EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN METODE AMTSILATI DALAM KEMAMPUAN MEMBACA KITAB KUNING (Studi Kasus Pondok Pesantren Alawiyah Tumenggungan)
WONOSOBO-JAWA TENGAH
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M.Pd) Dalam Pendidikan Agama Islam
oleh:
Neneng Ulfiyah NIM.
216430173
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN ( IIQ) JAKARTA 1439 H/2018 M
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN METODE AMTSILATI DALAM KEMAMPUAN MEMBACA KITAB KUNING (Studi Kasus Pondok Pesantren Alawiyah Tumenggungan)
WONOSOBO-JAWA TENGAH
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M.Pd) Dalam Pendidikan Agama Islam
oleh:
Neneng Ulfiyah NIM.
216430173
Pembimbing:
Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA Dr. H. Oka Gunawan, M,Ag
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN ( IIQ) JAKARTA 1439 H/2018 M
i
ii
iii
iv
M O T T O
ِةَقْي ِرَّطلا َنِم ُّمَهَا ُس ِ رَدُمْلا ُح ْو ُر َو ِةَّدَامْلا َنِم ُّمَهَا ُةَقْي ِرَطلَا
“Metode itu lebih penting dari materi,
tetapi pribadi guru lebih penting daripada metode”.
v
ميح رلا نمح رلا الله مسب
KATA PENGANTAR
َنْيِمَلاَعْلا ِب َر ِللهِ ُدْمَحْلَا ُمَلاَّسلا َو ُةَلاَّصلَا .ِنْي ِدلا َو اَيْنُّدلا ِر ْوُمُأ ىَلَع ُنْيِعَتْسَن ِهِب َو ,
َنْيِلَس ْرُمْلا َو ِءاَيِبْنَ ْلْا ِف َرْشَأ ىَلَع )ُدْعَب اَّمَأ( َنْيِعَمْجَا ِهِبْحَص َو ِهِلآ ىَلَع َو ,
…
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya patut dipanjatkan atas ke hadirat Allah Swt. Dzat yang Maha Indah, Maha Pengasih dan Maha Sempurna atas segala karunia dan hidayah-Nya yang telah memberikan pertolongan berupa kejernihan berfikir sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada teladan kita Rasulullah Saw pembimbing dan pemimpin umat Islam yang berakhlak Al- Qur’an.
Penulisan tesis ini sebagai bagian dari tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Prodi Pendidikan Agama Islam di Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta. Banyak hal yang telah penulis lewati dalam penyelesaian tesis ini, kendala-kendala serta keterbatasan penulis dalam melakukan penelitian merupakan bagian dari penyelesaian tesis ini yang akhirnya dengan izin Allah tesis ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari dalam proses penulisan tesis ini banyak memperoleh bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA, Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.
2. Dr, KH, Ahmad Munif Suratmaputra, MA, Direktur Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta beserta staf dan jajarannya.
vi
3. Dr. H. Oka Gunawan, M.Ag, Kaprodi Pendidikan Agama Islam Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur;an Jakarta, yang dengan ikhlas dan sabar memberikan motivasi dan inspirasi.
4. Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA (Pembimbing I) dan Dr. H. Oka Gunawan, M.Ag (Pembimbing II) yang dengan ikhlas dan sabar memberikan bimbingan, motivasi dan inspirasi serta meluangkan waktu untuk penulis dalam penyusunan tesis ini.
5. Segenap Dosen Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta yang telah memberikan pencerahan keilmuan dan inspirasi-inspirasi kepada penulis.
6. K. Fatkhurrohman Pengasuh Pondok Pesantren Alawiyah Wonosobo, beserta Wakil dan Guru-guru semua yang telah memberikan izin riset, membantu dalam mengumpulkan data, memberikan serta sharing informasi dan masukannya dalam proses penyelesaian penyusunan tesis ini.
7. Suami tercinta Nurali, MA, yang dengan sabar dan ikhlas mendampingi perjalanan penulisan tesis ini.
8. Anakku Alby Said Muhammad yang dengan kepolosannya memberikan motivasi bagi penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini.
9. Helrahmi Yusman, sahabat yang selalu mendampingi penulis selama penulisan tesis ini.
10. Rekan-rekan mahasiswa program Pascasarjana Institut Ilmu Al- Qur’an Jakarta khususnya Prodi Pendidikan Agama Islam angkatan 2016/2017.
11. Saudara-saudaraku M. Hasymi, Nurhudayah, Fathullah, Syafiuddin, Siti Fauzah dan Kamaluddin Wahdi yang selalu memberikan do’a dan motivasi.
vii
12. Keluarga Besar MI Nurul Huda Pondok Karya yang telah memberikan do’a, dukungan dan motivasi.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian tesis ini.
Penulis hanya dapat berdo’a dan berharap semoga amal baik mereka mendapatkan balasan dari Allah Subhanahu Wata’ala dan dimudahkan segala urusannya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian berikutnya secara umum yang lebih baik, Amiin.
Jakarta, 30 Juli 2018 Penulis
Neneng Ulfiyah NIM. 216430173
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv
ABSTRAK ... xvii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1
B. Permasalahan ... 17
1. Identifikasi Masalah ... 17
2. Pembatasan Masalah ... 17
3. Perumusan Masalah ... 18
C. Tujuan Penelitian ... 18
D. Kegunaan Penelitian ... 18
E. Kajian Pustaka ... 19
F. Metodologi Penelitian ... 22
G. Sistematika Penulisan ... 27
BAB II: LANDASAN TEORI A. Pembelajaran ... 29
1. Pengertian Pembelajaran ... 29
2. Pembelajaran yang Efisien dan Efektif ... 39
ix
B. Pesantren dan Pendidikan Islam ... 45
C. Kemampuan Membaca Kitab Kuning ... 49
D. Metode Amtsilati ... 62
1. Sejarah Perkembangan Metode Amtsilati ... 62
2. Materi-materi dalam Metode Amtsilati ... 65
3. Sistem Pembelajaran Metode Amtsilati ... 66
4. Silabus Metode Amtsilati ... 68
5. Tujuan Pembelajaran Amtsilati ... 75
BAB III: GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL- ALAWIYAH A. Letak Geografis ... 76
B. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren ... 77
C. Visi dan Misi ... 86
D. Struktur Organisasi ... 90
E. Keadaan Pengasuh, Ustadz dan Santri ... 93
BAB IV: PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DENGAN METODE AMTSILATI DI PONDOK PESANTREN AL-ALAWIYAH A. Konsep Dasar Metode Amtsilati ... 106
B. Penerapan Metode Amtsilati di Pondok Pesantren Al-Alawiyah 1. Sejarah Penerapan Metode Amtsilati di Pondok Pesantren Alawiyah ... 122
2. Sistem Pembelajaran Amtsilati di Pondok Pesantren Alawiyah ... 123
3. Efektifitas Pebelajaran Metode Amtsilati di Pondok Pesantren Alawiyah ... 129
C. Hambatan-Hambatan yang terjadi pada Proses Pembelajaran Metode Amtsilati di Pondok Pesantren Al- Alawiyah ... 162
x
D. Keberhasilan Pembelajaran Metode Amtsilati dalam Kemampuan membaca Kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Alawiyah ... 165 BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ... 168 B. Saran-saran ... 170 DAFTAR PUSTAKA ... 172 LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
Tabel. 2.1 Tabel Materi Amtsilati Jilid 1 ... 69
Tabel. 2.2 Tabel Materi Amtsilati Jilid 2 ... 70
Tabel. 2.3 Tabel Materi Amtsilati Jilid 3 ... 71
Tabel. 2.4 Tabel Materi Amtsilati Jilid 4 ... 72
Tabel. 2.5 Tabel Materi Amtsilati Jilid 5 ... 73
Tabel. 3.1 Tabel Jadwal Keseharian Santri ... 105
Tabel. 4.1 Tabel Materi Amtsilati Jilid 1 ... 108
Tabel. 4.2 Tabel Materi Amtsilati Jilid 2 ... 110
Tabel. 4.3 Tabel Materi Amtsilati Jilid 3 ... 112
Tabel. 4.4 Tabel Materi Amtsilati Jilid 4 ... 114
Tabel. 4.5 Tabel Materi Amtsilati Jilid 5 ... 116
Tabel. 4.6 Tabel Hasil Wawancara Sesi 1 ... 136
Tabel. 4.7 Tabel Hasil Wawancara Santri ... 140
Tabel 4. 8 Tabel Hasil Tes Soal No 1 ... 144
Tabel 4. 9 Tabel Hasil Tes Soal No 2 ... 145
Tabel 4. 10 Tabel Hasil Tes Soal No 3 ... 147
Tabel 4. 11 Tabel Hasil Tes Soal No 4 ... 148
Tabel 4. 12 Tabel Hasil Tes Soal No 5 ... 149
Tabel 4. 13 Tabel Hasil Tes Soal No 6 ... 150
Tabel 4. 14 Tabel Hasil Tes Soal No 7 ... 152
Tabel 4. 15 Tabel Hasil Tes Soal No 8 ... 153
Tabel 4. 16 Tabel Hasil Tes Soal No 9 ... 154
Tabel 4. 17 Tabel Hasil Tes Soal No 10 ... 155
Tabel 4. 18 Tabel Hasil Tes Soal No 11 ... 156
Tabel 4. 19 Tabel Hasil Tes Soal No 12 ... 157
Tabel 4. 20 Tabel Hasil Tes Soal No 13 ... 159
Tabel 4. 21 Tabel Hasil Tes Soal No 14 ... 160
xii
Tabel 4. 22 Tabel Rata-rata Nilai ... 161
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Foto Kitab Amtsilati Jilid 1 ... 107
Gambar 4. 2 Foto Khulashoh alfiyah Ibn Malik ... 118
Gambar 4. 3 Foto Santri Sedang Belajar Amtsilati ... 131
Gambar 4. 4 Foto Santri Sedang Belajar Amstilati ... 132
Gambar 4. 5 Foto Santri Perempuan Sedang Muraja’ah ... 133
Gambar 4. 6 Foto Santri Sedang Belajar Malam ... 134
Gambar 4. 7 Foto Sedang Wawancara dengan Kyai Fatkhurohman ... 136
Gambar 4. 8 Foto Sedang Wawancara dengan Khairul Yani ... 137
Gambar 4. 9 Foto Sedang Wawancara dengan Ahmad Zata ... 138
Gambar 4. 10 Foto Sedang Wawancara dengan Renita ... 139
Gambar 4. 11 Foto Santri Sedang Post test ... 143
xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan tesis di IIQ, transliterasi Arab- Latin mengacu pada pedoman berikut ini:
A. Konsonan
Arab Latin Arab Latin Arab Latin
ا : a ز : z ق : q
ب : b س : s ك : k
ت : t ش : sy ل : l
ث : ts ص : sh م : m
ج : j ض : dh ن : n
ح : h ط : th و : w
خ : kh ظ : zh ه : h
د : d ع : ` ء : a
ذ : dz غ : gh ي : y
ر : r ف : f
B. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah : a آ : â ْ ي َ : ai
Kasrah : i ي : î ْ و َ : au
Dhammah : u و : û
C. Kata Sandang
1. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (لا) qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (لا) qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contohnya :
ةرقبلا : al-Baqarah
ةنيدملا : al-Madînah
2. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (لا) syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (لا) syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya.
xv Contoh :
ىمرادلا : ad-Dârimî سمشلا : as-Syams لجرلا : ar-Rajul ةديسلا : as-Sayyidah 3. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( ّ ), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh :
ْ ن يِذَّلاْ َّنِا : Inna al-ladzîna
ِْهَّللِبْاَّن م ا : Ammanna billâhî
ْ ءا ه فُّسلاْ ن مآ : Âmana as-Sufahâ’u
ِْعَّك ُّرلا و : wa ar-rukka’i
4. Ta Marbûthah ( ة )
Ta Marbûthah ( ة ) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”. Contoh :
ةدئفلأا : al-Af’idah
ةيملاسلإاْةعماجلا : al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah
Sedangkan ta Marbuthah ( ة ) yang diikuti atau disambungkan (di-washal) dengan kata benda (ism), maka dialih aksarakan menjadi huruf “t”. Contoh :
ٌةَب ِصاَن ٌةَلِماَع : ‘Âmilatun Nâshibah ى َرْبُكلا ُةَيَلْا : al-Âyat al-Kubrâ
xvi 5. Huruf kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi apabila telah dialih aksarakan mka berlaku ketentuaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain, ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh ‘Ali Hasan al-‘Âridh, al’Asqallâni, al-Farmawi dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur’an dan nama- nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh Al-Qur’an, Al- Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.
xvii ABSTRAK
Neneng Ulfiyah, 216430173, Efektifitas Pembelajaran Metode Amtsilati dalam Kemampuan Membaca Kitab Kuning (Studi Kasus Pondok Pesantren Alawiyah Tumenggungan) Wonosobo.
Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup. Tantangan besar bagi setiap pesantren adalah bagaimana mengajarkan bahasa Arab yang efektif agar bisa membaca dan memahami kitab kuning sebagai materi utama pesantren dengan benar.
Metode pembelajaran kitab kuning di pesantren hampir seluruhnya sama, yaitu dengan cara konvensional, guru membacakan dan murid menyimak, pembelajaran seperti ini membutuhkan waktu yang lama hingga akhirnya bisa membaca kitab kuning dengan benar. Belakangan muncul metode baru dalam mempelajari kitab kuning yaitu metode Amtsilati. Metode Amtsilati adalah kitab atau buku berisi metode membaca kitab kuning secara cepat, yang digagas oleh KH Taufiqul Hakim pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana efektivitas pembelajaran Amtsilati di Pesantren Alawiyah Wonosobo, efektivitas pembelajaran yang meliputi efektivitas selama proses pembelajaran dan efektivitas sebagai metode ajar yang menghasilkan tujuan yang diharapkan yaitu mampu membaca dan memahami kitab kuning. Metode penelitian yang dipakai untuk mengetahui dua hal tersebut adalah metode penelitan kualitatif, sedangkan sumber data penelitian didapat dari wawancara, observasi, post test dan dokumentasi.
Kata Kunci: Kitab Kuning, Amtsilati, Efektifitas, Metode Pembelajaran
xviii ةحورطلاَا
ْةَيِفْلُا جنْيَنْيَن ِبِلاَّطلا ُمْق َر ,
216430173 يَلَع ِةَءارِقلا ِعاَطِتْسا ِرْدَق ْيِف ْيِتَلِثْمَا ُةَقْي ِرَط ِمُّلَعَّتلا ُةَيِلاَعَف"
ِرَفْصَلْا ِباَتِك ْةَيِوَلَعْلا ِمَلاْسِلإا ِدَهْعَم يِف ٍةَلاَح ُةَسا َرِد( ِفَلَّسلا/
ْنَع ْوُغجنْيَمُت, ْوَب ْوَس ْوَن ْو َو)
"
ِمُّلَعَت ُةَّيِلاَعَف َةَي ْؤ َر ُنِكْمُي يِتلِثْمأ
يف يِف ْةَيِوَلَعْلا ِمَلاْسِلإا ِدَهْعَم
ْوَب ْوَس ْوَن ْو َو ، ِنْيَبِناَج ْنِم
ُّلَعَت ِةَّيِلَمَع يِف . ِمُّلَعَّتلا ِجِئاَتَن ُةَّيِلاَعَف َو ِمُّلَعَّتلا ِةَّيِلَمَع يِفُ ةَّيِلاَعَف َةَقْي ِرَط ِم
يتلثمأ ْن ِم َكِلَذ ُح ِضَّتَي ، اًّد ِج ٌةلاَّعَف
ِب َّلاُّطلا ُساَمَح َو ِماَمِتْهِا َسا َرِد ِيف
يتلثمأ َعَم ِت َلاَباَقُمْلا ِجِئاَتَن ىَلَع ُدِمَتْعَي َو ُظ ِح َلاُي َبِتاَكلا َّنَأ اًمِلاَط
ْوُم ْوُقَي َنْيِذَّلاِدَهْعَمْلا ُرْيِدُم َو ِب َّلاُّطلا ِب َرَعْلا ِةَغُّللا ِسْي ِرْدَتِب َن
َةَقْي ِرَط ِماَدْخِتْساِب ِةَّي يتلثمأ
َلاَّعَف َّنَأ ٍنْي ِح يِف .
َرَعْلا ِدِعا َوَقْلا ِمْهَف ى َوَتْسُم ىَلَع اًّد ِج ٌةَلاَّعَف َيِه ، ِمُّلَعَّتلا ِجِئاَتَن ِقْيِقْحَت ُثْيَح ْنِم ُب ْوُلْسُا ُثْيَح ْنِم ْنِكَل َو ، ِةَّيِب
.ٍلاَّعَف َرْيَغ ُلا َزَي َلَ ُهَّنِإَف ٌةَدِ يَج ُةَمَج ْرَت َو ٍةَس َلاَسِب ِرَفْصَلْا ِباَتِكْلا ِةَءا َرِق اَشْكِتْس ِلَ ْيِدْيِلْقَت ِرْمَاِب اَيِسيَنوَدْنِإ يِف ِةَّيِم َلاْسِلإا ِةَّيِب ْرَّتلا ِعا َوْنَأ ْنِم ٌع ْوَن َوُه ُدَهْعَمْلا
ِم ُوُلُع ِف
ِم َلاْسِلإا ٍدَهْعَم ِ لُكِل يِ دَحَّتلا ُرْيِبَك . ِةاَيَحْلا ِلْيِلَد ُةَس ِراَمُم َو ْنِم ِةَيِلاَعَفلا ِةَّيِب َرَعْلا ِةَغُّللا ِسْي ِرْدَت ُةَيِفْيَك َفْيَك َوُه
ِرَفْصَلْا ِباَتِكْلا ِمْهَف َو ِةَءا َرِقلا ِلْجَا ِةَّيِسْيِئ َّرلا ِةَلَأْسَمْلا ِراَبِتْعاِب ِفَلَّسلا/
.ٍحْي ِحَصِب ِدَهْعَمْلا يِف
ِرَفْصَلْا ِباَتِكلا ِمُّلَعَت ُةَقْي ِرَط ، ِةَّيِدْيِلْقَّتلا ِةَقْي ِرَطِب ْيَأ ، ًةَلِثاَمَتُم ُن ْوُكَت ُداَكَت ِدَهْعَملا يِف ِفَلَّسلا/
ِمُّلَعَّتلا َنِم ُع ْوَّنلا اَذَه َو ، ُب َّلاُّطلا ُعِمَتْسَي َو ُمِ لَعُملا ُأ َرْقَي ُثْيَح ِةَياَهِ نلا يِف ُنَّكَمَتَي ىَّتَح ًلاْيِوَط ًاتْق َو ُق ِرْغَتْسَي
رَفْصَلْا ِباَتِكلا ِةَءا َرِق ْنِم ِباَتِكلا ِةَسا َرِد يِف ٍةَدْيِدَج ُةَقْي ِرَط ٍق ِح َلَ ِتْق َو يِف ْت َرَهَظ . ٍحْي ِحَصِب ِفَلَّسلا/
ِرَفْصَلْا ِرَط . ْيِتَلِثْمَا ُةَقْي ِرَط َوُه ِفَلَّسلا\ ِباَتِكلا ِةَءا َرِق ِةَقْي ِرَط ىَلَع يِوَتْحَي ٌباَتِك َيِه ْيِتَلِثْمَا ُةَقْي
ِرَفْصَلْا ي ِرسجْنَب ,ِح َلاَفلا ِراَد ِم َلاْسِلإا ِدَهْعَم يِ ب َرُم مْيِكَحلا ُقْيِف ْوَت جاَحلا يِهاَيِك اَهَأَدَب ، ٍةَع ْرُسِب ِفَلَّسلا/ ,
. يَطْس ُولا ي َواَج ,ا َراَفْيَج َرَا
, ْنَع ْوُغجنْيَمُت ,ْةَيِوَلَعْلا ِمَلاْسِلإا ِدَهْعَم يِف ِمُّلَعَّتلا ُةَيِلَعاَف َفْيَك ِةَف ِرْعَم يِف ُثْحَبلا اَذَه َدا
ُلُمْشَت يِتَّلا ِمُّلَعَّتلا ُةَيِلاَعَف . ْوَب ْوَس ْوَن ْو َو اَهْيِف
اَهُتَيِلاَعَف َو ِمُّلَعَّتلا ِةَيِلَمَع ِءاَنْثَأ ُةَيِلاَعَف ُجِتْنُي ٍسْي ِرْدَت ِةَقي ِرَطَك
ىَلَع ٍعاَطِتْسا يِف َعُّق َوَتُملا َفْدَهلا ِةَف ِرْعَمِل ِلَمْعَتْسُملا ِثْحَبلا ُةَقْي ِرَط . ِفَلَّسلا/ ِرَفْصَلْا ِباَتِكلا ِمْهَف َو ِةَءا َرِقلا
ْحَبلا ِتاَناَيَب ُرَدْصَم َو , يِع ْوَّنلا ِثْحَبلا ُةَقْي ِرَط َيِه ِنْيَئْيَش ٍرَخآ ِراَبِتْخا َو ِةَظ ِح َلاُملا َو ِةَلِباَقُملا َنِم ِث
. قِئاَث َولا َو
: ُةَّيِسيِئ َّرلا ُتاَمِلَكلا ِمُّلَعَّتلا ُةَقْي ِرَط ,ٌةَيِلاَعَف ,ْيِتَلِثْمَا ,ِفَلَّسلا/ ِرَفْصَلْا ُباَتِك
xix ABSTRACT
Neneng Ulfiyah, 216430173, The Effectiveness of Amsilati Learning Method on Reading Ability of Kitab Kuning (Case Study at Alawiyah Tumenggungan Boarding School ) Wonosobo.
The effectiveness of Amtsilati learning in Alawiyah Islamic boarding school in Wonosobo can be seen from two aspects, effectiveness in the learning process and the effectiveness of learning outcomes. In the process of learning the Amtsilati method is very effective, this is evident from the interest and enthusiasm of students in studying Amtsilati as long as the writer observes and based on theresults of interviews with students and Kyai who teach Arabic using the Amtsilati method. Whereas e fectivity in terms of achievement of learning outcomes, is very effective at the level of understanding Arabic rules, but in terms of reading the kitab kuning smoothly and translating well it is still not effective.
Boarding school is one of Islamic education in Indonesia with traditional character whose the pupose to seek islamic knowledge and apply knowledge as a compass of life. Big challenge for every boarding school is how to teach arabic language correctly as main subject in boarding school. Mostly, kitab kuning learning method are equal with conventional style, teacher center which is the teacher explains and the students paid attention, this way are need a long time for student able to read kitab kuning correctly. Latter, appear a new method for learning kitab kuning, it is Amsilati method. Amsilati method is a book which contain a method how to read kitab kuning fastly. This method concepted by K.H. Taufiqul Hakim the guardian of Darul Falah boarding school, Bangsri, Jepara, Central Java.
The purpose of this research are to know the effectiveness of learning of Amsilati method in Alawiyah boarding school Wonosobo.
The learning effectiveness include the effectiveness along learning and the effectiveness as a method which has the outcome purpose that students are able to read and comprehend kitab kuning. The method of this study is qualitative method. The data analysis of this study are interview, observation, post-test and documentation.
Key words : Kitab kuning, Amsilati, effectiveness, and learning method
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, setiap orang membutuhkan pendidikan demi terwujudnya manusia yang utuh dan mandiri sekaligus menjadi manusia yang bermanfaat bagi lingkungannya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak yang mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 Pendidikan juga merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, karena manusia saat dilahirkan tidak mengetahui sesuatu apapun.2
Sepanjang sejarah kehidupan manusia telah terbukti bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan hidup manusia, namun tidaklah berarti kehidupan manusia khususnya umat Islam kalau tidak berakhlak mulia. Ajaran Islam telah menunjukkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah memanusiakan manusia.3 Hal ini sesuai dengan Undang Undang RI tentang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 Tahun 2003, memuat Tujuan Pendidikan Nasional sebagai berikut:
Pendidikan Nasional bertujuan:
“… berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
1 Hasbulloh, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 4
2 Ramayulis, “Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), Cet. Ke-12, h. 28.
3 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. I, h. 68.
2
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”4
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan, sebab melalui pendidikan seseorang dapat menggali bakat dan mengembangkan seluruh potensi serta membentuk kepribadian anak. Salah satu pendidikan yang berperan penting dalam kehidupan manusia adalah Pendidikan Agama Islam, karena Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu pelajaran yang mengajarkan bagaimana siswa bertingkah laku sesuai dengan ajaran Agama Islam, selain itu Pendidikan Agama Islam juga memberikan pelajaran dasar dan tuntunan yang kaitannya dengan ibadah (hablum mina Allah) dan hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas).5
Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun diakhirat kelak.6
Perjalanan pendidikan Islam dimulai ketika nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu kemudian diutus menjadi rasul. Mulai dari masa kemajuan, kemunduran, serta kebangkitan berbagai macam corak pendidikan Islam dari masa ke masa yang terangkum dalam sejarah pendidikan Islam. Hasan Langgulung dalam bukunya “
4 Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), h.7.
5 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran PAI, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 13.
6 Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. VIII, h. 86.
3
Manusia & Pendidikan Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan Pendidikan” membagi empat periode sejarah perkembangan pendidikan Islam.7
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai dengan adanya berbagai macam lembaga pendidikan secara bertahap mulai dari yang sederhana hingga yang modern, mulai dari surau, meunasah, masjid, pesantren, madrasah.8 Dikalangan umat Islam yang berada di pedesaan, mereka terbiasa memanfaatkan tempat-tempat ibadah sebagai lembaga pendidikan Islam, karena berbagai keterbatasan fasilitas pendidikan Islam, sehingga langgar, surau, masjid sering digunakan sebagai tempat transformasi ilmu keislaman.9 Namun seiring dengan perkembangan zaman, Pendidikan Islam yang awalnya dimulai di tempat-tempat ibadah telah beranjak ke dalam suatu sistem pendidikan yang lebih mandiri yang disebut dengan “Pesantren”.
Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian.10 Pesantren telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu, serta telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada masa kolonialisme
7Hasan Langgulung, Manusia&Pendidikan Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan Pendidikan”(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 2004), h.10
8 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Cet:ke 3, h.280
9 Mujamil Qomar, Dimensi Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: Emir, 2013), h.58
10 A. Rofiq, Pemberdayaan Pesantren Pustaka Pesantren, (Yogyakarta: PT. Lkis Pelangi Aksara, 2005) h. 1
4
berlangsung, pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang sangat berjasa bagi masyarakat dalam mencerahkan dunia pendidikan.
Menurut para pakar pendidikan Islam, bentuk pendidikan yang indigenous adalah pesantren yang telah hidup dan berada dalam budaya Indonesia sejak jaman prasejarah, kemudian dilanjutkan pada masa Hindu Budha dan diteruskan pada masa kebudayaan Islam.11 Di lembaga inilah muslim Indonesia mendalami doktrin dasar Islam, khususnya yang menyangkut praktik kehidupan keagamaan bagi masyarakat yang baru beralih menjadi muslim.12
Sejak semula, ketika pesantren didirikan pertama kali oleh para wali (yang masyhur disebut dengan wali songo), adalah semata- mata ditujukan untuk membentuk manusia paripurna.13 Sebagai lembaga pendidikan keagamaan dan kemasyarakatan, melalui saluran-salurannya sendiri pesantren ternyata berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itulah timbul gagasan untuk mengembangkan pesantren menjadi suatu lembaga yang berfungsi sebagai “agent of change” terhadap masyarakat sekitar.14 Latar belakang kemunculan pesantren pada dasarnya untuk mempersiapkan kader-kader dai yang akan menyebarkan ajaran Islam di tengah masyarakat.15 Islam telah memerintahkan kepada pemeluknya untuk memperdalam pengetahuan tentang agama agar nantinya bisa memberi pencerahan kepada masyarakat.
11 Tilaar, Pradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: RINEKA CIPTA, 2004), 151.
12 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 145.
13 Zainal Arifin Thoha, Runtuhnya Singgasa Kiai, (Yogyakarta: Kutub, 2003), h.36
14 Zamroni, Profil Pesantren, (Jakarta: Tim Lembaga Penelitian dan Pendidikan, 1982), h.131
15 Endin Mujahidin, Pesantren Kilat, Alternatif Pendidikan Agama di Luar Sekolah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), 16.
5
Pondok pesantren memberikan pelayanan pendidikan agar santri bisa belajar memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran–
ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup sehari-hari dalam masyarakat.16 Sehingga tujuan utama pendidikan pesantren bukanlah untuk kepentingan kekuasaan dan keagungan duniawi tetapi mengutamakan kepada mereka, bahwa belajar adalah semata-semata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan. Cita-cita pendidikan pesantren adalah latihan untuk dapat berdiri sendiri, membina diri agar tidak menggantungkan kepada orang lain kecuali pada Tuhan.17
Pendidikan pondok pesantren juga menghadapi tantangan pada masa kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan pada tahun 1949, pemerintah Republik Indonesia mendorong pembangunan sekolah umum seluas-luasnya dan membuka secara luas jabatan-jabatan dalam administrasi modern bagi bangsa Indonesia yang terdidik dalam sekolah-sekolah umum tersebut.
Dampak kebijaksanaan tersebut adalah bahwa kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia menurun. Ini berarti bahwa jumlah anak-anak muda yang dulu tertarik kepada pendidikan pesantren menurun dibandingkan dengan anak-anak muda yang ingin mengikuti pendidikan sekolah umum yang baru saja diperluas.
Akibatnya, banyak sekali pesantren-pesantren kecil mati sebab santrinya kurang cukup banyak.18
Pesentren sebagai lembaga pendidikan Islam pertama di Indonesia telah banyak melahirkan generasi-generasi emas, Pondok
16Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 78
17 Zuhairini Muhtarom, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 44.
18 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1995), h. 41
6
Pesantren telah menorehkan tinta emas dalam peradaban sejarah bangsa Indonesia.19 Pesantren bukan saja lembaga tempat mencari dan menuntut ilmu tetapi juga tempat penggemblengan karakter pada diri santri, ketika lulus dari pesantren sang santri tersebut diharapkan dapat menerapakan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan contoh dan teladan bagi masyarakat. Hal ini yang tidak terdapat dalam pendidikan umum, sekolah sekolah dan perguruan tinggi.
Pondok Pesantren di samping sebagai lembaga ilmu pengetahuan agama, juga merupakan lembaga perjuangan dan lembaga pelayanan masyarakat. Pada masa lalu para mu’alif ( pengarang kitab) pada awalnya juga belajar dengan gurunya di Pondok Pesantren. Tujuan utama mereka belajar adalah untuk menjadikan kader-kader ulama yang mampu menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan antara lain : (1) melaksanakan ibadah kepada Allah SwT (2) memajukan pendidikan Islam dalam arti yang seluas-luasnya (3) meningkatkan dakwah Islam (4) mewujudkan kesejahteraan umat Islam (5) membangun semangat untuk terlaksananya persatuan dalam kalangan umat Islam (6) melakukan kerjasama dengan organisasi lain guna memajukan Islam.20
Berkaitan dengan pendidikan, bahwa efektivitas berkenaan dengan pencapaian tujuan dalam pengajaran. Proses pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik supaya peserta berilmu pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
19 Sonhaji Saleh. 1988. Dinamika Pesantren. Jakarta: CV Guna Aksara, 1988), h. 81
20 Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren. (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), h. 14
7
kepercayaan diri pada peserta didik.21 Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu obyektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta ketrampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik.22
Kegiatan pembelajaran di lingkungan pesantren memiliki keunikan tersendiri, pembelajaran di pesantren berbeda dengan kegiatan pembelajaran di sekolah, seperti yang dikemukakan oleh Abdur Rahman Saleh bahwa pondok pesantren memiliki ciri sebagai berikut: 1) Ada kyai yang mengajar dan mendidik, 2) Ada santri yang belajar dari kyai, 3) ada masjid, dan 4) ada pondok/asrama tempat para santri bertempat tinggal. Walaupun pesantren mengalami perkembangan secara tuntutan kemajuan masyarakat, namun ciri khas seperti yang disebutkan selalu nampak pada lembaga pendidikan tersebut.23 Seperti juga yang diungkapkan oleh Nurcholis Madjid bahwa: Pesantren itu terdiri dari lima elemen yang pokok, yaitu : kyai, santri, masjid, pondok dan pengajaran kita-kitab Islam klasik.24
Kitab kuning yang sering disebut al-kutub al-qadimah, merupakan materi kurikulum utama dalam proses pembelajaran di Pondok Pesantren. Kitab kuning yang dikaji di pesantren itu pada
21 Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran (Bandung : Alfabeta, 2007), h.
62.
22 Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta:Kencana, 2008), h. 216.
23 Abdur Rahman Saleh, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, (Jakarta:Departemen Agama RI, 1982) h. 10
24 Nurcholis Madjid, Modernisasi Pesantren, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 63
8
dasarnya adalah kitab-kitab yang materinya dianggap relevan dengan tujuan pesantren sendiri, yakni mendidik dan mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam, sebagai upaya mewujudkan manusia yang tafaqquh fi al-din, memiliki keyakinan yang kuat dan memiliki kesadaraan keberagamaan. Kitab kuning dalam tardisi pesantren merupakan karya para ulama dalam menginterpretasikan Al-Qur’an dan al-Hadis dan menjadi kitab yang dianggap memiliki nilai barokah jika mempelajarinya. Kitab ini layaknya guru yang paling sabar dan tidak pernah marah, harus dihormati dan dihargai atas jasanya yang telah banyak mengajar santri.25
Kitab kuning dan pondok pesantren merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan, dan tidak bisa saling meniadakan. Ibarat mata uang, antara satu sisi dengan yang lainnya saling terkait erat.
Eksistensi kitab kuning dalam sebuah pesantren menempati posisi yang urgen, sehingga dipandang sebagai salah satu unsur yang membentuk wujud pesantren itu sendiri. Di pesantren, kitab kuning sangat dominan, ia tidak saja sebagai khazanah keilmuan tetapi juga kehidupan serta menjadi tolok ukur keilmuan dan kesalehan.26
Kitab kuning adalah faktor penting yang menjadi karakteristik pesantren. Kitab kuning difungsikan oleh kalangan pesantren sebagai referensi yang kandungannya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi.
Kenyataan bahwa kitab kuning yang ditulis sejak lama dan terus dipakai dari masa ke masa menunjukkan bahwa kitab kuning sudah teruji kebenarannya dalam sejarah yang panjang. Kitab kuning dipandang sebagai pemasok teori dan ajaran yang sudah sedemikian
25 Abudin Nata, sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 176.
26 Binti Maunah, Tradisi Intelektual Santri (Dalam Tantangan dan Hambatan Pendidikan Pesantren di Masa Depan), (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 38.
9
rupa dirumuskan oleh ulama-ulama dengan bersandar pada Al-Qur’an dan Hadits nabi.
Kitab kuning sebagai sumber belajar santri disajikan dengan 3 pola yaitu kitab dasar (matn atau mukhtashar), kitab menengah (syarah atau mutawasithah) kitab besar (hasyiyah atau muthawalah).
Penyajian secara bertahap ini menurut Ibnu Kholdun sangat penting untuk mempermudah penerimaan bahan ajar. Menurutnya ada tiga tahap dalam penyampain bahan ajar.27
Kitab kuning sebagai kitab keagamaan yang ditulis dalam Bahasa Arab merupakan pelajaran pokok di pesantren dan madrasah untuk mengembangkan pengajaran agama Islam, karena kitab kuning pada umumnya dipahami sebagai kitab berbahasa Arab, menggunakan teks Arab yang dihasilkan oleh para ulama dan pemikir muslim di masa lampau khususnya yang berasal dari Timur Tengah.28
Peran bahasa Arab selain sebagai alat komunikasi antar manusia dengan manusia, juga merupakan alat komunikasi antar manusia dengan Allah SwT yang terwujud dalam bentuk sholat, do’a dan sebagainya, perlu diketahui bahwa salah satu tradisi pendidikan Islam yang kuat di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam di Pesantren, yang mana alasan masuknya Pesantren di Indonesia adalah untuk mentransmisikan islam tradisional. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu dengan menggunakan bahasa Arab yang dikenal dengan sebutan kitab kuning.29
27Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pola Pengembangan Pondok Pesantren (DitPeka Pontren. 2003), h. 33.
28 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), Cet ke-IV, h. 112
29 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat Tradisi Islam di Indonesia, (Bandung : Mizan, cet II, 1995), h. 17
10
َعَّل اّٗ يِب َرَع اًن ََٰء ۡرُق ُهََٰنۡل َزنَأ ٓاَّنِإ َنوُلِق ۡعَت ۡمُكَّل
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Q.S Yusuf [12]:2)
Menjadikan kitab kuning sebagai referensi tidak berarti mengabaikan kedua sumber pokok ajaran Islam yatu Al-Qur’an dan Hadits, melainkan justru pada hakikatnya mengamalkan ajaran keduanya. Kepercayaan bahwa kedua kitab itu merupakan wahyu Allah menimbulkan kesan bahwa Al-Qur’an dan Hadits tidak boleh diperlakukan dan dipahami sembarangan. Cara paling aman untuk memahami kedua sumber utama itu agar tidak terjerumus dalam kesalahan dan kekeliruan adalah mempelajari dan mengikuti kitab kuning. Sebab, kandungan kitab kuning merupakan penjelasan yang siap pakai dan rumusan ketentuan hukum yang bersumber dari Al- Qur’an dan Hadits yang dipersiapkan oleh para mujtahid di segala bidang. Kitab kuning sangatlah penting bagi pesantren untuk memfasilitasi proses pemahaman keagamaan yang mendalam sehingga mampu merumuskan penjelasan yang segar tetapi tidak ahistoris mengenai ajaran Islam, Al-Qur’an dan Hadits. Kitab kuning mencerminkan pemikiran keagamaan yang lahir dan berkembang sepanjang sejarah peradaban Islam.30
Mempelajari atau membaca kitab kuning, seperti kitab-kitab hadits ataupun kitab-kitab tafsir Al-Qur’an bukanlah pekerjaan yang mudah, perlu ketekunan dan dibutuhkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, dan lain sebagainya.31 Seseorang
30 Said Aqiel Siradj, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung:Pustaka Hidayah,1999), h. 236
31 Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,1994) cet II, h. 4-5
11
dikatakan mampu membaca kitab kuning apabila ia mampu menerapkan ketentuan-ketentuan dalam ilmu nahwu dan sharaf. Ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas tentang perubahan akhir kalimat, sedangkan ilmu sharaf adalah ilmu yang membahas tentang perubahan-perubahan bentuk kalimat.
Kendala dalam pembelajaran kitab kuning merupakan persoalan yang selalu digelisahkan oleh guru adalah menyangkut keaktifan seorang santri. Sebagai orang yang bertugas mengelola kegiatan belajar dan mengajar, guru seringkali dihadapkan dengan masalah rendahnya keaktifan santri dalam mengikuti proses pembelajaran serta terlalu singkatnya para santri dalam pencarian ilmu di pondok pesantren. Proses pembelajaran merupakan transformasi pengetahuan, sikap dan ketrampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental dari peserta didik. Maka, keterlibatan peserta didik baik secara fisik maupun mental sebagai bentuk pengalaman yang sangat penting di dalam proses pembelajaran.
Sedangkan, di beberapa lembaga pesantren, para guru sering dihadapkan pada kenyataan bahwa santri mengalami kebosanan dan penurunan ketertarikan dalam belajar dan terlalu singkatnya masa santri di Pesantren, sehingga proses belajar tidak terlaksana secara efektif. Oleh karena itu, guru sebagai seorang pendidik yang profesional diharapkan mampu mengembangkan aktivitas belajar santri, baik aktivitas fisik maupun mental guna menciptakan suasana belajar yang berkualitas. hal tersebut bisa dilihat dari keaktifan santri dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Dalam meningkatkan keaktifan tersebut terutama didalam peningkatan kemampuan baca kitab kuning bagi santri baru, seorang pendidik dituntut untuk melakukan perubahan yang sifatnya inovatif
12
dan kreatif. Berbagai metode dijalankan oleh pendidik untuk memacu keaktifan belajar santri. Namun dalam kenyataanya, tidak jarang guru mengalami kesulitan dalam pemilihan metode yang tepat penerapannya dalam kegiatan tersebut. Sebab, kurangnya daya dukung metode tentu berimbas pada kurangnya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan pembelajaran.
Maka dalam hal ini, metode memainkan peran penting dalam terlaksanaanya kegiatan pembelajaran. Bahkan, ada sebuah pepatah yang diungkapkan oleh Prof. Dr Armai Arief, bahwa dalam dunia Proses Belajar Mengajar, yang disingkat dengan PBM, dikenal dengan ungkapan “Metode jauh lebih penting daripada materi”.32 Sedangkan menurut KH. Imam Zarkasyi seorang pendiri pondok modern Gontor juga pernah menyatakan bahwa:
ِةَقْي ِرَّطلا َنِم ُّمَهَا ُس ِ رَدُمْلا ُح ْو ُر َو ِةَّدَامْلا َنِم ُّمَهَا ُةَقْي ِرَطل ا
(metode itu lebih penting dari materi, tetapi pribadi guru lebih penting daripada metode).
Ungkapan tersebut artinya bahwa seorang guru yang mengajarkan keimanan, bisa saja mengajarkan konsep-konsep keimanan dengan materi yang lengkap, dalam, luas dan akurat. Akan tetapi kemampuan guru menguasai metode bagaimana menyampaikan materi yang dikuasai yang akan menjadi kunci kesuksesannya dalam mengajar. Beda mengajar beda mendidik. Kalau tujuannya untuk mendidik, apalagi mendidik keimanan, maka penguasaan materi dan metode tidaklah cukup, akan tetapi haruslah materi keimanan itu
“terpribadi” dalam diri guru. Artinya guru akan berhasil mendidik keimanan kalau gurunya benar-benar beriman. Disinilah transfer dan
“setruman” iman akan terjadi dan membuahkan hasil. Dan ini akan
32 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Ciputat: Press, 002),h. 26
13
semakin sempurna apabila “keimanan” guru ini benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya, jadi suritauladan bagi murid-murid dan masyarakat. Hal tersebut cukup rasional karena secara tidak langsung cara yang digunakan akan sangat mempengaruhi proses pembelajaran kitab kuning.33
Menurut pandangan Kyai Zarkasyi, pendiri PP Gontor yang dikutip oleh H.M. Amin Haedari, metode pembelajaran di pesantren merupakan hal yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan penemuan metode yang lebih efektif dan efisien untuk mengajarkan masing-masing cabang ilmu pengetahuan.34 Untuk menghadapi perkembangan metode yang diterapkan dalam lembaga pendidikan pada umumnya, berbagai metode pendidikan pesantren yang bersifat tradisional dipandang perlu disempurnakan. Artinya, perlu diadakan penelitian yang seksama terhadap efektivitas, efisiensi, dan relevansi metode-metode tersebut untuk menemukan kelemahan dan keunggulannya. Segi kelemahannya diperbaiki sedangkan segi keunggulannya dipertahankan. Seruan yang sama disampaikan Abdurrahman Wahid yang diungkapkan kembali oleh Bruinessen.35 Metode tidak hanya berfungsi sebagai penarik minat peserta didik dalam belajar dan mengurangi kebosanan santri dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, melainkan juga meningkatkan kualitas dan kemampuan baca kitab kuning.
Metode yang diterapkan pesantren pada prinsipnya mengikuti selera kyai, yang dituangkan dalam kebijakan-kebijakan
33Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren, (Yogyakarta:
Lkis, 2010), Cet. Ke- 3, h. 6
34 H.M. Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta:IRD PRESS, 2004), h. 40
35 Martin Van Bruinessen, NU Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru, terj.LKiS, (Yogyakarta: LKiS, 1994), h. 185
14
pendidikannya. Dari perspektif metodik, pesantren terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok pesantren yang hanya menggunakan metode yang bersifat tradisional dalam mengajarkan kitab-kitab Islam klasik. Kelompok kedua adalah pesantren yang hanya menggunakan metode-metode hasil penyesuaian dengan metode yang dikembangkan pendidikan formal.
Kelompok ketiga adalah kelompok pesantren yang bersifat tradisional dan mengadakan penyesuaian dengan metode pendidikan yang dipakai yang dipakai dalam lembaga pendidikan formal.36
Pondok Pesantren Alawiyah merupakan salah satu pondok pesantren yang ada di kabupaten Wonosobo. Awalnya pondok pesantren ini merupakan sebuah asrama yang di dalamnya terdapat kegiatan-kegiatan keislaman seperti di pondok pesantren, kemudian asrama ini diresmikan secara kelembagaan menjadi pondok pesantren pada tahun 2012.
Sejak awal berdirinya pondok pesantren Alawiyah, pengasuh pondok pesantren yaitu K. Fatkhurohman berharap santri lulusan pondok pesantren tersebut benar-benar menjadi santri yang berkualitas dalam berbagai bidang dan bisa terjun di masyarakat dengan bekal pengetahuan agama islam yang mumpuni terutama agar santri pandai membaca dan memahami kitab kuning, karena hazanah pengetahuan islam banyak yang bersumber dari kitab-kitab tersebut.
Namun pada saat itu banyak santri yang belum bisa membaca dan memahami kitab-kitab (kitab kuning) yang telah diajarkan kepada mereka, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah:
(1) para santri berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-
36 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi menuju Demokrasi Institusi, h. 150
15
beda sebelumnya, (2) santri belum pernah mempelajari ilmu alat yang akan digunakan untuk membaca dan memahami kitab kuning, (3) belum adanya guru khusus di Pondok Pesantren Alawiyah untuk mengajarkan ilmu-ilmu alat seperti nahwu, Saraf, (4) Metode yang digunakan belum tepat, dsb.
Dari berbagai permasalahan tersebut, maka pengasuh pondok pesantren memutuskan untuk menerapkan metode Amtsilati untuk diajarkan kepada para santri sebagai bekal agar bisa membaca dan memahami tulisan-tulisan arab termasuk kitab suci Al-Qur’an dan kitab-kitab klasik yang biasa disebut dengan kitab kuning.
Metode Amtsilati adalah suatu cara atau alat yang digunakan dalam membaca serta memahami Kitab Kuning, dimana kitab tersebut merupakan suatu kitab yang terprogram dan sistematis sekaligus menjadi terobosan baru dalam mempermudah membaca Kitab Kuning.37
Amtsilati mulai digunakan dan diajarkan di Pondok Pesantren Alawiyah pada tahun 2016. Pada awalnya pengasuh mengajukan permohonan untuk mengirimkan dua orang ustadz dari Pondok Pesantren Darul Falah Jepara (pondok pesantren pusat Amtsilati) untuk mengajarkan Amtsilati di Pondok Pesantren Alawiyah Tumenggungan-Wonosobo. Permohonan tersebut diberikan oleh pihak Pondok Pesantren Darul Falah dengan mengirimkan dua orang ustadz yaitu ustadz Usman dan ustadz Wahid. Pihak pondok pesantren menganggap bahwa metode tersebut sangat efektif dalam membantu para santri untuk bisa membaca dan memahami kitab kuning dan memahami kaidah bahasa Arab.
37 Taufiqul Hakim,Amtsilati Jilid . (Jepara: Al Falah offset, 2004), h. 4
16
Metode Amtsilati diyakini sebagai metode yang andal untuk membaca kitab kuning, bahkan metode ini digadang-gadangkan bisa membaca kitab kuning hanya dalam kurun waktu enam bulan, dengan kata lain metode ini diyakini mampu membuat santri bisa membaca kitab kuning dalam waktu yang relatif singkat, mengingat betapa susah dan lamanya penguasaan cara membaca kitab kuning pada umumnya. Jika benar adanya bahwa belajar kitab kuning dengan menggunakan metode Amtsilati lebih efektif dan memakan waktu yang singkat tentulah semua pesantren berbondong-bondong menggunakan metode ini dalam pengajaran kitab kuning, namun realitasnya tidak demikian, lantas apa kelebihan metode amtsilati sehingga K. Fatkhurohman sebagai pengasuh pondok pesantren Alawiyah memutuskan menerapkan metode ini dalam pengajaran kitab kuning, seberapa jauh penguasaan santri terhadap pembacaan kitab kuning dengan menggunakan metode amtsilati, dan kenapa dalam waktu yang singkat seseorang bisa membaca kitab kuning dengan menggunakan metode Amtsilati, beberapa pertanyaan seputar ke-efektifan penerapan metode amtsilati ini lah yang melatarbelakangi penulis untuk mengkaji dan melakukan penelitian dengan judul “EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN METODE AMTSILATI DALAM KEMAMPUAN MEMBACA KITAB KUNING (Studi Kasus Pondok Pesantren Alawiyah Tumenggungan) WONOSOBO-JAWA TENGAH.”
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
17
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan masalahnya sebagai berikut:
a. Efektivitas pembelajaran bahasa Arab di pondok pesantren b. Rendahnya minat santri untuk mendalami pelajaran bahasa Arab.
c. Motivasi santri belajar bahasa Arab
d. Kurangnya daya dukung metode pembelajaran bahasa Arab
e. Kurangnya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan pembelajaran bahasa Arab
f. Prestasi belajar santri berkaitan dengan pembelajaran bahasa Arab g. Amtsilati sebagai metode pembelajaran bahasa Arab
h. Efektivitas pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan metode Amtsilati
i. Hasil belajar bahasa Arab yang diinginkan
j. Kemampuan santri membaca kitab kuning setelah belajar bahasa Arab.
2. Pembatasan Masalah
Dari sejumlah masalah yang diidentifikasi, agar pembahasan tidak terlalu luas dan peneliti lebih bisa fokus. Maka peneliti membatasi pada:
Penerapan metode Amtsilati untuk dapat membaca dan memahami tulisan- tulisan arab termasuk kitab suci Al-Qur’an dan kitab-kitab klasik yang biasa disebut dengan kitab kuning serta keefektivan pembelajaran Amtsilati dalam membantu para santri untuk bisa membaca dan memahami kitab kuning dan memahami kaidah bahasa Arab.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah, antara lain:
18
a. Bagaimana efektivitas penerapan metode pembelajaran Amtsilati di Pondok Pesantren Alawiyah Tumenggungan-Wonosobo?
b. Bagaimana efektivitas hasil pembelajaran Amtsilati dalam kemampuan membaca kitab kuning di Pondok Pesantren Alawiyah Tumenggungan-Wonosobo?
c. Apa saja hambatan-hambatan dari pembelajaran Amtsilati di Pondok Pesantren Alawiyah?
C. Tujuan Penelitian
Bertolak dari latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisa efektivitas pemebalajaran Amtsilati di Pondok Pesantren Alawiyah Tumenggungan- Wonosobo
2. Untuk mengetahui dan menganalisa kemampuan santri membaca kitab kuning di Pondok Pesantren Alawiyah yang menerapkan metode Amtsilati sebagai metode ajar bahasa Arab.
3. Untuk mengetahui dan menganalisa hambatan-hambatan dari pembelajaran Amtsilati di Pondok Pesantren Alawiyah
D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan telaah khususnya pada peneliti sendiri dan umumnya kepada para pendidik, untuk meningkatkan dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan tanggung jawab sebagai
19
pendidik, terutama di pondok pesantren Alawiyah Tumenggungan-Wonosobo.
2. Praktis
Diharapkan dari hasil penelitian Metode Amtsilati ini:
a. Sebagai bahan acuan untuk memberikan rekomendasi dan menjadi pengetahuan dasar dalam membaca Kitab Kuning.
b.Dapat memperkaya dan memperbarui metode-metode yang telah ada serta sebagai tambahan wawasan dan khazanah keilmuan.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan penelusuran pustaka berupa buku, hasil penelitian, karya ilmiah atau sumber lain yang dijadikan penulis sebagai rujukan atau perbandingan terhadap penelitian yang penulis laksanakan.
Dalam hal ini penulis mengambil beberapa sumber sebagai rujukan perbandingan.
1. Tesis karya Mulky Solahudin (2013), Mahasiswa Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (Iain) Syekh Nurjati Cirebon yang berjudul “Pembelajaran Metode Tamyiz Terhadap Kemampuan Menterjemahkan Al-Qur’an Dan Membaca Kitab Kuning Di SMP Negeri 2 Kedokanbunder Indramayu.” Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang pembelajaran Metode Tamyiz di SMPN 2 Kedokanbunder Indramayu, proses pembelajaran metode Tamyiz di SMPN 2 Kedokanbunder Indramayu dan faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran metode Tamyiz di SMPN 2 Kedokanbunder Indramayu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif.
20
Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah metode pembelajaran dan obyek penelitian.
2. Tesis karya Akmal (2014), MahasiswaUniversitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran Bahasa Arab Pada Pondok Pesantren Darul Huffadh Kab. Bone (Analisis Terhadap Penguasaan Mahārah al-Lugah).” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pembelajaran yang digunakan Pondok Pesantren Darul Huffadh Kab. Bone. Metode penelitian adalah kuantitatif teknik analisis data berkenaan dengan perhitungan
Fokus penelitian di atas adalah pembelajaran Bahasa Arab, sedangkan fokus penulis adalah pembelajaran kitab kuning.
3. Jurnal karya Azuma Fela Sufa (2014), Mahasiswa PAI STIA Alma Ata Yogyakarta yang berjudul “Efektifitas Metode Pembelajaran Kitab Kuning Di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Al-Mahalli Brajan Wonokromo Pleret Bantul Tahun Ajaran 2013/201.” Latar belakang penelitian ini, metode-metode yang digunakan pada umumnya belum sepenuhnya membantu santri dalam memahami kitab kuning. Oleh karena itu, para ustadz pondok pesantren berusaha menggali kreatifitas mereka untuk mencari metode-metode lain yang bisa menunjang pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren Al-Mahalli.
Penelitian ini termasuk jenis kualitatif naturalistik.
Hampir ada kemiripan dalam penelitian ini, namun ada sedikit perbedaan dalam metode pembelajaran kitab kuning. Di penelitian ini metode pembelajarannya tidak disebutkan secara khusus.
21
4. Tesis karya Taufik Rahman (2015), Mahasiswa Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin yang berjudul “Pembelajaran Kitab Kuning Berbahasa Arab pada Mata Pelajaran Fiqih di Pondok Pesantren Al Falah Putera Banjarbaru Kalimantan Selatan.”
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pembelajaran kitab kuning berbahasa Arab, Apa problematika dalam pembelajaran kitab kuning berbahasa Arab dan apa upaya pihak-pihak terkait untuk mengatasi problem dalam pembelajaran kitab kuning berbahasa Arab pada mata pelajaran fiqih di Pondok Pesantren Al Falah Putera, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi kasus melalui pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran fiqih di Pondok Pesantren al Falah Putera menggunakan dua sistem pembelajaran yaitu klasikal dan pengajian. Sedangkan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi problem yang dihadapi: mengupayakan pembuatan dokumen silabus; memberikan tambahan pembelajaran fiqih diluar jam belajar; menyelesaikan materi kitab fiqih pada tiap kelas dan jenjang; melaksanakan program metode amtsilati (metode cepat membaca kitab).
Ada kemiripan dalam penelitian ini, sama-sama menggunakan metode amtsilati dalam menanggulangi problematika dalam pembelajaran kitab kuning. Hanya saja dalam penelitian ini dikhususkan kitab kuning pada mata pelajaran Fiqih.
5. Jurnal karya Ahmad dkk (2017), Dosen Prodi Hukum Pidana Islam STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan yang berjudul
“Efektivitas Penerapan Metode Al-Miftah Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Kitab Kuning Bagi Santri Baru Di Pondok
22
Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Madura.”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penerapan metode Al-Miftah dalam membaca kitab kuning bagi santri baru.
Penelitian ini termasuk jenis kuantitatif. Hasil analisa data menunjukkan bahwa penerapan metode Al-Miftah sangat baik dan efektif untuk kemampuan membaca kitab kuning bagi santri baru di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Madura.
Ada perbedaan dalam penggunaan metode pembelajaran dalam membaca kitab kuning.
Kelima pembahasan tersebut mempunyai kemiripan dengan penelitian penulis yaitu tentang efektifitas pembelajaran membaca kitab kuning. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu metode yang digunakan dan objek penelitiannya.
F. Metodologi Penelitian
Metode mengandung makna yang lebih luas menyangkut prosedur dan cara melakukan verifikasi data yang diperlukan untuk memecahkan atau menjawab masalah penelitian.
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik. Bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagimana adanya (natural setting) dengan tidak dirubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan.
2. Sumber data
23
Sumber data adalah subyek dari mana saja diperoleh.38 Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa yang dimaksud sumber data adalah darimana peneliti akan mendapatkan dan menggali informasi yang berupa data-data yang diperlukan, sehingga mendukung penelitian ini. Ada 2 sumber penelitian dalam penelitian ini yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari sumbernya dan diperoleh sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan.39 Adapun yang menjadi data primer dalam penelitian ini adalah pondok pesantren Alawiyah tentang penerapan metode Amtsilati dalam membaca kitab kuning serta keadaan pengajaran yang ada di pondok pesantren Alawiyah.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh oleh suatu organisasi dalam bentuk yang sudah jadi. Datanya adalah data tentang jumlah santri, data pengajar dan susunan pengurus pesantren Alawiyah serta sistem kegiatan pengajian yang di terapkan dalam kelas.
3. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data tanpa mengetahui metode pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan dalam
38 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, jilid I (Yogyakarta:Andi Offset, 2000), h. 107.
39 Supranto, Metode Ramalan Kuantitatif. (Jakarta: Rineka Cipta), h. 8.