MAKALAH
DEVENISI TRAUMA DAN TRAUMA SELAMA PROSES KEHAMILAN SAMPAI POST PARTUM
D I S U S U N
OLEH KELOMPOK 13:
1. Maria Lidya Purba (P07124424125) 2. Clarissa Sabila Saragih (P07124424114) 3. Rima Saryanti (P07124424135)
Dosen Pengampu :
Dr. Samsider Sitorus, SST, M.Kes Jujuren br Sitepu, SST, M.Kes
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN 2024/2025
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Devinisi Trauma Dan Trauma Selama Proses Kehamilan Sampai Post Partum” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Psikologi dalam Praktek Kebidanan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang mengampu mata kuliah Psikologi dalam Praktek Kebidanan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Atas perhatian serta waktunya, kami ucapkan terima kasih.
Medan, Febuari 2024
Kelompok 13
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 4
1.1 Latar Belakang ... 4
1.2 Tujuan Makalah ... 5
1.3 Rumusan Masalah ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Pengertian trauma... 6
2.2 Jenis-jenis trauma ... 6
2.3 Dampak trauma pada kesehatan mental dan fisik ... 7
2.4 Pengaruh/Dampak trauma pada kehamilan ... 8
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma selama kehamilan ... 8
2.6 Pengaruh/Dampak trauma pada proses persalinan ... 10
2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma selama persalinan ... 10
2.8 Pengaruh/Dampak trauma pada masa postpartum ... 11
2.9 Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma selama masa postpartum ... 12
2.10 Pencegahan Trauma ... 13
BAB III PENUTUP ... 18
3.1 Kesimpulan ... 18
3.2 Saran ... 18
DAFTAR PUSTAKA ... 19
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Maraknya kekerasan seksual di Indonesia telah menimbulkan trauma yang berkepanjangan bagi para korbannya, baik secara fisik maupun verbal, sehingga hal ini cukup memprihatinkan, dengan fenomena yang terus menerus terjadi. Sebuah konseling kelompok diadakan yang dapat membantu korban mengatasi trauma.
Berdasarkan kasus yang terjadi di Indonesia, ditemukan bahwa kekerasan seksual terjadi pada anak yang berada di lingkungan sekolah. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan seksual adalah banyaknya pelaku yang merupakan orang- orang disekitar korban bahkan orang-orang yang dikenal oleh korban sehingga kekerasan seksual biasanya terjadi dimana saja. Selanjutnya faktor yang mempengaruhi munculnya kekerasan seksual adalah karena anak dianggap mandul sehingga anak rentan menjadi korban kekerasan seksual karena hal ini menimbulkan trauma pada korban karena kejadian yang menimpa korban.
Konseling korban kekerasan seksual pertama kali konselor melakukan konseling dengan pendekatan Person Centered Therapy agar korban sembuh dan dapat beraktifitas normal serta menjalani kehidupannya. Nurul Aprilia Fitra, Yeni Karneli,
& Netrawati. (2023). Konseling Kelompok Dengan Pendekatan Person Centered Therapy dalam Membantu Trauma Pada Korban Kekerasan Seksual .Jurnal lmu Pendidikan Dan Sosial, l(4), 519-525.
Kehamilan merupakan suatu hal yang dinantikan oleh sepasang suami istri karena di dalamnya terdapat kehidupan manusia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Ada hak asasi yang melekat dalam kehidupan tersebut sehingga harus dihormati dan dilindungi. Akan tetapi, terdapat seorang wanita atau seorang ibu yang tidak menghendaki kehamilannya, misalnya karena perkosaan, jenis kelamin janin tidak sesuai dengan keinginan, adanya kegagalan dari program Keluarga Berencana, dan sebagainya.
1.2. Rumusan Masalah
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah memahami tentang definisi dari trauma, proses trauma selama kehamilan sampai post partum dan pencengahan serta cara menangani trauma.
1.2. Tujuan Makalah
Rumusan masalah dalam makalah pencehana dan penanganan trauma yaitu : 1. Apa yang dimaksud dengan definisi Trauma?
2. Penjelasan Trauma dalam proses kehamilan hingga persalinan?
3. Bagaiaman cara Pencengahan Trauma?
4. Bagaimana cara ara penyembuhan Trauma?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Trauma
Trauma merupakan salah satu luka psikologis yang sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat terutamanya remaja, karena dapat menurunkan daya intelektual, emosional, dan perilaku. Trauma biasanya terjadi bila dalam kehidupan seseorang sering mengalami peristiwa yang traumatis seperti kekerasan, perkosaan, ancaman yang datang secara individual atau juga secara massal seperti konflik bersenjata dan bencana alam tsunami. Trauma bisa menimpa siapa saja dan kapan saja tanpa memandang ras, umur dan waktu (Mardiyati, 2021).
Stres dan trauma yang dialami akibat kejadian hebat menimbulkan perasaan sakit pada seseorang. baik fisik maupun mental, dan bahkan sering menyebabkan beberapa gangguan emosional atau psikologis dikemudian hari; yang disebut dengan "post traumatic stress disorder"" (PTSD) atau gangguan stress pasca trauma.
Orang yang mengalami PTSD umumnya "dihantui" pengalaman traumatis yang mereka alami baik langsung maupun tidak langsung (Yumna et al., 2024).
Trauma adalah perlakuan atau tekanan mental pada ibu dan bayi akibat dari faktor resiko yang dimilikinya atau sebab-sebab dari luar. Menurut Wiryama trauma dibagi atas 2 macam yaitu:
1. Trauma secara medis adalah luka pada tubuh ibu/bayi akibat dari faktor yang dimilikinya atau sebab -sebab dari luar.
2. Trauma secara pisikolog adalah luka secara mental karena faktor yang menakutkan dan mempunyai efek negatif.
2.2 Jenis-jenis trauma
Trauma memiliki berbagai jenis. Ada trauma akut yang terjadi sekali. Ada juga trauma kronis yang berlangsung lama. Trauma kompleks melibatkan banyak peristiwa.
1. Trauma Akut, terjadi akibat satu peristiwa traumatis.
2. Trauma Kronis, terjadi akibat paparan jangka panjang terhadap stres.
3. Trauma Kompleks, terjadi akibat berbagai peristiwa traumatis
4. Trauma Emosional, pengalaman yang mengakibatkan rasa sakit emosional mendalam yang dapat mempengaruhi kesejahteraan individu.
5. Trauma Perinatal, pengalaman traumatis yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran, berdampak pada ibu dan bayi.
6. Trauma Fisik, terjadi cedera fisik akibat kecelakaan atau kekerasan yang dapat mengubah hidup seseorang.
7. Trauma Seksual, terjadi kekerasan seksual yang dialami individu, yang dapat memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mental.
8. Trauma Psikologis, pengalaman yang menganggu kesehatan mental, seperti PTSD, mempengaruhi individu berfungsi.
9. Trauma Sosial, pengalaman yang mengganggu hubungan sosial dan dukungan dari orang lain.
2.3 Dampak trauma pada kesehatan mental dan fisik
Trauma dapat memberikan dampak yang signifikan pada kesehatan mental dan fisik seseorang. Berikut adalah beberapa dampak trauma pada kesehatan mental dan fisik (Siti, 2024).
1. Dampak pada Kesehatan Mental
a. Kecemasan dan Depresi: Trauma dapat meningkatkan kerentanan terhadap kecemasan dan depresi ¹.
b. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD): Trauma dapat menyebabkan PTSD, yang ditandai dengan gejala seperti kilas balik, mimpi buruk, dan hipervigilansi ¹.
c. Gangguan Emosi: Trauma dapat menyebabkan gangguan emosi, seperti perubahan mood dan kesulitan mengelola emosi ².
2. Dampak pada Kesehatan Fisik
a. Masalah Pencernaan: Trauma dapat menyebabkan masalah pencernaan, seperti sakit perut dan penurunan nafsu makan ².
b. Penurunan Sistem Kekebalan Tubuh: Trauma dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat seseorang lebih rentan terhadap penyakit ³.
c. Gangguan Tidur: Trauma dapat menyebabkan gangguan tidur, seperti insomnia dan kesulitan tidur.
2.4 Pengaruh/Dampak Trauma Pada Kehamilan Pengaruh pada kehamilan
1. Trauma fisik
a. Mengganggu Perkembaangan janin serta kesehatan ibu hamil b. Memicu timbulnya Abortus pada Kehamilan
c. Memicu timbulnya perdarahan pada kehamilan
d. Menyebabkan timbulnya syock neurologic dan syok hipovolemic pada ibu hamil, sehingga sirkulasi makanan dan oksigen ke janin terhambat yang selanjutnya akan mempengaruhi tumbuh kembang janin.
e. Menyebabkan cacat permanen pada ibu ataupun cacat congenital pada janin
2. Trauma Psikis
Adapun pengaruh perasaan sedih dan frustasi yang berkepanjangan dan mengakibatkan depresi yang seringkali tidak hanya berdampak pada sakit secara mental namun dapat mengakibatkan sakit scara fisik karena terganggunya organ- organ tubuh tertentu. yaitu: mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktivitas kelenjar keringat, sekresi asam lambung yang tentunya memicu kerancauan system metabolisme yang akan berpengaruh pada perkembangan janin.
Depresi yang berkepanjangan ini dapat memicu terjadinya komplikasi pada kehamilan muda antara lain: resiko abortus, resiko hiperemesis gravidarum, dan resiko kelahiran premature.
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma selama kehamilan
Ada banyak faktor yang menyebabkan trauma pada wanita hamil, antara lain:
1. KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga )
Saat terjadi pertengkaran atau perselisihan dalam rumah tangga, sering kali ibu hamil menjadi korban pukulan atau kekerasan yang mempunyai dampak pada kandungannya. Contoh yang sering terjadi adalah pukulan langsung ke perut maupun tidak sengaja terjatuh.
2. Kecelakaan kendaraan bermotor
Kecelakaan ini sering member dampak trauma pada kandungan ibu hamil secara idak sengaja dan hal ini dapat mengakibatkan dampak yang ringan maupun berat. Dampak ringan dapat berupa memar, laserasi, dan kontusio.
Sedangkan dampak yang lebih berat berupa patah tulang panggul dan patah tulang rusuk.
3. Faktor usia kehamilan
Semakin muda usia kehamilan ibu,semakin rawan pula terjadi trauma psikologis akibat belum matang nya kesiapan mental yang dapat menggang gu perkembangan janin dan ibu.misal pada ibu primigravida lebih mudah terjadi trauma daripada ibu multigravida yang sudah berpengalaman.
4. Faktor pola hidup
Wanita hamil yang memiliki pola hidup sehat,tidak merokok,bebas alkohol dan narkotika. akan lebih memiliki kematangan mental yang lebih siap dalam menghadapi perubahan dalam kehamilan.
5. Faktor Sosial Budaya
Hubungan intrapersonal yang baik dan dukungan yang cukup dari keluarga akan menghindarkan dari tekanan dan tỉngkat stress yang berlebihan yang memicu timbulnya trauma psikologis.
6. Faktor Ekonomi
Tingkat ekonomi yang rendah akan memiliki tingkat stressor yang jauh lebih tinggi diban dingkan dengan ibu hamil yang memiliki tingkat ekonomi berkecukupan,dan akan berdampak pada terjadinya minim terjadinya tingkat trauma psikologis. Kondisi psikologis yang dialami ibu selama hamil, kemudian akan kembali mempengaruhi aktivitas fisiologis dalam dirinya. Suasana hati yang kelam dan emosi yang meledak-ledak dapat mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktivitas kelenjar keringat, sekresi asam lambung, dan lain-lain. Trauma, stres, atau tekanan psikologis juga dapat memunculkan gejala fisik seperti letih, lesu, mudah marah, gelisah, pening, mual atau merasa malas.
2.6 Pengaruh/Dampak trauma pada proses persalinan 1. Trauma Fisik
a. Menyebabkan resiko janin tidak bisa lahir per-vaginam(partus dengan bantuan/ secsio caesaria)
b. Memicu timbulnya abortus
c. Menyebabkan terjadinya persalinan pre-mature d. Menyebabkan ketuban pecah dini
e. Meningkatkan resiko rupture uteri akibat trauma f. Meningkatkan terjadinya perdarahan akibat trauma g. Memicu terjadinya inversio uteri/ prolapsus uteri 2. Trauma Psikis
a. Stres dan cemas berlebihan akan menyebabkan kerja jantung lebih cepat dalam mempompa darah,sehingga menyebabkan penyempitan pembuluh darah / vasokonstriksi vaskuler, dan hal ini menghambat pertukaran darah dan oksigen serta makanan dari ibu ke janin, sehingga terjadilah Fetal Distress .
b. Menyebabkan terjadinya distosia power pada proses persal inan akibat minimnya motivasi ibu akibat trauma psikis tersebut.
c. Akibat distosia power tersebut memicu timbulnya prolonged phase pada persalinan.
2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma selama persalinan 1. Faktor Psikologis
a. Riwayat trauma sebelumnya: Ibu yang memiliki riwayat trauma sebelumnya lebih rentan mengalami trauma selama persalinan.
b. Kecemasan dan ketakutan: Kecemasan dan ketakutan tentang proses persalinan dapat meningkatkan risiko trauma.
c. Kurangnya dukungan emosional: Kurangnya dukungan emosional dari keluarga, teman, atau tenaga kesehatan dapat memperburuk trauma.
2. Faktor Fisik
a. Komplikasi persalinan: Komplikasi persalinan seperti perdarahan, infeksi, atau kesulitan bernapas dapat meningkatkan risiko trauma.
b. Nyeri persalinan: Nyeri persalinan yang tidak terkendali dapat memperburuk trauma.
c. Tindakan medis yang invasif: Tindakan medis yang invasif seperti operasi sesar atau episiotomi dapat meningkatkan risiko trauma.
3. Faktor Sosial
a. Kurangnya pengetahuan tentang persalinan: Kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan dapat meningkatkan kecemasan dan ketakutan.
b. Kurangnya dukungan sosial: Kurangnya dukungan sosial dari keluarga, teman, atau komunitas dapat memperburuk trauma.
c. Faktor ekonomi: Faktor ekonomi seperti biaya persalinan yang mahal dapat meningkatkan stres dan kecemasan.
4. Faktor Lainnya
a. Usia ibu: Ibu yang lebih muda atau lebih tua memiliki risiko trauma yang lebih tinggi.
b. Paritas: Ibu yang memiliki anak pertama memiliki risiko trauma yang lebih tinggi.
c. Kondisi kesehatan ibu: Kondisi kesehatan ibu seperti diabetes, hipertensi, atau penyakit jantung dapat meningkatkan risiko trauma.
2.8 Pengaruh/Dampak trauma pada masa postpartum 1. Trauma Fisik
a. Trauma secara fisik pada masa nifas akan menyebabkan HPP/
Hemoraggic Post partum akibat trauma yang terjadi
b. Karena timbul perdarahan maka resiko terjadinya syok hipovolemik dan syok neurologic pada post-partum meningkat
c. Akan memicu terjadinya rupture uteri
d. Memicu terjadinya inversio plasenta /prolapsus uteri akibat trauma
e. Memicu terjadinya infeksisepsis puerpurium 2. Trauma Psikis
a. Akibat stress dan kecemasan akan menekan hipofisis sehingga kadar FSH dan LH meningkat sedan gkan kadar prolaktin terhambat,sehingga berdampak pada produksi ASI yang menurun./tidak keluar.
b. Stres dan cemas dan berlebihan juga akan berdampak pada sikap ibu terhadap bayi yang acuh tak acuh sehingga bayi akan kurang terawatt,dan bounding attachment tidak tercapai dengan baik.
c. Bayi akan kekurangan kasih sayang dan perhatian sehingga jika terus- terusan tumbuh dalam kondisi demikian akan menhgambat perkembangan mental bayi.
d. Karena menurun nya produksi ASI pada ibu,sehingga terpaksa.
2.9 Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma selama masa postpartum 1. Faktor Psikologis
a. Riwayat trauma sebelumnya: Ibu yang memiliki riwayat trauma sebelumnya lebih rentan mengalami trauma selama masa postpartum.
b. Kecemasan dan ketakutan: Kecemasan dan ketakutan tentang perawatan bayi, kesehatan, dan hubungan dengan pasangan dapat memperburuk trauma.
c. Kurangnya dukungan emosional: Kurangnya dukungan emosional dari keluarga, teman, atau tenaga kesehatan dapat memperburuk trauma.
d. Perubahan identitas: Perubahan identitas dari seorang wanita menjadi seorang ibu dapat memicu perasaan tidak nyaman dan trauma.
2. Faktor Fisik
a. Komplikasi postpartum: Komplikasi postpartum seperti perdarahan, infeksi, atau kesulitan menyusui dapat meningkatkan risiko trauma.
b. Nyeri postpartum: Nyeri postpartum yang tidak terkendali dapat memperburuk trauma.
c. Kurangnya istirahat dan kelelahan: Kurangnya istirahat dan kelelahan dapat memperburuk trauma.
d. Perubahan fisik: Perubahan fisik selama kehamilan dan postpartum dapat memicu perasaan tidak nyaman dan trauma.
3. Faktor Sosial
a. Kurangnya dukungan sosial: Kurangnya dukungan sosial dari keluarga, teman, atau komunitas dapat memperburuk trauma.
b. Faktor ekonomi: Faktor ekonomi seperti biaya perawatan bayi dan kebutuhan hidup dapat meningkatkan stres dan kecemasan.
c. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan bayi: Kurangnya pengetahuan tentang perawatan bayi dapat meningkatkan kecemasan dan ketakutan.
d. Perubahan peran: Perubahan peran dari seorang wanita menjadi seorang ibu dapat memicu perasaan tidak nyaman dan trauma.
4. Faktor Lainnya
a. Usia ibu: Ibu yang lebih muda atau lebih tua memiliki risiko trauma yang lebih tinggi.
b. Paritas: Ibu yang memiliki anak pertama memiliki risiko trauma yang lebih tinggi.
c. Kondisi kesehatan ibu: Kondisi kesehatan ibu seperti diabetes, hipertensi, atau penyakit jantung dapat meningkatkan risiko trauma.
d. Pengalaman persalinan: Pengalaman persalinan yang traumatis dapat memicu trauma selama masa postpartum.
2.10 Pencegahan Trauma
1. Pencegahan Trauma Kehamilan
a. Banyak kasus trauma dapat dicegah. Pasien dinasehati mempergunakan penahan pangkuan bahu (lap shoulder restraints) karena lebih dapat melindungi janin daripada penahan pangkuan (lap restraints) saja.
Fleksi tubuh yang ekstrim yang terjadi dengan pemakaian sabuk pengaman pangkuan (lap seat belt) pada penurunan kecepatan den gan tiba-tiba menaikkan kejadian solusio plasenta. Identifiksi pasien yang beresiko mengalami penganiayaan oleh suami bisa mencegah kasus traum pada ibu dengan menawarkan konsultasi, perlindungan, atau intervensi hukum. Penganiayaan oleh suami harus diduga bila ada
tanda-tanda kerusakan tersembunyi di bawah pakaian atau kerusakan pada wajah dan kepala disertai oleh bekas-bekas kerusakan
"mempertahankan diri" yang baru atau yang lama pada lengan bawah atau tangan.
b. Intervensi di mulai dengan upaya pencegahan. Wanita hamil di beri konseling untuk menghentikan aktivitas yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi, untuk menggunakan restrein tempat duduk di mobil dengan benar, untuk, untuk mengenali gejala dini yang yang merugikan, dan ubtuk mencari terapi segera. Apabila wanita di hospitalisasi hanya untuk diobservasi, ia akan dilibatkan dalam pengkajian tanda dan gejala komplikasi.
b. Pada kasus trauma minor, wanita di rawat dirumah sakit dan dievaluasi untuk melihat hal-hal berikut: Perdarahan pervaginam, iritabilitas uterus, nyeri tekan abdomen, nyeri atau kram abdomen, bukti hipovalemia, perubahan frekuensi denyut jantung janin, aktivitas janin, kebocoran cairan amnion, dan keberadaan sel - sel janin dalam sirkulasi matenal.
a. Perawatan trauma segera dilakukan dengan memberi perhatian utama pada ABC. Sementara hipoksia dan hipovalemia dikoreksi, waniat harus ditransfer ke pusat trauma disertai tindakan antisipasi untuk neonatus dan obstetri jika memungkinkan. Selama transfer, instruktur persalinan harus mewaspadai terjadinya sindron autokaval (hipotensi supine). Wanita harus ditempatkan pada possisi miring atau uterus harus digeser kesamping dengan alat penggeser uterus atau dengan menggunakan sebuah bantal yang ditempatkan dibawah pinggul kanan wanita. Hipotensi harus dihindari untuk mencegah gangguan curah jantung, yang kemudian diikuti penurunan aliran darah ke uterus.
2. Manajemen Penanganan Trauma Kehamilan a. Survei ABC:
1) Airway (jalan napas)
2) Breathing (pernapasan) karena letak atau posisi diafragma berada lebih atas daripada wanita yang tidak hamil.
3) Circulation (sirkulasi atau aliran darah ibu) jangan sampai menghambat vena cava, posisikan untuk miring atau fowler. Hal yang perlu diwaspadai adalah kontrol adanya problem perdarahan b. Tanda ruptur organ yang umum:
1) Guarding
2) Nyeri tekan yang kuat
3) kekakuan (rigidi tas), mun gkin hanya merupakan respon terhadap peregangan dinding abdomen.
4) Apabila wanita diperiksa dalam posisi supine, ia akan mengalami hipotensi dan nilai sistoliknya 80 mm Hg. Mengubah posisi wanita ke posisi lateral atau mengubah posisi janin meningkatkan nilai sistolik sampai lebih dari 100 mg Hg.
c. Lakukan resusistasi atau menstabilkan kondisi si ibu seoptimal mungkin. Hal tersebut sudah akan menambah jaminan keselamatan janin dalam kandungan.
d. Evaluasi pengaruh trauma terhadap keadaaan janin salah satunya bisa diketahui dengan memonitor denyut nadi janin. Begitu juga perlu perhatian khusus terhadap kondisi janin jika si ibu mengalami kasus seperti perdarahan per vaginam, solusio plasenta , nyeri yang tiba-tiba di bagian bawah perut, nyeri yang hebat diseluruh perut bagian tanda terjadinya robekan lapisan rahim serta kejang-kejang yang disertai dengan hipertensi sebagai tanda-tanda terjadi eklamsia.
e. Jauhkan uterus dari vena cava, supaya tidak terjadi kasus trauma akibat dari luka tusukan, maka harus dilakukan pemeriksaan radiologi.
Manajemen pasien trauma pada kchamilan mcliputi:
a. Spinal imobilisasi diperlukan untuk pasien hamil yang diduga mengalami cedera tulang belakang. Pada pasien backboarded pada kehamilan lebih dari 20 minggu, backboard perlu dimiringkan 15 ° sampai 30 ° ke sisi kiri dan diselenggarakan dalam posisi itu sepanjang durasi perawatan Anda untuk membantu mencegah sindrom hipotensif terlentang dan kompresi vena.
b. Membangun dan menjaga jalan napas terbuka.Jika pasien memiliki status mental berubah, tidak responsif, atau karena alasan lain tidak dapat mempertahankan jalan napas paten, buka saluran udara oleh dorongan rahang dan memanfaatkan alat mekanik dan intubasi endotrakeal sebagaimana diarahkan oleh protokol Anda.Anda haus mengantisipasi muntah dengan pasien dan suction tersedia.
c. Tentukan apakah pasien bernapas memadai dan suara nafas bilateral yang hadir.Jika napas pasien tidak memadai, memberikan ventilasi tekanan positif dengan oksigen aliran tinggi tambahan.Jika memadai, memberikan konsentrasi tinggi oksigen melalui nonrebreather untuk mempertahankan SPO sebagai mendekati 100% mungkin, bahkan jika pasien tidak menunjukkan tanda-tanda atau gejala hipoksia.Ingat bahwa janin sangat rentan terhadap hipoksia.
d. Menilai sirkulasi pasien dan memeriksa pendarahan utama. Anda harus mencurigai pendarahan internal bahkan jika tidak ada tanda- tanda atau gejala yang jelas. Jika perdarahan vagina hadir, menyerap aliran darah dengan pad dan jangan pack vagina.Jika pasien ada teraba denyut nadi, memberikan CPR dan perawatan pernafasan seperti biasa untuk orang dewasa.
e. Mengantisipasi, mencegah dan mengobati syok. Ingat bahwa tanda- tanda biasa dan gejala yang berhubungan dengan syok hipovolemik paling sering tidak akan hadir pada pasien trauma hamil sampai lebih dari 30% dari total volume darah hilang. Menunda pengobatan
untuk penurunan nyata dalam tanda-tanda vital dapat meletakkan kedua ibu dan janin beresiko.
f. Mendirikan dua besar menanggung infus dan infus Ringer laktat atau normal saline untuk mempertahankan perfusi ibu dan janin.
g. Menyediakan pemantauan EKG kontinu untuk ibu.
h. Monitor detak jantung janin, jika mungkin. Denyut nadi kurang dari 110 denyut per menit menunjukkan gawat janin yang signifikan.
i. Perlakukan dan mengelola setiap cedera yang mengancam nyawa lainnya.Ingat bahwa sejumlah besar perawatan untuk luka lain dapat dilakukan dalam perjalanan ke fasilitas penerima.
j. Transportasi cepat pasien ini ke fasilitas terdekat yang menerima sesuai. Pastikan Anda memberitahukan fasilitas penerimaan sebelumnya sehingga mereka dapat merakit sebuah tim trauma dan panggilan untuk dokter kandungan dan dokter anak, jika perlu.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trauma kehamilan adalah masalah serius. Trauma memiliki dampak yang mendalam pada kesehatan fisik dan mental ibu serta perkembangan janin. Penting untuk mencegah dan menanganinya dengan baik. Dukungan dari keluarga dan profesional sangat dibutuhkan. Jaga kesehatan mental dan fisik selama kehamilan.
Kesadaran di kalangan tenaga medis juga penting untuk intervensi awal. Edukasi masyarakat tentang kesehatan mental selama kehamilan dan pasca melahirkan dapat mengurangi stigma.
3.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang trauma selama kehamilan dan post partus, dan tingkatkan pendidikan dan pelatihan untuk tenaga kesehatan tentang trauma selama kehamilan dan post partum. Tenaga Kesehatan juga perlu melakukan pencegahan dan penanganan trauma selama kehamilan dan post partum yang lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2020). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2020.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. (2019). Trauma Psikologis pada Ibu Postpartum. Vol. 14, No. 2.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Laporan Tahunan Kementerian Kesehatan 2019.
Mardiyati, I. (2021). Dampak Trauma Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perkembangan Psikis Anak. Raheema: Jurnal Studi Gender Dan Anak, 2(1), 26–35. Https://Core.Ac.Uk/Download/Pdf/291677026.Pdf
Prawirohardjo, S. (2019). Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Saifuddin, A. B. (2018). Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Siti. (2024). Dampak Trauma Pada Gen Z Dalam Aspek Kesehjateraan Psikis Dan Psikologis Korban Perselingkuhan. 11(03), 1356–1365.
World Health Organization. (2019). Trends in maternal mortality: 2000 to 2017.
Wirakusumah, F. F. (2017). Psikologi Kesehatan Reproduksi. Bandung: Penerbit Refika Aditama.
Yumna, I., Prasetya, E. C., Ariningtyas, N. D., & Subagyo, R. (2024). Hubungan Trauma Psikologis Pada Ibu Hamil Dengan Gejala Depresi Perinatal Di Rumah Sakit Muhammadiyah Surabaya. Jurnalmu: Jurnal Medis Umum, 1(01).