu kami terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar pada tugas berikutnya bisa menyusun tugas makalah ini dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca.

Pekanbaru, 13 Januari 2023

Kelompok 4

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...1

1.3 Tujuan Masalah...2

BAB II PENDAHULUAN...3

2.1 Konsep Dasar Penyakit...3

2.1.1 Definisi Osteoporosis...3

2.1.2 Etiologi Osteoporosis...4

2.1.3 Klasifikasi Osteoporosis...4

2.1.4 Patofisiologi Osteoporosis...5

2.1.5 WOC Osteoporosis...6

2.1.6 Manifestasi Klinis Osteoporosis...7

2.1.7 Komplikasi Osteoporosis...7

2.1.8 Pemeriksaan Dignostik Osteoporosis...8

2.1.9 Pengobatan Osteoporosis...9

2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis Osteoporosis...10

2.2.1 Pengkajian Keperawatan...10

2.2.2 Diagnosa Keperawatan...13

2.2.3 Intervensi Keperawatan...13

2.2.4 Implementasi Keperawatan...16

2.2.5 Evaluasi Keperawatan...16

BAB III PENUTUP...17

3.1 Kesimpulan...17

3.2 Saran...17

DAFTAR PUSTAKA...18

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penelitian yang dilakukan diklinik Reumatologi mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi umur, lamanya menopause dan kadar ekstrogen yang rendah sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan lebih/obesitas dan latihan yang teratur (Sudoya,2009). Ada beberapa faktor resiko osteoporosis diantaranya genetic, jenis kelamin dan masalah kesehatankronis, defesiensi hormone, kurang olahraga, serta rrendahnya asupan kalsium.

Risiko osteoporosis akan meningkat apabila engidap penyakit kronis.

Sedangkan hubungan antara perempuan osteoporosis karena menapause akibat penurunan hormone esterogen (Siswono,2003)

Osteoporosis dikenal sebagai tulang keropos, pada osteoporosis massa yang membentuk tulang sudah berkurang, sehingga tulang dapat dikatakan keropos. Struktur pengisi tulang antara lain berupa senyawa kolagen disamping kalsium berfungsi bagaikan semen cor-an nya tulang.

Ketika massa ini menjadi berkurang maka tulang menjadi kurang padat sehingga tak kuat menahan benturan ringan sekalipun yang mengenainya, resikonya patah tulang gampang terjadi. Diluar mudahnya tulang yang keropos itu mengalami fraktur, tulang yang keropos hampir tak bergejala sama sekali, silent disease. Jadi keduanya memang dekat dengan wanita usia post menopause dikarenakan proses metabolisme ditulang memang membutuhkan pengaruh dari hormon estrogen yang lazim menurun saat wanita post menopause.

1.2Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Osteoporosis?

2. Apa saja etiologi dari Osteoporosis?

(5)

4. Bagaimana patofisiologi dari Osteoporosis?

5. Bagaimana patoflowdiagram Osteoporosis?

6. Apa saja manifestasi klinis dari Osteoporosis?

7. Apa saja komplikasi dari Osteoporosis?

8. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Osteoporosis?

9. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Osteoporosis?

1.3Tujuan Masalah

Mengetahui pengetahuan seputar penyakit Amputasi serta asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat pada pasien Amputasi.

(6)

BAB II PENDAHULUAN

2.1Konsep Dasar Penyakit 2.1.1 Definisi Osteoporosis

Osteoporosis berasal dari kata osteo artinya tulang dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai dengan rendahnya massa tulang yang disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Zaviera, 2007). Osteoporosis adalah penyakit kesehatan masyarakat yang paling umum di kalangan wanita. Osteoporosis juga merupakan penyakit penurunan kepadatan mineral tulang yang mempengaruhi individu terhadap cedera, termasuk jatuh atau luka ringan.

Osteoporosis adalah kelainan tulang yang umum, terjadi akibat ketidakseimbangan antar tulang resorpsi dan pembentukan tulang, dengan kerusakan tulang melebihi pembentukan tulang. Resorpsi tulang inhibitor, misalnya bifosfonat, telah dirancang untuk mengobati osteoporosis, sedangkan agen anabolik seperti teriparatide merangsang pembentukan tulang dan mengoreksi perubahan karakteristik pada trabekuler mikroarsitektur (Lowery, 2018).

Osteoporosis termasuk dalam penyakit kronis yang memerlukan pengobatan lanjutan sebagai prasyarat pada banyak pasien untuk mendapatkan manfaat terapeutik, seperti halnya dengan kondisi kronis lainnya. Obat anti- osteoporosis perlu disediakan secara teratur dan terjadwal. Menunda pemberian obat osteoporosis dengan kategori tertentu dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak menyenangkan bagi pasien, mulai dari kehilangan massa tulang hingga peningkatan perombakan tulang dan risiko patah tulang (Lowery, 2018).

(7)

2.1.2 Etiologi Osteoporosis

Menurut (Lowery, 2018). Penyebab penyakit ini belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit ini yaitu:

a. Determinan Massa Tulang 1. Faktor genetic

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil.

2. Faktor mekanis

Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.

3. Faktor makanan dan hormone

Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.

2.1.3 Klasifikasi Osteoporosis a. Osteoporosis Primer

Osteoporosis primer bisa terjadi pada tiap kelompok umur. Jenis osteoporosis ini faktor pemicunya adalah merokok, aktivitas, pubertas tertunda, berat badan rendah, alcohol, ras kulit putih/asia, Riwayat keluarga, postur tubuh, dan asupan kalsium rendah.

b. Osteoporosis Sekunder

Osteoporosis ini dapat terjadi pada setiap kelompok umur.

Penyebabnya meliputi akses kortiosklerosis, hipertirodisme, multiple mieloma, faktor genetis, dan obat-obatan. Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis yang disebabkan oleh

(8)

keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormone (terutama tiroid, paratiroid, barbiturate, dan adrenal) dan obat-obatan (kartikosteroid, barbiturate, dan anti kejang) pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok pun bisa memperburuk keadaan ini.

2.1.4 Patofisiologi Osteoporosis

Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahan antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor mekanis meliputi merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi.gaya hidup. Mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.

Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ketulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadiya massa tulang total yaitu disebut Osteoporosis.

Dalam keadaan normal pada tulang kerangka akan terjadinya suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (Remodeling). Dan dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadinya penutupan epifisis, pertumbuhan tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan periode konsolidas.

(9)

2.1.5 WOC Osteoporosis

OSTEOPOROSIS

Genetik,gaya hidup,alkohol,penurunan produksi hormon

Penurunan massa tulang

Osteoporosis (gangguan Kerapuhan tulang

Kiposis (gibbus)

Perubahan bentuk tubuh, penurunan TB

Keseimbangan Tubuh menurun

Gangguan rasa

nyaman Resiko Jatuh

Gangguan mobilitas fisik fraktur Nyeri

Kemunduran struktural jaringan

Seiring bertambah usia, tulang-tulang semakin keropos dimulai saat memasuki Ketidakseimbangan antara pembentukan tulang dan kerusakan tulang

Osteoblast makin sedikit diproduksi Menopouse

Osteoklas menjadi lebih dominan dan kerusakan tulang tidak bisa diimbangi lagi

(10)

2.1.6 Manifestasi Klinis Osteoporosis

Osteoporosis merupakan silent disease penderita osteoporosis umumnya tidak mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris).

Manifestasi Osteoporosis :

1) Nyeri atau tanpa fraktur yang nyata

2) Rasa sakit karena adanya fraktur pada anggota gerak 3) Nyeri timbul mendadak

4) Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang. Bagian tubuh yang sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul, dan vertebra.

5) Nyeri berkurang pada saat istirahat ditempat tidur

6) Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas/karena suatu pergerakan yang salah

7) Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan.

Tulang lain bisa patah yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul dan sering terjadi adalah patah tulang lengan didaerah persambungan dengan pergelangan tangan yang disebut Fraktur Colles.

2.1.7 Komplikasi Osteoporosis

Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjdi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur dan bisa terjadi pada fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter dan fraktur colles pada pergelangan tangan.

(11)

2.1.8 Pemeriksaan Dignostik Osteoporosis

Sebenarnya langkah terbaik dalam penanganan osteoporosis adalah pencegahan karena bila sudah terkena susah, bahkan tidak dapat dipulihkan.

Sedini mungkin dilakukan diagnosis untuk mendeteksi keadaan massa tulang sebelum terjadi akibat yang lebih fatal seperti terjadinya patah tulang.

penilaian langsung tulang untuk mengetahui ada tidaknya osteoporosis dapat dilakukan dengan berbagai cara , yaitu sebagai berikut :

a. Radiologis

Densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transfresal merupakan kelainan yang sering ditemukan Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.

b. CT-Scan

CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm ada pada hampirsemua klien yang mengalami fraktur.

c. Pemeriksaan Laboratoriuma.

1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan y ang nyata.

2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsangpembentukkan Ct) 3. Kadar 1,25-(OH) 2 D3 absorbsi Ca menurun.

4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga mening kat kadarnya

d. Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk

(12)

menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.

2.1.9 Pengobatan Osteoporosis

Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi nonhormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.

a. Terapi medis.

Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk menekan atau memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit.

Obat pereda sakit Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan obat pereda sakit yang kuat, seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut memberikan efek samping seperti mengantuk, sembelit dan linglung.

b. Terapi hormone pada wanita

1) Hormone Replacement Theraphy 2) Kalsitonin

3) testosterone c. Terapi Non-Hormonal

1) Bisfosfonat 2) Etidronat 3) Alendronat d. Terapi alamiah

Adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis tangan menggunakan obat atau hormone.

(13)

2.2Asuhan Keperawatan Teoritis Osteoporosis 2.2.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan klien (Salam, 2018).

Menurut (Yuli, 2019) pengkajian yang perlu dilakukan pada lansia dengan adalah sebagai berikut:

a. Identitas Identitas

klien yang dikaji pada penyakit system musculoskeletal adalah usia, karena ada beberapa penyakit musculoskeletal banyak terjadi pada klien diatas usia 60 tahun.

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada lansia dengan penyakit musculoskeletal seperti: osteoporosis, sering mengeluh nyeri pada bagian punggung tulang yang terkena, adanya keterbatasan gerakan yang menyebabkan gangguan rasa tidak nyaman.

Berdasarkan pengkajian karakteristik nyeri (Potter, 2018).

P (Provokative) : Faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri.

Q (Qualitiy) : Seperti apa (tajam, tumpul, atau tersayat) R (Region) : Daerah perjalanan nyeri

S (Scale) : Keparaha/intesitas nyeri

T (Time) : Lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri c. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berisi uraian mengenai penyakit yang diderita oleh klien dari mulai keluhan yang dirasakan sampai klien seperti : Osteoporosis, lansia mengeluh nyeri punggung dimana tulang yang sudah mengeropos, adanya keterbatasan gerak yang menyebabkan juga gangguan rasa nyaman. (Yuli, 2019)

(14)

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit musculoskeletal sebelumnya, penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alkohol dan merokok. (Yuli, 2019)

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama baik karena faktor genetik maupun keturunan. (Yuli, 2019)

f. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum

Biasanya keadaan umum lansia yang mengalami gangguan muskuloskeletal tampak lemah, pembengkakan pada otot kaki dan punggung, kekakuan pada otot- otot.

2) Kesadaran

Kesadaran klien lansia biasanya composmentis atau apatis 3) Tanda – Tanda Vital

a) Suhu meningkat (>37C)

b) Nadi meningkat (N : 70-80x/menit)

c) Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal d) Pernafasan biasanya mengalami normal atau meningkat.

g. Pemeriksaan Sistem Muskuloskeletal

Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan otot, kontraktur, atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan warna. Gejala:

Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari, malam hari, dan ketika bangun tidur).

h. Pola Fungsi Kesehatan

Yang perlu dikaji adanya aktivitas apa saja yang bisa dilakukan sehubungan dengan adanya nyeri pada pada punggung, ketidakmampuan aktivitas yang menimbulkan rasa tidak nyaman.

(15)

1) Pola Nutrisi

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan kesukaan. Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan/cairan adekuat khususnya tinggi kalsium untuk menjaga tulang agar tidak cepat mengeropos. Mual, anoreksia, kesulitan mengunyah (keterlibatan TMJ).

Tanda : Penurunan BB, kekeringatan pada memberan mukosa.

2) Pola Eliminasi

Menjelaskan pola fungsi sekresi, kandung kemih, defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan pengguanaan kateter. Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktifitas perawatan pribadi. Ketergantungan pada orang lain.

3) Pola Tidur dan Istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energi, jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur, dan insomia.

4) Pola Aktivitas dan Istirahat

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan. Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pasa sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan. Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak (atropi otot), kulit (kontraktur/kelainan pada sendi dan otot).

(16)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian hasil daril respon pasien terhdapa masalah kesehatan yang sedang dialami. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Sesuai dengan standar diagnosis keperawatan indonesia. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

a. Nyeri Kronis berhubungan dengan kondisi muskuloskletal kronis (Osteoporosis)

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskletal

c. Gangguang rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit d. Resiko jatuh dibuktikan dengan gangguan keseimbangan 2.2.3 Intervensi Keperawatan

N O

DIAGNOSA LUARAN KEP INTERVENSI 1. Nyeri Kronis

berhubungan dengan kondisi muskuloskletal kronis

(Osteoporosis)

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri

menurun dengan kriteria hasil : a. Tingkat nyeri

menurun

MANAJEMEN NYERI Observasi:

a. Identifikasi

lokasi,karakteristik, durasi. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri b. Identifikasi skala nyeri c. Identifikasi respons

nyeri non verbal

d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri e. Identifikasi

pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

(17)

N O

DIAGNOSA LUARAN KEP INTERVENSI nyeri pada kualitas hidup

g. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik:

a. Berikan teknik

nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri b. Kontrol lingkungan yang

memperberat rasa nyeri 2. Gangguan

mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskletal

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil : a. Mobilitas fisik

meningkat b. Nyeri menurun c. Kelemahan fisik

menurun

DUKUNGAN MOBILISASI Observasi:

a. Identifikasi adanyanyeri atau keluhan fisik lainnya

b. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi d. Monitor kondisi umum

selama melakukan mobilisasi

Terapeutik:

a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu

b. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu c. Libatkan keluarga untuk

membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan

(18)

N O

DIAGNOSA LUARAN KEP INTERVENSI

d. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

Edukasi :

a. Anjurkan melakukan mobilisasi dini Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur)

3. Gangguang rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan status kenyamanan meningkat dengan kriteria hasil : a. Lelah menurun b. Postur tubuh

membaik c. Keluhan sulit

tidur menurun

TERAPI RELAKSASI Observasi:

a. Identifikasi penurunan tingkat energi. ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif

b. Identifikasi teknik relaksasi yang pemah efektif digunakan c. Periksa ketegangan otot,

frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan

sesudah latihan Terapeutik d. Ciptakan lingkungan tenang,

dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruangnyaman, jika memungkinkan

e. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi Edukasi

(19)

N O

DIAGNOSA LUARAN KEP INTERVENSI batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis, Musik, meditasi, napas dalam relaksasi otot progresif) b. Anjurkan mengambil posisi

yang nyaman

c. Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan. Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Kozier, 2017).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak dan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan.

(20)

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya kelainan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang serta resiko terjadinya patah tulang. Faktor resiko terjadinya osteoporosis antara lain adalah umur, ras, jenis kelamin, defisiensi kalsium, penggunaan obat-obatan jangka lama (kortikosteroid), faktor pola hidup (rokok, kopi, dan alkohol), defisiensi hormon seks terutama pada wanita adalah estrogen, imobilisasi lama, penyakit kronik tertentu (penyakit hati, ginjal, saluran cerna) dapat meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis.

Dengan kemajuan teknologi osteoporosis dapat di diagnosa lebih dini sebelum tejadinya fraktur tulang yaitu dengan densitometri untuk menilai densitas massa tulang. Melihat sejumlah penyebab itu, gaya hidup dan kualitas hidup yang baik merupakan kunci untuk menghindari osteoporosis, terutama pada yang beresiko tinggi terkena osteoporosis.

3.2Saran

Untuk mencegah terjadinya osteoporosis diperlukan sosialisasi terhadap masyarakat luas tentang osteoporosis, bahwa diperlukan tindakan pencegahan sedini mungkin, yaitu sejak masa pertumbuhan/dewasa muda. Bagi orang- orang yang beresiko tinggi terkena osteoporosis terutama wanita pasca menopause harus dilakukan screening test untuk memeriksa kepadatan massa tulang.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Lilik. (2019). Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta Selatanj: DPP PPNI.

Asikin, M,. Nasir, M,. Podding, I Takko. 2017. Keperawatan Medikal Bedah:

Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Referensi

Dokumen terkait

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka

Selama dismenorhea terjadi kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan vasospasme dari arteriol urin yang menyebabkan terjadinya

Kadar phosphor yang tinggi dapat menurunkan kadar kalsium di tulang, melepaskannya ke darah, sehingga kadar kalsium dalam darah meningkat.. Ini akan menyebabkan tulang rapuh,

Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan tekanan darah sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan dampak pada fungsi sistem

suatu penyakit dimana tekanan di dlm bola mata meningkat, shg tjd kerusakan pd saraf optikus & dpt menyebabkan penurunan..

Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang

Keluaran urin dan drainase dari selang yang dipasang pada saat.. pembedahan dipantau dalam hal jumlah, warna,

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap