• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Metode Amtsilati Di Pondok Pesantren Al Hasan Salatiga Tahun 2018 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Implementasi Metode Amtsilati Di Pondok Pesantren Al Hasan Salatiga Tahun 2018 - Test Repository"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI METODE AMTSILATI

DI PONDOK PESANTREN AL HASAN SALATIGA TAHUN 2018 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Disusun oleh: SHOBIRIN NIM: 111-14-298

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)

iv MOTTO

َُُْ٘يِقْعَذ ٌُْنَيَعَىاًيِتَشَعاًّأْشُق َُْْٔىَضَّْأآَِّّإ

“Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Qur‟an dengan

(5)

v PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi Rabbil „Alamiin, puji syukur atas nikmat dan karunia Allah

SWT, dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Orang tuaku tercinta bapak H. Kholil dan Ibu HJ. Muntofiah, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan do‟a yang tak pernah putus

untuk putra-putrinya.

2. Masku CH Muna, yang selalu memberi dukungan moral maupun materil dan memberi semangat.

3. Almaghfurllah pengasuh Pondok Pesantren Al Hasan K.H. Ichsanuddin (Alm) dan ibu Nyai. Rosidah yang saya ta‟dzimi.

4. Bapak Drs. Budi Raharjo dan ibu Nyai. Kamalah Isom, S. E., bapak Kyai Ma‟arif dan ibu Nyai. Hanik, serta para ustadz-ustadz dan keluarga ndalem yang senantiasa mendo‟akan dan membimbing dalam menuntut ilmu.

5. Bapak Muhammad Taslim selaku ustadz dan juga santri senior yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Dra. Urifatun Anis, yang telah sabar membimbing dan mendo‟akan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman pondok pesantren Al Hasan yang senantiasa memberi dukungan dan mendo‟akan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Teman-temanku PAI H dan angkatan 2014 yang sama-sama berjuang dan belajar di IAIN Salatiga.

(6)

vi 10.Teman-teman PPL di SMP 8 Salatiga.

11.Teman-teman dan keluarga KKN Posko 83 Dsn. Cerme Lor Ds. Cerme Kec. Juwangi Kab. Boyolali.

(7)
(8)
(9)
(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN DEKLARASI ... iii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pondok Pesantren ... 12

(11)

xi

C. Kajian Pustaka ……… 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 34

B. Lokasi Penelitian... 35

C. Sumber Data ... 36

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 36

E. Analisis Data ... 38

F. Pengecekan Keabsahan Data ... 40

G. Tahap-tahap Penelitian ... 41

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS A. Paparan Data ... 43

B. Analisis Data ... 75

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Verbatim Wawancara

Lampiran 3 Surat Pembimbing dan Asisten Pembimbing Skripsi

Lampiran 4 Surat Keterangan Bukti Penelitian Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi

Lampiran 6 Pernyataan Publikasi Skripsi Lampiran 7 Daftar Nilai SKK

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang paling utama di dalam pendidikan. Pembelajaran adalah suatu proses komunikasi dalam aktivitas pendidikan. Komunikasi adalah proses pengiriman informasi dari satu pihak kepada pihak lain untuk tujuan tertentu. Komunikasi dikatakan efektif apabila komunikasi yang terjadi menimbulkan arus informasi dua arah, yaitu dengan munculnya feedback dari pihak penerima pesan tersebut. Banyak bukti menunjukkan bahwa komunikasi memegang peran penting dalam kehidupan manusia. Dapat dilihat berhasil atau tidaknya seseorang dalam membina hidup tidak lepas dari kemampuan orang tersebut dalam berkomunikasi. Orang-orang besar tidak akan menjadi tokoh terkenal tanpa mereka mampu melakukan komunikasi dengan baik (Majid, 2014: 265).

(14)

2

pembelajaran sehingga guru sebagai pengajar dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses pembelajaran yang efektif (Majid, 2014: 266).

Selain itu di dalam suatu pembelajaran juga membutuhkan metode. Metode menurut J.R David dalam Teaching Strategies For College Class Room (1976) adalah a way in achieving something “cara untuk mencapai sesuatu” untuk melaksanakan suatu strategi digunakan seperangkat metode

pengajaran tertentu. Dalam pengertian demikian maka metode pengajaran menjadi salah satu unsur dalam strategi belajar mengajar. Unsur seperti sumber belajar, kemampuan guru dan siswa, media pendidikan, materi pengajaran, organisasi adalah: waktu tersedia, kondisi kelas dan lingkungan merupakan unsur-unsur yang mendukung strategi belajar mengajar. Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah thariqah (jalan-cara) (Majid, 2014: 131-132).

Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, Kendala dalam pembelajaran merupakan persoalan yang selalu digelisahkan oleh guru adalah menyangkut keaktifan dan pemahaman peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

(15)

3

santri. Namun dalam kenyataanya, tidak jarang guru mengalami kesulitan dalam pemilihan metode yang tepat penerapannya dalam kegiatan tersebut. Sebab, kurangnya daya dukung metode tentu berimbas pada kurangnya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan pembelajaran.

Maka dalam hal ini, metode memainkan peran penting dalam terlaksananya kegiatan pembelajaran. Bahkan, ada sebuah pepatah yang diungkapkan oleh Mahmud Yunus, bahwa dalam dunia proses belajar mengajar, yang disingkat dengan PBM, dikenal dengan ungkapan “Metode jauh lebih penting daripada materi” (Yunus, 1990: 85).

Begitu pula dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung di pondok pesantren, tidak lepas dari unsur-unsur yang berhubungan dengan metode pembelajaran, sebab penggunaan metode pembelajaran yang kurang dapat menyebabkan terhambatnya proses pembelajaran yang dilangsungkan. Sebagaimana lazimnya pesantren, pola metode pembelajaran yang digunakan, biasanya masih berpusat pada kyai atau ustadz, sehingga seorang kyai atau ustadz dituntut untuk menguasai metode pembelajaran yang tepat untuk santrinya.

(16)

4

menerjemahkan, kemudian santri membaca ulang, mempelajari di luar waktu, atau mendiskusikannya dengan teman sekelas dalam bentuk yang dikenal dengan musyawarah, takror dan lain sebagainya.

Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan di pondok pesantren mencakup dua aspek, yaitu:

1. Metode yang bersifat tradisional (salaf). 2. Metode yang bersifat modern (khalaf).

Dalam penelitian ini metode yang akan dibahas yaitu tentang Metode Amtsilati yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Darul Falah Jepara. Metode Amtsilati termasuk kedalam metode pembelajaran yang bersifat modern, bahkan metode tersebut sudah mulai digunakan dalam kegiatan pembelajaran kitabiyah oleh banyak pesantren saat ini. Ini merupakan bukti bahwa metode ini memiliki kekhasan tersendiri sebagai bentuk yang cakupannya tidak hanya pada pencapaian target dalam keberhasilan kemampuan baca kitab kuning, melainkan juga pada proses pemahaman dan kemampuan membaca dan memahami kitab kuning yang berlangsung di pondok pesantren.

(17)

5

Pengarang Metode Amtsilati ini adalah KH. Taufiqul Hakim yang juga sebagai pimpinan pondok pesantren Darul Falah, Jepara.

Metode Amtsilati terinspirasi dari metode cepat membaca Al-Qur‟an yaitu Metode Qiro‟ati. Jika dalam metode Qiro‟ati orang bisa

belajar membaca Al-Qur‟an dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati orang akan dapat membaca dan memahami kitab gundul atau kitab kuning dengan cepat. Baik dari kitab yang ringan seperti kitab safinatunnajah, kitab yang sedang maupun kitab yang bobot isinya lebih berat, karena pada dasarnya mempelajari Amtsilati hampir sama dengan mempelajari nahwu saraf pada umumnya. Perbedaannya, metode Amtsilati ini lebih praktis dan lebih efisien dibandingkan dengan metode nahwu saraf yang klasik (Taufiqul Hakim, 2004: 7).

Pesantren merupakan lembaga pendidikan non formal yang sudah ada sejak zaman dahulu. Pengertian pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe- dan akhiran -an berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja juga menjelaskan pesantren berasal dari kata santri yaitu seorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.

(18)

6

diberi makna dan pengertian sebagai lembaga pendidikan tradisional, tetapi saat sekarang pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional tidak selamanya benar karena banyak juga pesantren pada saat ini yang sudah mengikuti arus zaman. Untuk itu tidak mudah merumuskan pengertian pesantren karena banyaknya pesantren, yang dapat disebutkan hanyalah unsur-unsur pokoknya saja. (Haidar, 2006: 26-27).

Lingkungan pesantren pada umumnya terdiri dari rumah kyai, sebuah tempat peribadatan yang berfungsi sebagai tempat pendidikan (disebut masjid kalau digunakan untuk sholat jum‟at, kalau tidak disebut dengan langgar atau surau), sebuah atau lebih rumah pemondokan yang dibuat dari bambu atau kayu, sebuah atau lebih ruangan untuk memasak, kolam atau ruangan untuk mandi dan berwudlu (Karel, 1974: 15).

Pondok Pesantren Al Hasan merupakan salah satu pondok pesantren yang ada di kota Salatiga. Awalnya pondok pesantren ini merupakan sebuah tempat pengajian yang para santrinya setiap hari pulang ke rumah, kemudian lambat laun tempat ini mempunyai santri yang berasal dari jauh sehingga dibuatkan tempat tinggal. Di pesantren ini, santri diwajibkan untuk tinggal 24 jam dengan bimbingan pengasuh serta pengurus pondok untuk menjamin berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar. Adapun santri yang menuntut ilmu di pondok pesantren ini terdiri dari pelajar dan mahasiswa.

(19)

benar-7

benar menjadi santri yang berkualitas dalam berbagai bidang dan bisa terjun di masyarakat dengan bekal pengetahuan agama Islam yang mumpuni terutama agar santri pandai membaca dan memahami Al-Qur‟an dan kitab kuning, karena khazanah pengetahuan Islam banyak yang bersumber dari kitab-kitab tersebut.

Namun pada saat itu banyak santri yang belum bisa membaca dan memahami kitab-kitab (kitab kuning) yang telah diajarkan karena berbagai faktor, diantaranya adalah: (1) para santri berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda sebelumnya, (2) santri belum pernah mempelajari ilmu alat yang akan digunakan untuk membaca dan memahami kitab kuning, (3) waktu yang sangat terbatas apabila diajarkan ilmu alat seperti nahwu sharaf dan sebagainya.

Dari berbagai permasalahan tersebut, ada salah satu santri yang pernah belajar dan menjadi santri Darul Falah yang mengusulkan atau memberikan masukan kepada pengasuh pondok pesantren untuk menerapkan metode Amtsilati untuk diajarkan kepada para santri sebagai bekal untuk dapat membaca dan memahami tulisan-tulisan Arab termasuk kitab suci Al-Qur‟an dan kitab-kitab klasik yang biasa disebut dengan kitab kuning.

(20)

8

membantu para santri untuk bisa membaca dan memahami kitab kuning dan memahami kaidah bahasa Arab.

Berpijak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti ingin mengkaji dan meneliti tentang metode dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning, yaitu dengan metode Amtsilati. Dengan mengharap ridho dan inayah Allah SWT, peneliti mengambil tema penelitian yang berjudul “Implementasi Metode Amtsilati Di Pondok Pesantren Al Hasan Salatiga Tahun 2018”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi metode Amtsilati di Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018?

2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat yang terjadi dalam proses pembelajaran Amtsilati di Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui implementasi metode Amtsilati di Pondok Pesantren Al Hasan.

(21)

9 D.Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat, adapun manfaatnya sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberi kejelasan secara teoritis tentang metode Amtsilati. b. Menambah dan memperkaya keilmuan di dunia pendidikan.

c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam di IAIN Salatiga serta pondok pesantren di sekitanya.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui kitab Amtsilati.

b. Memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri.

E.Penegasan Istilah

Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi kesalahfahaman, maka penulis kemukakan penegasan istilah dari judul skripsi berikut:

1. Implementasi

(22)

10

baik berupa pengetahuan, ketrampilan maupun sikap. Dalam oxford advance learner‟s dictionary bahwa implementasi adalah ”put

something into effect, penerapan sesuatu yang memberikan dampak dan efek (mulyasa, 2001:93).

Jadi, implementasi adalah suatu penerapan yang berupa suatu tindakan yang akan menimbulkan dampak baik berupa pengetahuan, ketrampilan ataupun sikap dari apa yang diterapkan tersebut.

2. Metode Amtsilati

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1990:910). Amtsilati adalah kitab atau buku berisi metode membaca kitab kuning secara cepat. Secara bahasa kata Amtsilati berarti beberapa contoh dari saya, maksudnya metode yang digagasnya dituangkan dalam bentuk buku dengan banyak contoh agar mudah dipahami bagi yang ingin belajar kitab kuning (Taufiqul Hakim, 2002:2).

3. Pondok pesantren

(23)

11

ilmu. Sebagaimana dijelaskan bahwa pesantren adalah tempat santri-santri belajar ilmu agama Islam, pondok ialah tempat penginapan seperti asrama masa sekarang (Mahmud, 1979: 231).

Jadi, pondok pesantren merupakan tempat tinggal dimana para santri mencari ilmu agama yang akan membentuk perilaku, sikap, ataupun pengetahuan para santri.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pemahaman dalam penelitian ini, berikut ini sistematika pembahasan hasil penelitian:

Bab I pendahuluan, membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika pembahasan.

Bab II kajian pustaka, membahas tentang landasan teori dan kajian pustaka terdahulu dengan menjelaskan seputar pesantren dan tinjauan tentang metode Amtsilati.

Bab III pembahasan tentang metode penelitian yang berkaitan dengan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data.

Bab IV pembahasan tentang paparan data dan analisis, yang dijelaskan dengan paparan dan analisis hasil penelitian yang diperoleh peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan.

(24)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Tinjauan tentang pondok pesantren a. Pengertian pondok pesantren

Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para santrinya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan dibawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para santri tersebut berada dalam kompleks pesantren dimana kyai bertempat tinggal. Disamping itu juga ada fasilitas ibadah berupa masjid. Biasanya kompleks pesantren dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi arus keluar masuknya santri sesuai dengan peraturan yang berlaku (Zamakhsari, 1994: 44). Dari aspek kepemimpinan pesantren kyai memegang kekuasaan hampir mutlak.

(25)

13

bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal (Muzayyin, 2003: 229).

Menurut Abdurrahman Wahid (2007: 3), pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi terpisah dari kehidupan sekitarnya. Dalam kompleks itu berdiri beberapa bangunan: rumah kediaman pengasuh (di daerah berbahasa Jawa disebut kyai, di daerah berbahasa Sunda disebut ajengan dan di daerah berbahasa Madura nun atau bandera disingkat ra), sebuah surau atau masjid, tempat pengajaran; dan asrama tempat tinggal santri. Sedangkan menurut Nurcholish Madjid (1997: 3). Pesantren atau pondok merupakan lembaga wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional.

(26)

14 b. Sejarah pondok pesantren

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Jawa. Munculnya pesantren di Jawa bersamaan dengan kedatangan Wali Sanga yang menyebarkan Islam di daerah tersebut. Tokoh yang pertama kali mendirikan pesantren adalah Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Pola tersebut kemudian dikembangkan oleh para wali yang lain.

Salah satu kelebihan dari model pendidikan Wali Sanga, terletak pada pola pendekatannya yang didasarkan pada segala sesuatu yang sudah akrab dengan masyarakat dan perpaduan antara aspek teoritis dan praktis. Misalnya, Sunan Giri menggunakan pendekatan permainan anak-anak, Sunan Kudus menggunakan dongeng, Sunan Kalijaga mengajarkan Islam melalui seni wayang kulit dan Sunan Derajat mengenalkan Islam melalui keterlibatan langsung dalam menangani kesengsaraan yang dialami masyarakat (Abd A‟la, 2006: 16).

(27)

15

bentuk yang nyata tanpa harus “memberatkan” siapapun yang terlibat di dalamnya (Abd A‟la, 2006: 16).

c. Tipe-tipe pondok pesantren

Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern). Pesantren salaf adalah sebuah pesantren yang tetap melestarikan unsur-unsur utama pesantren dan masih mampu menjaga eksistensi pesantrennya, melalui kegiatan pendidikannya berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni melalui pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran tradisional. Sedangkan pesantren khalaf (modern) adalah pesantren yang tetap melestarikan unsur pesantren, tetapi juga memasukkan di dalamnya unsur-unsur modern yang ditandai dengan klasikal atau sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya (Depag RI, 2003: 7-8).

Selain tipe pesantren di atas, menurut Nasir (2005: 87) menyebutkan lima klasifikasi pesantren antara lain:

1) Pondok pesantren klasik (salaf) yaitu pondok pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah dan salaf). 2) Pondok pesantren semi berkembang yaitu pondok

(28)

16

(weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) swasta kurikulum 90 % agama dan 10% umum.

3) Pondok pesantren berkembang yaitu hampir sama dengan semi berkembang hanya berbeda dalam kurikulumnya 70% agama dan 30% umum, serta telah diselenggarakan madrasah SKB Tiga Mentri.

4) Pondok pesantren modern ( khalaf) yaitu pondok pesantren ini lebih lengkap dari pondok pesantren berkembang. d. Elemen pondok pesantren

Ada 5 elemen yang ada dalam sebuah pondok pesantren, sebagai berikut:

1) Pondok

Sebuah pesantren adalah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang kyai. Asrama untuk para siswa berada di sekitar kompleks tempat tinggal kyai, dimana biasanya dikelilingi tembok agar dapat mengawasi keluar masuknya santri sesuai dengan peraturan yang berlaku (Zamakhsyari, 1984: 44).

2) Masjid

(29)

17

kegiatan yang berkaitan dengan ibadah seperti sholat berjamaah, beri‟tiqaf, zikir, do‟a, wirid serta kegiatan

belajar mengajar santri (Yasmadi, 2005: 64). 3) Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik

Dalam dunia pondok pesantren, istilah “kitab kuning”, sudah cukup populer, yaitu kitab-kitab

berbahasa Arab yang dikarang oleh ulama‟ masa lalu, khususnya di abad pertengahan. Di lingkungan pondok pesantren tradisional, kitab-kitab inilah yang jadi inti kurikulum dan boleh dikatakan sebagai makanan pokok santri sehari-hari (Bawani, 1993:135).

Kitab itu disebut “kitab kuning” karena umumnya

dicetak di atas kertas berwarna kuning yang berkualitas

rendah. Kadang-kadang lembar-lembaranya lepas tak

terjilid sehingga bagian-bagian yang perlu mudah diambil.

Biasanya, ketika belajar, para santri hanya membawa

lembaran-lembaran yang akan dipelajari dan tidak

membawa kitab secara utuh (Dahlan, 1996:333).

(30)

18

Pengertian umum yang beredar di kalangan pemerhati masalah pesantren adalah bahwa kitab kuning selalu dipandang sebagai kitab-kitab keagamaan yang berbahasa Arab, sebagai produk pemikiran ulama-ulama masa lampau yang ditulis dengan format khas pra-modern, sebelum abad ke-17an M.

Isi yang disajikan kitab kuning itu semua terdiri dari dua komponen yakni: komponen matan dan syarah. Matan adalah isi, inti yang akan dikupas oleh syarah. Ciri lain dari kitab kuning yang khas yakni, penjilidan kitab yang biasanya dengan sistem korasan, dimana lembaran-lembarannya dapat dipisah-pisahkan sehingga lebih memudahkan pembaca untuk menelaahnya, akan tetapi pada saat ini juga banyak kitab kuning yang dicetak seperti buku, dalam artian dijilid menjadi satu.

(31)

19

yang diajarkan terdapat dalam 8 kelompok Nahwu dan sharaf

a) Fiqih b) Ushul Fiqih c) Hadist d) Tafsir e) Tauhid

f) Tasawuf dan etika

g) Cabang-cabang lain seperti Tarikh h) Balaghoh (Zamakhsyari, 1984: 50).

Untuk mendalami kitab-kitab klasik tersebut, biasanya menggunakan sistem weton dan sorogan, atau dikenal dengan sorogan atau bandongan. Weton adalah pengajian yang berdasarkan kemauan dari kyai baik dalam menentukan tempat, waktu serta kitabnya. Sedangkan pengertian sorogan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa orang santri kepada kyainya untuk diajarkan kitab tertentu (Yasmadi, 2005: 67).

(32)

20

membacanya dibutuhkan penguasaan terhadap teknik atau cara mebaca kitab kuning.

Yang dimaksud dengan teknik membaca kitab kuning dalam pembahasan ini adalah cara yang lazim digunakan di lingkungan pondok pesantren khususnya di Jawa di pondok pesantren dimana penulis melakukan penelitian, yaitu cara penerjemahan kitab kuning yang berbahasa Arab ke dalam bahasa Jawa, yang meliputi terjemah dan tata bahasa Arab.

Pembacaan kitab cara ini dimulai dengan terjemah, syarah dengan analisa gramatika (I‟rob), peninjauan morfologis (tasrif) dan uraian semantik (murad, ghard, ma‟na) (Raharjo, 1985:89). Oleh karena itu dalam sistem penerjemahan ini juga dikenal kode-kode tertentu untuk menjelaskan tata bahasanya. Sistem penerjemahan ini dibuat sedemikian rupa sehingga para santri diharapkan mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu kalimat bahasa Arab.

(33)

21

lebih memudahkan. Untuk mampu membaca kitab kuning dengan baik dan benar dibutuhkan kurang lebih kurun waktu 6 tahun, sehingga dibutuhkan suatu metode khusus untuk lebih memudahkan dan mempersingkat waktu. Dari situlah metode Amtsilai lahir, dimana metode ini sebagai program pemula membaca kitab kuning selama 6 bulan sebagai metode praktis mendalami Al-Qur‟an dan kitab Kuning.

Dengan demikian, untuk memahami kitab kuning dan memudahkan memahami isi kitab kuning dan Al-Qur‟an perlu ada bimbingan dan penerapan dengan metode praktis Amstilati maupun metode yang lainnya.

(34)

22

utawi/ bermula (kedudukannya mubtada‟),

Huruf خ : iku/ itu (kedudukannya khobar), Huruf ظ : ingdalem/ pada (kedudukannya zhorof), Huruf طم : kelawan/ dengan (kedudukannya maful mutlak) dan lain-lainnya.

4) Santri

Terdapat tiga jenis santri yaitu santri mukim, santri kalong dan santri pasan. Berikut penjelasannya: a) Santri mukim

Santri mukim adalah para santri yang tempat tinggalnya jauh dari pesantren, sehingga jarang pulang ke rumah, kemudian menetap di pesantren yang telah disediakan.

b) Santri kalong

Santri kalong adalah murid-murid atau santri yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak tinggal di pesantren (Sindu Galba, 2004: 53).

c) Santri pasan

(35)

23 5) Kyai

Kyai merupakan elemen terpenting dalam pendirian pesantren. Beliau biasanya sebagai ustad sekaligus pengasuh pondok pesantren tersebut. Di Jawa Tengah, ulama yang memimpin pesantren disebut kyai. Namun zaman sekarang, ulama yang berpengaruh dalam masyarakat juga disebut “kyai” walaupun tidak

memimpin pesantren (Zamakhsyari, 1984: 55). e. Model pembelajaran pondok pesantren

Model pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional adapula model pembelajaran yang bersifat baru (modern). Pesantren pada mulanya telah mengenal sistem kalsikal, tetapi tidak dengan batas-batas fisik yang lebih tegas seperti pada sistem klasikal yang dterapkan di sekolah atau madrasah modern (Depag, 2003: 73).

Adapun model pembelajaran pesantren yang bersifat tradisional antara lain:

1)Sorogan

(36)

24

dimana disitu terdapat tempat duduk seorang kyai atau ustadz, kemudian di depannya terdapat bangku pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. santri-santri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz kepada temannya sekaligus mempersiapkan diri menunggu gilirannya dipanggil (Depag, 2003: 74-75).

2)Bandongan

(37)

25

metode ini adalah melingkari dan mengelilingi kyai atau ustadz sehingga membentuk halaqoh (lingkaran). Untuk penterjemahannya kyai atau ustadz dapat menggunakan berbagai bahasa yang menjadi bahasa utama para santrinya ( Depag, 2003: 86-87).

3) Musyawarah

Musyawarah merupakan model pembelajaran yang lebih mirip dengan diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqoh (lingkaran) yang dipimpin langsung oleh kyai atau ustadz, dan mungkin juga santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pendapatnya. Dengan demikian, model ini lebih menitikberatkan pada kemampuan perseorangan di dalam menganalisis atau memecahkan suatu persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu (Depag, 2003: 92-93).

4)Hafalan (muhafadhah)

(38)

26

Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri kemudian dihafalkan di hadapan kyai atau ustadznya secara periodik atau insidental tergantung pada petunjuk gurunya tersebut.

5)Mudzakarah

Model mudzakarah atau dalam istilah lain bahtsul masail merupakan pertemuan ilmiah yang membahas masalah diniyah seperti ibadah, aqidah dan masalah agama pada umumnya. Model ini sesungguhnya tidak jauh dengan model musyawarah. Hanya bedanya pada model ini pesertanya adalah para kyai atau para santri tingkat tinggi (Depag, 2003: 109).

2. Tinjauan tentang metode Amtsilati a. Pengertian metode Amtsilati

Secara lughowi metode dalam bahasa Arab disebut dengan istilah toriqoh yang berarti jalan. Terdapat beberapa pendapat dari definisi metode:

(39)

27

2) Menurut Wina Sanjaya (2008:142) metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan proses pembelajaran.

Sedangkan Amtsilati berasal dari kata “Amtsilah” yang artinya beberapa contoh Dan akhiran “ti” itu merupakan pengidofahan (persambungan) lafadz Amtsilah dengan yamutakallim wahdah (Taufiqul Hakim, 2004: 8). Jadi yang dimaksud metode Amtsilati yaitu suatu alat atau cara yang dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi kitab Amtsilati dimana dalam kitab tersebut lebih menekankan pada memperbanyak contoh dan juga praktek dengan tujuan siswa mampu memahami qowa‟id dengan baik.

Metode Amtsilati bukanlah dua rangkaian kata yang terpisah melainkan satu rangkaian dalam satu arti yang pengertiannya mencakup maksud dan isinya. Jadi yang dimaksud dengan penerapan metode Amtsilati adalah suatu metode atau cara praktis belajar membaca kitab kuning.

(40)

28

sederhana dengan proses yang sangat evaluative disertai banyak latihan.

Jadi metode Amtsilati ini merupakan terobosan baru untuk mempermudah santri agar bisa membaca kitab kuning dengan kurun waktu yang relatif singkat (3 sampai 6 bulan), serta metode ini dikemas begitu menarik dan praktis sehingga mudah dipelajari, bahkan bagi anak yang sedini mungkin.

b. Sejarah metode Amtsilati

(41)

29

Setelah kelas dua Aliyah, beliau baru sedikit demi sedikit tahu bahwa Alfiyah adalah sebagai pedoman dasar untuk membaca kitab kuning. Motivasi untuk memahami Alfiyah muncul. Dari ghirah tersebut beliau menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua nadzam kitab Alfiyah yang tersebut sebagai induknya gramatik Arab digunakan dalam praktek membaca kitab kuning. Beliau menyimpulkan dari 1002 nadzam Alfiyah yang terpenting hanya berjumlah sekitar 100 sampai 200 bait, sementara nadzam yang lain hanya sekedar penyempurnaan.

Berawal dari adanya sistem belajar cepat baca Al-Qur‟an, yaitu dengan kitab Qiro‟ati, beliau terdorong dari kitab tersebut yang mengupas cara membaca lafadz yang ada harakatnya, beliau ingin menulis metode yang bisa digunakan untuk membaca lafadz yang tidak ada harakatnya. Akhirnya terbentukanlah nama Amtsilati yang berarti beberapa contoh saya, yang beliau sesuaikan dengan akhiran “ti” dari kata Qiro‟ati. Mulai tanggal 27 Rajab

(42)

30

menulis. Siang dan malam, beliau ikuti dorongan tersebut dan akhirnya tanggal 27 Ramadhan selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulis tangan. Dengan demikian Amtsilati tertulis hanya dalam jangka waktu 10 hari. Kemudian diketik oleh Bapak Nur Shubki, Bapak Toni dan Bapak Marno. Proses pengetikan mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati memakan waktu hampir satu tahun dan dicetak sebanyak 300 set.

Sebagai follow up terciptanya Amtsilati, beliau dan rekan-rekannya mengadakan bedah buku di gedung NU kabupaten Jepara tanggal 16 juni 2002 yang diprakarsai oleh Bapak Nur Kholis. Sehingga timbullah tanggapan dari peserta yang pro dan kontra.

Salah satu dari peserta kebetulan mempunyai kakak di mojokerto yang menjadi pengasuh pesantren. Beliau bernama KH. Hafidz pengasuh pondok pesantren Manba‟ul Qur‟an. Beliau

berinisiatif untuk menyelenggarakan pengenalan sistem cepat baca kitab kuning metode amtsilati, tanggal 30 juni 2002, sekaligus untuk acara Hubbur Rosul di Ngabul Jepara. Pada acara tersebut mendapatkan sambutan yang luar biasa dapat dilihat dari banyaknya buku yang terjual.

(43)

31

kitab, sampai saat ini Amtsilati tersebar di pelosok Jawa, bahkan sampai ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Batam dan Malaysia (Taufiqul Hakim, 2002: 2-10).

B. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dilakukan untuk menelaah penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian penelitian ini. Telaah ini penting dilakukan untuk pebanding dalam suatu penelitian. Berikut beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Dewi Afifah (Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Malang) dengan judul “Penggunaan Metode

Al Miftah Dalam Peningkatan Kualitas Membaca Kitab Kuning Pada Santri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum Al Yasini Wonorejo Pasuruan”

hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukkan bahwa (1) Peningkatan kualitas membaca kitab kuning di pondok pesantren dilihat dari beberapa indikator, yaitu: (a) Meningkatnya hasil belajar dilihat dari KKM, (b) Bisa membedakan kedua kalimat/lafad dalam kitab kuning, dan (c) Membaca kitab kuning dengan tepat. (2) Hambatan-hambatan dalam proses pembelajarannya yaitu sumber daya manusianya kurang profesional, pembelajarannya kurang efektif dan masalah kejenuhan santri.

(44)

32

diperoleh dari penelitian ini adalah, metode yang digunakan yaitu sorogan, bandungan, dan wetonan dalam pembelajaran kitab kuning sudah efektif dan berjalan dengan baik. Dilihat dari hasil observasi mereka sangat bersemangat dalam belajar kitab kuning dan akan berpengaruh pada pemahaman mereka. Kemudian selain dari hasil observasi dan wawancara, peneliti mengambil data berupa nilai dan jika dilihat dari rata-rata nilainya yang bagus, maka metode yang digunakan sudah efektif dan baik.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Trimo Hadi (Institut Agama Islam Negeri Tulungagung) dengan judul “Implementasi Pembalajaran Kitab Kuning Melalui Metode Sorogan Untuk Meningkatkan Mahir Baca Dan pemahaman Santri Di Pondok Pesantren Salafiyyah Syafi‟iyyah

Wonokromo Gondang Tulungagung”. Hasil penelitian mengungkapkan: (1) Proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode sorogan kitab kuning di Pondok Pesantren Salafiyyah Syafi‟iyyah

(45)

33

mengulangi bacaan kitab yang tidak ada harokatnya atau disebut dengan kitab gundul. (2) Faktor yang menghambat pelaksanaan metode sorogan adalah membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajarinya, materi yang memasuki bab yang sulit akan menjadikan santri menjadi malas untuk belajar, serta adanya pengaruh dari temannya. Sedangkan untuk faktor yang mendukung pelaksanaan metode sorogan adalah karena santri bermukim di pondok pesantren, kemampuan yang dimiliki oleh para ustadz, sarana dan prasarana yang ada serta keinginan dari santri untuk mempelajari dan mengkaji kitab kuning.

(46)

34 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Semua penelitian memerlukan pendekatan dan jenis penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif mencoba memahami fenomena dalam seting dan konteks naturalnya (bukan di dalam laboratorium) dimana peneliti tidak memanipulasi fenomena yang diamati (Sarosa, 2012: 7).

(47)

35

Kehadiran peneliti sebagai pengumpul data mengenai implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan. Peneliti melakukan penelitian secara langsung di Pondok Pesantren Al Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Sidorejo, Salatiga dengan cara terjun langsung pada masyarakat pondok. Adapun peneliti berpartisipasi secara lengkap, dalam artian peneliti menjadi anggota secara penuh dari kelompok yang diamati. Sehingga peneliti mengetahui dan menghayati secara utuh dan mendalam. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh data informan secara detail dan mendalam langsung dari objek yang diteliti.

B. Lokasi Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan yaitu di Pondok Pesantren Al Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Sidorejo, Salatiga. Adapun alamat Pondok Pesantren Al Hasan sendiri terletak di Jalan Imam Bonjol No. 89 Banyuputih Timur, Kelurahan Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena peneliti tertarik dengan kegiatan-kegiatan yang ada dalam pondok pesantren dan tentunya karena metode Amtsilati diterapkan di pondok pesantren tersebut sekaligus peneliti merupakan santri pondok pesantren tersebut.

C. Sumber Data 1. Data Primer

(48)

36

tentang implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan. adapun untuk memperoleh data dengan melakukan wawancara dengan para informan yang telah ditentukan meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan. Adapun sumber data dalam penelitian ini yaitu: Pengasuh atau ustadz Pondok Pesantren Al Hasan, Pengurus Pondok Pesantren Al Hasan dan Santri Pondok Pesantren Al Hasan yang mengikuti kelas Amtsilati.

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung atau penunjang penelitian ini (Arikunto: 2006: 145). Data sekunder dalam penelitian ini adalah foto terkait dengan kegiatan pembelajaran Amtsilati dan kegiatan-kegiatan Pondok Pesantren Al Hasan Kota Salatiga serta foto wawancara peneliti dengan beberapa responden yaitu ustadz pondok pesantren, lurah pondok pesantren putra/putri, pengurus pondok pesantren putra/putri serta dengan santri putra dan putri yang mengikuti kelas Amtsilati.

D. Prosedur Pengumpulan Data 1. Metode observasi

(49)

37

Metode observasi dilakukan peneliti pada objek penelitian ini untuk mendapatkan data-data yang diperlukan, dengan pengamatan langsung di lapangan tentang kegiatan pembelajaran di pondok pesantren Al Hasan.

2. Metode wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara pewawancara atau penanya dan penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Nazir, 1985: 234). Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai informan yang diteliti.

Terdapat tiga tipe wawancara berdasarkan tingkat formalitas dan terstrukturnya wawancara tersebut (Sarosa, 2012: 46):

a. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur menggunakan kuisioner yang sudah disusun sebelumnya sehingga memiliki standar yang sama. Wawancara ini lebih cocok untuk penelitian yang bersifat kuantitatif. b. Wawancara tidak terstruktur

(50)

38 c. Wawancara semi terstruktur

Wawancara semi terstruktur adalah kompromi antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Pewawancara sudah menyiapkan topik dan daftar pertanyaan pemandu wawancara sebelum aktivitas wawancara dilaksanakan.

Adapun jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur untuk menggali data dari informan tentang implementasi metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan

3. Metode dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan membaca dan mencatat dokumen-dokumen yang relevan dengan pokok permasalahan penelitian (Arikunto, 2002: 135).

Dalam metode dokumentasi ini peneliti mencari dokumen-dokumen penting yang mendukung data berkaitan dengan penelitian dan untuk memperkuat data-data yang didapat di lokasi penelitian yaitu tentang gambaran umum di Pondok Pesantren Al Hasan Salatiga. Dimana data ini sebagai pendukung dari metode wawancara.

E. Analisis Data

(51)

39

apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan

temanya. Dengan demikian data yang telah direduksi dapat

memberikan gambaran yang lebih jelas, serta mempermudah peneliti

untuk mencari data selanjutnya yang belum lengkap.

2. Penyajian data

Setelah dilakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar

kategori, flowchart dan sejenisnya. Namun yang paling sering

menyajikan data dengan teks yang bersifat naratif.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dalah merupakan temuan baru yang belum ada sebelumnya. Temuan bisa berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiono, 2015: 247).

(52)

40

memberikan kesimpulan dari apa yang dianalisis sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

F. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk memperoleh keabsahan data temuan. Teknik yang dipakai yaitu teknik triangulasi. Menurut Moleong (2009: 330), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.

Menurut Sugiyono (2015: 273) ada tiga macam triangulasi yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber. 2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh kepada sumber yang sama namun dengan teknik yang berbeda.

3. Triangulasi Waktu

(53)

41

Pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber, hal itu dapat dicapai dengan jalan:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakannya secara pribadi.

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan.

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2009: 331).

G. Tahap-tahap Penelitian

Adapun tahapan penelitian dalam implementasi metode amtsilati untuk meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning di pondok pesantren Al Hasan sebagai berikut:

1. Tahap pra lapangan

(54)

42 2. Tahap pekerjaan lapangan

a. Survei awal untuk mengetahui gambaran umum tentang Pondok Pesantren Al Hasan dan menemui pihak penanggung jawab kegiatan tersebut yang akan dijadikan subyek penelitian serta meminta ijin untuk melakukan penelitian.

b. Memasukkan sejumlah orang sebagai responden penelitian.

c. Melakukan penelitian secara langsung ke Pondok Pesantren Al Hasan untuk memperoleh data dengan cara melakukan interview atau wawancara kepada responden sebagai langkah awal pengumpulan data.

3. Tahap analisis data

Meliputi analisis data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi secara mendalam dengan pengasuh, ustadz, pengurus dan santri Pondok Pesantren Al Hasan.

4. Tahap penulisan laporan

(55)

43 BAB IV

PAPARAN DATA DAN ANALISIS A. Paparan Data

1. Sejarah Pondok Pesantren Al Hasan

Pondok pesantren Al Hasan merupakan lembaga pendidikan yang berdiri sekitar tahun 1955. Pondok ini didirikan oleh KH. Isom yang berada di Bancaan, Salatiga. Beliau memiliki seorang istri bernama Nyai Zuhrotun. Selain sebagai seorang tokoh agama atau yang biasa disebut dengan sebutan kyai, beliau juga menjabat sebagai kepala bagian di KUA. Beliau adalah sosok yang memiliki kepribadian tegas, keras, dan disiplin demi kebenaran. Sifat-sifat tersebut beliau terapkan dalam mendidik putra-putri dan para santri agar memiliki akhlak yang baik serta mempunyai pengetahuan yang luas.

Setelah beberapa tahun menjalani kehidupan dengan Nyai Zuhrotun, KH. Isom menikah lagi dengan seorang janda yang bernama Nyai Hj. „Atifah. Sebelumnya Nyai Hj. „Atifah telah mempunyai seorang putra yaitu KH. Ichsanudin. Nyai Hj. „Atifah memiliki

(56)

44

diajarkan dalam bidang ilmu tajwid (Al-Qur‟an) dan akhlak, dengan tetap menanamkan pembinaan iman dan taqwa kepada santri. Dari pernikahan yang kedua Beliau mempunyai tiga keturunan, yang pertama adalah M. Rofiq Isom, yang kedua meninggal dunia dan yang ketiga yaitu Nyai Kamalah Isom, S. E.

Walaupun menjadi pengasuh di dua pesantren yang jaraknya lumayan jauh jika dijalani dengan berjalan kaki, Beliau memperlakukan kedua pesantren tersebut secara adil. Hal tersebut terlihat dari cara pembagian waktu untuk kedua pesantren, santri dan keluarga beliau. Dalam waktu satu minggu, beliau sering menghabiskan siang hari di Bancaan dan malam harinya di Banyuputih.

Pada tahun 1975 istri pertama beliau, yang tinggal di Bancaan tutup usia. Kemudian pondok pesantren yang berada di Bancaan digabung menjadi satu di Banyuputih. Pengabungan pondok tersebut bertujuan supaya KH. Isom dapat lebih maksimal dalam mendidik dan megawasi para santri, selain beliau juga telah lanjut usia. Dengan usia 64 tahun, tidak memungkinkan beliau untuk terlalu banyak aktifitas di dua pondok yang berbeda lokasi yang cukup menguras tenaga.

(57)

45

lama kemudian, Nyai Hj. „Atifah dipanggil menghadap yang kuasa

pada tahun 1997.

Kepemimpinan selanjutnya digantikan oleh putra dan putrinya yaitu, KH. Ichsanudin (KH. Tafrikhan) dan Nyai Kamalah Isom, S.E. Meskipun dipimpin putra-putrinya dalam sistem pembelajaran tidak jauh beda dengan semasa di pimpin oleh KH. Isom.

Awalnya pondok pesantren ini merupakan sebuah tempat pengajian yang para santrinya setiap hari pulang ke rumah, kemudian lambat laun tempat ini mempunyai santri yang berasal dari jauh sehingga di buatkan tempat tinggal. Di pesantren ini, santri diwajibkan untuk tinggal 24 jam dengan bimbingan pengasuh serta pengurus pondok untuk menjamin berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar.

(58)

46

Pada tahun 2012, KH. Ichsanudin (KH. Tafrikhan) jatuh sakit dan harus dirawat intensif, serta tidak diperbolehkan terlalu banyak aktifitas, maka kepemimpinan pondok beralih ke putranya yaitu Bapak Ma‟arif. Selama menjalankan tugas untuk memimpin pondok pesantren

beliau dibantu oleh Bapak Khusnul Kirom selaku menantu dari KH. Ichsanudin.

Setelah berjalan dengan penuh rintangan, pada bulan Desember 2016 Pondok Pesantren Al Hasan kembali berduka. KH. Ichsanudin kembali ke rahmatullah. Hampir semua merasa kehilangan, tak hanya keluarga ataupun santri bahkan warga sekitar sampai warga Salatiga ikut merasakan kepergian sang KH. Ichsanudin. Dimasa hidupnya beliau dikenal sebagai Kyai yang mempunyai kharismatik tinggi, pembelajaran Al-Qur‟an dengan tajwid menjadi prioritas beliau. Karena membaca Al-Qur‟an tidak sekedar membaca dengan terburu ataupun banyak lembar, akan tetapi bagaimana kita berinteraksi dengan Sang Maha Kuasa dengan baik. Karena kepergian KH. Ichsanudin, kini Pondok Pesantren Al Hasan dipimpin putranya, yaitu Kyai Ma‟arif

sampai sekarang.

(59)

47

mulai mempelajari kitab kuning. Terlebih lagi di pondok pesantren ini sekarang sudah menerapkan sistem kelas-kelasan. Dalam pembanguan sarana dan prasarana, sekarang juga lebih baik dan lebih memadai 2. Visi dan misi Pondok Pesantren Al Hasan

Adapun visi dan misi Pondok Pesantren Al Hasan, yaitu: Visi :

a. Kokoh dalam Iman dan Taqwa b. Mumpuni dalam Ilmu Agama (Islam)

c. Membentuk karakter santri yang berakhlakul karimah d. Maju dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Misi :

a. Menerapkan dan mengamalkan ajaran Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari untuk membentuk mental spiritual dan kepribadian yang kokoh.

b. Menjadikan ilmu agama Islam sebagai sarana dan prasarana tercapainya tujuan untuk keselamatan dan kemaslahatan dunia dan akhirat.

c. Membangun karakter Islami dan mengedepankan Aklaqul yang berasas Qur‟aniyah.

(60)

48

3. Struktur organisasi Pondok Pesantren Al Hasan

a. Pengasuh dan Pelindung: Ibu Nyai Rasilah, Ibu Nyai Kamalah Ishom

b. Penanggung Jawab dan Pembina(ustadz/ustadzah): Ust. Ma‟arif, Ust. Khusnul Kirom, Ust Muhammad Taslim

c. Dewan pengurus  PUTRA

1). Lurah : Amri Windianto 2).Wakil lurah : Agus Andri Zuliyansah 3). Sekretaris : Anggi Krisdianto

: Farid Maulana 4). Bendahara : M. Anwar

: Alfarobi Brillian Fikri

5). Sie. :

a. Kegiatan : Fahmi Syaiful Akbar : M. Ulin Nuha

: Fajar Ibnu Fatih b. Kebersihan : M. Mu‟tashim Billah

: Achmad Taufik c. Keamanan : Zauwijul Ikrom

(61)

49  PUTRI

1). Lurah : Dani Hasanah 2). Wakil lurah : Istiyana Nur Diyanti 3). Sekretaris : Eni Nurhayati

: Nurul Ainiyah

4). Bendahara : Nindy Hening Maulida : Maulida Fatika Sari

5). Sie. :

a. Kegiatan : Maulina Vitria Ulfa : Nurul Isti‟adah

: Na‟imatun Binti Mahfudhatin

b. Kebersihan : Rizki Noor Azizah : Mutia Nur Rahma : Lulu‟ Desty Shofyana

c. Keamanan : Nur Alifah

: Maudyna Agustin Sismawanti : Baeti Umi Hanik

d. Kesehatan : Qieqy Khalidatul Jazil : Izzatul Muna

4. Tata Tertib Pondok Pesantren Al Hasan

a. Kewajiban bagi santri Pondok Pesantren Al Hasan 1)Bertaqwa kepada Allah SWT.

(62)

50 3)Mengikuti sholat berjamaah di masjid. 4)Wajib mengikuti kegiatan mengaji.

5)Wajib kembali ke pondok sebelum jam 16.30 WIB.

6)Kepulangan setiap 2 minggu sekali dan wajib ijin pengasuh. 7)Mentaati semua peraturan yang sudah disusun oleh setiap seksi

pengurus pondok.

8)Santri wajib menjaga nama baik Pondok pesantren Al Hasan dengan tingkah laku yang baik di lingkungan pondok dan di luar pondok.

b. Larangan bagi santri Pondok Pesantren Al Hasan 1)Dilarang memakai barang orang lain tanpa izin. 2)Dilarang berbuat hal yang tidak baik.

3)Dilarang memakai pakaian ketat dan tidak menggunakan jilbab. 4)Dilarang merusak nama baik pondok pesantren.

5. Sarana dan Fasilitas Pondok Pesantren Al Hasan Tabel 4.1 Sarana dan Fasilitas

No Nama Jumlah

1 Gedung Asrama Santri 1

2 Ruang Kamar Putra 11

3 Ruang Kamar Putri 12

4 Kamar Mandi Putra 3

5 Kamar Mandi Putri 4

(63)

51

7 Ruang Tamu Putri 1

8 Aula 1

9 Masjid 1

10 Ruang Mengaji 4

11 Gedung TPA 1

12 Gedung PAUD 1

13 Sumber Penerangan PLN

14 Sumber Air Sumur Bor

15 Subwoofer 1 Unit

16 Alat Rebana 1 set

17 Sound Sistem 1 set

18 Penyaring Air Minum 1 set

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018) 6. Jadwal Kegiatan Pondok Pesantren Al Hasan

Tabel 4.5

Jadwal Kegiatan Harian Santri Putra

No Waktu/Pukul Kegiatan

1. 04.00-04.30 Bangun dan persiapan sholat Subuh

2. 04.30-04.45 Sholat Subuh

3. 04.45-06.15 Mengaji sorogan Al-Qur‟an

4.

(64)

52

5. 08.00-11.00 Ngaji sorogan Al-Qur‟an buat santri kalong. 6. 14.30-15.00 Persiapan sholat Ashar

7. 15.00-15.20 Sholat Ashar

8. 15.20-16.30 Istirahat dan makan

9. 16.30-17.30 Mengaji bandongan kitab Ta‟lim Muta‟alim 10. 17.30-17.40 Persiapan sholat Maghrib

11. 17.40-18.00 Sholat Maghrib

12. 18.00-18.50 Yasinan dan tadarus Al-Qur,an

13. 18.50-19.00 Persiapan sholat Isya‟ 14. 19.00-19.15 Sholat Isya‟

15. 19.15-20.00 Istirahat dan makan malam

16.

20.00-21.00 Mengaji diniyah sesuai kelas:

Kelas 1 belajar Syifaul Jinan, Fasholatan dan Fathul Minan

Kelas 2 belajar Ghoroib, Jurumiyah Kelas 3 belajar Amtsilati dan Fathul Qorib

17. 21.00-22.00 Belajar atau musyawarah

18. 22.00-04.00 Istirahat

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun2018)

Tabel 4.6

Jadwal Kegiatan Harian Santri Putri

No Waktu/Pukul Kegiatan

1. 03.00-03.45 Bangun dan persiapan sholat Subuh

(65)

53 3. 04.15-04.45 Mengaji Al-Qur‟an

4. 04.45-07.00 Persiapan berangkat sekolah, dan sarapan pagi.

5. 07.00-14.45 Kegiatan belajar di sekolah/kampus

6. 14.45-15.00 Persiapan sholat Ashar

7. 15.00-15.20 Sholat Ashar

8. 15.20-16.30 Istirahat dan makan

9. 16.30-17.30 Mengaji bandongan kitab Ta‟lim Muta‟alim 10. 17.30-17.40 Persiapan sholat Maghrib

11. 17.40-18.00 Sholat maghrib

12. 18.00-18.50 Ngaji sorogan Al-Qur‟an 13. 18.50-19.00 Persiapan sholat Isya‟ 14. 19.00-19.15 Sholat Isya‟

15. 19.15-20.00 Istirahat dan makan malam

16. 20.00-21.00 Mengaji diniyah sesuai kelas

17. 21.00-22.00 Belajar atau musyawarah

18. 22.00-04.00 Istirahat

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018) Tabel 4.7

Jadwal Kegiatan Mingguan Santri

No. Kegiatan Hari Keterangan

1. Dzibaan Al Barjanji Kamis Minggu I dan III

(66)

54

3. Evaluasi bersama santri Kamis Malam 3. Khitobah dan mujahadah Jum‟at Malam

4. Kerja Bakti (Ro‟an)

Jum‟at (putra)

Minggu (putri)

Pagi/Siang

5.

Sholat Dhuha dan membaca Al Waqiah

Minggu Semua Santri

6. Ziarah Kubur Kamis Semua Santri

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018)

Tabel 4.8

Jadwal Kegiatan Bulanan Santri

No. Kegiatan Keterangan

1. Evaluasi progam kerja Pengurus

2. Rapat pengurus Minggu Terakhir

3. Qur‟anan Minggu Pon

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018) Tabel 4.8

Jadwal Kegiatan Tahunan Santri

No. Kegiatan Keterangan

1. Penerimaan santri baru & MOS Tahun ajaran baru 2. Akhirussanah dan Khotmil Qur‟an Bulan Sya‟ban

3. Lailatul Wada‟ -

4. Wisata Religi

(67)

55

5. Reorganisasi pengurus pondok Januari

6. PHBI Menyesuaikan

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018 7. Prestasi santri Pondok Pesantren Al Hasan

Tabel 4.9 Prestasi santri

No Kategori Tahun

1. Juara III Kerajinan Alas Baca Al-Qur‟an Pospeda Tingkat Kota Salatiga

2012

2. Juara III Kaligrafi/Kolase Pospeda Tingkat Kota Salatiga

2012

3. Juara III Lomba Takbir Idul Adha 1433 H 2012 4. Juara II Lomba Takbir Idul Adha 1435 H 2014 5. Juara II Lomba Khot Naskhi Tingkat Kota Salatiga 2015 6. Juara I Lomba Futsal Dalam Rangka Harlah Ke 27 Milad LDK Fatir Ar Rasyid IAIN Salatiga

2017

9. Juara II Lomba Ghina Aroby Mmusabaqoh Al-Lughoh Al-Arobiyah ITTAQO IAIN Salatiga Tingkat Mahasiswa & Ponpes Se-Jateng & DIY

2017

10. Juara III LCC Dalam Rangka Memeperingati Hari Santri Nasiona

2017

11. Juara I Lomba Khitobah Dalam Rangka Memperingati Hari Santri Nasional Ormawa Fakultas Syariah IAIN Salatiga

2017

12. Juara Umum Lomba Permainan Tradisional Kategori Remaja Masjid Dalam Rangka Salatiga Education &

(68)

56 Islamic Expo

13. Juara I Estafet Sarung Kategori Remaja Masjid Dalam Rangka Salatiga Education & Islamic Expo

2017

14. Juara II Asyrokol Dalam Rangka Gebyar Maulid Nabi 1439 H, Salatiga

2017

15. Juara I Tartil Qur‟an Tingkat Kota Salatiga 2018

16. Juara I Hifdzil Qur‟an 2018

17. Juara II Lomba Tilawah Qur‟an Tingkat Kota Salatiga 2018

18. Juara III Gema Takbir Idul Adha 2018

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al Hasan tahun 2018) 8. Gambaran Informan

Dalam rangka untuk mengetahui implementasi metode amtsilati untuk meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning di pondok pesantren Al Hasan, penulis mengumpulkan data informan yang dirasa dapat menjadi bahan untuk digali informasi.

Tabel 4.10 Gambaran Informan

1. Muhammad Taslim MT 24 Ustadz Pondok Pesantren

Al Hasan

2. Amri Windianto AW 21 Ustadz dan lurah Pondok

Pesantren Al Hasan

(69)

57

Pesantren Al Hasan 4. Istiyana Nur Dayanti IND 20 Santri Pondok Pesantren

Al Hasan

5. Siti Muzaro‟ah SM 17 Santri Pondok Pesantren Al Hasan

6. Izzatul Muna IM 20 Santri Pondok Pesantren

Al Hasan

7. Maudyna Agustin S MAS 21 Santri Pondok Pesantren Al Hasan

8. Maulina Vitria U MVU 20 Santri Pondok Pesantren Al Hasan

9. Anna Muntadhiroh S AMS 18 Santri Pondok Pesantren Al Hasan

10. Lulu‟ Desti S LDS 18 Santri Pondok Pesantren Al Hasan

11. Rizqi Karimah RK 18 Santri Pondok Pesantren

Al Hasan

12. Ainun Jilan Qilbi AJQ 18 Santri Pondok Pesantren Al Hasan

13. Vani Aulina VA 17 Santri Pondok Pesantren

Al Hasan

(70)

58

15. M. Mu‟tasim Billah MMB 20 Santri Pondok Pesantren Al Hasan

16. Achmad Taufik AT 21 Santri Pondok Pesantren

Al Hasan

9. Paparan Data dari Pengamatan dan Wawancara a. Konsep Dasar Amtsilati

Berdasarkan pengamatan terhadap beberapa buku panduan Amtsilati serta wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap guru pengampu atau ustadz yang mengajar Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan Salatiga, maka peneliti menemukan beberapa informasi tentang konsep dasar Amtsilati yang meliputi: sistematika pembahasan materi Amtsilati, target, pendekatan, serta sistem evaluasinya.

Ada lima jilid Amtsilati yang dijadikan pembelajaran bagi santri kelas Amtsilati atau kelas tiga di pondok pesantren Al Hasan yaitu dua jilid tatimmah (praktik) biasanya diterapkan setelah materi selesai, satu jilid khulasoh yaitu yang dijadikan dasar atau sering disebut nadzoman, satu jilid qoidati (kumpulan kaidah-kaidah) dan satu jilid sharfiyah

1) Sistematika pembahasan materi Amtsilati

(71)

59

integred dalam artian materi yang ada di Amtsilati itu langsung menjadi panduan guru dalam mengajar atau metode penyampaian materi jadi buku pegangan santri dan guru pengampu atau ustadz.

Mengenai sistematika pembahasan materi Amtsilati, kalau dikupas lebih dalam lagi, peneliti menemukan beberapa hal yang menarik:

a) Materi yang diberikan adalah dimulai dari materi-materi yang mudah-mudah dahulu atau yang sederhana, sebelum memasuki materi yang lebih luas. Hal ini senada dengan wawancara yang dilakukan dengan M. Taslim (guru pengampu Amtsilati) menuturkan:

“….kalau masalah sistematika atau susunan materi awalnya mudah itu memang kalau kita belajar itu pasti awalnya yang mudah-mudah dulu kemudian kalau sudah ke jenjang ke selanjutnya pasti lebih luas lagi” (MT/25-08-2018/20.15 WIB).

Contohnya di dalam buku rumus qoidati yang dipelajari pertama adalah hanya tentang huruf jer, I‟rab, dan dlomir.

(72)

60 bawah dengan keterangan di bawah yang bertanda *

(73)

61

c) Salah satu buku panduan metode Amtsilati yaitu dalam sharfiyah, peneliti menemukan sistematika pembahasan yang lebih komplit, dalam artian satu kata dalam halaman

dikupas dari berbagai aspek, seperti

شصّ

dijelaskna makna

dasarnya, diuraikan dalam bentuk tashrif istilahi dan lughowinya, mabni maklum dan majhulnya, serta lain sebagainya (Taufiqul Hakim, 2003).

(74)

62 dlomir, tidak isim maushul dan juga tidak isim isyaroh.

(75)

63 Ta‟ / Alif

Dasar bait:

35.

ْفِر

َنْى اَم اَّرى ااُْٗسَّذَق ًاَعَأ ِٚفَٗ فِىَا َْٗا ؤَذ ِثْيِّْؤَّرىا ُحٍَ َلََع

2) Target metode Amtsilati

Target dari metode Amtsilati adalah dalam masa tiga sampai enam bulan anak mampu membaca kitab gundul (tanpa harakat) dengan cara bertahap. Hal ini senada dengan salah satu santri yang pernah mengikuti atau nyantri di pondok pesantren Darul Falah atau pusatnya Amtsilati yaitu Muhammad Taslim.

“Kalau disana programnya itu 3-6 bulan satu kali ada program wisuda, jadi kalau mau wisuda itu santri harus sudah bisa membaca dan faham. kemudian kalau disini belum bisa memperkirakan karena pertemuan itu berbeda dari pusat” (MT/25-08-2018/20.15 WIB)

Dalam waktu enam bulan, peserta didik atau santri diharapkan akan lihai dalam mengidentifikasi sebuah kata dalam bahasa Arab sesuai dengan kaidahnya dan juga paling tidak mempunyai bekal untu dapat membaca kitab kuning. 3) Pendekatan pembelajaran metode Amtsilati

(76)

64

Falah maupun di pondok pesantren Al Hasan. Beliau menuturkan:

Pendekatan yang biasa dilakukan baik yang saya terapkan di pondok pesantren ini atau di Amtsilati yaitu dengan pengulangan dan metodenya yaitu menghafal dan membaca. Jadi setiap hari metodenya membaca meskipun kalau di pondok pesantren Al Hasan ada

sedikit pengembangan-pengembangan”

(MT/25-08-2018/20.15 WIB).

Setelah menelaah beberapa buku panduan dalam metode Amtsilati menurut penulis pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam metode Amtsilati tidak hanya pengulangan materi semata, tetapi ada penggabungan antara pengulangan materi dengan sikap melestarikan yang sudah ada (conserving) dan sikap memperluas (extending).

Sehingga dapat peneliti simpulkan dalam metode Amtsilati ini sangat menekankan pengulangan materi, dengan menggali kembali informasi yang telah didapatkan dan kemudian dilanjutkan dengan interpretasi fakta dan informasi sekaligus pengembangannya.

4) Sistem evaluasi metode Amtsilati

(77)

65

Sistem evaluasi pada metode Amtsilati ada dua macam yaitu test tulis dan test lisan. Sedangkan waktu tes yang dipraktekkan oleh pondok pesanten Darul Falah atau pusatnya Amtsilati adalah sebagai berikut:

a) Harian, yaitu test tulis maupun lisan. Test ini dilakukan setiap setelah menyelesikan satu pembahasan dalam pembelajaran setiap harinya.

b) Setandar nilai untuk tiap kali akan kenaikan jilid pertama ke jilid selanjutnya harus 9 koma. Waktu tes adalah dua kali dalam seminggu, yaitu hari senin dan kamis, dengan ruang tes, guru spesialis penunggu dan penilai sendiri-sendiri (Taufiqul Hakim: 2003, 17).

(78)

66

rumus qoidah yang berasal dari bait Alfiyah dengan memberikan sedikit pancingan-pancingan.

Dengan demikian, guru pengampu atau ustadz secara tidak langsung telah melakukan evaluasi terhadap peserta didik atau santri, dengan orientasi untuk mengetahui kemampuan kognitif peserta didik setiap harinya.

b. Penerapan metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan Dari hasil observasi penelitian di kelas Amtsilati dan wawancara dengan guru pengampu Amtsilati dan juga santri kelas 3. Peneliti mendapatkan beberapa informasi penting yang berhubungan dengan penerapan metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan, di antaranya:

1) Motivasi dan tujuan penerapan metode Amtsilati, peneliti telah dapatkan dari hasil wawancara dengan guru pengampu Amtsilati. Berikut ini adalah hasil wawancara peneliti dengan guru pengampu kelas 3 yaitu ustadz Amri Windianto, beliau mengatakan:

(79)

67

pondok pesantren ini, yang katanya metode ini adalah metode yang sangat mudah, efektif dan efisien serta waktu yang relatif cepat dipahami. Tujuannya adalah untuk membekali santri-santri agar punya modal untuk dapat membaca kitab kuning “ (AW/23-08-2018/21.10 WIB).

Dari hasil wawancara di atas, peneliti mendapatkan hasil pernyataan tentang motivasi dan tujuan dari penerapan metode Amtsilati adalah pertama yaitu untuk memberikan warna baru dan juga memberikan bekal kemampuan bagi para santri untuk tidak hanya dapat membaca dan memahami Al-Qur‟an saja, akan tetapi dapat membaca dan mempelajari ilmu

alat sebagai bekal untuk membaca kitab kuning. Yang kedua karena memandang bahwa metode pembelajaran yang telah diterapkan sebelumnya mendapat hasil yang kurang optimal. Sehingga pondok pesantren ini mencoba dengan metode atau temuan baru ini yaitu dengan metode Amtsilati yang dipandang sangat mudah, efektif dan efisien, serta dalam waktu yang cepat.

2) Proses pembelajaran Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan Dalam pembahasan ini peneliti akan menguraikan tentang metode, pedekatan, serta sistem evaluasi yang telah berjalan di pondok pesantren Al Hasan.

(80)

68

Berikut ini penuturan guru pengampu terkait metode pembelajaran Amtsilati yang diterapkan:

“Pendekatan Amtsilati yaitu dengan pengulangan, kemudian metodenya yaitu menghafal dan membaca. kalau di pusat itu pertemuannya lebih banyak yaitu dari pagi sampai menjelang dzuhur kemudian kalau malam itu setoran hafalan” (MT/25-08-2018/20.15 WIB).

Lebih lanjut lagi ketika peneliti menanyakan tentang bagaimana penerapannya di pondok pesantren Al Hasan kepada guru pengampu Amtsilati, M. Taslim mengatakan:

(81)

69

“Strategi saya adalah saya tekankan pada pemahaman karena santri kalau dipacu untuk menghafal itu sulit, kita tau bahwa santri di sini santrinya mempunyai kesibukan juga di luar pondok, meskipun salah satu syarat untuk tes itu ada hafalan, tetapi waktu

menyesuaikan dengan kesiapan”

(MT/25-08-2018/20.15).

Sedangkan penerapan pembelajaran metode Amtsilati di pondok pesantren Al Hasan dalam penerapannya ke dalam

Gambar

Tabel 4.1 Sarana dan Fasilitas
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa model pembelajaran yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Falah Puteri ini dengan cara penerjemahan terhadap kitab-kitab kuning

dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi,

2 Salah satu dari ciri utama pesantren adalah sebagai pembeda lembaga keilmuan yang lain adalah kitab kuning, yaitu kitab-kitab islam klasik yang ditulis dalam bahasa

Pondok pesantren HM Al-Mahrusiyah lirboyo memiliki metode dalam pembelajaran kitab kuning, salah satunya adalah metode sorogan, dimana metode ini dilakukan secara tatap muka

“Pola pembelajaran yang diajarkan di pesantren ini ialah menggunakan kajian kitab kuning yang mana para santri tidak hanya disuruh menerjemahkan makna dari Bahasa

Proses pelaksanaan pembelajaran membaca kitab kuning dengan menggunakan metode sorogan di pondok pesantren Nurul Huda Banin Simbangkulon yaitu para santri

kuning dengan menggunakan kitab Nubdzatul Bayan santri lebih mudah. untuk memahami kitab Nubdzatul Bayan, karena cara

Pembelajaran yang dilakukan di Pesantren Zainul Hasan Genggong Kraksaan Probolinggo tidak hanya berkisar seputar ilmu tajwid atau cara membaca Al-Qur’an dengan baik