BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.2.1 Pengertian Rumah Sakit
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelengarakan pelayanan Kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes Nomor 3 Tahun 2020).
Menurut World Health Organization (WHO), rumah sakit merupakan institusi yang merupakan bagian integral dari organisasi kesehatan dan organisasi sosial berfungsi mengadakan pelayanan kesehatan yang lengkap, baik kuratif maupun preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap melalui kegiatan pelayanan medis serta perawatan.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes Nomor 3 Tahun 2020).
Dalam World Health Organization (WHO), rumah sakit merupakan institusi yang merupakan bagian integral dari organisasi kesehatan dan organisasi sosial berfungsi mengadakan pelayanan kesehatan yang lengkap, baik kuratif maupun preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap melalui kegiatan pelayanan medis serta perawatan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010. Klasifikasi rumah sakit, dibedakan atas:
a. Rumah Sakit Umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
b. Rumah Sakit Khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit. a. Rumah Sakit Umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. b. Rumah Sakit Khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit.
Rumah sakit diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:
a. Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikan Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas Rumah Sakit Pemerintah; terdiri dari: Rumah Sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, Rumah Sakit pemerintah daerah,
Rumah Sakit milier, Rumah Sakit BUMN, dan Rumah Sakit swasta yang dikelola oleh masyarakat.
b. Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas: Rumah Sakit Umum, memberi pelayanan kepada pasien dengan beragam jenis penyakit dan Rumah Sakit Khusus, memberi pelayanan pengobatan khusus untuk pasien dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh: rumah sakit kanker, rumah sakit bersalin.
c. Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Lama Tinggal Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas rumah sakit perawatan jangka pendek yang merawat penderita kurang dari 30 hari dan rumah sakit perawatan jangka panjang yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih.
d. Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur Rumah sakit umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidurnya sesuai pola berikut; dibawah 50 tempat tidur, 50-99 tempat tidur, 100-199 tempat tidur, 200- 299 tempat tidur, 300-399 tempat tidur, 400-499 tempat tidur, 500 tempat tidur atau lebih.
e. Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Afiliasi Pendidikan Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas 2 jenis, yaitu: Rumah Sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi dan Rumah Sakit non pendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak memiliki hubungan kerjasama dengan universitas.
Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikan Dan Penyelenggaraan Berdasarkan kepemilikan dan penyelenggaraan rumah sakit dapat dibedakan menjadi:
1. Rumah Sakit Pemerintah Rumah sakit pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh: Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah, ABRI dan departemen lain termasuk BUMN.
2. Rumah Sakit Swasta Rumah sakit swasta merupakan unit pelaksana teknis yang mempunyai peran penting dalam upaya kesehatan masyarakat untuk peningkatan, pencegahan, perawatan, pemulihan, dan penyuluhan. Rumah sakit swasta dimiliki dan diselenggarakan oleh swasta yang sudah disahkan menjadi badan hukum lain yang bersifat sosial. Mekanisme kerjanya menjadi tanggung jawab pemilik, sedangkan struktur organisasinya menyerupai rumah sakit umum.
Klasifikasi Rumah Sakit Umum Berdasarkan Pelayanan:
1. Rumah sakit umum kelas A Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.
2. Rumah sakit umum kelas B Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit tipe B didirikan di setiap ibu kotapropinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit
kabupaten. rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B.
1. Rumah sakit umum kelas C Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat empat macam pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan didirikan di setiap kabupaten/kota (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.
2. Rumah sakit umum kelas D Rumah sakit ini bersifat transaksi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas.
3. Rumah sakit umum kelas E Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan anak.
2.2.2 Pengelolaan Rumah Sakit
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi.
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
2. 2. standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. 3. penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
4. pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
5. pemantauan terapi Obat
6. penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien)
7. kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang akurat; 8. peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan 9. peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai.
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan Obat yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang- kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan Obat yang berkelanjutan.
1. Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai (high- alert medication). High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).
Kelompok Obat high-alert diantaranya:Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
1. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
2. Obat-Obat sitostatika 2.2.1.1 Pengelolaan Rumah Sakit 2.2.1.1 Perencanaan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Metode Konsumsi
Metode Konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal- hal sebagai berikut :
1. Pengumpulan dan pengolahan data.
2. Analisa data untuk menginformasi dan evaluasi.
3. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
4. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih. Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi:
1) Daftar obat 2) Stok awal 3) Penerimaan 4) Pengeluaran 5) Sisa stok
6) Obat hilang/rusak, kadarluarsa 7) Kekosongan obat
8) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat perbulan/pertahun 9) Waktu tunggu
10) Stok pengaman
11) Perkembangan pola kunjungan
Kelebihan menggunakan metode konsumsi dalam Perencanaan perbekalan farmasi: data konsumsi akurat (metode paling mudah), tidak membutuhkan data epidemiologi maupun standar pengobatan, jika data konsumsi dicatat dengan baik pola presepsi tidak berubah dan kebutuhan relative konstan.
Kekurangan menggunakan metode konsumsi dalam perencanaan perbekalan farmasi:
data konsumsi, data obat dan data jumlah kontak pasien kemungkinan sulit untuk didapat; tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan perbaikan pola preskripsi/ tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3 bulan, obat yang berlebih atau ada obat yang berlebih atau ada obat yang hilang;
pencatatan data morbiditas yang baik tidak diperlukan.
Metode Epidemiologi
Metode epidemiologi didasarkan pada pola penyakit, data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang ada. Langkah-langkah perencanaan metode ini sebagai berikut:
a) Susun daftar masalah kesehatan/penyakit utama yang terjadi.
b) Lakukan pengelompokan pasien, missal: pengumpulan dan penelohan data dilakukan dengan cara: i) Anak 0-4 tahun ii) Anak 5-14 tahun iii) Wanita 15-44 tahun iv) Laki-laki 15-44 tahun v) Orang tua >45 tahun.
c) Prinsip penggolongan umur harus sederhana mungkin.
d) Tentukan frekuensi tiap pemyakit per periode.
e) Susun standar terapi rata-rata/terapi ideal.
f) Dengan mengetahui data epidemiologi, estimasikan tipe dan frekuensi pengobatan yang diperlukan.
Kelebihan menggunakan metode epidemiologi dalam perencanaan pembekalan farmasi:
perkiraan kebutuhan mendekati kebenaran, program-program yang baru dapat digunakan, usaha memperbaiki pola penggunaan obat dapat didukung oleh standar pengobatan.
Kekurangan menggunkan metode epidemiologi dalam perencanaan perbekalan farmasi:
memerlukan waktu banyak dan tenaga yang terampil, data penyakit sulit diperoleh secara pasti dam kemungkinan terdapat penyakit yang tidak termasuk dalam daftar/tidak melapor, pola penyakit dan pola preskripsi tidak sama, dapat terjadi kekurangan obat oleh karena ada wabah atau kebutuhan insidentil tidak terpenuhi, variasi obat terlalu luas.
Metode Kombinasi
Metode kombinasi merupakan metode konsumsi dan metode epidemiologi. Metode kombinasi berupa kebutuhan obat dan alatalat kesehtan yang mana telah mempunyai data konsumsi yang jelas namun kasus penyakit cenderung berubah (naik/turun).
Gabungan perhitungan merode konsumsi dengan koreksi epidemiologi yang sudah dihitung dengan suatu prediksi (boleh prosentase kenaikan kasus atau analisa trend).
Metode kombinasi digunakan untuk obat dan alat kesehatan yang terkadang fluktuatif, maka dapat menggunakan metode konsumsi dengan koreksi-koreksi pola penyakit, perubahan, jenis/jumlah tindakan, perubahan pola, peresapan, perubahan kebijakan pelayanan.
Rumus Metode Kombinasi:
C kombinasi=(CA+CE) x T+ SS-Sisa stock Keterangan:
CA : Kebutuhan rata-rata waktu (bulan) CE : Perhitungan standar pengobatan T : Lama kebutuhan (bulan/tahun ) SS : Safety stock18
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. Anggaran yang tersedia;
b. Penetapan prioritas;
c. Sisa persediaan;
d. Data pemakaian periode yang lalu;
e. Waktu tunggu pemesanan; dan f. Rencana pengembangan
2.2.1.2 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa;
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar; dan
d. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain).
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat;
2) Persyaratan pemasok;
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b. Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
2.2.1.3 Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus;
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting;
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati; dan
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. Jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan;
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
2.2.1.4 Distribusi
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
A. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
b. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
c. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang mencapai 18%.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.
2.2.1.5 Pelaporan
Pelaporan RL rumah sakit atau rekapitulasi laporan adalah salah satu elemen penting bagi institusi pelayanan dalam menunjukkan kualitas layanan yang dimiliki. Pada dasarnya, RL rumah sakit merupakan laporan yang wajib diberikan kepada Kementerian Kesehatan yang terdiri dari 5 formulir RL rumah sakit, berisi berbagai informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit.
Adapun beberapa jenis formulir dalam RL rumah sakit meliputi:
RL 1, berisi data dasar rumah sakit yang wajib dilaporkan jika terdapat perubahan data dasar, contohnya seperti profil atau juga nomor customer care rumah sakit.
RL 2, merupakan formulir RL rumah sakit yang berisi data sumber daya manusia yang dipekerjakan rumah sakit, yang wajib dilaporkan setiap tahun.
RL 3, berisi data kegiatan pelayanan medik dan non-medik yang dilaksanakan rumah sakit dan wajib dilaporkan secara periodik setiap tahunnya.
RL4, merupakan formulir berisi morbiditas atau mortalitas pasien yang dirawat di rumah sakit, dengan jangka pelaporan wajib dilakukan setiap tahun.
RL 5, berisi informasi atau data bulanan tentang kunjungan dan 10 penyakit terbanyak yang ditangani rumah sakit, yang wajib dilaporkan secara periodik setidaknya setiap bulan.
kegiatan yang perlu Anda lakukan sebelum mengisi formulir:
Data registrasi pelayanan pasien rawat inap, berupa buku atau juga dokumen yang berisi informasi mengenai pasien yang menggunakan layanan rawat inap, mulai dari lama rawat inap, identitas pasien, hingga cara pembayaran yang dilakukan.
Sensus harian pasien rawat inap, merupakan kegiatan penghitungan seluruh pasien yang sedang dirawat inap di rumah sakit Anda yang dilakukan setiap hari.
Rekapitulasi harian pasien rawat inap, berupa formulir perantara untuk menghitung akumulasi pasien rawat inap di rumah sakit selama sebulan yang diterima dari semua ruang rawat inap di rumah sakit Anda yang sebelumnya telah dikumpulkan melalui sensus harian.
Rekapitulasi bulanan per jenis layanan, adalah formulir yang mirip dengan rekapitulasi harian rawat inap, hanya saja berisi informasi pasien rawat inap bulanan yang dipisahkan berdasarkan jenis layanan yang diterima pasien.
Formulir data triwulan, merupakan formulir yang berisi rekapitulasi dari akumulasi pasien rawat ini dalam periode tiga bulan.
2.2.1.6 Pengelolaan Obat Rusak, Kadaluarsa, Pemusnahan Obat dan Resep Obat Rusak atau kadaluarsa
Obat rusak yaitu obat yang bentuk atau kondisinya yang tidak dapat digunakan lagi, sedangkan waktu kadaluarsa yaitu waktu yang menunjukan batas akhir obat masih memenuhi syarat dan waktu kadaluarsa dinyatakan dalam bulan dan tahun harus dicantumkan pada kemasan obat. Obat rusak dan kadaluarsa dengan kadar dan fungsi yang telah berubah mengakibatkan penyakit pada manusia serta dapat menimbulkan kematian
Obat yang sudah melewati masa kadalursa dapat membahayakan karena berkurangnya stabilitas obat tersebut dan dapat mengakibatkan efek toksik (racun). Hal ini dikarenakan kerja obat sudah tidak optimal dan kecepatan reaksinya telah menurun, sehingga obat yang masuk kedalam tubuh hanya akan mengendap dan menjadi racun. Sebenarnya obat yang belum kadaluarsa juga dapat menyebabkan efek buruk yang sama. Hal ini disebabkan karena penyimpanannya yang salah yang menyebabkan zat didalam obat tersebut rusak.Tanda-tanda kerusakan zat tersebut, biasanya disertai dengan perubahan bentuk, warna, bau, rasa atau konsistensi. Maka dari itu harus diperhatikan juga cara penyimpanan obat yang baik
Kondisi Yang Mempercepat Kadaluarsa Obat
Meskipun obat belum mendekati tanggal kadaluarsa namun ada beberapa halyang dapat mempercepat masa kadaluarsa, seperti penyimpanan yang tidak tepat faktor yang mempercepat kadaluarsa obat adalah sebagai berikut:
1) Kelembaban Tempat yang lembab akan mempercepat masa kadaluarsa obat karena akan mempengaruhi stabilitas obat kemudian dapat
menyebabkan penurunan kandungan, hal ini yang mempercepat kadaluarsa. 2) Suhu Suhu penyimpanan obat bermacam-macam, pada umumnya obat banyak disimpan pada suhu kamar.Penyimpanan obat di kulkas.tidak dianjurkan jika tidak terdapat petunjuk. Obat-obat minyak seperti minyak ikan, sebaiknya jangan disimpan di tempat yang terlalu dingin. Vaksin merupakan contoh obat yang akan rusak jika ditempatkan pada ruangan dengan suhu panas. 3) Cahaya Obat sebaiknya tidak diletakkan pada tempat yang terkena paparan sinar matahari ataupun lampu secara langsung.Misalnya : Vaksin bila terkena sinar matahari langsung maka dalam beberapa detik, vaksin akan menjadi rusak. Untuk melindunginya dari cahaya maka digunakan kemasan berwarna, misalnya ampul yang berwarna coklat disamping menggunakan kemasan luar.
Penghancuran Obat Rusak
Pemusnahan obat merupakan kegiatan penyelesaian terhadap obat-obatan yang tidak terpakai karena kadaluarsa atau rusak, ataupun mutunya sudah tidak memenuhi standar. Tujuan dilakukan pemusnahan ini ialah untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan obat atau perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu keamanan dan kemanfaatan, 8 selain itu pemusnahan juga bertujuan untuk menghindari pembiayaan seperti biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan atas obat atau perbekalan kesehatan lainya yang sudah tidak layak untuk dipelihara. Teknologi incinerator ini adalah salah satu alat pemusnah limbah yang dilakukan pembakaran pada suhu tinggi, dan secara terpadu dapat aman bagi lingkungan sehingga pengoperasiannya pun mudah dan aman, karena keluaran emisi yang dihasilkan berwawasan lingkungan dan dapat memenuhi persyaratan dari Kementerian Lingkungan Hidup sesuai dengan Kep.Men LH No.13/ MENLH/3/1995.
Pemusnahan dan penarikan
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. 3. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. 4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. 5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri
2.3 Aspek Asuhan Kefarmasian (pharmaceutical care)
Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah tanggung jawab langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien.
Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute dan metoda pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada pasien (ASHP, 2008). Menurut Bahfen (2006), dalam memberikan perlindungan terhadap pasien, pelayanan kefarmasian berfungsi sebagai : 1. Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan lainnya, tujuan yang ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan dapat diterima untuk terapi, agar diterapkan penggunaan secara rasional, memantau efek samping obat, dan menentukan metode penggunaan obat. 2. Mendapatkan rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat 3. Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang berlawanan, keracunan dan jika perlu memberikan saran untuk memodifikasi pengobatan. 4. Menyediakan bimbingan dan konseling dalam rangka pendidikan kepada pasien. 5. Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan bagi pasien penyakit kronis. 6.
Berpartisipasi dalam pengelolaan obat-obatan untuk pelayanan gawat darurat. 7.
Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat. 8. Partisipasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan. 9. Menyediakan pendidikan mengenai obat-obatan untuk tenaga kesehatan.
2.3.1 Konseling Promosi dan Edukasi 2.3.2 Pengobatan Sendiri (self Medication)
Pelayanan sendiri (self-care) didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam cakupan self-care adalah swamedikasi, pengobatan sendiri tanpa menggunakan obat, dukungan sosial dalam menghadapi suatu penyakit, dan pertolongan pertama dalam kehidupan sehari-hari (WHO, 2000). Swamedikasi dapat diartikan secara sederhana sebagai upaya seseorang untuk mengobati dirinya sendiri
Kriteria penggunaan obat rasional adalah sebagai berikut (Depkes, 2008) : 1. Tepat diagnosis artinya obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila
diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah.
2. Tepat indikasi penyakit artinya obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit.
3. Tepat pemilihan obat artinya obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit. 7 4. Tepat dosis artinya dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Apabila salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi menyebabkan efek terapi tidak tercapai.