Interpretasi Hasil Uji Kepekaan Antibiotik
yang lebih meningkatkan resistensi terhadap sefalosporin dan downregulated porin dinding sel (OmpF) yang berakibat peningkatan resistensi terhadap sefalosporin dan sefamisin.3
Hasil pemeriksaan mikrobiologi seringkali memberikan hasil uji kepekaan yang berubah meskipun spesies bakteri yang diuji sama. Dalam keadaan seperti ini interpretasi harus dilakukan secara hati-hati. Kepastian bahwa hasil identifikasi bakteri adalah benar, interpretasi bahwa bakteri adalah patogen pada pasien tersebut, dan terjaminnya kualitas hasil uji kepekaan antibiotik sangat penting sebagai dasar interpretasi yang tepat.
Pemilihan jenis antibiotik yang diuji pada spesies bakteri tertentu telah ditetapkan oleh acuan standar yang digunakan. Pada umumnya laboratorium mikrobiologi di Indonesia menggunakan Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI) sebagai acuan standar uji. Dalam standar tersebut telah ditetapkan antara lain jenis antibiotik, breakpoint masing-masing antibiotik untuk disebut sebagai S (susceptible=peka), I (intermediate), atau R (resistance=kebal) serta peraturan pelaporan berdasarkan kesepakatan para ahli.4 Hasil uji kepekaan S, I, ataupun R tidak diinterpretasi secara langsung hanya dengan melihat hurufnya saja dan kemudian dipilih antibiotik yang S tanpa melihat nama spesies bakteri. Rangkaian hasil uji kepekaan harus diinterpretasi secara menyeluruh dan apabila ada hasil yang R dan S, ditelaah dengan baik kemungkinan adanya resistensi silang, atau merupakan penanda resistensi antibiotik lainnya.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pemilihan antibiotik berdasarkan hasil uji kepekaan adalah sebagai berikut:
Fenotip resisten yang tidak biasa (Exceptional resistance
Prosiding Simposium LxxiV A to Z about infections pediatric antibiotic stewardship
Sifat resisten intrinsik atau inherent
Bakteri tertentu memiliki sifat resisten secara intrinsik atau inherent terhadap antibiotik tertentu. Pada keadaan seperti ini uji kepekaan tidak perlu dilakukan, kalaupun dilakukan dan hasilnya menunjukkan susceptible atau peka maka perlu dilakukan evaluasi hasil identifikasi spesies dan uji kepekaannya kembali.
Apabila hasil tetap menunjukkan peka, sebaiknya antibiotik tidak digunakan dan bila tidak ada pilihan antibiotik lain maka dapat ‘terpaksa’ digunakan dengan hati-hati dan pemantauan klinis dengan ketat. Terdapat kemungkinan secara in vitro bakteri menunjukkan peka namun sebaliknya secara in vivo antibiotik menjadi tidak aktif. Contoh resistensi intrinsik adalah:5
y Enterobacteriaceae resisten intrinsik terhadap linezolid
y Proteus mirabilis resisten intrinsik terhadap nitrofurantoin dan kolistin, y Serratia marcescens resisten intrinsik terhadap kolistin
y Stenotrophomonas maltophilia resisten intrinsik terhadap karbapenem y Acinetobacter baumannii resisten intrinsik terhadap amoksisilin asam
klavulanat, sefazolin, sefotaksim, seftriakson, fosfomisin
y Pseudomonas aeruginosa resisten intrinsik terhadap amoksisilin-asam klavulanat, sefazolin, sefotaksim, seftriakson, ertapenem, kloramfenikol, kanamisin, tigesiklin dan seterusnya.
Interpretative reading dan expert rules
Dalam hal ini, interpretasi hasil uji kepekaan dilakukan berdasarkan mekanisme resistensi yang terjadi; jenis antibiotik yang diuji dan seringkali juga dengan mempertimbangkan MIC isolat klinis yang diuji. Sebagai contoh hasil uji kepekaan semua bakteri terhadap azythromisin, clarithromycin, dan roxithromycin mengikuti hasil uji erythromycin, karena terdapatnya kemungkinan resistensi silang antar antibiotik golongan makrolid tersebut.
Berdasarkan adanya kemungkinan resistensi silang, maka dapat dilakukan pengubahan hasil kepekaan dari S menjadi R, tapi perlu diperhatikan bahwa tidak pernah ada hasil I atau R diubah menjadi S atau R diubah menjadi I.
Meskipun misalnya terdapat bakteri yang selalu memberi hasil S terhadap antibiotik tertentu tapi pada suatu saat memberi hasil R, maka perlu dipikirkan adanya kemungkinan bakteri memiliki mekanisme resistensi baru dan perlu diteliti lebih lanjut.5
Interpretasi yang dilakukan dalam hal ini tentu harus berbasis bukti dan perlu diinformasikan kepada klinisi tentang kekuatan bukti tersebut.
Kekuatan bukti terdiri dari 3 tingkatan yaitu terdapat bukti klinis yang baik bahwa pelaporan hasil sebagai susceptible atau peka menyebabkan kegagalan terapi (A); bukti lemah, hanya berdasarkan beberapa laporan atau percobaan.
Pelaporan hasil sebagai susceptible atau peka dianggap mengakibatkan kegagalan
Interpretasi Hasil Uji Kepekaan Antibiotik
terapi (B); tidak terdapat bukti klinis tapi data mikrobiologi menyarankan penggunaan antibiotik sebaiknya dihindari (C). European Committee on Antimicrobial Susceptibility Testing (EUCAST) menyusun expert rules yang berbeda dengan CLSI pada beberapa jenis bakteri, namun kedua standar dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk menginterpretasi hasil (Tabel 1).5
Bakteri Antibiotik yang diuji Aturan Pengecualian, dasar
ilmiah, komentar Evidence grade Staphylococcus
spp. Oxacillin, cefoxitin
(difusi cakram) atau deteksi mecA atau PBP2a
Bila R terhadap isoxazolyl- penicillins (oxacillin, cefoxitin, terdeteksi mecA atau PBP2a) maka semua gol. beta-laktam dilaporkan R, kecuali gol.beta-laktam yang memang ditujukan untuk terapi infeksi oleh Staphylococcus sp.yang resisten metilsilin.
Produksi PBP2a (yang dikode oleh mecA) menyebabkan resistensi silang dengan antibiotik gol.beta-laktam kecuali seftobiprol dan seftarolin.
A
Enterobacteriaceae Ciprofloxacin Jika R terhadap ciprofloxacin, maka semua fluorokuinolon dilaporkan R
Resistensi terjadi akibat adanya minimal 2 mutasi target yaitu gyrA atau gyrA dan parC. Kecuali produksi enzim AAC(6’)-lb-cr mungkin mempengaruhi ciprofloxacin tapi tidak levofloxacin
B
Enterobacteriaceae (terutama K.pneumoniae dan E.coli)
Ticarcillin dan
Piperacillin Jika R terhadap ticarcillin tapi S terhadap piperacillin maka piperacillin diubah menjadi R
Ticarcillin-hydrolysing β-lactamases juga merusak piperacillin, tapi resistensi kurang jelas bila ekspresi rendah.
C
Di dalam panduan CLSI yang mengatur tentang prosedur uji kepekaan antibiotik, jenis dan konsentrasi antibiotik yang diuji, juga mencantumkan cara menginterpretasi dan aturan yang telah disepakati oleh para ahli (expert rules), diantaranya adalah hasil uji kepekaan bakteri tertentu tidak boleh dilaporkan sebagai susceptible atau peka terhadap antibiotik tertentu (contoh Salmonella sp.
dan Shigella sp. tidak dilaporkan peka terhadap sefalosporin generasi 1 dan 2, sefamisin, dan aminoglikosida; Enterococcus sp. tidak dilaporkan peka terhadap aminoglosida, sefalosporin, klindamisin, trimethoprim-sulfametoksasol).
Panduan CLSI menyatakan bahwa beberapa isolat dapat berkembang menjadi intermediate atau resisten beberapa hari setelah terapi antibiotik.
Bahkan dalam 3-4 hari setelah terapi beberapa spesies seperti Enterobacter, Citrobacter, dan Serratia spp. dapat menjadi resisten terhadap sefalosporin generasi 3, sedangkan Pseudomonas aeruginosa berkembang menjadi resisten terhadap semua antibiotik dan Staphylococcus sp. terhadap fluorokuinolon.
Prosiding Simposium LxxiV A to Z about infections pediatric antibiotic stewardship
Demikian pula S.aureus yang peka vankomisin akan menjadi berubah menjadi intermediate setelah durasi terapi diperpanjang.4 Hasil biakan ulangan dari spesimen yang sama dari seorang pasien seringkali membingungkan klinisi, namun dengan pengetahuan yang baik tentang mekanisme resistensi maka hal tersebut dapat dijelaskan alasannya secara ilmiah.4
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa interpretasi hasil uji kepekaan harus dilakukan berdasarkan jenis bakteri dan antibiotiknya. Berikut ini adalah contoh interpretasi hasil uji kepkaan berdasarkan kelompok atau jenis bakteri dan antibiotiknya:4
y Staphylococcus spp.
– Resistensi terhadap oxacillin (uji menggunakan cefoxitin) pada umumnya karena mempunyai gen mecA yang mengkode penicillin- binding protein 2A (PBP2A)
– Staphylococcus aureus dan Staphylococcus non-coagulase yang resisten terhadap oxacillin (=methicillin resistant Staphylococcus, MRS) dianggap resisten terhadap antibiotik golongan β-lactam lainnya (penisilin, β-lactam/ β-lactamase inhibitor, cephems (kecuali yang memiliki aktifitas anti-MRSA, dan karbapenem), karena dari berbagai studi menunjukkan bahwa terapi infeksi oleh MRS dengan antibiotik tersebut tidak memberi respon yang baik.
y Bulkhoderia cepacia complex
– Uji kepekaan dan interpretasinya hanya dilakukan pada antibiotik ticarcillin-clavulanate, ceftazidime, meropenem, minocycline, levofloxacin, trimethoprim-sulphamethoxazole, chloramphenicol (tidak dilaporkan untuk isolat dari urin)
y Stenotrophomonas maltophilia
– Uji kepekaan dan interpretasinya hanya dilakukan pada antibiotik ticarcillin-clavulanate, ceftazidime, minocycline, levofloxacin, trimethoprim-sulphamethoxazole, chloramphenicol (tidak dilaporkan untuk isolat dari urin)
y Pseudomonas aeruginosa
– Terdapat kemungkinan bakteri yang peka berkembang menjadi resisten terhadap berbagai antibiotik setelah terapi antibiotik 3-4 hari. Oleh karenanya dianjurkan dilakukan pemeriksaan ulang.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa interpretasi hasil uji kepekaan memerlukan pengetahuan yang baik tentang mekanisme kerja antibiotik, mekanisme resistensi, kemungkinan adanya resistensi silang, dan yang juga harus diperhatikan pemilihan antibiotik didasari bukti ilmiah, bukan sekedar pengalaman klinis. Hasil uji kepekaan harus disertai interpretasi
Interpretasi Hasil Uji Kepekaan Antibiotik
dan pendapat ahli, dalam hal ini spesialis mikrobiologi klinik, sehingga keputusan tatalaksana yang dipilih dapat meningkatkan luaran klinis dan menurunkan kemungkinan terjadinya resistensi antibiotik.
Daftar pustaka
1. Nathwani, D. Antimicrobial stewardship. In: Hospitals epidemiology and infection control; Ed: C.Glen Mayhall; 4th Edition, Philadelphia, Lippincott, Williams and Wilkins, 2012
2. McGowan JE Jr. Antimicrobial stewardship – the State of the Art in 2011: Focus on Outcomes and Methods. ICHE 2012;33;331-7
3. Tenover, FC. The American Journal of Medicine (2006) Vol 119 (6A), S3–S10 4. Clinical and Laboratory Standard Institute. M100 S25. Performance Standards
for Antimicrobial Susceptibility Testing; Twenty-fifth Informational Supplement.
2015
5. Leclercq, R. et al. Review: EUCAST expert rules in antimicrobial susceptibility testing. Clinical Microbiology and Infection. 2011