1
MANUSIA SEBAGAI SUBYEK PENDIDIKAN
Disampaikan Oleh : Khilmi Zuhroni
Pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan STKIP MUHAMMADIYAH SAMPIT
2020
2
MANUSIA SEBAGAI SUBYEK PENDIDIKAN
A. PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk Allah SWT yang paling sempurna (ahsanul taqwim). Makhluk yang paling unik sebagai objek dan subjek dari berbagai ilmu. Dengan berbagai kajian tentang manusia (mengkaji manusia) banyak muncul berbagai ilmu. Manusia sebagai subjek berarti diri sendiri ini mengkaji dirinya sendiri, manusia sebagai objek apabila manusia tersebut ada dalam ada, artinya, adanya manusia itu sebagai objek, untuk menjadi objek yang ada.
Manusia adalah gabungan dari jasmani dan rohani, manusia adalah zat yang berdimensi, manusia adalah makhluk yang bersifat ganda, manusia berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainya, manusia bersifat inter dimensional. Dimensi rohani pada manusia merupakan penyeimbang unsur dimensi jasmani yang bersifat rendah, stagnan dan immobilitas (Zubaedi, 2011).
Dimensi ruhani ini cenderung untuk meningkat, dan berjalan kepuncak yang setinggi-tingginya, yang dapat diraih yaitu menuju kepada-Nya. Jamak diketahui bahwa manusia merupakan subjek dan sekaligus objek dari program pendidikan. Namun perso- alan yang sering diperdebatkan adalah aspek-aspek apa saja dari manusia yang menjadi objek dan subjek pendidikan serta bagaimana proses pendidikan itu seharusnya dilakukan?
Secara sederhana, aspek-aspek dari manusia yang menjadi objek pendidikan bisa dibagi dua, yaitu dipandang dari objek formal dan objek material. Ilmu pendidikan dari segi objek materialnya adalah
3
manusia, sedangkan objek formalnya (sudut pandangannya) adalah kegiatan menusia dalam membimbing perkembangan kepribadian dan kemampuan manusia lain ke arah tujuan yang diharapkan. Sementara sebagai subjek pendidikan, manusia bertang- gung jawab menyelenggarakan pendidikan.
Namun demikian, agar lebih mendalam, terkait persoalan aspek-aspek apa saja dari manusia yang menjadi objek dan subjek pendidikan serta bagaimana proses pendidikan itu seharusnya dilakukan, jawabannya bisa kita runut terlebih dahulu dari filsafat ilmu (pengetahuan). Selanjutnya, baru masuk kepada aspek-aspek apa saja dari manu- sia yang menjadi objek dan subjek pendidikan. Subjek dan objek pendidikan adalah manusia.
Dalam filsafat pendidikan, faktor utama yang selalu dibahas dan selalu tertuju adalah manusia.Hakikat pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia, demikian kata para filsuf Yunani. Melalui pendidikan diharapkan akan dapat membentuk seluruh aspek yang terdapat pada diri manusia tersebut secara seimbang, dan pada hasil akhir pendidikan akan terbentuk manusia yang manusiawi.
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dirumuskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Filosof Yunani, Socrates (470-399 SM) mengemukakan hal terpenting dalam pendidikan, belajar yang sebenarnya ialah belajar tentang manusia. Dijelaskan bahwa pada diri manusia terdapat jawaban mengenai berbagai macam persoalan dunia, namun ada orang yang faham dan ada yang tidak. Maka terkadang perlu orang lain untuk membantu menemukan jawaban itu.
4
Plato (meninggal 347 SM), yang merupakan murid Socrates, menuliskan bahwa manusia itu berjiwa, memiliki rasio dan kesenangan (nafsu). Pada bagian lain Plato berteori bahwa jiwa manusia memiliki tiga elemen, yaitu roh, nafsu, dan rasio.Maka dari tiga unsur hakikat manusia ini, tugas rasio (pengetahuan) mengontrol roh dan nafsu.
Plato berpendapat hidup masyarakat merupakan suatu keharusan karena dengan minat dan bakat yang berbeda akan timbul spealisasi dan pembagian kerja dalam masyarakat.
Dalam konsep pendidikannya Plato menyatakan bahwa masyarakat yang rusak akan memproduksi individu-individu yang cacat, dan mereka akan menjadi permasalahan sosial dalam masyarakat.1Maka berdasarkan peryataan Plato diatas, pendidikan merupakan kunci utama didalam membangun kehiupan masyarakat.
Al-Sya’bani menyatakan bahwa manusia memiliki tiga potensi yang sama pentingnya yaitu jasmani, akal, dan roh. Muhammad Qutub menyatakan bahwa eksistensi manusia ialah jasmani, akal, dan roh;
ketiga-tiganya menyusun menjadi satu kesatuan.Maka pendidikan yang baik ialah pendidikan yang mengembangkan seluruh (tiga) aspek yang melekat pada diri manusia; kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).jika ketiga aspek tersebut terpenuhi, maka dapat dikatakan pendidikan itu akan menghasilkan manusia yang manusiawi.
Selain sehat jasmani, cerdas akalnya juga memiliki keterampilan, dan yang paling utama ialah sehat rohaninya.Sehat rohani berimplikasi dalam akhlak atau tingkah yang mulia dan juga berfungsi untuk pengendalian diri.
B. PEMBAHASAN
Menyimak uraian latar belakang di atas, muncul pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini, yaitu:
1) Bagaimanakah hakikat manusia yang menjadi objek pendidikan?
5
2) Bagaimanakah hakikat manusia yang menjadi objek dan sekaligus subjek pendidikan?
3) Bagaimanakah proses pendidikan yang seharusnya dilakukan setelah memahami hakikat manusia yang menjadi objek dan sekaligus subjek pendidikan?
Dengan menguak jawaban atas masalah di atas, diharapkan tulisan ini bisa memberi wawasan kepada warga. bangsa (khususnya yang berkiprah di dunia pendidikan) dalam hal:
1) Memahami hakikat manusia yang menjadi objek pendidikan.
2) Memahami haki- kat manusia yang menjadi objek dan sekaligus subjek pendidikan.
3) Memahami proses pendidikan yang seharusnya dilakukan setelah memahami hakikat manusia yang menjadi objek dan sekaligus subjek pendidikan.
Driyarkara (1978:58) menggariskan batasan subjek dengan sadar. Sadar akan dirinya sendiri, sadar akan objekobjek yang dihadapinya . Sadar bahwa manusia bukan sekadar ada namun juga memaknai keberadaannya. Manusia bukan sekadar fisik melainkan ada aspek kemanusiaan yang tidak ada pada fisik yang lain.
Sebagai subjek artinya manusia punya tanggung jawab menumbuhkan sisi-sisi kemanusiaannya guna memaknai keberadaannya. Subjek merupakan individu otonom yang berhak memiliki putusan sendiri . Individu yang demikian tidak boleh dilanggar hak-haknya oleh subjek lain.
Sebaliknya, konsep otonom menggaris setiap orang yang otonom tidak boleh memaksakan otonominya pada orang lain.
Masingmasing subjek harus saling menghargai dan berinteraksi.
Dengan konsep lain, subjek adalah pihak yang bebas dari kungkungan yang mengerdilkan.
Sosok subjek bebas menentukan pilihan-pillihan yang diminatinya tanpa ada paksaan dari luar yang berpotensi menindas
6
dirinya. Pun sebaliknya. Menjadi subjek berarti manusia mengambil peran pada suatu proses. Keberadaannya tidak menunggu atau menerima sesuatu dari suatu proses. Dalam konteks ini maka manusia bersifat aktif. Aktif dalam menentukan dan mengembangkan diri. Aktif mengambil hal-hal yang dibutuhkan dalam kehidupan. Sifat aktif menjadikan manusia tidak boleh mengikut atas sesuatu. Sesuatu itu harus dikritisi dan diyakini dalam pengalamannya. Sifat aktif juga menuntut manusia untuk memanfaatkan sesuatu yang diterima ke dalam perilaku sehari-hari.
Tanpa memanfaatkan dan mengamalkannya menjadikan hal-hal yang diterima menjadi sesuatu yang tidak bermakna. Perilaku subjek seseorang mewujud dalam pribadi yang dinamis. Diri dan keberadaan manusia yang dinamis selalu berproses menuju pemenuhan/penyempurnaan. Manusia ini berusaha terus berubah ke arah yang lebih baik.
Pribadi yang dinamis berusaha tidak puas dan berhenti pada titik tertentu. Kesehariannya berusaha diwarnai dengan capaian yang terbaik. Waktu-waktu yang dilakoni dan dilalui berusaha berisi hal-hal yang berprestasi. Hidup manusia dinamis berkecenderungan menyejarah. Dirinya akan menjadi bagian dari sejarah dalam masyarakatnya karena peran-perannya. Individu yang menyubjek akan menempatkan dirinya selalu terbuka untuk individu subjek yang lain dan berada tengah-tengah mereka. Eksistensinya bersifat universal dan menguniversalkan orang lain.
Di sisi lain individu yang menyubjek hakikatnya tetap individu yang unik. Unik karena dirinya tidak sama dengan yang lain. Dirinya mencerminkan karakteristik tersendiri dengan segala potensi pribadi.
Namun kekarakteristikannya itu tidak menjadikannya eksklusif dan tertutup.
Pembahasan hakekat manusia dengan indikasi bahwa ia merupakan makhluk ciptaan di atas bumi sebagaimana semua
7
benda duniawi, hanya saja ia muncul diatas bumi untuk mengejar dunia yang lebih tinggi. Manusia merupakan makhluk jasmani yang tersusun dari bahan meterial dan organis.
Kemudian manusia menampilkan sosoknya dalam aktivitas kehidupan jasmani.
Selain itu, sama halnya dengan binatang, manusia memiliki kesadaran indrawi. Namun, manusia memiliki kehidupan spiritual - intelektual yang secara intrinsik tidak tergantung pada segala sesuatu yang material. Subjek pendidikan adalah orang yang berkenaan langsung dengan proses pendidikan dalam hal ini pendidik dan peserta didik. Peserta didik yaitu pihak yang merupakan sabjek terpenting dalam pendidikan.
Hal ini disebabkan atau tindakan pendidik itu diadakan atau dilakukan hanyalah untuk membawa anak didik kepada tujuan pendidikan Islam yang dicita-citakan. Dalam catatan lain menyebutkan subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan.
Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah orang tua, guru-guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan masyarakat, sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama ini adalah rumah tangga (orang tua).
Untuk mendapatkan keterangan yang jelas tentang subjek pendidikan kita harus melihatnya dari definisi yang ada. Maka dengan demikian subjek pendidikan Islam yaitu semua manusia yang berproses dalam dunia pendidikan baik formal, informal maupunnonformal yang sama-sama mempunyai tujuan demi pengembangan kepribadiannya. Sehingga menjadi insan yang mempunyai kesadaran penuh kepada sang pencipta.
8 C. KESIMPULAN
Sebelumnya dikatakan bahwa manusia juga disebut sebagai subjek dan objek pendidikan. Sebagai subjek pendidikan, manusia bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan. Manusia berkewajiban untuk selalu mengem- bangkan generasi penerusnya mulai dari usia dini sampai usia dewasa. Manusia sebagai subjek akan menghasilkan cipta, rasa, karsa, iman dan karyanya untuk membuktikan keberadaannya sebagai manusia yang bernilai.
Sedangkan sebagai objek pendidikan, manusia khususnya anak-anak menjadi sasaran untuk melaksanakan proses pendidikan.
Idealnya, melalui pendidikan akan dihasilkan manusia-manusia yang mempunyai nilai moral bagus. Nilai-nilai moral ini akan membantu manusia untuk dapat hidup lebih baik dengan orang lain (lerning to live together), untuk menuju kesempurnaan. Nilai-nilai itu juga menyangkut berbagai aspek kehidupan lainnya seperti hubungan antarsesama (orang lain, keluarga), diri sendiri (learning to be), hidup bernegara, alam dunia dan Tuhan.
Manusia menganggap sesuatu bernilai karena ia merasa memerlukan atau menghargainya. Dengan akal budi- nya manusia menilai dunia dan alam sekitarnya untuk memperoleh kepuasan diri, baik dalam arti memperoleh apa yang diperlukannya, apa yang menguntungkannya, atau apa yang menimbul- kan kepuasan batinnya.
Selain itu, pendidikan membantu manusia untuk lebih beradab, karena pendidikan itu bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi, yaitu sarana pembudayaan dan penyaluran nilai. Setiap manusia harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan.
Adapun dimensi kemanusiaan itu sebagaimana disampaikan Masnur Muslich (2011:69) ada tiga, yaitu:
9
1) Afektif, yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, ter- masuk budi pekerti luhur serta kepri- badian unggul dan kompetensi estetis.
2) Kognitif, yang tercermin pada kapa- sitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Psikomotorik, yang tercermin . Pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis.
Demikianlah proses pendidikan itu seharusnya dilakukan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Hamami M. 1976. Filsafat (Su- atu Pengantar Logika Formal- Filsafat Pengatahuan). Yogya- karta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat UGM.
Ananda, Azwar & Hendrizal. 2018. Perbandingan Sistem Pendidikan Antarnegara. Padang: LPPM Universitas Bung Hatta.
Ananda, Azwar. 2016. Landasan Ilmiah Ilmu Pendidikan. Jakarta: Ken- cana.
Anggraeni, Aisyah & Hendrizal. 2018. “Pengaruh Penggunaan Gadget terhadap Kehidupan Sosial Para Siswa SMA”. Jurnal PPKn &
Hukum, Volume 13, Nomor 1, April 2018, halaman 64-76, ISSN:
1907-5901, terbitan Pro- gram Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) FKIP Universitas Riau (Unri), Pekanbaru;
URL: https://ejournal. unri.ac.id/index.php/JPB/article/v iew/5149/4827.
Bahm, Archi J. 1980. What is Science? New Mexico: Al-Buquerque.
Connor. 1957. An Introduction to the Philosophy of Education. Lon- don:
RKP.
Dewey, John. 1966. Democracy and Education. New York: A Divi- sion of MacMillan Publishing Co., Inc.
Hasbullah. 2008. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: RajaGrafin- do Persada.
Hendrizal & Aisyah Anggraeni. 2019. “Strategi Peta Konsep untuk Me- ningkatkan Minat Belajar Siswa SD pada Pembelajaran PKn”.
Jurnal PPKn & Hukum, Volume 14, Nomor 1, April 2019, hala- man 13-33, ISSN: 1907-5901, terbitan Program Studi Pendidi- kan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) FKIP Universitas Riau (Unri), Pekanbaru; URL: https://ejournal.unri.ac.id/index.p hp/JPB/article/view/7780/6741.
Hendrizal. 2015. “Menelisik Implikasi Perkembangan Kognitif dan So- sioemosional dalam Pembelajaran”. Jurnal PPKn & Hukum, Volume
11
10, Nomor 2, Oktober 2015, halaman 18-35, ISSN: 1907- 5901, terbitan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarga- negaraan (PPKn) FKIP Universitas Riau (Unri), Pekanbaru; URL:
http://ejournal.unri.ac.id/index.ph p/JPB/article/download/3647/355 3.
Hendrizal. 2015. Kajian Psikologi Pen- didikan dalam Pembelajaran. Pa- dang: Bung Hatta University Press.