HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN MASALAH
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Dalam karya ilmiah terapan ini penulis akan mendeskripsikan tentang objek penelitian sesuai dengan judul karya ilmiah terapan ini yaitu “Upaya Meningkatkan Keterampilan Awak Kapal Dalam Menurunkan Sekoci Penolong Di MV. Kutai Raya Dua ”. Sehingga dengan adanya deskripsi gambaran umum objek penelitian ini pembaca dapat memahami dan mampu merasakan tentang hal yang terjadi pada saat penulis melakukan penelitian di MV. Kutai Raya Dua. Kapal MV. Kutai Raya Dua merupakan kapal yang di miliki oleh sebuah perusahaan PT. Kutai Timber Indonesia yang berkantor pusat tepatnya di Jl. Tanjung Tembaga Baru, Mayangan, Probolinggo, Kota Probolinggo (67218) Jawa Timur – Indonesia.
Gambar 4.1 MV. Kutai Raya Dua
Sumber : MV. Kutai Raya Dua
1. Tempat Penelitian
Tempat Penelitian dilakukan di MV. Kutai Raya Dua yang jenis kapalnya dalah Kapal Cargo dengan Rute Pelayaran area Indonesia. MV.
Kutai Raya Dua memiliki data data kapal sebagai berikut : Ship’s name : MV. KUTAI RAYA DUA
Owner : PT. KUTAI TIMBER INDONESIA
Call sign : Y E E Z
IMO number : 8820183
Class : BKI
Registered : SAMARINDA
Years of built : 1989
Type of vessel : CARGO CARRIER
Ship builder : HIGAKI SHIP BUILDING CO LTD
IMABARI JAPAN
Gross tonnage : 4.255,00 TONS Netto tonnage : 2.683,00 TONS Length over all : 107,33 METERS Length between perp. : 99,95 METERS Breadth moulded : 17,60 METERS
Depth : 8,20 METERS
Summer draft : 6,415 METERS Light draft : 1,893 METERS
Summer DWT : 6.565,47 TON
Capacity : GRAIN : 8.966,48 CUM BALE : 8.485,19 CUM Derrick Capacity : 4 x 20 TONS
Number of hold : 2 HOLDS
Hatch size : Number I. 29,90 METERS x 9,10 METERS Number II. 29,90 METERS x 9,10 METERS Main Engine : MCR. 3.300 PS x 240 RPM
NOR. 2.805 PS x 227 RPM Service speed : 12 KNOTS
Auxiliary Engine : 2 SET YANMAR S 165 L – T 2 x 300 PS/
1200 RPM
Tank Capacity : DOT = 367,455 TONS, FWT = 332,59 TONS, BWT = 923,55 TONS
2. Awak Kapal
Di atas MV. Kutai Raya Dua memiliki 27 awak kapal termasuk juga Nahkoda. Awak kapal terdiri dari 5 orang deck officer termasuk Nakhoda, 4 orang enginer termasuk KKM, 1 orang Bosun, 3 orang Juru Mudi, 3 Kelasi, 4 Oiler, 1 Chief Cook, 2 Pelayan, 2 Deck Cadet dan 2 Engine Cadet.
B. Hasil Penelitian
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai hasil-hasil penelitian dan fakta yang didapatkan pada saat melakukan penelitian di kapal MV. Kutai
Raya Dua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan adapun gambaran permasalahan yang pernah dialami penulis sewaktu melaksanakan praktek laut di atas MV. Kutai Raya Dua diantaranya yaitu :
Pada tanggal 06 Desember 2017 jam 08.00 WIT MV. Kutai raya Dua berlabuh di Pelabuhan Wamkana Pulau Buru Selatan. Nakhoda memerintahkan diadakan latihan darurat meninggalkan untuk menurunkan sekoci penolong no. 1 dan 2. Nakhoda membunyikan suling kapal untuk berkumpul di muster station dengan membunyikan tujuh kali tiup pendek diikuti satu kali tiup panjang. Namun kenyataanya yang terjadi di MV. Kutai Raya Dua para awak kapal cenderung bermalas-malasan untuk berkumpul di muster station yang menyebabkan komandan regu dalam mengabsen anak buahnya dan memberikan tentang tugas tiap-tiap awak kapal menjadi terhambat.
Barulah setelah awak kapal berkumpul semua di muster stationt komandan regu mengabsen anak buahnya untuk memberikan arahan tentang tugas tiap-tiap awak kapal dan juga menjelaskan bagaimana prosedur penurunan sekoci penolong sesuai dengan fungsinya. Nakhoda memerintahkan kepada Mualim I sebagai komandan regu sekoci 1 untuk menurunkan sekoci penolong kemudian komandan regu sekoci 1 memerintahkan juru mudi A memeriksa prop sekoci, kemudian komandan regu memberi tahu posisi prop sekoci terpasang, tugas Juru Mudi A melepas pen penahan sekoci muka, tugas kelasi A melepas pin penahan sekoci belakang dan membuka hendel rem sekoci kemudian sekoci perlahan bergerak
turun dengan lancar sampai deck embarkasi. Saat sekoci telah berfungsi sebagaimana mestinya nakhoda memerintahkan komandan regu untuk menaikkan sekoci 1 dan menyatakan latihan penurunan sekoci penolong telah selesai. Latihan penurunan sekoci 1 dan 2 dilakukan sebulan sekali secara bergiliran.
C. Pembahasan Masalah
Sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada subbab sebelumnya penulis akan menguraikan langkah-langkah dalam memecahkan masalah mengenai pentingnya keterampilan awak kapal dalam meggunakan alat keselamatan dalam mewujudkan keselamatan pelayaran di kapal MV. Kutai Raya Dua dari berbagai penyebab permasalahan yang terjadi antara lain:
1. Kendala yang dihadapi dalam menurunkan sekoci penolong
Pada saat selesai menurunkan sekoci Taruna mewawancarai Nahkoda dan Mualim III mengenai latihan yang telah dilaksanakan.
Taruna menanyakan bagaimana keterampilan awak kapal dalam menurunkan sekoci penolong. Kemudian Nahkoda menjelaskan : “ Untuk crew sudah cukup terampil dalam menurunkan sekoci namun kedisipilinan waktu dalam berkumpul dan kesadaran dalam menggunakan seluruh alat keselamatan saat penurunan sekoci harus diperbaiki ”. Hal serupa saya tanyakan ke Mualim III. Mualim III menjelaskan : ” Crew kapal cukup baik dalam menurunkan sekoci penolong hanya ketepatan waktu dan disiplin crew untuk berkumpul dalam latihan harus ditingkatkan “.
Taruna bertanya kembali kepada Nahkoda pertanyaan selanjutnya apa kendala yang dihadapi awak kapal dalam menurunkan sekoci penolong. Kemudian Nahkoda menjelaskan : ” Para crew beranggapan bahwa ini hanya sekedar latihan saja, sehingga mereka masih kurang cekatan dan bertanggung jawab dengan latihan ini. Hal serupa saya tanyakan ke Mualim III. Mualim III memberikan keterangan : “ Para awak kapal masih kurang tanggap, awak kapal beranggapan ini hanya latihan jadi mereka menyepelekan. Faktor fisik mereka juga berpengaruh, ada yang baru selesai jaga dan ada yang masih bekerja. Faktor tersebut membuat penurunan sekoci kurang optimal sehingga mempengaruhi keterampilannya.
Dapat disimpulkan dari penjelasan Nahkoda dan Mualim III bahwa Crew kapal sudah cukup terampil dalam menurunkan sekoci Namun masih ada kendala atau hambatan dalam melaksanakan latihan penurunan sekoci yaitu mengenai respon para awak kapal ini dapat dilihat secara nyata dalam setiap pelaksanaan latihan keadaan darurat sering terjadi.
Keterlambatan atau mundurnya waktu pelaksanaan latihan keadaan darurat dari waktu yang telah direncanakan. Hal tersebut karena awak kapal beranggapan hanya sekadar latihan berakibat pada tindakan para awak kapal yang cenderung lebih lambat dan akhirnya berakibat pada terlambatnya awak kapal tersebut dalam berkumpul di muster station serta latihan menjadi tidak tepat dari waktu yang telah direncanakan. Selain itu ketidaksiapan awak kapal dalam melaksanakan latihan dapat dilihat pada
perlengkapan peralatan keselamatan yang harus dikenakan tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Ketidakdisiplinan para awak kapal KM. Kutai Raya Dua dalam pelaksanaan latihan keadaan darurat tersebut dapat mengakibatkan kerugian pada dirinya sendiri. Kerugian itu dapat dirasakan apabila keadaan darurat itu benar-benar terjadi di atas kapal. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa anak buah kapal kurang merespon atau nmemperhatikan apa yang menjadi tugas-tugasnya dalam pelaksanaan latihan keadaan darurat.
2. Upaya meningkatkan keterampilan awak kapal dalam latihan menurunkan sekoci penolong di atas MV. Kutai Raya Dua
Dalam rangka meningkatkan kesiapan alat-alat keselamatan perlu adanya prosedur perawatan yang otomatis, efektif dan berkesinambungan sesuai dengan sistem manajemen keselamatan yang tertuang dalam SOLAS 1974. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh awak kapal dalam pengoperasian alat sekoci penolong untuk melindungi keselamatan jiwa manusia diatas kapal sangat ditentukan oleh tingkat kesiapan awak kapal dalam pengoperasian alat sekoci yang tersedia. Pertama, Meningkatnya pengawasan perwira dalam prosedur perawatan alat-alat keselamatan.
Kedua, Pengetahuan teknik perwira dalam prosedur perawatan alat-alat keselamatan meningkat.
Adapun periode latihan keadaan darurat penurunan sekoci di MV. Kutai raya Dua sudah sesuai dengan yang tertuang dalam SOLAS
1974. Dimana kapal - kapal barang latihan penurunan sekoci 1,2 dan kebakaran dilaksanakan dalam waktu 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan atau 24 jam setelah kapal meninggalkan suatu pelabuhan bila terjadi pergantian ABK (Anak Buah Kapal) lebih dari 25%. Hasil pelaksanaan latihan dicatat dalam log book, bila latihan tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka alasannya harus juga dicatat dalam log book kapal.
Isyarat darurat untuk memanggil para awak kapal ke pos berkumpul harus terdiri dari tujuh tiup pendek atau lebih secara beruntun disusul oleh satu tiup panjang suling atau sirine, maksud dari isyarat yang diperuntukkan bagi seluruh awak kapal, dengan petunjuk-petunjuk yang tepat tentang apa yang harus mereka lakukan dalam keadaan darurat. Dalam rangka upaya menjaga dan meningkatkan keterampilan awak kapal yang harus tetap dilakukan maka taruna bertanya kepada Nahkoda mengenai apa upaya untuk meningkatkan keterampilan awak kapal dalam menurunkan sekoci penolong. Kemudian Nahkoda menjawab : ” Seluruh crew wajib dan bersungguh-sungguh dalam latihan penurunan sekoci, para crew wajib mengikuti pelatihan formal dari tempat diklat, familiriasasi sekaligus evaluasi pada saat safety meeting bulanan dan mengadakan pertemuan antara awak kapal dengan pihak perusahaan ”. Pertanyaan serupa saya tanyakan kepada mualim III. Mualim III menjelaskan : ” Para crew wajib mengikuti latihan secara berkala, perwira yang bertanggung jawab wajib memberikan familirisasi kepada crew baru, dan melakukan evaluasi latihan”.
Taruna kembali bertanya kepada Nahkoda mengenai apakah alat keselamatan yang ada di atas kapal sesuai dengan SOLAS 1974. Kemudian Nahkoda menjelaskan : ” Alat keselamatan yang ada di atas MV. Kutai Raya Dua sesuai dengan ketentuan SOLAS 1974 yang tertera pada SOLAS BOOK edition 2014, page 255-256 tentang rescue boat in cargo ship ”.
Pertanyaan yang sama saya ajukan ke Mualim III. Kemudian Mualim III menjelaskan : ” Alat keselamatan di MV. Kutai Raya Dua sudah sesuai SOLAS 1974 ”. Dari perjelasan Nahkoda dan Mualim III dapat disimpulkan bahwa alat keselamatan yang ada di MV. Kutai Raya Dua sesuai dengan SOLAS 1974 dan upaya untuk meningkatkan keterampilan awak kapal dalam menurunkan sekoci penolong saya jabarkan sebagai berikut :
a. Awak kapal melakukan latihan darurat meninggalkan kapal secara teratur berkala dan separti keadaan yang sebenarnya.
Seperti telah dikatakan dalam bagian terdahulu, waktu pelayaran yang singkat dan banyaknya pekerjaan yang menyita perhatian dan kendala lainnya, maka pimpinan dan para perwira senior perlu melakukan suatu program latihan diatas kapal dan melakukan penjadwalan latihan darurat meninggalkan kapal, sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat, sehingga latihan meninggalkan kapal dapat dilaksanakan secara teratur, berkala dan berkesinambungan.
b. Perwira yang bertanggung jawab melakukan familiarisasi dengan ABK yang baru.
Sesuai SCTW 1995 Keg. I/14 "Responsibility of shipping companies" yang berisi bahwa perusahaan harus memberikan familirisasi bagi awak kapal baru yang akan bertugas di atas kapal terutama alat keselamatan. Seluruh awak kapal baru wajib melakukan prosedur pengisian formulir familisasi yang dibutuhkan untuk kepentingan kemudahan maupun kepentingan dokumentasi. Setelah itu perwira yang ditunjuk bertanggung jawab atas pelaksanaan familiarisasi terhadap awak kapal yang baru naik dengan memperkenalkannya semua alat – alat keselamatan yang ada di atas kapal, baik tempat – tempatnya maupun cara mengoperasikannya kemudian membekalinya dengan informasi – informasi dan saran – saran yang diperlukan.
c. Perwira kapal melakukan pengecekan alat – alat keselamatan secara terencana dan berkala.
Alat - alat keselamatan akan menjadi siap dilaksanakan dengan segera apabila perwira kapal yang ditunjuk bertanggung jawab atas tugas yang diembannya dengan melakukan langkah - langkah yang kongkrit dalam pengecekan alat - alat keselamatan secara fisik setiap minggu dan setiap bulan kemudian mencatatnya dalam buku segera dilaporkan ke atasan atau pimpinan untuk tetap menjadikan alat –alat keselamatan selalu tersedia, langkap, berfungsi dan mudah dioperasikan.
d. Pelatihan Formal.
Pelatihan dan ketrampilan yang di dapat oleh pelaut atau calon pelaut dengan mengikuti STCW ’95 agar calon pelaut memperoleh pelatihan dasar keselamatan jiwa di laut. Setelah selesai mengikuti diklat tersebut maka calon pelaut mendapatkan Certificates Basic Safety Training (BST). Badan diklat tersebut memberikan latihan keterampilan kepada calon pelaut dan nantinya dapat diterapkan di atas kapal pada saat pelaksanaan latihan keselamatan.
e. Safety meeting.
Merupakan pertemuan yang membahas tentang keselamatan dalam hal ini semua awak kapal diwajibkan untuk mengikuti, dalam pertemuan tersebut mualim tiga selaku safety officer menjelaskan dan mempraktekkan cara penggunaan beberapa alat-alat keselamatan.
Selain itu juga dilaksanakan pemutaran video keselamatan sehingga para awak kapal mempunyai gambaran apa yang harus dilakukan ketika terjadi kaeadaan darurat diatas kapal.
f. Evaluasi latihan.
Mengevaluasi latihan yang telah dilaksanakan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama pada saat latihan berikutnya.
Nahkoda memberi petunjuk prosedur yang sebenarnya atas kesalahan yang terjadi.
g. Mengadakan Pertemuan Awak Kapal Dan Pihak Perusahaan.
Pihak perusahaan kapal mengadakan pertemuan untuk membahas masalah-masalah yang dihadapi awak kapal selama bekerja di atas kapal serta masalah keselamatan yang dihadapi awak kapal. Tentunya hasil pertemuan tersebut dibahas secara bersama dan dicari jalan keluarnya. Pertemuan tersebut harus dilaksanakan secara kontinyu dalam jangka waktu yang ditentukan. Sehingga dengan adanya pertemuan tersebut, perusahaan bisa mengetahui masalah yang dihadapi di atas kapal sehingga pengoperasian kapal menjadi lancar.
Berikut ini saya sertakan foto penelitian di atas kapal : Gambar 4.2 Sekoci Penolong
Sumber : MV. Kutai Raya Dua
Gambar 2. Sekoci dan beberapa awak kapal
Sumber : MV. Kutai Raya Dua
Gambar 3. Sekoci penolong 1 meter diatas permukaan air laut
Sumber : MV. Kutai Raya Dua
Gambar 4. Awak kapal tidak menggunakan alat keselamatan yang sesuai
Sumber : MV. Kutai Raya Dua
PENUTUP
Sebagai akhir dari penulisan karya ilmiah terapan ini, penulis mengambil beberapa kesimpulan dan saran yang semoga dapat bermanfaat untuk pengetahuan dan masukan tentang upaya meningkatkan keterampilan awak kapal dalam menurunkan sekoci penolong di MV. Kutai Raya Dua.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian di lapangan serta dari hasil uraian pembahasan mengenai upaya meningkatkan keterampilan awak kapal dalam menurunkan sekoci penolong beserta kendalanya.
Maka berdasarkan uraian-uraian dari bab sebelumnya maka penulis mengambil kesimpulan :
1. Kendala – kendala yang dihadapi awak kapal dalam latihan menurunkan sekoci penolong karena awak kapal beranggapan hanya sekadar latihan.
Selain itu kurangnya kedisplinan dan ketidaksiapan awak kapal dalam melaksanakan latihan dapat dilihat pada perlengkapan peralatan keselamatan yang harus dikenakan tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Anak buah kapal kurang merespon atau memperhatikan apa yang menjadi tugas- tugasnya dalam pelaksanaan latihan keadaan darurat.
2. Upaya meningkatkan keterampilan awak kapal dalam latihan menurunkan sekoci penolong di atas KM. Kutai Raya Dua sudah sesuai dengan sistem manajemen keselamatan yang tertuang dalam SOLAS 1974. Sebagaimana
yang telah dilakukan oleh awak kapal dalam mengoperasikan alat sekoci penolong untuk melindungi keselamatan jiwa manusia diatas kapal sangat ditentukan oleh tingkat kesiapan awak kapal dalam pengoperasian alat sekoci yang tersedia.
3. Mengevaluasi latihan yang telah dilaksanakan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama pada saat latihan berikutnya. Nahkoda memberi petunjuk prosedur yang sebenarnya atas kesalahan yang terjadi.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian di pembahasan serta kesimpulan yang telah dilakukan, berikut ini adalah beberapa saran yang diharapkan menjadi pembahasan dan bahan pertimbangan, Adapun saran sebagai berikut :
1. Latihan keadaan darurat di atas kapal harus dilaksanakan sesuai dengan aturan pelaksanaan keadaan darurat yang terdapat dalam SOLAS 1974. Pelaksanaan yang teratur dari awak kapal dalam mengikuti latihan keadaan darurat akan menjaga dan meningkatkan keterampilan yang mereka miliki dalam menghadapi keadaan darurat.
2. Agar pelaksanaan latihan menghadapi keadaan darurat mendapatkan hasil yang maksimal pihak perusahaan kapal mengadakan pertemuan untuk membahas masalah-masalah yang dihadapi awak kapal selama bekerja di atas kapal serta masalah keselamatan yang dihadapi awak kapal. Tentunya hasil pertemuan tersebut dibahas secara bersama dan dicari jalan keluarnya.
3. Perlunya kesejahteraan yang layak yang diterima oleh awak kapal, sehingga awak kapal dalam pelaksanaan latihan-latihan atau drill alat keselamatan bisa melaksanakan dengan sungguh-sungguh dan tidak bermalas-malasan setelah melaksanakan tugas umum mereka.