• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - Repository UHN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB I - Repository UHN"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN BUKTI DALAM PERKARA PIDANA UMUM DAN KASUS PIDANA KHUSUS MELALUI PERADILAN ONLINE PADA SAAT COVID-19. implikasi hukum dari proses pemeriksaan alat bukti dalam perkara pidana biasa dan perkara pidana khusus melalui persidangan online pada masa Covid-19?

Untuk mengetahui proses pemeriksaan alat bukti pada perkara pidana umum dan perkara pidana khusus melalui sidang online di era Covid-19 (Studi PN Medan).

Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan

Undang-Undang Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa: “Keadilan dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan”. Ada pula undang-undang acara pidana khusus, seperti Undang-undang Tindak Pidana Keuangan Nomor 7 (Darurat) Tahun 1955 dan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Nomor 31 Tahun 1999, yang persidangannya diketahui secara in-abstia atau tanpa kehadiran terdakwa. . Termuat dalam Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman yang menyatakan bahwa: “Keadilan diselenggarakan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan.”

Demikian pula keadilan yang bebas adalah adil dan tidak memihak salah satu pihak sebagaimana ditegaskan dalam undang-undang15.

Asas Keterbukaan (Sidang/Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum)

Selain itu, pada alinea ketiga Pasal 153 KUHAP disebutkan bahwa karena adanya pemeriksaan tersebut, ketua majelis hakim memulai persidangan dan mengumumkannya kepada umum, kecuali dalam hal yang berkaitan dengan kesusilaan atau jika terdakwa adalah anak-anak17. “Untuk keperluan sidang, Ketua Sidang akan membuka sidang dan mengumumkannya kepada umum, kecuali dalam hal yang berkaitan dengan moral atau jika terdakwa adalah anak-anak.” Suatu putusan pengadilan hanya sah dan mengikat apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Jika melihat penjelasan di atas, menurut penulis, persidangan umum dapat diselenggarakan untuk memeriksa semua perkara pidana, kecuali perkara yang menyangkut kesusilaan atau yang terdakwanya adalah anak-anak.

Persidangan Tertutup Untuk Umum

Oleh karena itu, untuk memudahkan pembaca, penulis memberikan contoh-contoh seperti tindak pidana penculikan, pencurian, penyerangan, dan pembunuhan yang dapat dilakukan dengan bantuan penyidikan peradilan yang terbuka untuk umum. Jika persidangannya menyangkut ketertiban umum atau keamanan negara, maka persidangan tersebut dapat dinyatakan tertutup untuk umum.” Jika melihat penjelasan di atas, menurut penulis, persidangan tersebut bersifat tertutup untuk umum, artinya proses persidangannya hanya sebatas diikuti dan dihadiri oleh pihak-pihak yang terlibat yaitu hakim, penuntut umum, penasehat hukum, panitera, terdakwa dan saksi-saksi.Walaupun penyidikan praperadilan berlangsung dalam proses yang tertutup untuk umum, namun putusan hakim tetap harus diambil dalam suatu proses. terbuka untuk umum.

Sebab suatu putusan pengadilan baru sah dan final apabila diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Persidangan Perkara Pidana Secara Online/Eletronik Dimasa Covid-19 Pemberlakuan Perma No.4 Tahun 2020 Tentang Administrasi dan

Sidang perkara pidana secara online/elektronik pada masa pemberlakuan Perma no. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan. Sedangkan untuk aspek hukum alat bukti elektronik, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyoroti permasalahan hukum yang berkaitan dengan alat bukti. Alat bukti yang disebut dengan alat bukti fisik itu diatur dalam Pasal 183 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, alat bukti diperluas berupa alat bukti elektronik yang dapat digunakan sebagai alat bukti di persidangan. Alat bukti elektronik diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, alat bukti elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan. Agar alat bukti elektronik dapat dijadikan alat bukti di persidangan, harus memenuhi syarat formal dan substantif sebagaimana telah dijelaskan. Sedangkan persyaratan substantif diatur dalam Pasal 6, Pasal 15, dan 16 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.

4 Tahun 2020 tentang “Administrasi Elektronik dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan” (Peraturan Persidangan Pidana Online) untuk memperkuat kerangka hukum persidangan online. 26 Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020. . untuk menyelenggarakan peradilan pidana, baik pada peradilan umum maupun militer. Dalam Pasal 8 disebutkan bahwa peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung diakui sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 tentang “Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”.

27 § 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. . dan tanggung jawab warga negara, aturan-aturan tersebut telah melampaui dan melampaui ruang lingkup undang-undang 28. 2) PERMA memuat ketentuan-ketentuan dalam bentuk hukum acara, yaitu tata cara untuk memudahkan penyelenggaraan peradilan. Meskipun jelas bahwa Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985 memberikan celah bagi Mahkamah Agung untuk mempunyai diskresi dalam membuat peraturan, namun peraturan itu sendiri hanya sah jika didukung oleh undang-undang di atas atau dibuat di bawah kewenangannya, sebagai tercantum dalam pasal 8 ayat UU tersebut .

Tinjauan Umum Mengenai Pembuktian 1. Pengertian Pembuktian

Teori-Teori Pembuktian Menurut Para Sarjana

Sistem yang menentukan bersalahnya terdakwa ini ditentukan semata-mata oleh penilaian keyakinan hakim, dan kelemahan sistem ini adalah mendasarkan keyakinan hakim tanpa didukung bukti-bukti yang cukup. Ada kecenderungan di kalangan hakim, berdasarkan keyakinannya, untuk membebaskan terdakwa dari tuntutan pidana bahkan setelah kesalahannya terbukti. Sistem pembuktian Conviction In Ralsone masih mengutamakan penilaian keyakinan hakim sebagai satu-satunya dasar dalam menjatuhkan hukuman kepada terdakwa, namun disini keyakinan hakim harus dibarengi dengan pertimbangan hakim yang benar dan logis yang diterima akal sehat.

Yang harus dijelaskan adalah keyakinan hakim harus dapat dijelaskan berdasarkan alasan yang logis35. Dikatakan positif karena pembuktiannya hanya berdasarkan undang-undang, artinya jika suatu perbuatan dibuktikan dengan alat bukti yang disebut undang-undang, maka kepercayaan hakim tidak diperlukan lagi. Sistem ini tidak lagi digunakan dalam praktik hukum karena dalam banyak kasus keyakinan hakim yang jujur ​​dan berpengalaman menganutnya.

Teori antara sistem pembuktian positif menurut hukum dan sistem pembuktian menurut keyakinan atau keyakinan pada waktunya. Sistem ini menggabungkan unsur obyektif dan subyektif untuk menentukan bersalah atau tidaknya terdakwa, tidak ada satupun yang dominan. Terdakwa dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan bukti-bukti yang sah menurut hukum dan sekaligus pembuktian kesalahan itu “dikaitkan” dengan kepercayaan hakim.

Berdasarkan teori pembuktian yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa pembagian teori pembuktian dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: Keyakinan Tepat Waktu, Keyakinan-Raisonee, Sistem Hukum Positif, dan Sistem Hukum Negatif. Dari 4 (empat) jenis alat bukti yang paling banyak digunakan dalam sistem peradilan di Indonesia, sistem pembuktian tersebut sesuai dengan hukum negatif atau biasa disebut dengan hukum negatif, karena sesuai dengan peraturan hukum yang ada yaitu kitab hukum pidana dan kitab hukum acara pidana.

Tujuan dan Kegunaan Pembuktian

Bagi terdakwa atau penasihat hukum, pembuktian merupakan kebalikan dari upaya meyakinkan hakim, yaitu berdasarkan bukti-bukti yang ada untuk menyatakan terdakwa dibebaskan atau dibebaskan dari tuntutan hukum atau mengurangi pidananya. Oleh karena itu, terdakwa atau kuasa hukumnya sedapat mungkin harus mengajukan bukti-bukti yang memihak atau membebaskan pihaknya. Bagi hakim, berdasarkan alat bukti yaitu bukti-bukti yang ada di persidangan, baik dari penuntut umum maupun penasihat hukum/terdakwa, ada dasar untuk mengambil keputusan.38.

Jenis-Jenis Alat bukti

Alat bukti ini penting, oleh karena itu seorang hakim tidak boleh menuntut seseorang melakukan suatu tindak pidana kecuali jika terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan didasarkan pada keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukan perbuatan tersebut. . Oleh karena itu, alat bukti sangat penting dalam menemukan pelaku kejahatan dan tindakan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan tersebut. Keterangan saksi adalah alat bukti dalam suatu perkara pidana yang berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang didengarnya sendiri, dilihatnya dan dialaminya sendiri, dengan menyebutkan alasan-alasan pengetahuannya.”

Dari pengertian di atas jelas bahwa kesaksian merupakan alat bukti yang paling penting dalam suatu perkara pidana. Dapat dikatakan bahwa tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian kesaksian. Selain kurangnya pembuktian dengan alat bukti lain, selalu diperlukan pembuktian dengan keterangan. Kesaksian ahli adalah keterangan yang diberikan mengenai hal-hal yang dialami, dilihat, atau didengarnya sendiri, sedangkan keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan berdasarkan keahlian yang dimilikinya, yang memberikan pengertian terhadap suatu keadaan dengan memberikan suatu kesimpulan, misalnya kematian, sebagaimana yang akan diberikan oleh saksi Ahli. pernyataan mengenai penyebab kematian, tanpa memandang apakah kematian disebabkan oleh keracunan atau sebab lain.

Kedua keterangan lainnya yaitu saksi dan saksi ahli dinyatakan oleh KUHAP sebagai alat bukti yang sah, namun keterangan saksi dan saksi ahli yang diberikan tanpa sumpah tidak mempunyai kewenangan. Seperti halnya keterangan saksi dan keterangan ahli, alat bukti surat ini juga mempunyai syarat-syarat agar dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dalam sidang pengadilan. Menurut ketentuan ini, surat dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah menurut hukum.

Agar instruksi mempunyai kekuatan hukum yang cukup, maka bukti harus didukung oleh setidaknya satu bukti. KUHAP dengan jelas dan sengaja mencantumkan keterangan terdakwa sebagai alat bukti terakhir dalam Pasal 184 ayat (1).

Pengaturan Alat Bukti Elektronik

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo
  • Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
  • Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
  • Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Alat Bukti Elektronik adalah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memenuhi persyaratan formal dan persyaratan substantif yang diatur dalam Undang-Undang No. Berikut peraturan mengenai alat bukti elektronik yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Munculnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan menjadi titik awal pengakuan alat bukti elektronik sebagai alat bukti.

Penerimaan alat bukti elektronik dalam penyidikan perkara korupsi dapat dilihat pada Pasal 26A yang menyatakan bahwa alat bukti yang sah adalah berupa petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (1). 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. Alat bukti lain berupa keterangan yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau sejenisnya; Dan. Jika dikaitkan dengan KUHAP, UU Terorisme mengatur alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang keenam.

Ketentuan mengenai pembuktian tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian, undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi mengakui keberadaan alat bukti elektronik dan dapat digunakan sebagai alat bukti prima facie dalam tindak pidana korupsi. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi titik terang pengaturan alat bukti elektronik di Indonesia.

Sebelum adanya undang-undang ini, pengaturan mengenai alat bukti elektronik tersebar pada berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana disebutkan di atas. Namun artinya alat bukti elektronik hanya dapat digunakan pada kasus atau tindak pidana tertentu saja. Pada ayat (2) disebutkan bahwa kedudukan alat bukti elektronik sebagai perpanjangan tangan alat bukti yang sah adalah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Artinya dengan adanya UU ITE, alat bukti elektronik tidak hanya berlaku untuk tindak pidana tertentu saja, namun.

Jenis Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas, agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan yang diangkat dalam makalah ini. Ruang lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada permasalahan yang ingin diteliti, yaitu berkaitan dengan proses pemeriksaan alat bukti dalam perkara pidana umum dan perkara pidana khusus melalui persidangan online pada masa Covid-19 dan apa akibat hukum dari proses tersebut. pemeriksaan. pembuktian dalam perkara pidana umum dan perkara pidana khusus melalui persidangan secara online pada masa Covid-19 (Studi di Pengadilan Negeri Medan).

Metode Pendekatan Masalah

Sumber Bahan Hukum

Data Primer (primary law material)

Data Sekunder (secondary law material)

Data Tersier (tertiary law material)

Metode Penelitian

Studi Dokumen (Bahan Pustaka)

Wawancara (Interview)

Lokasi Penelitian

Analisis Bahan Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Memang dalam Undang-undangNomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama maupun Undang-undangterbaru atas Perubahan dari Undang-undangNomor 7 Tahun 1989 Tentang

Ekonomi Syari’ah, dan (c) Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

Suatu perkara perdata yang di putus dalam persidangan disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Selanjutnya disingkat UU Peradilan Umum)

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat (1), yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau

Menurut ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pasal 49 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, bahwa Pengdilan Agama hanya

Reactive Corporate Fault Pada teori ini pertanggungjawaban pidana ini disebut juga dengan reactive liabilty atau kesalahan reaksi korporasi yang dapat dinyatakan bahwa apabila suatu

Dalam Pasal 16 sampai pasal 20 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan bahwa setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

Pengertian Perkawinan Perkawinan adalah persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita yang dikukuhkan secara formal dengan Undang-Undang, yaitu yuridis dan kebanyakan juga