PROSIDING SIMPOSIUM DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUI-RSCM - JAKARTA
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, senantiasa mengetengahkan perkembangan mutakhir dalam bidang ilmu kesehatan anak di samping masalah pediatri praktis. Keterangan tentang program ini setiap saat dapat dimintakan kepada:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jalan Diponegoro 71, Jakarta 10430, Telp. (021) 3161420, Fax. (021) 3161420
Jakarta, 29 - 30 April 2018
XLIV Alergi-Imunologi, Infeksi
dan Penyakit Tropis 30-31 Juli 2001 Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit Alergi XLV Dep.IKA FKUI-RSCM 18-19 Feb 2002 Hot Topics and Pediatrics II
XLVI Dep. IKA FKUI-RSCM 5-6 Sep 2004 Current Management of Pediatrics Problems XLVII Dep. IKA FKUI-RSCM 19-20 Sep 2005 Penanganan Demam pada Anak Secara Profesional XLVIII Dep. IKA FKUI-RSCM 13-14 Des 2005 Update in Neonatal Infections
XLIX Dep. IKA FKUI-RSCM 5-7 Maret 2006 Neurology in Children for General Practitioner in Daily Practice L Dep. IKA FKUI-RSCM 24-25 Juli 2006 Strategi Pendekatan Klinis Secara Profesional Batuk pada Anak LI Dep. IKA FKUI-RSCM 20-21 Nov 2006 Pain Management in Children
LII Dep. IKA FKUI-RSCM 16-17 Juli 2007 Pendekatan Praktis Pucat: Masalah kesehatan yang terabaikan pada bayi dan anak
LIII Dep. IKA FKUI-RSCM 12-13 Nov 2007 Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning LIV Dep. IKA FKUI-RSCM 27-28 Okt 2008 The 1st National Symposium on Immunization
LV Dep. IKA FKUI-RSCM 22-23 Maret 2009 HIV Infection in Infants and Children in Indonesia: Current Challenges in Management
LVI Dep. IKA FKUI-RSCM 9-10 Agt 2009 The 2nd Adolescent Health National Symposia:
Current Challenges in Management
LVII Dep. IKA FKUI-RSCM 8-9 Nov 2009 Management of Pediatric Heart Disease for Practitioners: From Early Detection to Intervention
LVIII Dep. IKA FKUI-RSCM 20-21 Juni 2010 Pediatric Skin Allergy and Its Problems LIX Dep. IKA FKUI-RSCM & IDAI
Jaya 19-20 Des 2010 The Current Management of Pediatric Ambulatory Patients LX Dep. IKA FKUI-RSCM & IDAI
Jaya 9-10 Okt 2011 Peran Dokter Anak dalam Diagnosis Dini dan Pemantauan Keganasan pada Anak
LXI Dep. IKA FKUI-RSCM 5-6 Feb 2012 Kegawatan Pada Bayi dan Anak
LXII Dep. IKA FKUI-RSCM 1-2 Apr 2012 Current Management in Pediatric Allergy and Respiratory Problems LXIII Dep. IKA FKUI-RSCM 17-18 Juni 2012 Update Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders LXIV Dep. IKA FKUI-RSCM 24-25 Maret 2013 Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak
LXV Dep. IKA FKUI-RSCM 17-18 Nop 2013 Pelayanan Kesehatan Anak Terpadu
LXVI Dep. IKA FKUI-RSCM 22-23 Maret 2014 Pendekatan Holistik Penyakit Kronik pada Anak untuk Meningkatkan Kualitas Hidup
LXVII Dep. IKA FKUI-RSCM 16-17 Nop 2014 Current Evidence in Pediatric Practices
LXVIII Dep. IKA FKUI-RSCM 12-13 April 2015 Current Evidences in Pediatric Emergencies Management LXIX Dep. IKA FKUI-RSCM 6-7 Des 2015 Menuju diagnosis: pemeriksaan apa yang perlu dilakukan?
LXX Dep. IKA FKUI-RSCM 3-4 April 2016 Common and Re-Emerging Infectious Disease: Current Evidence LXXI Dep. IKA FKUI-RSCM 30-31 Okt 2016 Doctors Without Border: Recent Advances in Pediatrics LXXII Dep. IKA FKUI-RSCM 25-26 Maret 2017 Transformation from Fetus to Excellent Adolescents LXXIII Dep. IKA FKUI-RSCM 22-23 Okt 2017 Masalah Kesehatan Neonatus Sampai Remaja
Prosiding Simposium LxxIV A to Z about infections
Pediatric antibiotic stewardship:
How to prevent of antibiotic resistance?
A to Z about inf ections P ediatric antibiotic stewardship: Ho w to prev ent of antibiotic resistance?
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA RS. CIPTO MANGUNKUSUMO
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
Veritas, Probitas, Justitia
PROSIDING SIMPOSIUM DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUI-RSCM - JAKARTA
I Kardiologi 7-8 Juli 1980 Penataran Berkala Kardiologi Pediatrik
II Gawat Darurat 23 Jan 1982 Demam Berdarah Dengue
III Hematologi 5 Juni 1982 Beberapa Aspek Hematologi
IV Neurologi 11-16 April 1983 Kejang pada Anak
V Kardiologi 19-20 April 1983 Penataran EKG Bayi danAnak VI Nefrologi 1 Juni 1983 Penanggulangan Penyakit Ginjal Kronik
VII Gizi 13 Nov 1983 Gizi dan Tumbuh Kembang
VIII Pulmonologi 9-10 Nov 1983 Bronkitis dan Asma pada Anak IX Perinatologi 3-4 Des 1984 Ikterus pada Neonatus
X Penyakit Tropis 4 Mei 1985 Permasalahan dan Penatalaksanaan Mutakhir Beberapa Penyakit Tropis XI Kardiologi 31 JuIi-1 Agt 1985 Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan yang Dapat
Dikoreksi
XII Radiologi 1-2 Nov 1985 Radiologi Klinis dan Ultrasonografi pada Bayi dan Anak
XIII Endokrinologi 23 Febr 1986 Masalah penyimpangan Pertumbuhan Somatik dan Seksual pada Anak dan Remaja
XIV Gawat Darurat 9 Agt 1986 Penanggulangan Terpadu Enterokolitis Nekrotikans Neonatal XV Radiologi 20-21 Juni 1988 Radiologi dan Ortopedi Praktis pada Anak
XVI Gastroenterologi 30 Sept-1 Okt 1988 Penanggulangan Mutakhir Beberapa Penyakit Gastrointestinal pada Anak XVII Pulmonologi 21-22 Okt 1988 Beberapa Masalah Klinis Praktis Pulmonologi Anak
XVIII Neurologi 27-28 Jan 1989 Kedaruratan Saraf Anak
XIX Gizi 8-9 Sept 1989 Beberapa Aspek Tentang Vitamin dan Mineral pada Tumbuh Kembang Anak XX Kardiologi 15-16 Des 1989 Penatalaksanaan Kedaruratan Kardio vaskular pada Anak
XXI Alergi-imunologi 9-10 Mar 1990 Meningkatkan Profesionalisme dalam Penatalaksanaan Penyakit Alergi- Imunologi
XXII Nefrologi 7-8 Des 1990 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal pada Anak XXIII Perinatologi 8-9 Juli 1991 Sindrom Gawat Napas pada Neonatus
XXIV Hematologi 6-7 Sept 1991 Perkembangan Mutakhir Penyakit Hematologi Onkologi Anak XXV Penyakit Tropis 26-27 Juni 1992 Tata Iaksana Penyakit Infeksi pada Anak Masa Kini dan Masa Mendatang XXVI Radiologi 11-12 Sept 1992 Pencitraan Traktus Urinarius pada Anak
XXVII Hepatologi 6-7 Nop 1992 Hepatologi Anak Masa Kini
XXVIII Endokrinologi 16-15 Feb 1993 Masalah Penyimpangan Pertumbuhan Somatik pada Anak dan Remaja XXIX Nefrologi 24-25 Sept 1993 Penanggulangan Masalah Uronefrologi pada Anak
XXX Gawat Darurat 3-4 Des 1993 Pendekatan Farmakologi pada Pediatrik Gawat Darurat
XXXI Gastroenterologi 3-4 Feb 1994 Optimalisasi Tatalaksana Gagal Tumbuh Gastointestinal Guna Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
XXXII Kardiologi 1-2 Juli 1994 Pengenalan Dini dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan pada Neonatus XXXIII Pulmonologi 2-3 Des 1994 Perkembangan dan Masalah Pulmonologi Anak Saat ini
XXXIV Neurologi 24-25 Mar 1995 Neurologi Anak dalam Praktek Sehari-hari XXXV Gizi 11-12 Agt 1995 Masalah Gizi Ganda dan Tumbuh Kembang Anak
XXXVI Alergi-Imunologi 10-11 Nop 1995 Strategi Pendekatan Klinis Berbagai Penyakit Alergi dan Reumatik pada Anak XXXVII Tumbuh Kembang 21-23 Nop 1996 Deteksi dan Intervensi Dini Penyimpangan Tumbuh Pediatri Sosial Kembang
Anak dalam Upaya Optimalisasi Kualitas Sumber Daya Manusia
XXXVIII Perinatologi 7-8 Apr 1997 Penanganan Mutakhir Bayi Prematur: Memenuhi Kebutuhan Bayi Prematur untuk Menunjang Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
XXXIX Infeksi dan Pediatrik Tropik 25-26 Agt 1997 Strategi Pemilihan dan Penggunaan Vaksin serta Antibiotik dalam Upaya Antisipasi Era Perubahan Pola Penyakit
XL Radiologi 26-27 Nop 1997 Pencitraan: Penggunaannya untuk Menunjang Diagnosis Penyakit Saluran Napas dan Saraf pada Anak
XLI Hematologi 24-25 Jun 1998 Darah dan Tumbuh Kembang: Aspek Transfusi XLII Gastroenterologi,
Hepatologi dan Gizi 22-23 Feb 1999 Dari Kehidupan Intrauterin sampai Transplantasi Organ: Aktualisasi Gastroenterologi-Hepatologi dan Gizi
XLIII Hepatologi 31 Mei 2000 Tinjauan Komprehensif Hepatitis Virus Pada Anak
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
Penyunting:
Mulyadi M. Djer Wahyuni Indawati Eka Laksmi Hidayati
Hikari A. Sjakti Frida Soesanti
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS
KEDOKTERAN
Veritas, Probitas, Justitia
Prosiding Simposium LxxiV A to Z about infections
Pediatric antibiotic stewardship:
How to prevent of antibiotic resistance?
Jakarta, 29 - 30 April 2018
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh buku dengan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seizin penulis dan penerbit
Diterbitkan oleh:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Cetakan Pertama 2018
Judul Prosiding Simposium LXXIV
Tema A to Z about infections Pediatric antibiotic stewardship:
How to prevent of antibiotic resistance?
Pelaksanaan Jakarta, 29 - 30 April 2018
Penanggung Jawab DR. Dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K), MPH Ketua Departemen IKA FKUI-RSCM Reviewer Prof. DR. Dr. Mulyadi M. Djer, SpA(K)
Dr. Wahyuni Indawati, SpA(K) Dr. Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) Dr. Hikari A. Sjakti, SpA(K) Dr. Frida Soesanti, SpA(K)
Editor Prof. DR. Dr. Mulyadi M. Djer, SpA(K)
Dr. Wahyuni Indawati, SpA(K) Dr. Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) Dr. Hikari A. Sjakti, SpA(K) Dr. Frida Soesanti, SpA(K)
Kata Sambutan
Ketua Departemen IKA FKUI - RSCM
Yth Teman Sejawat Dokter Spesialis Anak Ass Wr Wb, salam sejahtera untuk kita semua
Kampanye rational used of medicine (penggunaan obat rasional) telah didengungkan oleh badan kesehatan dunia (WHO), termasuk di dalamnya penggunaan antibiotik. Sejak ditemukannya antibiotik pertama kali yaitu penisilin oleh Alexander Fleming pada tahun 1928, maka banyak antibiotik lain yang ditemukan dari berbagai golongan untuk berbagai indikasi medis.
Namun demikian, pada dekade terakhir penemuan antibiotik baru tidak sehebat beberapa dekade sebelumnya, sedangkan ditemukan penyakit dengan spektrum kuman baru yang resisten terhadap antibiotik yang tersedia. Oleh karena itu, diperlukan perilaku penggunaan antibiotik yang rasional. Hal ini sesuai dengan UU No 29 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 49 menyatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada PKB kali ini Departemen Ilmu Kesehataan Anak FKUI-RSCM mengangkat tema “A to Z about infections pediatric antibiotic stewardship: How to prevent of antibiotic resistance?”. Topik- topik yang dibahas pada PKB kali ini antara lain kebijakan pemberian antibiotik rasional pada anak serta dikaitkan dengan aspek keamanan dan etik. Pemakaian antibiotik pada berbagai kondisi seperti pada pasien imunokompromais, gizi buruk, infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, di unit perawatan intensif, sepsis neonatorum, dan pada tindakan operasi dibahas pada PKB kali ini. Pemilihan dan pertimbangan penggantian antibiotik juga dielaborasi pada PKB kali ini. Pemberian antibiotik intravena di poliklinik atau rawat jalan juga dibahas tuntas pada PKB ini karena cara ini mengurangi pembiayaan dan lama rawat pasien.
Kami berharap PKB kali ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para dokter spesialis anak untuk mencapai kualitas pelayanan pasien anak yang optimal.
DR. Dr. Aryono Hendarto, SpA(K), MPH Ketua Departemen IKA FKUI-RSCM
Kata Sambutan
Ketua Panitia PKB Departemen IKA FKUI-RSCM LXXIV
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Simposium “A to Z about infection pediatric antibiotic stewardship: How to prevent antibiotic resistance?” dirancang untuk meningkatkan pengetahuan dokter spesialis anak dalam pemberian antibiotik yang rasional dalam berbagai kondisi. Topik ini dirasakan menjadi penting karena semakin banyaknya masalah dalam pemberian antibiotik pada anak dan masalah resistensi antibiotik yang semakin luas.
Materi simposium kali ini merupakan kebijakan pemberian antibiotik rasional pada anak yang dikaitkan dengan aspek keamanan dan etik. Akan dibahas pula mengenai ealuasi penggunaan antibiotik dengan menggunakan metoda Gyssen dan langkah-langkah penggantian antibiotik. Cara penting untuk menentukan pilihan antibiotik rasional yang juga dibahas, serta bagaimana mengintepretasikan hasil laboratorium dan hasil resistensi antibiotik. Pemakaian antibiotik rasional pada berbagai kondisi seperti pada pasien imunokompromais, pasien gizi buruk, infeksi saluran napas, infeksi saluran kemih, di unit perawatan intensif, sepsis neonatorum, dan pada tindakan operasi juga merupakan materi yang dibahas dalam buku ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh penulis yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk menyiapkan naskah dalam buku ini. Kami berharap bahwa buku ini dapat memberikan sumbangsih dalam meningkatkan pengetahuan para dokter spesialis anak untuk mencapai kualitas pelayanan pasien anak yang optimal demi tercapainya kesehatan anak yang berkualitas di Indonesia.
Terima kasih.
Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh DR. Dr. Teny Tjitra Sari, Sp.A(K)
Ketua Panitia
Kata Pengantar Tim Penyunting
Assalamu’alakum wr wb.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyunting makalah PKB Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM ini tepat waktu.
Tema pada PKB Departemen IKA yang ke LXXIV mengangkat permasalahan “ A to Z about infectons pediatrics antibiotic stewardship: How to prevent of antibiotic resistance? Masalah yang dibahas adalah masalah tata laksana terkini beberapa penyakit infeksi dan pemilihan antibiotik secara tepat yang diperlukan para dokter anak, dokter spesialis lainnya serta dokter umum dalam melaksanakan tugasnya di ruang rawat atau di poliklinik. Pembicara umumnya berasal dari Staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM ditambah dengan Staf dari Departemen Farmakologi, Departemen Forensik dan Departemen Mikrobiologi FKUI-RSCM.
Dalam menyunting setiap naskah, kami dari Tim Penyunting menyesuaikan format penulisan sesuai dengan pedoman yang ada pada buku PKB Departemen IKA FKUI-RSCM. Isi makalah semuanya ditulis oleh penulis dan kami tidak rubah sama sekali.
Walaupun buku ini sudah kami susun dengan benar, tidak menutup kemungkinan kami masih menerima saran dari pembaca untuk memperbaki buku ini.
Semoga dengan membaca naskah di dalam buku ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para dokter spesialis anak, spesialis lainnya serta dokter umum sesuai amanat undang-undang praktik kedokteran.
Wassalamu’alaikum wr wb.
Tim Penyunting
Prof. DR. Dr. Mulyadi M. Djer, SpA(K) Dr. Wahyuni Indawati, SpA(K)
Dr. Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) Dr. Hikari A. Sjakti, SpA(K) Dr. Frida Soesanti, SpA(K)
Ketua : DR. Dr. Sudung O. Pardede, Sp.A(K)
Wakil Ketua : DR. Dr. Partini P. Trihono, Sp.A(K), MMed(Paed) Sekretaris : Dr. Bernie Endyarni, Sp.A(K), MPH
Bendahara : Dr. Titis Prawitasari, Sp.A(K)
Anggota : 1. Prof. DR. Dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K) 2. Prof. DR. Dr. Hardiono D. Pusponegoro, Sp.A(K) 3. Prof. Dr. Jose RL Batubara, PhD, Sp.A(K)
4. Prof. DR. Dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K) 5. Dr. Endang Windiastuti, Sp.A(K), MMed(Paed) 6. DR. Dr. Hanifah Oswari, Sp.A(K)
Tim PKB FKUI-RSCM
Susunan Panitia
Ketua DR. Dr. Teny Tjitra Sari, Sp.A(K)
Wakil Ketua Dr. Titis Prawitasari, Sp.A(K) Sekretaris Dr. Dina Muktiarti, Sp.A(K) Bendahara Dr. Fitri Primacakti, Sp.A
Seksi Dana Prof. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K) Prof. Dr. Jose RL Batubara, PhD, Sp.A(K) Prof. DR. Dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K) Prof. DR. Dr. Hardiono D. Pusponegoro, Sp.A(K) Prof. DR. Dr. Zakiudin Munasir, Sp.A(K)
Prof. Dr. Badriul Hegar, PhD, Sp.A(K) Seksi Ilmiah Prof. DR. Dr. Mulyadi M. Djer, Sp.A(K)
Dr. Wahyuni Indawati, Sp.A(K) Dr. Eka Laksmi Hidayati, Sp.A(K) Dr. Hikari A. Sjakti, Sp.A(K) Dr. Frida Soesanti, Sp.A(K) Seksi Perlengkapan,
Dokumentasi &
Pameran
Dr. Ari Prayitno, Sp.A(K) Dr. Ratno M. Sidauruk, Sp.A(K) Seksi Sidang Dr. Klara Yuliarti, Sp.A(K)
Dr. Nina Dwi Putri, Sp.A(K)
Dr. Putri Maharani Tristanita, Sp.A(K) Seksi Konsumsi Dr. Henny Adriani Puspitasari, Sp.A
Dr. Cut Nurul Hafifah, Sp.A
Daftar Penulis
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Prof. Dr. Taralan Tambunan, Sp.A(K) Divisi Nefrologi
Dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A(K) Divisi Infeksi dan Pediatrik Tropis Prof. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K) Divisi Infeksi dan Pediatrik Tropis DR. Dr. Hindra I. Satari, Sp.A(K) Divisi Infeksi dan Pediatrik Tropis Dr. Hikari A. Sjakti, Sp.A(K) Divisi Hematologi – Onkologi Dr. Ari Prayitno, Sp.A(K) Divisi Infeksi dan Pediatrik Tropis Dr. Darmawan B. Setyanto, Sp.A(K) Divisi Respirologi
Dr. Wahyuni Indawati, Sp.A(K) Divisi Respirologi DR. Dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K) Divisi Respirologi DR. Dr. Irene Yuniar, Sp.A(K) Divisi Nefrologi
Dr. Titis Prawitasari, Sp.A(K) Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik DR. Dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K) Divisi Neonatologi
Dr. Rosalina D. Roeslani. Sp.A(K) Divisi Neonatologi
Dr. Nina Dwi Putri, Sp.A(K) Divisi Infeksi dan Pediatrik Tropis DR. Dr. Sudung O Pardede, Sp.A(K) Divisi Nefrologi
DR. Dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K), MPH Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik DR. Dr. Murti Andriastuti, Sp.A(K) Divisi Hematologi – Onkologi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo - Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia DR. Dr. Yuli Budiningsih, Sp.F Departemen Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal
Prof. DR. Dr. Rianto Setiabudy, Sp.FK(K) Departemen Farmakologi &
Terapeutik
Dr. Anis Kurniawati, PhD, Sp.MK(K) Departemen Medik Mikrobiologi Klinik
Daftar isi
Kata Sambutan Ketua Departemen IKA FKUI - RSCM ... iii
Kata Sambutan Ketua Panitia PKB Dep. IKA FKUI-RSCM LXXIV ... v
Kata Pengantar Tim Penyunting ... vii
Tim PKB FKUI-RSCM ... ix
Susunan Panitia ... x
Daftar Penulis ... xi
Daftar isi ... xiii
Introduction to Rationale Antibiotic Used in Children ... 1
Rianto Setiabudy Antibiotic Resistance Control Program (ARCP) in Indonesia ... 9
Taralan Tambunan Antibiotic Usage: Ethic and Patient Safety Issues ... 20
Yuli Budiningsih Qualitative Evaluation of Antibiotic Uses: Gyssen Method ... 27
Mulya Rahma Karyanti Switching Antibiotic Therapy: When and How ... 35
Sri Rezeki S Hadinegoro Viral or Bacterial Infection: Does Need Laboratory Test? ... 45
Hindra Irawan Satari Interpretation of Antibiotic Resistance in Susceptibility Test ... 65 Anis Karuniawati
Antibiotic Choice in Hemato-Oncology Patient ... 73 Hikari Ambara Sjakti
Hospital Acquired Infections (HALS), Needs Awareness for Health
Professionals ... 81 Ari Prayitno
Antibiotic treatment in pneumonia, how to choose? ... 93 Darmawan B Setyanto
Acute Rhinotonsilopharyngitis in Children: When Antibiotic is Needed? ... 105 Wahyuni Indawati
Tuberculosis Chemoprophylaxis in Children Exposed to Drug Sensitive or Resistant Index Case... 112 Nastiti Kaswandani
Difficulties in Choosing Proper Antibiotics in PICU Setting ... 124 Irene Yuniar
Awareness in Antibiotic Therapy for Severe Malnutrition ... 134 Titis Prawitasari
Suspect Viral and Fungal Infection in Sepsis Neonatarum ... 140 Rinawati Rohsiswatmo, Distyayu Sukarja
Ampicillin-Gentamycin as First Line in Neonatal Sepsis:
Are Still Relevant? ...150 Rosalina Dewi Roeslani, Septina Ashariani
Recommendation of Prophylaxix Antibiotic for Surgical Intervention ... 159 Nina Dwi Putri
Urinary Tract Infection Prophylaxis: Cost Effectiveness ... 171 Sudung O. Pardede
Outpatient Parenteral Antimicrobial Therapy (OPAT): Efficiency Approach of Rational Antibiotic Use ... 183 Aryono Hendarto
Introduction to Rationale Antibiotic Used in Children
Rianto Setiabudy
Tujuan:
1. Meningkatkan pemahaman panduan penggunaan antibiotika yang baik dan benar pada anak agar tidak menimbulkan resistensi kuman.
Dalam menghadapi kasus tersangka menderita infeksi, penggunaan antimikroba (AM) sering kali bermanfaat untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas, namun kita tidak boleh melupakan bahwa selain efek terapi mengobati infeksi, AM juga berdampak terhadap mikroba yang hidup di sekitar kita. AM memang harus diberikan dengan dosis cukup tinggi dan waktu yang cukup lama, tetapi pemberian terlalu lama dan terlalu sering akan menyuburkan berkembangnya kuman-kuman yang resisten. Di unit pelayanan kesehatan yang baik setiap dokter yang meresepkan AM harus menuliskan bukti terjadinya infeksi antara lain suhu tubuh, hitung leukosit, kadar CRP, kadar prokalsitonin serum, dll dalam formulir yang sudah disediakan.
Ketika diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi, maka harus dipilih AM efektif tapi yang punya spektrum antibakteri paling sempit. Pada pusat pengobatan infeksi yang dikelola dengan baik, juga dibuat suatu daftar AM yang hanya boleh digunakan dengan ijin khusus yang dikeluarkan oleh spesialis mikrobiologi klinik atau tim yang ditunjuk oleh direktur rumah sakit untuk tugas tersebut. Tindakan ini akan mencegah timbulnya infeksi rumah sakit yang resisten terhadap semua AM yang digunakan di rumah sakit tersebut.
Meningkatnya angka kejadian resistensi kuman terhadap antibiotika merupakan masalah global dewasa ini. Salah satu penyakit yang paling sering dijumpai pada anak ialah infeksi, terutama infeksi saluran nafas atas.
Antibiotika sering digunakan untuk infeksi saluran nafas atas, misalnya influenza, nyeri tenggorok, dll., padahal telah diketahui bahwa sebagian besar infeksi akut saluran nafas atas disebabkan oleh virus. Penggunaan antibiotika untuk infeksi saluran nafas atas pada anak adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan timbulnya resistensi kuman terhadap antibiotika.2 Sementara itu
Introduksi Penggunaan Antibiotika yang Rasional pada Anak
dilaporkan pula bahwa 25-50% penggunaan antibiotika adalah tidak rasional.1-3 Suatu penelitian pada anak di Vietnam menunjukkan bahwa 91% anak dengan infeksi akut saluran nafas atas mendapat terapi antibiotika. Pada populasi ini didapatkan angka resistensi yang tinggi dan prevalensi yang tinggi untuk kuman yang resisten terhadap banyak obat (multi-drug resistant pathogens).4-5
Penggunaan antibiotika yang sering, baik yang rasional maupun yang tidak, selalu menimbulkan dampak berkembangnya resistensi kuman. Penggunaan yang rasional dan tepat indikasinya tentu tidak perlu dipersoalkan. Yang harus dikendalikan ialah pemakaian yang tidak rasional.Tulisan ini dibuat untuk membahas bagaimana seharusnya antibiotika antibiotika digunakan dengan baik dan benar pada anak agar tidak menimbulkan penggunaan berlebihan yang kemudian meningkatkan resistensi kuman
Antibiotic stewardship
Program antibiotic stewardship (PAS) dewasa ini memegang peran penting untuk menerapkan penggunaan AM yang aman dan efektif. PAS pada dasarnya menggunakan konsep yang sederhana yaitu: pilihan AM yang tepat, dengan dosis yang tepat, dengan rute pemberian yang tepat, durasi yang tepat, dan pasien yang tepat. AS biasanya dimulai dengan membuat keputusan apakah seorang pasien memang memerlukan pemberian AM atau tidak. Untuk ini pedoman yang dipegang ialah jangan memberikan AM bila tidak ada bukti terjadinya infeksi. Bila diputuskan perlu diberikan AM, maka berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan:
y Harus dilakukan anamnesis yang teliti mengenai adanya riwayat alergi.
y Untuk anak yang mengalami infeksi berat, pengobatan harus segera dimulai sedapat mungkin dalam waktu 1 jam setelah diagnosis kerja ditegakkan.
y Pengobatan sesuai dengan pedoman pengobatan yang berlaku setempat y Indikasi pemberian AM, dosis, cara pemberian, dan tanggal review/
penghentian pemberiannya dicatat pada formulir yang tersedia.
y Harus dipastikan bahwa sampel biologik untuk pemeriksaan mikrobiologik sudah diambil sebelum terapi AM dimulai.
y Dalam waktu 48-72 jam harus dilakukan review klinik untuk menentukan salah satu dari kemungkinan sbb:
– Terapi AM harus dihentikan
– Dilakukan switching dari pemberian parenteral ke oral
– AM yang berspektrum lebar diubah ke AM dengan spektrum sempit – Terapi diteruskan tapi akan direviewevaluasi lagi dalam 24 jam ke depan
Prosiding Simposium LxxiV A to Z about infections pediatric antibiotic stewardship
Lima pertanyaan menuju penggunaan antibiotika yang rasional pada anak
1. Apakah memang ada indikasi untuk memberikan AM pada kasus yang dihadapi?
Terapi rasional dengan antibiotika selalu dimulai dengan mengamati kondisi pasien. Di sini dapat diperoleh beberapa informasi penting berkaitan dengan penggunaan antibiotika yaitu:
– Diagnosis klinik pasien – Beratnya kondisi pasien
– Lama pasien sakit: Sebagian klinikus berpendapat bahwa AM baru perlu dimulai bila pasien sudah menderita demam 5 hari. Pendapat ini seringkali keliru karena sering terjadi infeksi berat yang bisa berakhir dengan kematian dalam waktu kurang dari 5 hari. Sebaliknya untuk infeksi-infeksi viral pada saluran nafas atau diare akut non-spesifik sama sekali tidak perlu diberikan AM.
Banyak penggunaan antibiotika yang sebenarnya tidak diperlukan, namun diberikan hampir rutin sehingga timbul masalah resistensi.
Sebagai contoh, banyak dokter di Indonesia meresepkan amoksisilin atau sefiksim untuk anak yang menderita infeksi viral akut pada saluran nafas atas (influenza). Akibatnya terjadi peningkatan resistensi S. pneumonia terhadap antibiotika golongan betalaktam. Penggunaan sefiksim berulang- ulang pada ISPA potensial menyebabkan berkembangnya kuman-kuman yang mampu menghasilkan extended spectrum betalactamase (ESBL).
2. Apakah pilihan antimikroba sudah tepat?
Tidak semua diagnosis klinik penyakit infeksi harus disokong dengan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Diagnosis klinik seperti tetanus tidak memerlukan pemeriksaan biakan karena penyebabnya pasti C.
tetani. Kuman ini biasanya juga peka terhadap penisilin G. Demikian pula furunkulosis atau piodermi yang berasal dari komunitas biasanya disebabkan karena stafilokokus (biasanya penghasil betalaktamase) dan streptokokus yang sensitif terhadap antibiotika golongan betalaktam atau makrolid. Terkadang pewarnaan sederhana dengan pulasan Gram (tanpa biakan) sudah dapat memberikan informasi penting mengenai etiologi penyebab infeksi, dan dengan demikian memberi arahan dalam memilih antibiotika yang tepat. Walaupun demikian harus disadari bahwa pulasan Gram tidak memberi informasi apapun untuk resistensi terhadap antibiotika tertentu dan tidak menjelaskan mengenai genus dan spesies kuman.
Introduksi Penggunaan Antibiotika yang Rasional pada Anak
Pada infeksi berat misalnya sepsis pada neonatus, seringkali kuman penyebab infeksi sulit diperkirakan sehingga perlu diberikan AM secara empiris yaitu kombinasi sefalosporin generasi ketiga dengan salah satu aminoglikosida. Dalam tatalaksana pengobatan yang rasional, pilihan bersifat AM empiris ini harus diganti dengan yang definitif bila hasil biakan dan uji kepekaan sudah diperoleh dari laboratorium mikrobiologi klinik.
Yang juga harus diperhatikan ialah jangan sampai terjadi pengambilan spesimen untuk biakan dilakukan setelah pemberian AM. Untuk infeksi tertentu, pengambilan spesimen sangat sulit dikerjakan karena prosedurnya invasif dan spesimen yang diperoleh sering terkontaminasi.
Pada infeksi saluran nafas bawah, pemeriksaan biakan dari sputum pada anak menjadi masalah karena memerlukan tindakan bronkoskopi.
Kombinasi antibiotika bisa sangat bermanfaat untuk pasien bila digunakan dengan indikasi yang tepat. Namun sayang di Indonesia, kombinasi antibiotika sering digunakan secara berlebihan dan tidak terarah. Indikasi yang benar untuk penggunaan kombinasi antibiotika ialah:
– Untuk infeksi yang disebabkan oleh lebih dari satu jenis kuman yang peka terhadap antibiotika yang berbeda. Misalnya infeksi intra abdominal akibat perforasi usus, biasanya disebabkan oleh infeksi kuman Gram negatif, Gram positif, dan kuman anaerob. Dengan demikian perlu diberikan sefalosporin generasi ketiga, gentamisin, dan metronidazol.
– Infeksi oleh mikroba tertentu yang sudah diketahui tidak boleh diobati dengan antimikroba tunggal. Misalnya tuberkulosis, lepra, dan HIV.
– Terapi awal pada infeksi berat (misalnya sepsis). Pada keadaan ini terapi antibiotik harus dimulai segera, karena keterlambatan terapi dapat berakibat fatal bagi pasien. Misalnya sepsis.
– Untuk infeksi tertentu di mana sudah dibuktikan bahwa antibiotika tunggal tidak cukup untuk mengatasi infeksi. Misalnya: endokarditis bakterial oleh Streptococcus viridans. Di sini diberikan kombinasi benzil penisilin G dengan gentamisin.
Dalam menghadapi infeksi berat (misalnya sepsis), terapi antibiotika harus segera dimulai tanpa mengunggu hasil biakan. Dalam kondisi yang membahayakan dibenarkan memberikan antibiotika kombinasi dengan dosis tinggi secara IV. Bila kondisi pasien membaik dalam beberapa hari, maka dilakukan pengurangan jenis antibiotika sesuai dengan hasil biakan. Strategi ini dikenal dengan de-eskalasi. Bila kondisi pasien
Prosiding Simposium LxxiV A to Z about infections pediatric antibiotic stewardship
sudah stabil dan sudah bisa menerima obat per oral, maka secepatnya pemberian obat parenteral diganti dengan pemberian per oral. Telah lama diketahui orang bahwa tusukan jarum infus merupakan tempat masuknya infeksi nosokomial. Tindakan ini dikenal dengan switching. Strategi ini mengurangi kemungkinan infeksi nosokomial dan juga mengurangi biaya obat.
Sebagian klinikus mengabaikan hasil kultur karena merasa bahwa dengan hasil awal yang baik pada awal terapi, maka sebaiknya terapi jangan diubah lagi dan pemberian kombinasi antimikroba diteruskan untuk jangka waktu relatif lama. Tindakan ini dapat menimbulkan kesulitan baru karena memicu berkembangnya kuman yang resisten terhadap banyak obat, menambah kemungkinan timbulnya efek samping obat, dan meningkatkan biaya pengobatan.
3. Apakah AM yang akan digunakan itu tepat diberikan untuk pasien anak?
Dalam pengembangan obat baru (termasuk antimikroba), subjek yang digunakan ialah orang dewasa. Anak dan bayi tidak diikutsertakan karena mereka tergolong subjek yang vulnerable sehinga perlu diberikan perlindungan khusus. Dari segi ini tentu kebijakan itu dianggap baik, namun konsekuensinya ialah terjadi kekurangan data keamanan dan efektivitas antimikroba baru. Sebagai contoh banyak kuman gram negatif maupun kuman gram positif penyebab infeksi berat pada orang dewasa yang secara efektif dan aman dapat dihambat oleh golongan fluorokuinolon.
Pada kasus anak, obat ini tidak digunakan karena kekhawatiran akan terjadinya kerusakan sendi yang secara konsisten terlihat pada hewan coba.
Beberapa faktor risiko yang harus diperhatikan ketika suatu AM akan diberikan pada anak ialah:
– Adanya riwayat alergi terhadap AM tersebut.
– Fungsi ginjal dan hati pada neonatus dan bayi muda mungkin belum berfungsi baik sehingga klirens obat belum sebaik orang dewasa.
– Daya tahan anak terhadap infeksi juga belum sebaik pada orang dewasa.
– Adanya kelainan genetik: anak dengan defisiensi glukosa-6- fosfat dehidrogenase cenderung mengalami hemolisis bila diberi kloramfenikol, sulfonamid, primakuin, dll.
4. Apakah diberikan dosis dan rute yang tepat?
Dewasa ini pengetahuan mengenai pharmacokinetics and pharmacodynamics
Introduksi Penggunaan Antibiotika yang Rasional pada Anak
(PK/PD) AM diyakini sangat berpengaruh untuk mematikan secepat mungkin kuman penyebab infeksi.7 Matinya kuman dalam waktu yang singkat ini bukan saja akan menurunkan mortalitas, tapi juga mengurangi penyebaran resistensi karena kuman mati tidak bisa berproliferasi lagi. Di dalam konsep PK/PD dibedakan AM yang bersifat concentration dependent dan yang bersifat time dependent dalam mematikan kuman. AM yang bersifat concentration dependent akan memberikan efek bakterisidal yang optimal bila diberikan dengan dosis cukup tinggi secara bolus intravena.
Yang termasuk golongan ini ialah gentamisin, amikasin, tobramisin, dll.
AM yang bersifat time dependent memberikan efek maksimal untuk mematikan kuman bila diberikan dengan infus kontinyu. Kadar puncak obat yang tinggi sekali tidak bermanfaat. Yang diperlukan ialah mempertahankan kadar obat sedikit di atas Kadar Hambat Minimal (Minimal Inhibitory Concentration, MIC) kuman untuk waktu yang cukup lama (biasanya 40% dari interval dosis). AM yang termasuk kelompok ini ialah golongan penisilin, sefalosporin dan karbapenem.
5. Apakah AM diberikan dalam jangka waktu (duration) yang tepat?
Banyak klinikus berpendapat bahwa terapi antibiotika yang ideal adalah 5 hari agar tidak terjadi resistensi. Pandangan ini tidak selalu benar karena sebenarnya makin lama antibiotika diberikan, makin besar kemungkinan terjadinya resistensi. Selain itu lamanya pengobatan juga tergantung dari jenis infeksi dan jenis antibiotika yang dipakai.
Untuk pengobatan sepsis dan infeksi akut yang mengancam jiwa, dewasa ini banyak ahli berpendapat bahwa 48-72 jam setelah dimulainya terapi sudah harus dinilai apakah pemberian AM dapat dihentikan atau dimodifikasi, misalnya bila pada awal pengobatan diberikan 2 macam AM, apakah dapat dikurangi menjadi 1 macam. Yang pada awalnya diberikan AM berspektrum lebar, apakah dapat diberikan AM berspektrum sempit.
Yang tadinya diberikan per infus intravena, apakah dapat diberikan per oral (switching). Tindakan-tindakan ini sering disebut de-eskalasi dan merupakan bagian integral dalam antimicrobial stewardship.8
Ringkasan langkah-langkah pemilihan dan penggunaan
antibiotika yang rasional pada anak:
Prosiding Simposium LxxiV A to Z about infections pediatric antibiotic stewardship
y Tentukan diagnosis klinik dengan memperhatikan anamnesis, keluhan, dan gejala klinik.
y Upayakan menegakkan diagnosis etiologi: Ini dapat dilakukan dengan cara empiris maupun pemeriksaan biakan dan uji kepekaan, tergantung dari diagnosis kliniknya.
y Pilih antibiotika yang merupakan obat pilihan utama untuk etiologi yang bersangkutan. Bila tidak dapat diberikan karena sesuatu sebab (misalnya alergi), maka digunakan antibiotika lini kedua atau pilihan kedua. Obat pilihan utama dapat dilihat di berbagai buku ajar atau literatur yang objektif. Perlu diperhatikan juga apakah obat itu cocok untuk pasien yang bersangkutan dan apakah harganya terjangkau oleh pasien. Kombinasi AM hanya boleh diberikan bila tidak ada indikasinya. Cara dan lama pemberian AM harus ditentukan dengan baik.
y Untuk pasien berobat jalan, perlu dijelaskan kepada orang tua pasien bagaimana cara menggunakan dan menyimpan antibiotika itu dengan cara yang baik dan benar. Jelaskan juga antisipasi efek samping yang mungkin timbul serta kapan pasien harus kembali untuk pemeriksaan lanjutan. Lakukan pemeriksaan follow up, dan tentukan apakah terapi harus diteruskan, dihentikan, atau dimodifikasi.
y Untuk pasien rawat inap, kondisi pasien harus dievaluasi setiap hari, bahkan lebih sering lagi, tergantung dari jenis dan beratnya infeksi. Bila hasil pemeriksaan biakan sudah tersedia, harus diputuskan apakah pemberian antibiotika harus dihentikan, diteruskan, diganti, atau dimodifikasi cara pemberiannya. Pemberian antibiotik yang berkepanjangan hampir selalu menimbulkan masalah resistensi kuman, karena itu harus dihentikan bila kondisi klinis pasien sudah memungkinkan.
y Perhatikan juga apakah infeksi mungkin menyebar pada anggota keluarga lain sehingga perlu pemeriksaan atau pencegahan terhadap anggota keluarga yang lain.
Simpulan
Penggunaan antibiotika yang baik pada anak merupakan upaya untuk menggunakan antibiotika menurut konsep antibiotic stewardship yang mecakup pilihan, indikasi, cara pemberian, lama pemberian, dan pasien yang tepat. Penerapan antibiotic stewardship terbukti bukan saja mampu menekan perkembangan resistensi kuman, tetapi juga mengurangi risiko efek samping dan biaya pengobatan.
Daftar pustaka
Introduksi Penggunaan Antibiotika yang Rasional pada Anak
with colds, upper respiratory tract infections, and bronchitis, J Am Med Assoc 1998; 279: 875-7
2. Ingram PR, Seet JM, Budgeon CA, Murray R. Point-prevalence study of inappropriate antibiotic use at a tertiary Australian hospital. Internal med J.
2012;42:719-21.
3. Levin PD, Idrees S, Sprung CL, et al. Antimicrobial use in the ICU: indications and accuracy–an observational trial. J of hosp med : an official publication of the Society of Hospital Medicine. 2012;7:672-78.
4. Larsson M, Kronvall GG, Chuc NTK, Karlsson I, Lager F, Hanh HC, et al.
Antibiotic medication and bacterial resistance to antibiotics: a survey of children in a Vietnamese community. Trop Med Int Health 2000; 711-21.
5. Spellberg B, Guidos R, Gilbert D, Bradley J, Boucher HW, Scheld WM, et al.
The epidemic of antibiotic resistant infections: a call to action for the medical community from the Infectious Diseases of America. Clin Infect Dis 2008;
46:155-64
6. Quintiliani R Sr and Quintiliani R Jr. Pharmacokinetics/Pharmacodynamics for critical care clinicians. Crit Care Clin. 2008;24:335-48
7. Masterton RG. Antibiotic de-escalation. Crit Care Clin 2011; 27: 149-162
Antibiotic Resistance Control Program (ARCP) in Indonesia
Taralan Tambunan
Tujuan:
1. Memahami masalah mikroba resisten secara global dan nasional 2. Memahami pencegahan peningkatan mikroba resisten 3. Memahami strategi pengendalian resistensi antimikroba 4. Memahami konsep antimicrobial stewardship program
Kemampuan mikroorganisme menjadi resisten terhadap berbagai antimikroba telah lama diketahui dan disadari semakin meningkat. Peningkatan resistensi kuman terhadap berbagai antimikroba khususnya antibiotik merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.1 Resistensi terhadap antimikroba telah menjadi masalah global dan tidak ada satu negarapun yang secara tersendiri mampu mengatasi masalah global ini. Dalam upaya menyikapi masalah global ini sidang organisasi kesehatan sedunia ke 68 tahun 2015 mencanangkan rencana aksi global mengatasi resistensi kuman terhadap antimikroba (global action plan on AMR = GAP AMR).2
Selanjutnya dalam sidang umum Majelis Kesehatan sedunia World Health Assembly New York tahun 2016 telah dibahas masalah resistensi antimikroba. Sidang tersebut mendorong agar setiap negara mampu menerapkan program yang digagas dalam GAP-AMR menjadi rencana aksi nasional di negara masing-masing termasuk Indonesia3 karena tanggung jawab utama penanganan resistensi antimikroba ini menjadi tanggung jawab nasional tiap Negara.1 Dengan tersusunnya National action plan on antimicrobial resistance (NAP-AMR) Indonesia 2017-2019, maka program pengendalian resistensi antimikroba di Indonesia diharapkan dapat berjalan lebih terarah dan terwujud secara nyata.
Timbulnya resistensi kuman terhadap antimikroba
Masalah timbulnya resistensi kuman terhadap antimikroba khususnya antibiotik (dikenal dengan istilah resistensi antimikroba) merupakan masalah
Antibiotic Resistance Control Program (ARCP) in Indonesia
kesehatan masyarakat secara global.1 Berbagai mikroba termasuk bakteri, virus dan protozoa sebagai penyebab penyakit infeksi menjadi kebal atau resisten terhadap berbagai antimikroba dan bila tidak ditangani secara serius dan bijaksana, situasi dapat kembali seperti zaman pre antibiotik4 atau bahkan tiba pada situasi yang lebih gawat yang dikenal sebagai era post antibiotik yaitu bila kuman yang biasa saja tidak bisa lagi ditangani dengan antibiotik yang ada saat ini.5
Masalah resistensi antimikroba sebenarnya merupakan fenomena alamiah. Resistensi dapat timbul sebagai reaksi atas terpaparnya mikroba terhadap antimikroba.4 Resistensi dapat timbul akibat mutasi spontan gen dalam satu populasi bakteri, maupun akibat perpindahan materi genetik pengkode sifat resisten secara horizontal dari satu kuman ke kuman lain atau vertikal dari sel induk ke anaknya.6 Resistensi mikroba juga dapat timbul akibat proses seleksi (selective pressure) terutama di rumah sakit akibat penggunaan antibiotik.7 Dalam suatu paparan kuman terhadap antibiotik, kuman yang sensitif akan mati sedangkan mikroba yang resisten dapat bertahan hidup dan berkembang sehingga akibat proses seleksi ini timbullah koloni kuman yang resisten dan menyebar. Makin sering terpapar dengan berbagai antibiotik makin tinggi angka resistensi. Dapat dipahami bahwa penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan meningkatkan pola resistensi kuman.4
Peningkatan pola resistensi antibiotik sangat berkorelasi dengan peningkatan penggunaan antibiotik. Resistensi ternyata dapat bertahan selama 6 bulan setelah terpapar dengan antibiotik.8 Oleh sebab itu para klinisi harus menanyakan riwayat penggunaan antibiotik 6 bulan sebelumnya untuk memilih antibiotik yang akan diresepkan.
Setelah kuman resisten timbul dan berkembang, transmisi kuman resisten dapat terjadi melalui kontak langsung antara pasien dengan pasien lain atau melalui tenaga kesehatan kepada pasien lain maupun melalui berbagai alat kesehatan yang digunakan.1,4 Oleh sebab itu pencegahan transmisi mikroba merupakan satu metoda pencegahan terhadap peningkatan resistensi mikroba.
Dalam hal ini peranan petugas kesehatan sangat penting dalam pencegahan transmisi mikroba.
Selain di rumah sakit, resistensi mikroba juga terjadi di semua lini yang menggunakan antibiotik dalam terapi. Studi meta-analisis di Inggris menyatakan bahwa hampir 80% antibiotik diresepkan di pusat kesehatan primer/primary health care.8 Berbagai jenis antibiotik juga marak digunakan di luar bidang kesehatan manusia. Hanya sekitar 50% antibiotik yang beredar di pasaran yang diresepkan untuk terapi pada manusia, sisanya digunakan dalam pakan ternak sebagai growth promoter.1,3-5 Antimikroba juga ditambahkan ke dalam air dalam tambak atau kolam ikan untuk mencegah penyakit pada ikan.4 Sebagian besar antibiotik yang digunakan pada manusia juga terdaftar sebagai
Prosiding Simposium LxxiV A to Z about infections pediatric antibiotic stewardship
antibiotik yang diresepkan pada hewan. Ditemukan juga bukti bahwa kuman resisten seperti salmonella, kampilobakter dan enterokokus yang menyerang manusia berasal dari hewan.4
Upaya pengendalian timbulnya mikroba resisten
Upaya pengendalian timbulnya resistensi antimikroba sudah dimulai sejak lebih kurang 20 tahun yang lalu. Menindak-lanjuti resolusi tentang resistensi antimikroba, WHO bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan strategi global dalam pencegahan timbulnya resistensi antimikroba.9 Sidang tersebut mendorong agar setiap negara berupaya menggunakan antimikroba secara tepat dan cost effective malarang penggunaan antibiotik di luar peresepan oleh tenaga kesehatan yang professional, meningkatkan praktek pencegahan transmisi mikroba serta mengurangi penggunaan antimikroba pada pakan ternak. Dalam sidang kesehatan sedunia (World Health Assemby) pada bulan Mei 2015 disimpulkan suatu rencana aksi global (global action plan) yang memuat 5 sasaran yaitu5
y Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pengendalian resistensi antimikroba melalui komunikasi pendidikan dan pelatihan efektif y Meningkatkan pengetahuan dan bukti melalui survelans dan penelitian y Menurunkan insidens infeksi melalui tindakan sanitasi, hygiene dan
pencegahan infeksi yang efektif
y Mengoptimalkan penggunaan antimikroba dalam pengobatan terhadap manusia dan hewan
y Mengembangkan investasi untuk penemuan pengobatan, metode diagnostik dan vaksin baru untuk mengurangi berkembangnya masalah resistensi antimikroba.
Rencana aksi tersebut menekankan kebutuhan pendekatan “one health”
yang efektif dengan mengikut-sertakan berbagai sektor dan upaya kolaborasi antara professional terkait kesehatan dan para professional yang membantu antara lain bidang kedokteran, kedokteran hewan, pertanian, keuangan, lingkungan dan para konsumen yang berkepentingan. Ringkasnya resistensi antimikroba merupakan krisis yang harus ditangani segera.5
Kemampuan menangani infeksi membutuhkan tersedianya antimikroba yang efektif, aman, nyaman dan harga terjangkau dan diresepkan secara tepat dan akurat. Untuk menjamin pengobatan terhadap infeksi berat dengan antibiotik yang baru dan tepat guna, dibutuhkan survelans, riset, laboratorium yang handal, sistem kesehatan manusia dan hewan serta edukasi dan pelatihan dalam sektor kesehatan manusia dan hewan.3
Antibiotic Resistance Control Program (ARCP) in Indonesia
Sejalan dengan aksi global penanganan resistensi antimikroba atau GAP- AMR. Indonesia juga turut mengembangkan rencana aksi nasional yang disebut NAP-AMR. Rencana aksi nasional (RAN) ini mendapat sokongan kuat dari World Health Organization (WHO). Food and Agriculture Organization of the United Nation (FAO) dan World Organisation of Animal Health (OIE).3 Sejalan dengan rencana aksi global (GAP), resistensi antimikroba yang didasarkan pada lima prinsip implementasi, termasuk pendekatan “one health”
yang mengikat semua sektor untuk menjaga efektivitas antimikroba dalam program pengendaliannya (stewardship). Rencana aksi nasional (RAN), PRA Indonesia dibangun dengan lima tujuan strategis sesuai dengan rencana aksi global (GAP).
Semua tujuan strategis tersebut bersama dengan rincian kegiatan akan memberikan pemahaman dasar yang berguna untuk mengungkapkan masalah resistensi antimikroba di Indonesia. Bersamaan dengan itu, Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba Nasional (KPRA Nasional = National antimicrobial resistance control committed, NARCC)3 sebagai perwakilan pemerintah berkewajiban menyelesaikan rancangan operasional, anggaran, monitoring dan evaluasi sebelum melaksanakan semua kegiatan dalam rencana strategi ini.
KPRA Nasional terdiri atas para ahli yang berasal dari kementerian serta perwakilan lembanga swadaya masyarakat (LSM), korporasi, perwakilan kelompok masyarakat, media dan badan internasional yang berkecimpung dalam pengendalian resistensi antimikroba. Mekanisme tata kelola terdiri dari steering committee (SC) tingkat tinggi antar kementerian. KPRA Nasional dengan perwakilan KPRA dari masing-masing kementerian dan kelompok kerja antar sektor yang akan menentukan tujuan strategis aksi global dan satuan tugas yang ditugaskan oleh masing-masing kelompok kerja.3 Karena tujuan akhir pengendalian resistensi antimikroba adalah untuk meningkatkan kesehatan manusia, SC akan dibentuk di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan.
Pengendalian resistensi antimikroba di Indonesia
Sejak WHO mengumumkan bahwa masalah resistensi antimikroba telah menjadi isu global, maka setiap negara turut berpartisipasi aktif.4 Upaya menekan resistensi antimikroba juga mulai diterapkan di Indonesia melalui riset yang disebut antimicrobial resistance in Indonesia: prevalence and prevention yang terkenal dengan sebutan AMRIN study yang berlangsung antara tahun 2001 sampai 2005.10 Hasil AMRIN study juga menunjukkan bahwa masalah resistensi antimikroba juga dijumpai di Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencanangkan terbentuknya
Prosiding Simposium LxxiV A to Z about infections pediatric antibiotic stewardship
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di rumah sakit di Indonesia. PPRA dibentuk melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PERMENKES) dengan nomor 8 tahun 2015.11
PPRA dibentuk dengan landasan hukum yang kuat yaitu Undang-Undang no.36 tahun 2009 tentang kesehatan12 dan Undang-Undang tahun no.44 tahun 2009 tentang rumah sakit.13 PERMENKES ini digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit dalam upaya pengendalian resistensi antimikroba agar PPRA di rumah sakit berlangsung secara baku, terukur dan terpadu. Strategi PPRA di rumah sakit dilakukan dengan cara:
y Mengendalikan berkembangnya mikroba resisten akibat tekanan seleksi oleh antibiotik melalui penggunaan antibiotik secara bijak.
y Mencegah penyebaran mikroba resisten melalui peningkatan ketaatan terhadap prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.
Penggunaan antimikroba secara bijak yaitu penggunaan antimikroba yang cost-effective dengan efek terapi yang maksimal sekaligus dengan efek toksik minimal dan dampak minimal terhadap munculnya mikroba resisten.17 Penggunaan antibiotik secara bijak dilaksanakan melalui pemilihan antibiotik sesuai dengan penyebab infeksi dengan regimen dosis optimal, lama pemberian optimal, efek samping minimum dan interval yang tepat. Pemilihan jenis antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi4,11 atau berdasarkan pola mikroba dan pola kepekaan antibiotik dan diarahkan pada antibiotik berspektrum sempit untuk mengurangi tekanan seleksi (selection pressure).
Pelaksanaan PPRA di rumah sakit dilakukan melalui:
y Pembentukan tim pelaksana program PPRA
y Penyusunan kebijakan dan panduan pengguaan antibiotik y Melaksanakan penggunaan antibiotik secara bijak
y Melaksanakan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi
Tim pelaksana PPRA dibentuk melalui keputusan kepala/direktur rumah sakit. Tim pelaksana bertanggungjawab langsung kepada kepala/
direktur rumah sakit. Tugas dan fungsi tim pelaksana PPRA pada dasarnya ialah membantu pimpinan rumah sakit dalam menetapkan kebijakan tentang pengendalian resistensi antimikroba, termasuk menetapkan kebijakan umum dan panduan penggunaan antibiotik di rumah sakit. Semua tugas dan fungsi tim pelaksana PPRA dijelaskan dalam pasal 9 PERMENKES no.8 tahun 2015.11
Keanggotaan tim pelaksana PPRA diatur dalam pasal 8 PERMENKES no. 8 tahun 2015, sedikitnya terdiri dari unsur:
y Klinisi perwakilan SMF/bagian y Keperawatan
Antibiotic Resistance Control Program (ARCP) in Indonesia
y Instalasi farmasi
y Laboratorium mikrobiologi klinik
y Komite/tim pencegahan pengendalian infeksi (PPI) dan y Komite /tim farmasi dan terapi (KFT)
Keanggotaan tim pelaksana PPRA harus merupakan tenaga kesehatan yang kompeten sebagai pilar pendukung terlaksanaya kegiatan PPRA10 serta mampu menerapkan pengendalian dan pencegahan infeksi (infection control) dan menghambat perkembangan bakteri resisten antibiotik.15 Rumah sakit yang belum memiliki sarana penunjang seperti pemeriksaan mikrobiologi diharapkan dapat melengkapinya, karena tanpa fasilitas laboratorium mikrobiologi yang handal, pengendalian resistensi antimikroba sulit terwujud.14 Penerapan program ini dimulai di rumah sakit pendidikan di Indonesia dan selanjutnya dikembangkan ke seluruh rumah sakit secara bertahap melalui proses pengampuan oleh rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan.14 Dalam rangka mengendalikan penggunaan antibiotik baik di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat, Kementerian Kesehatan membentuk Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba.11
Melalui peraturan Menteri Kesehatan no. 2406 tahun 2011, Kementerian Kesehatan RI menerbitkan Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik untuk memberikan acuan bagi tenaga kesehatan menggunakan antibiotik dalam pemberian pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dalam penggunaan antibiotik, serta pemerintah dalam kebijakan penggunaan antibiotik.16 Selanjutnya tiap rumah sakit menyusun buku pedoman Program Pengendalian Resistensi Antimikroba sebagai dasar dan acuan dalam Pembuatan Pedoman Penggunaan Antibiotik (PPAB) yang disesuaikan dengan kondisi dan besarnya rumah sakit yang bersangkutan. PPAB tiap rumah sakit disusun dalam bentuk panduan penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi dan mengacu pada
y Pedoman umum penggunaan antibiotik
y Pedoman nasional pelayanan kesehatan (PNPK) y Pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat.11
Implementasi PPRA di rumah sakit
Implementasi dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah kesiapan rumah sakit dalam hal sarana, prasarana dan managemen. Sarana utama terlaksananya program ini adalah empat pilar pendukung yaitu:14 y Mikrobiologi klinik
y Farmasi klinik
Prosiding Simposium LxxiV A to Z about infections pediatric antibiotic stewardship
y Komite farmasi terapetik
y Komite pengendalian dan pencegahan infeksi
Setelah ke-empat pilar pendukung ini siap melaksanakan tugasnya masing-masing dan mampu berkoordinasi dengan klinikus yang menangani pasien maka tim PPRA ini sudah dapat memulai tugasnya. Pasien dengan diagnosis kerja sebagai infeksi bakteri dapat diberi terapi empiris setelah terlebih dahulu dilakukan biakan spesimen yang sesuai dengan kemungkinan asal infeksi bakteri yang dicurigai. Pilihan antibiotik disesuaikan dengan pedoman penggunaan antibiotik (PPAB) yang telah disusun berdasarkan pola kuman dan pola kepekaan kuman di rumah sakit setempat.4,14 Penggunaan antibiotik baik secara empiris, profilaksis maupun definitif dilakukan sesuai dengan prosedur operasional baku penggunaan antibiotik yang dibuat bersama antara klinisi, Komite Farmasi dan Terapi.14,18
Tim farmasi klinis memiliki peranan penting dalam mengatur penggunaan antibiotik di rumah sakit agar tidak terjadi penggunaan yang berlebihan.4,14 Klasifikasi antibiotik disusun berdasarkan kewenangan dokter penanggung jawab penanganan pasien (DPJP) dan pola kuman dan resistensi rumah sakit setempat. Umumnya klasifikasi dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok antibiotik tanpa restriksi, kelompok restriksi dan kelompok antibiotik sangat restriksi berdasarkan harga dan luasnya spektrum aktivitas antibiotik.4
Komite PPI rumah sakit bertanggung jawab terhadap penanganan dan pencegahan transmisi kuman di rumah sakit dengan melakukan kewaspadaan standar, isolasi pasien, penanganan sumber infeksi dan surveilans pola mikroba penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap antibiotik serta melaporkannya secara bertahap.4,11
Sejalan dengan rencana aksi global maupun rencana aksi nasional penanganan resistensi antimikroba yang menerapkan prinsip “one health”, dewasa ini telah terjadi peningkatan kesadaran terhadap pentingnya penanganan resistensi antimikroba di Indonesia. Melalui kegiatan world antibiotic awareness week (WAAW) tahun 2017, Food and Agriculture Organisation of the United Nations Emergency Center for Transboundary Animal Disease (FAO-ECTAD) Indonesia bersama dengan Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan instansi terkait telah berhasil melaksanakan AAW selama 7 hari di berbagai tempat di Indonesia dalam upaya meningkatkan kesadaran akan bahaya yang timbul akibat penggunaan antimikroba yang tidak terkendali.19
Antibiotic Resistance Control Program (ARCP) in Indonesia
Antibiotic stewardship program (ASP)
ASP didefinisikan sebagai intervensi terkordinasi yang dirancang untuk menangani dan meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijak melalui pemilihan antibiotik yang tepat, dosis dan interval serta cara pemberian yang tepat pula.20 Manfaat ASP antara lain meningkatkan hasil pengobatan, mengurangi efek samping, meningkatkan kepekaan kuman terhadap antibiotik serta optimalisasi penggunaan dana pengobatan.
Peningkatan penggunaan antibiotik secara bijak merupakan bagian penting dalam keselamatan pasien (patient safety) serta merupakan bagian rencana aksi nasional (RAN).3,21 ASP berbasis rumah sakit dapat menolong praktisi klinis dalam mewujudkan patient safety sebagai ultimate goal penanganan pasien di rumah sakit.21 Sejak bulan Januari 2017, ASP telah diterima oleh Joint Commission sebagai standar dalam penanganan medis (medication management) dengan kode MM.09.01.01
Unsur utama (core elements) ASP rumah sakit meliputi:21
y Pimpinan yang bertanggung jawab dalam hal kebutuhan finansial dan teknologi informasi
y Akuntabilitas seorang yang bertanggung jawab terhadap program y Seorang ahli farmasi yang bertanggung jawab terhadap penggunaan
antibiotik bijak
y Implementasi kegiatan yang direkomendasikan dalam satu periode rancangan pengobatan
y Kegiatan pemantauan peresepan antibiotik dan pola resistensi kuman y Pelaporan secara berkala dan berkesinambungan kepada dokter, perawat
dan anggota staf yang berkepentingan
y Edukasi yang berkesinambungan terhadap resistensi antimikroba dan peresepan yang optimal.
Kinerja ASP rumah sakit dapat ditingkatkan bila ditunjang oleh tersedianya perangkat atau kelompok kerja lain yang berhubungan dengan penanganan pasien antara lain klinisi yang handal dan terlatih sebagai dokter penanggung jawab penanganan pasien, tenaga ahli dalam pencegahan penyebaran infeksi, staf laboratorium yang ahli dalam bidangnya. Selain itu kehadiaran ahli teknologi informasi sangat berguna dalam mengelola data dan rekam medik elektronik (electronic health record = EHR). Peranan tenaga perawat (nurse) juga sangat penting dalam perawatan umum pasien dan pengambilan spesimen untuk keperluan pemeriksaan laboratorium dan biakan kuman.21
Prosiding Simposium LxxiV A to Z about infections pediatric antibiotic stewardship
Simpulan
Resistensi kuman terhadap antimikroba khususnya antibiotik telah menjadi masalah global dan tidak satu negara pun secara tersendiri mampu mengatasi masalah resistensi antimikroba ini. Bila tidak ditangani secara serius dan bijaksana situasi dapat berlanjut dan dunia dapat mengalami era post antibiotik yaitu saat tidak ada satu antibiotik pun yang dapat diandalkan untuk mengatasi masalah infeksi bakteri.
Masalah utama penyebab timbulnya resistensi antimikroba terutama di rumah sakit maupun di pusat pelayanan kesehatan adalah akibat “pressure selection” sebagai sebagai konsekuensi penggunaan yang tidak terkendali (inappropriate use of antibiotics). Di samping itu penggunaan antibiotik sebagai growth promoter pada peternakan maupun perikanan dan pertanian turut meningkatkan terjadinya resistensi antimikroba.
Ada dua strategi utama yang dipilih sebagai cara mengatasi berkembangnya resistensi antimikroba yaitu mencegah “pressure selection” melalui penggunaan antibiotik secara bijak dan melakukan pencegahan terhadap transmisi kuman dengan melakukan prinsip “general precaution”. Untuk melakukan tugas ini pemerintah melalui Kementerian Kesehatan membentuk Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba sebagai pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). Pada awalnya PPRA dibentuk di rumah sakit pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia selanjutnya dengan sistem pengampuan PPRA dibentuk di rumah sakit tingkat propinsi dan kabupaten dan diharapkan setiap rumah sakit memiliki tim PPRA yang bertanggung jawab terhadap pengendalian resistensi antimikroba di tempat masing-masing.
Kegiatan PPRA disokong oleh 4 pilar yang berperan langsung dalam pelaksanaan pengamanan antibiotik secara bijak yaitu tim Mikrobiologi Klinik, tim Farmasi Klinik, Komite atau tim Farmasi Terapi dan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Untuk mendukung pelaksanaan atau kinerja PPRA perlu dibentuk antibiotic stewardship program (ASP) sebagai wadah untuk intervensi terkordinasi untuk meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijak melalui pemilihan antibiotik yang tepat dosis dan interval yang tepat pula. ASP diharapkan dapat meningkatkan hasil pengobatan, mengurangi efek samping obat, dan meningkatkan kepekaan kuman terhadap antimikroba serta optimalisasi penggunaan dana pengobatan. Agar ASP dapat berperan optimal dibutuhkan komitmen/tanggung jawab pimpinan rumah sakit, dan tenaga medis professional yang mampu melaksanakan program serta perangkat lain seperti tersedianya ahli farmasi yang bertanggung jawab terhadap peningkatan penggunaan antibiotik bijak.
Dengan telah terbentuknya rencana aksi tingkat nasional (national action plan) yang menekankan pendekatan “one health” yang efektif dengan
Antibiotic Resistance Control Program (ARCP) in Indonesia
mengikutsertakan berbagai sektor dan upaya kolaborasi antara professional terkait kesehatan antara lain bidang kedokteran, kedokteran hewan, pertanian, keuangan, lingkungan dan sebagainya maka program pengendalian resistensi antimikroba di Indonesia diharapkan dapat berlangsung lebih terarah dan terwujud secara nyata.
Daftar pustaka
1. Smith RD, Coast J. Antimicrobial resistance. A global response. Bulletin of the World Health Organisation 2002;80:126-130
2. World Health Organisation. Global action plan on antimicrobial resistance.
Geneva;2015. Diunduh dari http://www.who.int/antimicrobial-resistance/global- action-plan/en/
3. National Action Plan on Antimicrobial Resistance, Indonesia 2017-2019.
Diunduh dari: https://puskespemda.net/download/national-action-plan- antimicrobial-resistance-indonesia-2017-2019/
4. WHO perspectives on medicine. Containing antimicrobial resistance WHO, Geneva, April 2005. Diunduh dari: http://www.who.int/management/
anmicrobialresistance.pdf
5. Ventola CL. The antibiotic resistance crisis. PT 2015;40:277-283. Diunduh dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4378521/
6. Kumarasami KK, Toleman MA, Walsh TR, Bagaria J, Butt F, Bolakrishnan R, et al. Emergence of new antibiotic resistance mechanism in India, Pakistan, and the UK: a mollecular, biological, and epidemiological study. Lancet Infect Dis 2010;10:597-602
7. Simonsen GS, Tapsall JW, Allegranzi B, Talbot EA, Lazzari S. The antimicrobial resistance containment and surveillance approach – a public health tool. Bulletin of the World Health Organisation 2004;82:928-934.
8. Bryce A, Hay AD, Lane IF, Thornton HV, Wootton M, Costelloe C. Global prevalence of antibiotics resistance in paediatric urinary tract infections caused by eschericloia coli and association with national use of antibiotics in primary care:
Systematic review and meta-analysis. Brit Med J 2016;352: i939.doi:10.1136/
bmj.i939. Published online 2016, Mar 2015
9. World Health Organisation. WHO global strategy for containment of antimicrobial resistance. Prioritization and implementation workshop. Geneva 12-14 September 2000. Diunduh dari: http://www.who.int/drugresistance/
WHO_Global_Strategy.htm/en/
10. AMRIN study group 2005. Antimicrobial resistance, antibiotic usage and infection control. A self-assessment program for Indonesian hospitals. Directorate General of Medical Care, Ministry of Health, Republik of Indonesia. Diunduh dari: http://www.who.int/drugresistance/WHO_Global_Strategy.htm/en/
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 8 tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di rumah sakit (lembaran negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 144, tambahan lembaran negara Republik Indonesia nomor 5063). Diunduh dari: https://ghsaindonesia.files.wordpress.
Prosiding Simposium LxxiV A to Z about infections pediatric antibiotic stewardship
com/2016/02/peraturan-menteri-kesehatan-ri-no-8-tahun-2015-tentang- pengendalian-resistensi-antimikroba-di-rumah-sakit.pdf
12. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan (lembaran negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 144, tambahan lembaran negara Republik Indonesia nomor 5063). Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/resources/
download/general/UU%20Nomor%2036%20Tahun2%20009%20tentang%20 Kesehatan.pdf
13. Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit (lembaran negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 153, tambahan lembaran negara Republik Indonesia nomor 5072). Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/resources/
download/peraturan/UU%20No.%2044%20Th%202009%20ttg%20Rumah%20 Sakit.PDF
14. Hadi U, Kuntaman, Qibtiyah M, Paraton H. Problem of antibiotic use and antimicrobial resistance in Indonesia: are we really making progress? Indon J Tropical and Inf Dis. 2013:5-8
15. Handayani RS, Siahaan S, Herman MJ. Antimicrobial resistance and its control policy implementation in hospital in Indonesia. J Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan 2017;1:131-140
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 2406/MENKES/PER/
XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Diunduh dari: http://
peraturan.go.id/permen/kemenskes-nomor-2406-menkes-per-xii-2011-tahun- 2011-11e44c50ca1edff09638313233313030.html
17. WHO global strategy for containment of antimicrobial resistance. WHO, Switzerland 2001. Diunduh dari: http://www.who.int/drugresistance/WHO_
Global_Strategy_English.pdf
18. Penggunaan antibiotik terapi. Modul workshop. Implementasi PPRA di rumah sakit, edisi kedua. Naskah lengkap Workshop Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba. Direktorat Jenderal Bina Upaya Keseshatan Kementerian Kesehatan RI, tahun 2015, hal.29-36
19. FAO.org Indonesia. Indonesia raising awareness on antimicrobial resistance.
Diunduh dari www.fao.org/indonesia/new/detail-event/en/c/1069206 tanggal 26 Maret 2018
20. Barlam TF, Cosgrove SE, Abbo LM, McDougall C, Schultz AN, Septimus EJ, et. Al. Implementing an antibiotic stewardship program: Guidelines by the infectious disease society of America and society for healthcare epidemiology of America. Clin Infect Dis 2016;62:e51-e77. http;//doi.org/10.1093/cid/ciw118.
Diunduh tanggal 9 April 2018
21. CDC antibio