• Tidak ada hasil yang ditemukan

FIX LAPORAN KELOMPOK 2

N/A
N/A
083 Trisno Mas'ud Ramadan

Academic year: 2025

Membagikan "FIX LAPORAN KELOMPOK 2"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PARADIGMA BARU DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN PADA ERA DIGITAL

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Dosen Pengampu: Dr. Siti Nurhasanah, M.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 2

Pelangi Dewi Saraswati 11220170000070

Prenzha Arizky 11220170000080

Trisno Mas’ud Ramadan 11220170000083

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2024

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

Kemajuan teknologi digital telah membawa perubahan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan. Era digital menuntut institusi pendidikan untuk mengubah cara mereka dalam mengelola, merencanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran. Pendekatan tradisional yang cenderung hierarkis, birokratis, dan kurang responsif terhadap dinamika zaman dinilai tidak lagi memadai untuk menjawab kebutuhan pendidikan abad ke-21. Paradigma baru dalam manajemen pendidikan muncul sebagai respons atas tantangan ini, dengan menekankan pentingnya inovasi teknologi, fleksibilitas, dan kolaborasi dalam menciptakan sistem pendidikan yang adaptif dan berkelanjutan (Mulyasa, 2019).

Paradigma baru ini didukung oleh berbagai teknologi digital, seperti Learning Management System (LMS), analitik data, kecerdasan buatan (AI), dan Internet of Things (IoT), yang memberikan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan aksesibilitas dalam manajemen pendidikan (Tapscott, 2015). Namun, meskipun teknologi tersebut menawarkan potensi besar, implementasinya tidak selalu berjalan mulus. Studi menunjukkan bahwa terdapat sejumlah tantangan dalam penerapannya, termasuk keterbatasan infrastruktur teknologi, kesenjangan akses digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta kurangnya kesiapan sumber daya manusia di bidang teknologi (Hidayat, 2020).

Selain itu, implementasi paradigma baru juga membutuhkan perubahan pola pikir para pemimpin pendidikan, guru, dan tenaga kependidikan. Perubahan ini melibatkan transformasi dari peran tradisional sebagai pengelola administratif menuju peran sebagai inovator dan fasilitator yang mampu memanfaatkan teknologi secara strategis untuk mendukung proses pembelajaran (Yusuf & Widodo, 2021). Hal ini menuntut adanya pelatihan intensif, kebijakan yang mendukung, serta kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, dan sektor swasta.

Di sisi lain, era digital juga memunculkan risiko baru, seperti ancaman terhadap privasi data, kurangnya literasi digital, serta kesenjangan kemampuan antara guru dan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi (Nasir, 2021). Kompleksitas ini menunjukkan bahwa implementasi paradigma baru dalam manajemen pendidikan tidak hanya sekadar pengadopsian teknologi, tetapi juga melibatkan perubahan sistemik dalam tata kelola, kebijakan, dan budaya organisasi pendidikan.

Penelitian ini menjadi relevan untuk mengkaji sejauh mana paradigma baru dalam manajemen pendidikan telah diterapkan di era digital. Dengan memfokuskan pada faktor pendukung, kendala, dan dampaknya terhadap efektivitas sistem pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademik dan praktis bagi pengembangan sistem pendidikan yang lebih adaptif, inklusif, dan berbasis teknologi.

B. Identifikasi Masalah

(3)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan:

1. Paradigma tradisional dalam manajemen pendidikan tidak lagi relevan dengan kebutuhan era digital, sehingga dibutuhkan pendekatan baru yang inovatif dan berbasis teknologi.

2. Implementasi teknologi digital dalam manajemen pendidikan sering menghadapi kendala seperti keterbatasan infrastruktur, kesenjangan akses digital, dan kurangnya literasi teknologi di kalangan tenaga pendidik.

3. Tidak semua institusi pendidikan memiliki kebijakan strategis yang mendukung transformasi manajemen berbasis digital.

4. Perubahan peran pemimpin pendidikan, guru, dan tenaga kependidikan dari pengelola administratif menuju inovator teknologi belum sepenuhnya terealisasi secara optimal.

5. Risiko seperti ancaman privasi data dan kesenjangan literasi digital masih menjadi tantangan dalam penerapan paradigma baru ini.

C. Rumusan Masalah

Mengacu pada identifikasi masalah tersebut, rumusan masalah penelitian ini dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian yang komprehensif:

1. Apa saja kendala yang dihadapi dalam implementasi paradigma baru dalam manajemen pendidikan berbasis teknologi?

2. Faktor-faktor apa yang mendukung keberhasilan implementasi paradigma baru ini di era digital?

3. Bagaimana dampak implementasi paradigma baru terhadap efektivitas manajemen pendidikan dan kualitas pembelajaran?

D. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan implementasi paradigma baru dalam manajemen pendidikan pada era digital.

2. Mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam penerapan paradigma baru berbasis teknologi di institusi pendidikan.

3. Menganalisis faktor-faktor pendukung keberhasilan implementasi paradigma baru dalam manajemen pendidikan.

4. Menilai dampak paradigma baru terhadap efektivitas sistem manajemen pendidikan dan kualitas pembelajaran di era digital.

(4)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kajian Teori

1. Konsep Manajemen Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan aktivitas pendayagunaan dan pemberdayaan semua sumberdaya baik manusia maupun non manusia secara optimal. Proses pemberdayaan sumberdaya untuk mencapai kualitas manusia inilah yang disebut manajemen pendidikan. Dengan demikian secara terminologis manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai proses pemberdayaan sumberdaya manusia dan non manusia untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien

Menurut beberapa ahli mengenai manajemen pendidikan diantaranya, menurut Djam’an Satori yang menyebutkan manajemen pendidikan merupakan kerjasama yang memanfaatkan seluruh sumber personil dan materi yang ada untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Menurut Arikunto menyebutkan bahwa manajemen pendidikan adalah rangkaian segala kegiatan yang menunjuk kepada usaha kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Menurut Danim mengatakan bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu proses mengoptimasi sumberdaya kependidikan yang tersedia dan dapat diakses untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Menurut Engkoswaro (2010) menjelaskan bahwa Manajemen pendidikan merupakan proses manajemen dalam pelaksanaan tugas pendidikan dengan mendayagunakan segala sumber secara efisien untuk mencapai tujuan secara efektif.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan adalah proses pelaksanaan, pengawasan, mengatur, pengorganisasian agar mewujudkan tujuan pendidikan yang efisien dan efektif. Yang mana manusia merupakan unsur terpenting dalam dunia pendidikan untuk mengelola dalam manajemen pendidikan. Bentuk pengelolaannya seperti mengorganisasikan manusia dengan melihat apa yang menjadi keahlian orang tersebut. Sistem manajemen pengelolaanya seperti mengumpulkan manusia berdasarkan ilmu dan keahliannya.

2. Paradigma Baru dalam Manajemen Pendidikan dengan Teknologi

Paradigma adalah suatu kerangka berpikir atau cara pandang yang mendasar yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan aspek-aspek tertentu dari realitas. Dalam konteks ilmu pengetahuan, paradigma merupakan model atau pola yang diterima dalam suatu disiplin ilmu yang membentuk cara berpikir dan bekerja para ilmuwan.

Menurut Lexy J. Moleong, paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur (bagian dan hubungannya) atau bagaimana bagian bagian berfungsi (perilaku yang didalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu. Sedangkan menurut Prof. Kasiram, paradigma adalah acuan longgar alam penelitian yang berupa asumsi, dalil, aksioma, postulat atau konsep yang akan digunakan sebagai petunjuk penelitian.

Secara keseluruhan, paradigma baru dalam manajemen pendidikan ini menekankan pentingnya perubahan menyeluruh dalam cara kita mengelola pendidikan.

Ini melibatkan pembaruan dalam berbagai aspek, mulai dari metode pengajaran hingga struktur organisasi sekolah. Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem pendidikan yang

(5)

lebih efektif, relevan, dan mampu mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan di masa depan.

Salah satu komponen penting dalam pertumbuhan sumber daya manusia adalah pendidikan. Hal ini menjadi permasalahan bagi Indonesia dalam hal peningkatan standar pendidikan. Istilah "pendidikan digital" mengacu pada gagasan mengajar siswa melalui berbagai platform multimedia, seperti komputer, notebook, ponsel pintar, audio, dan grafik. Kristiawan dkk. (2019) menyatakan bahwa tidak ada penekanan tunggal pada satu teknologi saja dalam bidang pendidikan; sebaliknya, berbagai teknologi digunakan sesuai dengan tuntutan proses pembelajaran. Untuk menciptakan desain pembelajaran yang efektif, selain perangkat lunak juga digunakan perangkat keras seperti media elektronik dan alat audio visual (Widyastono, 2013). Pendekatan pendidikannya cukup khas karena memungkinkan siswa untuk terlibat dalam pembelajaran yang kreatif dan interaktif.

Guru yang berperan sebagai pelatih dan siswa yang berperan sebagai pembelajar dapat berkolaborasi secara konstruktif untuk menyajikan pembelajaran. Guru mempunyai kapasitas yang besar untuk memperkenalkan konten baru, namun siswa menjadi tidak tertarik dengan cepat karena konten tersebut tidak baru. Siswa harus terbiasa belajar mandiri, yang memerlukan perencanaan dan pengembangan sehingga siswa yang memiliki semua sumber daya dan kemampuan yang diperlukan untuk belajar mandiri pun tetap memerlukan bantuan dan arahan dari dosennya. Memperoleh keterampilan berpikir logis dan kritis serta mempertahankan kreativitas dan tanggung jawab bukanlah prasyarat untuk memperoleh kepercayaan diri. Dengan menggunakan strategi ini, kegiatan pendidikan bagi siswa di era digital menemukan model yang terorganisir dan dapat dipertahankan dalam aliran kurikuler yang telah diidentifikasi (Miarso, 2016).

Perlu adanya pergeseran paradigma proses belajar mengajar. bahwa kegiatan pendidikan menumbuhkan potensi pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

Pembelajaran yang alamiah akan menghasilkan siswa yang terbiasa berpikir kritis dan konstruktif serta dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang timbul dalam proses belajar mengajar melalui penyesuaian pendekatan dan metode (Khozin, 2018). Strategi pengajaran di era digital perlu memberikan siswa tempat yang tenang untuk belajar.

Penting untuk disadari bahwa pembelajaran di era digital tidak hanya melibatkan pemeriksaan dan pemahaman materi di kelas tetapi juga pengumpulan dan penyebaran berbagai sumber informasi dari luar. Agar keterampilan yang baru diperkenalkan berhasil, diperlukan metode yang sesuai untuk menentukan keterlibatan siswa sehingga siswa yang termotivasi dan terlibat dapat menyelesaikan kegiatan belajar mereka dengan lebih efisien (Salma, 2013).

Di era digital, metode pengajaran harus memungkinkan siswa memperoleh sesuatu dengan segera (immediacy of learning). Hal ini dapat mengurangi jarak antara sekolah dan kehidupan di luarnya. Penting untuk mempertimbangkan cara belajar siswa di era digital. Selain menyelidiki dan memeriksa item-item yang unik di kelas, para siswa ini terbiasa mengarsipkan dan mengumpulkan berbagai informasi dari lokasi di luar kelas.

Menyajikan isi pelajaran kepada khalayak yang lebih luas dapat dilakukan dengan pendekatan pembelajaran yang tepat. Hal ini disebabkan adanya interaksi dan keterkaitan antara guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar, sehingga memungkinkan potensi siswa untuk mengakselerasi bahkan memasuki ranah pengetahuan yang tidak lazim berdasarkan seberapa akurat pola yang tercipta. Ruang-ruang geografis ilmiah yang

(6)

sebelumnya hanya dapat diakses melalui kunjungan langsung kini dapat ditemukan dan diperoleh siswa berkat fleksibilitas model pembelajaran yang diciptakan guru untuk mereka. Jenis pendekatan ini memungkinkan untuk mengakses ruang geografis ilmiah tanpa harus mengunjunginya secara fisik. Sekali lagi, fokus dan mekanisme belajar mengajar berbeda-beda, sehingga penting bagi pendidik untuk menerima kenyataan ini dan memanfaatkan peran mereka dalam belajar mengajar dengan tepat (Saraswati, 2016).

Dalam pendidikan digital, privasi dan keamanan data menjadi perhatian penting.

Langkah-langkah lebih lanjut harus diambil untuk menjamin bahwa informasi pribadi siswa dilindungi secara memadai mengingat banyaknya data siswa yang dikumpulkan oleh platform pembelajaran online. Untuk memerangi ancaman siber dan kemungkinan penyalahgunaan informasi, perlindungan data sangatlah penting. Mengevaluasi kualitas pendidikan digital menghadirkan tantangan. Kemanjuran platform pembelajaran online mungkin sulit dinilai karena kurangnya standar evaluasi yang seragam. Sistem evaluasi yang menyeluruh diperlukan untuk menjamin pembelajaran digital menawarkan manfaat yang setara dengan metode tradisional. Hambatan lainnya adalah kesenjangan literasi teknologi para instruktur. Untuk meningkatkan kompetensi teknis pendidik, diperlukan pelatihan dan dukungan yang tepat karena sebagian pendidik mungkin kurang percaya diri untuk menggunakan teknologi dalam pendekatan pengajaran mereka (Astriani &

Marzuki, 2021).

Paradigma pendidikan telah mengalami perubahan mendasar akibat teknologi.

Teknologi digital telah meningkatkan model pendidikan tradisional yang berpusat pada guru dan berbasis buku teks, sehingga memungkinkan strategi pembelajaran yang lebih fleksibel dan inklusif. Pemanfaatan beragam multimedia dan teknologi, antara lain komputer, ponsel, video, audio, dan gambar, dimungkinkan dengan adanya pendidikan digital. Betapa pentingnya untuk mempertimbangkan bagaimana teknologi yang berbeda dapat disesuaikan untuk memenuhi tuntutan pembelajaran yang berbeda.

Michael Fullan dalam bukunya "The New Meaning of Educational Change"

menekankan bahwa manajemen pendidikan mengalami perubahan evolusioner yang berfokus pada tiga aspek utama: transformasi sistem pendidikan, kepemimpinan perubahan, dan pengelolaan inovasi. Ia menggambarkan bahwa perubahan dalam pendidikan tidak hanya sekadar mengubah kurikulum atau metode pembelajaran, tetapi juga mencakup perubahan budaya, struktur organisasi, dan partisipasi pemangku kepentingan.

Fullan mengusulkan pendekatan yang melibatkan prinsip-prinsip berikut:

a. Kapabilitas Kolektif (Collective Capacity): Keberhasilan manajemen pendidikan terletak pada kemampuan kolektif para pendidik untuk bekerja sama secara produktif.

b. Sistem Berbasis Pengetahuan (Knowledge-based Systems): Implementasi manajemen yang berbasis pada data dan informasi yang relevan untuk membuat keputusan yang tepat.

c. Pentingnya Kepemimpinan yang Beradaptasi (Adaptive Leadership): Pemimpin harus mampu menghadapi tantangan era baru dengan fleksibilitas dan inovasi.

Dalam konteks era digital, Fullan juga menekankan perlunya integrasi teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan keterlibatan siswa, efisiensi operasional, dan kolaborasi antara pendidik.

Paradigma Baru dalam Manajemen Pendidikan Menurut Prof. Drs. Hj. Siti Sundari, M.Pd., Ph.D., dalam berbagai karya ilmiahnya menyoroti pentingnya paradigma

(7)

baru dalam manajemen pendidikan yang selaras dengan tantangan era globalisasi dan digital. Paradigma baru ini menekankan pada:

a. Pendekatan Sistemik: Pendidikan harus dikelola secara holistik dengan mempertimbangkan semua komponen yang saling terkait, termasuk teknologi, budaya, dan konteks lokal.

b. Manajemen Berbasis Teknologi: Penerapan teknologi informasi dalam proses manajerial seperti perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pendidikan untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi.

c. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM): Paradigma baru menekankan pada pengembangan kompetensi SDM yang berbasis pada kreativitas, inovasi, dan kolaborasi.

d. Peningkatan Mutu dan Akuntabilitas: Fokus pada mutu pembelajaran dan pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan pemerintah.

Menurut Siti Sundari, paradigma ini menuntut adanya perubahan pola pikir dari para pemimpin pendidikan untuk lebih adaptif terhadap perubahan teknologi dan tuntutan global.

Kedua pendapat tersebut saling berkaitan atau memiliki pandangan dalam era digital, yaitu kedua pandangan ini memiliki keselarasan yang kuat, terutama dalam konteks implementasi manajemen pendidikan di era digital. Fullan (2013) menyoroti pentingnya inovasi teknologi dan adaptasi, sedangkan Siti Sundari menekankan pada pendekatan sistemik berbasis teknologi dan pemberdayaan SDM. Dalam era digital:

a. Pendekatan sistemik dan kolaboratif dari Fullan dapat diintegrasikan dengan prinsip pengelolaan berbasis teknologi yang diajukan oleh Siti Sundari.

b. Keduanya sama-sama menekankan peran kepemimpinan adaptif sebagai motor penggerak transformasi dalam manajemen pendidikan.

c. Sinergi ini menuntut pengelolaan pendidikan yang fleksibel, terintegrasi, dan berorientasi pada pengembangan kompetensi digital peserta didik serta tenaga pendidik.

3. Era Digital pada Pendidikan

Zaman digital dicirikan oleh kemajuan pesat teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yang membawa transformasi signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam konteks pendidikan, revolusi digital telah membuka pintu menuju paradigma baru dalam proses pembelajaran dan transfer pengetahuan. Kemajuan teknologi memungkinkan akses informasi yang cepat, tanpa batas, dan hampir seketika, mengubah cara kita memahami dan mengakses sumber daya pendidikan.

Teknologi digital tidak sekadar menghadirkan kecepatan, tetapi juga menciptakan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan partisipatif. Melalui platform digital, pendidikan kini dapat dikelola dengan lebih efisien, memungkinkan manajemen yang lebih sistematis dan terintegrasi. Menurut pandangan Kozma (2005), transformasi ini bukan sekadar perubahan teknologis, melainkan perubahan fundamental dalam cara kita memandang dan menjalankan proses pendidikan di era modern.

a. Teknologi dalam Manajemen Pendidikan

(8)

Teknologi digital telah secara signifikan mengubah cara manajemen pendidikan dijalankan, mempengaruhi baik aspek operasional maupun strategis dalam sistem pendidikan. Perubahan ini mencakup peningkatan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya, pengambilan keputusan yang lebih cepat dan berbasis data, serta kemudahan dalam komunikasi antara semua pihak terkait. Beberapa teknologi utama yang kini berfungsi sebagai pilar dalam manajemen pendidikan meliputi:

1) Learning Management System(LMS)

Platform Learning Management System (LMS) seperti Moodle, Google Classroom, dan Canvas memberikan kemampuan kepada institusi pendidikan untuk mengelola dan memfasilitasi seluruh proses pembelajaran secara daring dengan cara yang terstruktur dan efisien. LMS ini memungkinkan pendidik untuk merancang dan menyusun materi pembelajaran secara digital, mengatur penugasan yang dapat diakses oleh peserta didik secara online, serta memonitor dan mengevaluasi kemajuan belajar siswa secara real-time melalui fitur analitik dan pelaporan yang tersedia. Dengan menggunakan LMS, proses pembelajaran dapat dilakukan secara fleksibel, memungkinkan interaksi yang lebih dinamis antara pendidik dan peserta didik, serta memberikan kemudahan dalam pemantauan dan pengelolaan aktivitas akademik di dalam satu platform yang terintegrasi.

2) Sistem Informasi Sekolah (SIS)

Sistem Informasi Sekolah (SIS) berfungsi sebagai alat untuk mengelola berbagai data administratif yang vital dalam operasional pendidikan, seperti catatan absensi, nilai akademik, laporan perkembangan peserta didik, serta informasi administratif penting lainnya. Dengan menggunakan SIS, institusi pendidikan dapat mengoptimalkan efisiensi dalam pengelolaan dan pelaporan data, mengurangi ketergantungan pada dokumen fisik, serta mempercepat proses pengolahan informasi. Sistem ini memungkinkan pengelolaan dokumen yang lebih terstruktur dan terintegrasi, memfasilitasi akses yang lebih cepat dan akurat terhadap data penting, serta mendukung pengambilan keputusan yang lebih tepat dan berbasis data dalam pengelolaan administrasi pendidikan.

3) Artificial Intelligence(AI)

Artificial Intelligence (AI) telah menjadi instrumen penting dalam mendiversifikasi dan menyesuaikan pengalaman pendidikan secara individual.

Melalui kemampuan analisisnya, AI mampu mengolah data berskala besar dari para peserta didik, mengidentifikasi pola-pola unik dalam proses belajar, dan bahkan meramalkan kebutuhan pendidikan di masa mendatang. Selain itu, chatbot yang ditenagai AI kini berperan sebagai mitra konsultatif yang responsif, memberikan dukungan dan bimbingan kepada peserta didik secara berkelanjutan (Luckin et al., 2016).

4) Cloud Computing

Teknologi berbasis cloud memungkinkan akses informasi secara dinamis dan tanpa hambatan geografis, memungkinkan penggunanya untuk mengakses data dan sumber daya dari mana saja dan kapan saja. Pemanfaatan platform cloud

(9)

tidak hanya mengurangi ketergantungan pada infrastruktur fisik yang mahal, tetapi juga memungkinkan pengelolaan sumber daya yang lebih efisien dan terpusat. Di samping itu, penggunaan cloud computing memfasilitasi kolaborasi yang lebih mudah dan lancar antara berbagai pemangku kepentingan, seperti pengelola pendidikan, pendidik, peserta didik, dan staf administrasi, dengan memungkinkan pertukaran informasi dan koordinasi yang lebih baik secara real-time dan tanpa batasan ruang.

5) Augmented Reality(AR) danVirtual Reality(VR)

Teknologi ini dimanfaatkan untuk merancang pengalaman pembelajaran yang lebih imersif dan interaktif, dengan memanfaatkan alat seperti simulasi laboratorium sains yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan eksperimen secara virtual, atau melalui eksplorasi sejarah yang dipresentasikan dalam format virtual yang menghidupkan peristiwa-peristiwa penting di masa lalu. Dengan pendekatan ini, peserta didik dapat berinteraksi langsung dengan materi pelajaran dalam lingkungan yang dirancang secara digital, yang tidak hanya memperkaya pemahaman mereka, tetapi juga memungkinkan mereka untuk menjelajahi konsep-konsep yang sebelumnya sulit dijangkau dalam konteks pembelajaran konvensional.

b. Tantangan Era Digital

Meskipun lanskap digital membentangkan spektrum kemungkinan yang menjanjikan, medan transformasi teknologi dalam pendidikan sesungguhnya dipenuhi dengan kompleksitas tantangan yang memerlukan pendekatan strategis, kritis, dan multidimensional. Dinamika era digital menghadirkan serangkaian rintangan struktural dan sistemik yang menuntut respons komprehensif dari seluruh ekosistem pendidikan, mulai dari tingkat mikro institusional hingga makro kebijakan nasional.

Serangkaian tantangan fundamental yang muncul dalam konteks transformasi digital pendidikan mencakup:

1) Disparitas Digital dan Ketidaksetaraan Akses Teknologis

Fenomena kesenjangan digital merepresentasikan tantangan sistemik yang mendalam dalam demokratisasi pendidikan teknologis. Ketimpangan geografis, sosio-ekonomi, dan infrastruktur menciptakan barrier struktural yang membatasi aksesibilitas teknologi, terutama di wilayah peripheral dan komunitas kurang terakses. Implikasi dari kondisi ini tidak sekadar terbatas pada keterbatasan akses perangkat, melainkan menciptakan siklus marginalisasi pendidikan yang berkelanjutan, membentuk jurang epistemologis antara kawasan maju dan terbelakang (UNESCO, 2021).

2) Kompleksitas Manajemen Keamanan Data dan Risiko Siber

Ekosistem digital pendidikan menghadapi ancaman keamanan informasi yang semakin canggih dan sistematis. Kerentanan infrastruktur teknologi terhadap intrusi siber menuntut pendekatan keamanan yang proaktif, komprehensif, dan berlapis. Strategi perlindungan data mencakup implementasi protokol enkripsi mutakhir, sistem deteksi anomali berbasis kecerdasan artifisial, serta membangun

(10)

budaya keamanan siber yang terintegrasi dalam seluruh sistem kelembagaan (Huang et al., 2019).

3) Transformasi Kompetensi Sumber Daya Manusia Pendidikan

Keterbatasan kompetensi digital tenaga pendidik menjadi tantangan fundamental dalam implementasi teknologi pendidikan. Kebutuhan akan pengembangan profesional yang berkelanjutan, adaptif, dan holistik menjadi prasyarat mutlak dalam menciptakan ekosistem pendidikan digital yang efektif.

Program pelatihan tidak sekadar transfer keterampilan teknis, melainkan pembangunan paradigma berpikir digital yang integratif, kritis, dan inovatif (Darling-Hammond et al., 2020).

4) Dinamika Resistensi Kelembagaan terhadap Inovasi

Fenomena penolakan terhadap transformasi digital merepresentasikan kompleksitas perubahan kultural dalam institusi pendidikan. Resistensi yang muncul berakar dari ketidakpastian, kekhawatiran akan peningkatan beban kerja, dan keterbatasan pemahaman tentang potensi teknologi. Strategi mitigasi memerlukan pendekatan persuasif, partisipatif, dan berbasis bukti yang mampu mengubah persepsi negatif menjadi energi perubahan positif.

c. Solusi Tantangan Era Digital

Menghadapi kompleksitas transformasi digital dalam ekosistem pendidikan memerlukan strategi multi-dimensi yang integratif, yang mampu menjembatani kesenjangan antara perkembangan teknologi dan kebutuhan fundamental proses pembelajaran. Upaya sistematis untuk mengatasi dinamika era digital membutuhkan pendekatan holistik yang tidak sekadar responsif, melainkan antisipatif terhadap berbagai tantangan yang muncul secara berkelanjutan.

Beberapa strategi inovatif yang dapat dikembangkan untuk mengakomodasi tuntutan perubahan teknologis mencakup:

1) Investasi Infrastruktur Digital

Pengembangan ekosistem teknologi pendidikan yang komprehensif melalui penyediaan infrastruktur jaringan internet berkualitas tinggi dan perangkat teknologi mutakhir. Strategi ini tidak sekadar menyediakan konektivitas, melainkan menciptakan landasan fundamental untuk transformasi digital yang berkelanjutan. Implementasinya memerlukan analisis mendalam terhadap kebutuhan spesifik setiap satuan pendidikan, mempertimbangkan variasi geografis, sosial-ekonomi, dan karakteristik kelembagaan.

2) Pelatihan Transformatif untuk Tenaga Pendidik

Program pengembangan profesional yang bersifat berkelanjutan dan holistik, dirancang untuk meningkatkan literasi digital dan kompetensi teknologis para pendidik. Pendekatan ini melampaui sekadar transfer keterampilan teknis, tetapi menciptakan paradigma baru dalam pemahaman pedagogis yang terintegrasi dengan teknologi. Kurikulum pelatihan harus bersifat dinamis, responsif terhadap perkembangan teknologi terkini, dan memfasilitasi adaptasi berkelanjutan.

(11)

3) Sinergi Ekosistem Publik-Privat

Membangun arsitektur kolaborasi strategis yang melibatkan multipihak pemerintah, sektor swasta, perguruan tinggi, dan komunitas teknologi. Model kerja sama ini bertujuan menciptakan ekosistem inovasi pendidikan yang inklusif, dengan mekanisme pendanaan, pengembangan kurikulum, dan transfer pengetahuan yang terintegrasi. Kolaborasi tidak sekadar bersifat transaksional, melainkan menciptakan platform sinergi berkelanjutan.

4) Manajemen Keamanan Siber Komprehensif

Pembangunan budaya keamanan informasi yang proaktif dan sistematis dalam institusi pendidikan. Strategi ini meliputi pengembangan kebijakan perlindungan data sensitif, implementasi protokol keamanan siber mutakhir, serta penyelenggaraan edukasi berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan.

Pendekatan holistik ini tidak sekadar berfokus pada perlindungan teknologi, tetapi juga membentuk kesadaran kritis terhadap risiko digital.

Melalui pemahaman mendalam akan dinamika kompleks era digital, lembaga pendidikan memiliki potensi untuk mentransformasi sistem manajemennya menjadi infrastruktur yang responsif, inovatif, dan berkapasitas tinggi. Dengan mengadopsi teknologi secara strategis, institusi pendidikan dapat merancang kerangka kelembagaan yang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi juga mampu mengantisipasi dan beradaptasi dengan kecenderungan perubahan pendidikan di masa mendatang.

4. Meningkatan Kualitas Pembelajaran d pada Era Digital

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di era digital telah membawa perubahan signifikan pada berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor pendidikan. Perubahan ini mendorong diterapkannya paradigma baru dalam manajemen pendidikan yang bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran. Pendekatan ini tidak hanya mengandalkan metode pembelajaran konvensional, tetapi juga mengintegrasikan teknologi digital guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.

Salah satu teori yang relevan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran adalah teori konstruktivisme. Teori ini menekankan bahwa pembelajaran terjadi ketika individu membangun pengetahuan baru berdasarkan pengalaman dan interaksi mereka dengan lingkungan sekitar. Dalam konteks digital, konstruktivisme dapat diwujudkan melalui penggunaan alat dan media digital yang memungkinkan siswa mengakses informasi, berdiskusi secara online, dan membangun pengetahuan secara mandiri (Piaget, 1973). Teknologi digital menyediakan ruang yang lebih luas bagi pembelajaran aktif, kolaboratif, dan berbasis masalah.

Selain konstruktivisme, teori pembelajaran sosial (social learning theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura (1977) juga relevan. Teori ini menjelaskan bahwa pembelajaran tidak hanya terjadi melalui instruksi langsung, tetapi juga melalui observasi dan interaksi sosial. Dalam era digital, pembelajaran sosial dapat difasilitasi melalui platform pembelajaran daring, di mana siswa dapat berinteraksi dengan teman sekelas, guru, serta berpartisipasi dalam forum diskusi yang memfasilitasi pertukaran ide dan informasi. Platform seperti Google Classroom, Moodle, dan aplikasi serupa memungkinkan pembelajaran berbasis kolaborasi dan observasi.

(12)

Teori pembelajaran terpadu atau blended learning juga memainkan peran penting dalam paradigma baru manajemen pendidikan. Pendekatan ini menggabungkan metode pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring. Menurut Graham (2006), blended learning menawarkan fleksibilitas dalam mengakses materi pembelajaran melalui teknologi digital sambil mempertahankan interaksi langsung antara guru dan siswa.

Dengan memadukan pembelajaran daring dan luring, pendekatan ini memungkinkan siswa mengatur waktu belajar secara lebih mandiri, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas pembelajaran.

Model Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) yang diperkenalkan oleh Mishra dan Koehler (2006) juga relevan dalam konteks ini. TPACK mengintegrasikan pengetahuan pedagogis, konten, dan teknologi dalam merancang pembelajaran yang efektif. Dalam era digital, pengajaran yang berkualitas tidak hanya memerlukan penguasaan materi pembelajaran, tetapi juga kemampuan memanfaatkan teknologi untuk mendukung proses belajar. Para pendidik dituntut untuk menguasai alat-alat digital dan metode pembelajaran yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal

5. Implementasi Paradigma Baru dalam Manajemen Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan suatu negara, yang memegang peranan penting dalam mencetak generasi yang berkualitas dan siap menghadapi tantangan global. Seiring dengan perkembangan zaman yang pesat, dunia pendidikan juga harus mengalami transformasi yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Paradigma baru dalam manajemen pendidikan hadir sebagai jawaban terhadap kebutuhan tersebut. Paradigma baru dalam manajemen pendidikan bukan hanya sekadar perubahan kecil, tetapi merupakan sebuah revolusi dalam cara kita mengelola sistem pendidikan, baik dari segi kurikulum, metode pengajaran, hingga struktur organisasi pendidikan itu sendiri.

Paradigma baru dalam manajemen pendidikan mengedepankan inovasi, kreativitas, dan kolaborasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, seperti guru, siswa, orang tua, dan masyarakat. Fokus utama dari paradigma baru ini adalah meningkatkan kualitas pembelajaran, memperbaiki pelayanan kepada peserta didik, dan memastikan bahwa pendidikan tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat serta dunia kerja. Paradigma baru dalam manajemen pendidikan merujuk pada perubahan mendasar dalam cara kita mengelola dan mengatur sistem pendidikan, yang berfokus pada prinsip-prinsip desentralisasi, partisipasi, dan responsivitas terhadap kebutuhan lokal. Perubahan ini muncul sebagai hasil dari kebijakan otonomi daerah, yang memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengelola sektor pendidikan, yang sebelumnya berada di bawah kendali pemerintah pusat secara sentralistik. Berikut perbedaan pada paradigma lama dan baru manajemen pendidikan menurut Supriyadi dan Jalan (Mutakallim, 2020).

(13)

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, pendidikan perlu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi pada proses pembelajaran dan manajemen pendidikan. Begitupun juga pada paradigma baru dalam manajemen pendidikan perlu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam penerapanya.

Berikut adalah implementasi paradigma baru dalam manajemen pendidikan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi:

1) Desentralistik (Orientasi Kebijakan)

Pada paradigma baru daerah atau institusi pendidikan diberikan kewenangan lebih untuk merumuskan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhannya. Pada era digital suatu daerah atau institusi pendidikan dapat menggunakan sistem informasi berbasis cloud yang memungkinkan institusi pendidikan atau daerah untuk mengelola data pendidikan secara mandiri.

2) Bottom-Up (Arah Kebijakan)

Paradigma baru mengedepankan kebijakan bottom-up, di mana semua pihak terkait, termasuk siswa, guru, orang tua, dan masyarakat, memiliki peran dalam merumuskan kebijakan. Pada era digital penggunaan aplikasi survei digital dan platform komunikasi seperti Google Forms memungkinkan semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan untuk memberikan masukan terhadap kebijakan yang ada. Dengan cara ini, kebijakan yang dibuat bisa lebih sesuai dengan harapan dan kebutuhan komunitas pendidikan, karena melibatkan partisipasi aktif dari mereka.

Aspek Paradigma Lama Paradigma Baru

Orientasi Kebijakan Sentralistik Desentralistik

Arah Kebijakan Kebijakan yangTop-Down Kebijakan yangBottom-Up

Fokus Orientasi pengembangan

parsial pandidikan untuk pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik, dan teknologi perakitan.

Orientasi pengembangan holistik: pendidikan untuk pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan, agama, kesadaran kreatif

Peran Pemerintah

dan Masyarakat Peran pemerintah sangat

dominan Meningkatkan peran

masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif

Stakeholder Lemahnya peran institusi non sekolah

Pemberdayaan institusi masyarakat, keluarga, LSM, pesantren dan dunia usaha

(14)

3) Pengembangan Holistik (Fokus)

Paradigma baru mengedepankan pendekatan holistik yang tidak hanya berfokus pada hasil akademik, tetapi juga pada pengembangan nilai-nilai moral, kreativitas, dan kesadaran sosial. Pada era digital proses pembelajaran dapat memanfaatkan teknologi seperti Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR). Penggunaan AR dan VR memberikan pengalaman belajar yang lebih imersif dan interaktif, serta dapat menanamkan nilai-nilai sosial dan moral secara langsung. Misalnya, menggunakan VR untuk membawa siswa pada perjalanan sejarah atau AR untuk eksperimen sains yang memperkenalkan kreativitas dalam konteks pembelajaran.

4) Kolaboratif (Peran Pemerintah dan Masyarakat)

Paradigma baru mendorong kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam mengelola pendidikan secara lebih inklusif. Hal ini dapat didukung dengan penggunaan platform digital yang memungkinkan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam memantau kemajuan pendidikan. Misalnya, aplikasi manajemen pendidikan berbasis web yang memungkinkan orang tua untuk memantau perkembangan akademik anak, atau platform seperti Edmodo yang memungkinkan interaksi langsung antara guru, siswa, dan orang tua.

5) Pemberdayaan Komunitas (Stakeholder)

Paradigma baru mendorong pemberdayaan institusi masyarakat, keluarga, LSM, pesantren, dan sektor dunia usaha untuk berkontribusi lebih besar dalam pendidikan.

Hal ini dapat didukung penggunaan platform pembelajaran berbasis komunitas seperti Brain Academy, Quizzes, dll yang memungkinkan lembaga non-sekolah dan komunitas untuk memberikan akses ke sumber daya pendidikan secara online. Selain itu, komunitas dapat memanfaatkan media sosial untuk berbagi materi pembelajaran, diskusi, atau mengadakan webinar pendidikan dengan mendatangkan ahli dari berbagai sektor.

6. Faktor Pendukung Keberhasilan Paradigma Baru a. Dukungan Teknologi

Dalam konteks evolusi pendidikan kontemporer, teknologi digital telah mengambil peran transformatif yang melampaui sekadar instrumen teknis. Kehadiran sistem kompleks seperti Learning Management System (LMS), kecerdasan buatan, dan analitika data besar telah merevolusi cara kita memahami, mengelola, dan mengoptimalkan proses pembelajaran.

Integrasi teknologi digital tidak sekadar menawarkan efisiensi administratif, melainkan membuka ruang untuk pendekatan pendidikan yang lebih adaptif dan personal. Melalui kemampuan analisis mendalam dan personalisasi, teknologi modern mampu merancang ekosistem belajar yang responsif terhadap keragaman karakteristik, kebutuhan, dan potensi setiap peserta didik.

Penelitian kontemporer, seperti yang diungkapkan Ritchie (2020), menegaskan bahwa transformasi digital bukan hanya tentang mengadopsi teknologi baru, melainkan menciptakan pengalaman edukatif yang lebih dinamis, kontekstual, dan bermakna. Teknologi digital berperan sebagai penggerak utama dalam merancang

(15)

model pendidikan yang lebih inklusif, interaktif, dan selaras dengan tuntutan kompleksitas zaman.

Dengan demikian, teknologi digital tidak lagi dipandang sebagai pelengkap, melainkan telah menjadi elemen fundamental yang mendefinisikan ulang paradigma pendidikan abad ke-21, membuka kemungkinan-kemungkinan inovatif dalam proses pengembangan pengetahuan dan potensi manusia.

b. Kompetensi Sumber Daya Manusia

Dalam lanskap pendidikan modern, sumber daya manusia (SDM) menempati posisi kritis sebagai penggerak utama transformasi sistemik. Kompetensi para profesional pendidikan - mulai dari pendidik, pemimpin kelembagaan, hingga tenaga administratif - tidak sekadar menjadi prasyarat teknis, melainkan merupakan faktor strategis yang menentukan keberhasilan adaptasi dalam ekosistem digital yang kompleks.

Kemampuan untuk memahami, mengintegrasikan, dan memanfaatkan teknologi bukan sekadar keterampilan teknis, melainkan representasi dari fleksibilitas intelektual dan kapasitas inovatif. Kompetensi digital memerlukan pendekatan holistik yang melampaui penguasaan alat-alat teknologis, mencakup kemampuan konseptual untuk mentransformasikan paradigma pedagogis dan administratif.

Riset mutakhir, seperti yang dilakukan Kurniawan dan Hartati (2021), menegaskan bahwa pengembangan profesional berkelanjutan bukanlah pilihan melainkan keharusan strategis. Investasi dalam peningkatan kompetensi SDM pendidikan merupakan mekanisme fundamental untuk mempersiapkan ekosistem pendidikan dalam menghadapi kompleksitas dan dinamika perubahan era digital.

Transformasi ini mensyaratkan pendekatan komprehensif yang tidak hanya fokus pada pelatihan teknis, melainkan pembangunan kapasitas adaptif, kreativitas, dan pemikiran kritis dalam merespon tantangan yang senantiasa berkembang.

c. Kebijakan dan Regulasi

Dalam konteks transformasi pendidikan digital, kerangka kebijakan dan regulasi berperan sebagai arsitek fundamental yang merancang infrastruktur sistemik untuk perubahan paradigmatik. Keterlibatan pemerintah tidak sekadar bersifat administratif, melainkan strategis dalam menciptakan ekosistem yang kondusif bagi inovasi dan pengembangan teknologi pendidikan.

Konstruksi regulasi modern mensyaratkan pendekatan dinamis dan antisipatif terhadap evolusi teknologis. Hal ini mencakup intervensi komprehensif mulai dari mekanisme pendanaan, seperti skema subsidi teknologi, hingga rekonstruksi kurikulum yang terintegrasi secara digital. Kebijakan yang efektif bukan sekadar mendorong adopsi teknologi, melainkan menciptakan lanskap yang memungkinkan institusi pendidikan untuk bereksperimen, berinovasi, dan beradaptasi.

Temuan penelitian Raharjo (2019) menegaskan signifikansi regulasi yang responsif dan fleksibel. Kemampuan kerangka kebijakan untuk beradaptasi dengan kecepatan perubahan teknologi menjadi faktor kunci dalam mentransformasi potensi digital menjadi praktik pendidikan yang konkret dan bermakna.

Esensi dari pendekatan ini adalah menciptakan mekanisme regulasi yang tidak hanya bersifat preskriptif, melainkan fasilitatif - mendorong ekosistem pendidikan

(16)

untuk secara berkelanjutan mengeksplorasi, mengadaptasi, dan mengintegrasikan inovasi teknologis ke dalam praktik pedagogis.

d. Infrastruktur yang Mendukung

Dalam ekosistem pendidikan digital kontemporer, infrastruktur teknologi tidak sekadar menjadi komponen pendukung, melainkan pilar fundamental yang menentukan kapasitas transformasi sistemik. Keberadaan prasarana digital yang komprehensif - mencakup konektivitas jaringan, perangkat komputasi, dan sistem perangkat lunak - merepresentasikan prasyarat struktural bagi implementasi paradigma pendidikan modern.

Kompleksitas infrastruktur digital melampaui sekadar ketersediaan peralatan fisik. Ia mencakup kemampuan terintegrasi untuk menciptakan lingkungan belajar yang responsif, adaptif, dan inovatif. Kualitas jaringan internet, diversitas perangkat keras, dan kecanggihan perangkat lunak menjadi variabel kritis yang menentukan efektivitas transformasi pedagogis.

Laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tahun 2020 memberikan perspektif komparatif yang signifikan. Temuan penelitian mengindikasikan korelasi kuat antara kekuatan infrastruktur digital dengan kapasitas inovasi pendidikan. Negara-negara yang berhasil membangun ekosistem teknologis yang robust secara sistematis lebih mampu mengadaptasi, mengimplementasi, dan mengoptimalkan pendekatan pendidikan berbasis teknologi.

Implikasi dari temuan ini adalah keharusan untuk memandang investasi infrastruktur digital tidak sekadar sebagai pengeluaran modal, melainkan strategi fundamental dalam merancang masa depan pendidikan yang lebih dinamis, inklusif, dan responsif terhadap kompleksitas global.

e. Budaya Organisasi

Dalam dinamika transformasi pendidikan kontemporer, budaya organisasional muncul sebagai mekanisme strategis yang melampaui sekadar struktur hierarkis tradisional. Ia berperan sebagai arsitektur imaterial yang menentukan kapasitas sebuah institusi untuk berinovasi, beradaptasi, dan berkembang dalam lanskap perubahan yang kompleks.

Pengembangan ekosistem institusional yang responsif mensyaratkan dekonstruksi paradigma manajemen konvensional. Hal ini melibatkan penciptaan ruang yang secara fundamental mendorong kolaborasi lintas disiplin, mendukung eksperimentasi ide, dan membangun mekanisme yang memfasilitasi fleksibilitas dalam mengadopsi pendekatan dan teknologi baru.

Perspektif Schein (2017) menekankan bahwa transformasi budaya organisasional bukanlah sekadar inisiasi prosedural, melainkan proses metamorfosis sistemik. Budaya positif berperan sebagai katalis yang mempercepat adaptasi, mendorong sikap proaktif terhadap perubahan, dan menciptakan lingkungan di mana inovasi tidak hanya diizinkan, melainkan secara aktif didorong dan dihargai.

Esensi dari pendekatan ini adalah membangun arsitektur organisasional yang tidak rigid, melainkan dinamis - sebuah ekosistem yang mampu bergerak, bernapas, dan beradaptasi dengan kecepatan perubahan teknologi dan pedagogis kontemporer.

(17)

f. Keterlibatan Pemangku Kepentingan

Dalam kompleksitas transformasi pendidikan modern, keberhasilan paradigma baru tidak dapat diselesaikan oleh satu entitas tunggal, melainkan memerlukan ekosistem kolaboratif yang komprehensif dan terintegrasi. Partisipasi multistakeholder menjadi mekanisme strategis yang menghubungkan berbagai sumber daya, perspektif, dan kepentingan dalam menciptakan momentum perubahan sistemik.

Kolaborasi lintas sektor merepresentasikan pendekatan holistik yang melampaui batas-batas institusional tradisional. Keterlibatan pemerintah sebagai regulator, masyarakat sebagai basis sosial, orang tua sebagai pemangku kepentingan langsung, dan sektor swasta sebagai sumber inovasi dan pendanaan menciptakan jaringan dinamis yang mampu mendukung transformasi pendidikan secara komprehensif.

Riset Anderson dan Hira (2021) menegaskan bahwa sinergi antarpemangku kepentingan tidak sekadar menjadi faktor pendukung, melainkan variabel kunci yang menentukan keberhasilan inovasi pendidikan. Kemampuan untuk menciptakan konsensus, mengintegrasikan sumber daya, dan menyelaraskan visi menjadi prasyarat fundamental dalam mengimplementasikan paradigma baru.

Pendekatan ini mensyaratkan dialog berkelanjutan, mekanisme kolaboratif yang transparan, dan komitmen bersama untuk mentransformasi ekosistem pendidikan menjadi ruang yang responsif, inklusif, dan berkeadilan.

7. Dampak Implementasi Paradigma Baru a. Student Center

Jika dahulu biasanya yang terjadi adalah guru berbicara dan siswa mendengar, menyimak, dan menulis maka saat ini guna harus berdebat dan berkolaborasi .Fungsi guru dari pengajar berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi peserta didiknya.

b. Interactive Learning

Jika dahulu mekanisme pembelajaran yang terjadi adalah satu arahan dari guru ke siswa, maka saat ini harus terdapat interaksi yang cukup antara guru dan siswa dalam berbagai bentuk komunikasinya. Guru berusaha membuat kelas semenarik mungkin melalui berbagai pendekatan interaksi yang dipersiapkan dan dikelola.

c. Network Learning

Jika dahulu siswa hanya dapat bertanya pada guru dan berguru pada buku yang ada di dalam kelas semata, maka sekarang yang bersangkutan dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh lewat internet.

d. Active Learning

Jika dahulu siswa diminta untuk pasif saja mendengar dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan guru gunanya agar mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa harus lebih aktif dengan cara memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.

e. Real Life Contextual

(18)

Jika dahulu contoh-contoh yang diberikan gurunya kepada siswanya bersifat artifisial. Maka saat ini sang guru harus dapat memberikan contoh-contoh yang sesuai konteks kehidupan sehari-hari dan relevan dengan yang diajarkan.

f. Cooperative Learning

Jika dahulu proses pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan masing-masing individu, maka yang harus dikembangkan saat ini adalah model pembelajaran yang mengedepankan pembelajaran antar individu.

g. Holistic Learning

Jika dahulu siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam menangkap materi yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka saat ini seluruh panca indera dan komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotorik).

h. Multimedia (Digital Media).

Jika dahulu ilmu guru hanya mengandalkan papan tulis untuk mengajar, maka saat ini diharapkan guru dapat menggunakan beranekaragam peralatan, dan teknologi Pendidikan yang tersedia baik yang bersifat konvensional maupun modern.

i. Critical Thinking

Jika dahulu yang dibahas dalam kelas lebih bersifat faktual, maka sekarang ini harus dikembangkan pembahasan terhadap berbagai hal yang membutuhkan pemikiran kreatif dan kritis untuk menyelesaikannya

B. Penelitian Terdahulu

Kajian literatur merupakan langkah yang dilakukan untuk menggali teori-teori sebelumnya dengan cara mencari sumber-sumber yang relevan dengan topik penelitian. Studi literatur ini bertujuan untuk mengidentifikasi penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti, sehingga dapat diketahui aspek-aspek yang belum dikaji secara mendalam oleh peneliti terdahulu. Selain itu, kajian literatur juga digunakan untuk membandingkan fenomena yang akan diteliti dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dari berbagai penelitian yang telah ada, ditemukan sejumlah temuan yang menunjukkan perbedaan sudut pandang masing-masing peneliti dalam mengkaji masalah mereka.

1. “Paradigma Baru Pengelolaan Madrasah”

Artikel ini disusun oleh Supa’at yang dipublikasikan pada Kependidikan Islam, vol 3, no.1, Januari-Juni 2008. Penelitian pada artikel ini menekankan perlunya reformasi dalam pengelolaan madrasah untuk menghadapi tantangan pendidikan modern dan meningkatkan kualitas pendidikan yang diberikan. Reformasi yang dilakukan dalam pengelolaan madrasah mencakup beberapa aspek penting, antara lain perubahan paradigma, manajemen berbasis sekolah, dan peningkatan kualitas pendidikan. Secara keseluruhan, reformasi ini bertujuan untuk menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang lebih modern, relevan, dan mampu bersaing dalam konteks pendidikan nasional dan global. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang akan kami lakukan adalah pada proses pelaksanaanya, yaitu di era digital.

2. “Perubahan Paradigma Pendidikan di Era Digital”

Artikel ini ditulis oleh Wellty Mely Betesda dan Alief Firmansyah yang berasal dari Universitas Jambi. Artikel ini dipublikasikan di Jurnal Teknologi Pendidikan, volume 1,

(19)

nomor 4, tahun 2024. Penelitian ini membahas perubahan paradigma pendidikan di era digital, dengan fokus pada bagaimana teknologi digital mengubah cara pembelajaran.

Beberapa poin penting yang dibahas dalam penelitian ini meliputi transformasi metode pembelajaran, strategi pemanfaatan teknologi digital dalam pendidikan, dampak teknologi digital terhadap metodologi pendidikan, tantangan dan peluang yang dihadapi dalam perubahan paradigma pendidikan. Secara keseluruhan, penelitian ini menekankan pentingnya menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan teknologi digital untuk menciptakan mutu pendidikan yang lebih optimal. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang akan kami lakukan adalah bahwasanya bukan hanya paradigma pendidikan yang mengalami transformasi atau perubahan di era digital, pada manajemen pendidikan pun terjadi transformasi sehingga menghasilkan paradigma baru.

3. "Paradigma Baru Manajemen Pendidikan pada Madrasah dalam Menghadapi Tantangan Zaman"

Artikel ini ditulis oleh Mutakallim da. n Abd.Gani dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Penelitian ini membahas beberapa aspek terkait paradigma baru manajemen pendidikan pada madrasah, antara lain paradigma baru manajemen pendidikan, peningkatan mutu pendidikan, tantangan yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia, peran manajemen dalam pendidikan. Secara keseluruhan, penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang bagaimana madrasah dapat meningkatkan mutu pendidikan melalui manajemen yang lebih baik dan responsif terhadap kebutuhan zaman. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang akan kami lakukan adalah jika pada artikel ini paradigma baru manajemen pendidikan pada lembaga pendidikan yang berupa madrasah, maka pada penelitian yang akan kami lakukan tidak terfokus pada salah satu lembaga pendidikan.

(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metodologi kualitatif-deskriptif dalam pelaksanaannya.

Pendekatan deskriptif dipilih karena kemampuannya untuk memaparkan secara detail tentang objek yang diteliti, situasi saat penelitian dilakukan, serta mengkaji berbagai persoalan yang ditemui selama penelitian berlangsung. Studi ini mengutamakan penyajian data secara objektif dan apa adanya. Mengacu pada pendapat Arikunto (2013), penelitian dengan metode deskriptif merupakan kajian yang ditujukan untuk menelaah suatu keadaan, situasi, atau aspek tertentu yang kemudian dituangkan dalam format laporan penelitian.

Metodologi kualitatif yang diterapkan menghasilkan temuan dalam bentuk narasi deskriptif, baik berupa ungkapan lisan maupun pengamatan terhadap perilaku subjek penelitian. Mengacu pada Sugiyono (2020), penelitian kualitatif memiliki beberapa karakteristik utama: memberikan perhatian pada konteks lingkungan partisipan, lebih mengutamakan proses dibanding hasil akhir, memiliki cakupan yang terfokus, menerapkan kriteria validasi data yang spesifik, menggunakan rancangan yang adaptif, serta bersifat deskriptif. Dalam konteks penelitian ini, pendekatan kualitatif dimanfaatkan untuk menganalisis penerapan paradigma manajemen pendidikan kontemporer di SMAS Bani Saleh Kota Bekasi.

B. Populasi dan Sampel

Definisi objek penelitian menurut Arikunto (2013) adalah variabel yang menjadi fokus utama dalam penelitian. Sugiyono (2020) memperluas definisi tersebut dengan menyatakan bahwa objek penelitian mencakup karakteristik, kualitas, atau nilai yang melekat pada individu, benda, atau aktivitas yang memiliki keragaman tertentu, yang telah ditetapkan peneliti untuk dikaji dan diambil kesimpulannya. Dalam konteks penelitian ini, SMAS Bani Saleh Kota Bekasi dipilih sebagai objek penelitian.

Terkait subjek penelitian, Arikunto (2013) mengartikannya sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan variabel yang sedang diteliti, baik itu berupa benda, hal, maupun orang. Keberadaan subjek penelitian sangat krusial karena menjadi sumber utama data variabel yang dikaji. Mengacu pada pengertian ini, penelitian mengambil Bapak H. Sutaryo, M.Pd. yang menjabat sebagai kepala sekolah dan Ibu Dra. Erwinda yang menjabat sebagai guru di SMAS Bani Saleh Kota Bekasi sebagai subjek penelitian.

C. Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara Mendalam

Wawancara semi-terstruktur akan dilakukan untuk menggali pengalaman, pandangan, dan evaluasi subjek terhadap implementasi paradigma baru. Pertanyaan wawancara akan mencakup aspek teknologi, kebijakan, dan budaya organisasi.

2. Observasi Lapangan

Observasi dilakukan untuk memahami bagaimana teknologi diterapkan dalam proses manajemen dan pembelajaran. Observasi difokuskan pada penggunaan perangkat digital dan dinamika kerja dalam institusi pendidikan.

3. Dokumentasi

(21)

Pengumpulan dokumen terkait, seperti kebijakan institusi, laporan pelatihan, dan data penggunaan teknologi, dilakukan untuk mendukung hasil wawancara dan observasi.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah reduksi data, triangulasi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Tahap reduksi adalah memilih, atau mengklasifikasikan hasil penelitian data mana yang akan digunakan untuk mengumpulkan data selanjutnya.

Triangulasi yaitu menganalisis hasil wawancara yang dilakukan dengan menggunakan triangulasi sumber dan metode menghasilkan hasil yang sama. Penyajian data adalah menyusun data secara runtut dan jelas.

(22)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan narasumber di SMA Bani Saleh Kota Bekasi, peneliti menemukan beberapa informasi yaitu dengan tersedianya perangkat teknologi di sekolah yang telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Salah satunya adalah meningkatkan kecepatan internet yang awalnya hanya 500 mbps kini mencapai 1500 mbps, yang tentunya sangat mendukung kelancaran proses pembelajaran online. Selain itu, perangkat pembelajaran seperti komputer juga telah disediakan dengan bantuan dana pemerintah, yang memperkuat infrastruktur teknologi di sekolah ini. Meski demikian, meskipun jumlah perangkat sudah mencukupi untuk sebagian besar kegiatan pembelajaran, jumlahnya masih belum memadai untuk memenuhi kebutuhan semua siswa secara bersamaan. Oleh karena itu, pihak sekolah memberlakukan sistem bergilir dalam penggunaan komputer. Dengan memiliki 25 unit komputer, pembelajaran berbasis teknologi dapat berjalan lebih teratur dengan mengadakan dua sesi untuk program yang diadakan pemerintah, sehingga siswa tetap dapat mengakses materi pembelajaran meski perangkat yang tersedia terbatas.

Namun, kendala terkait infrastruktur teknologi masih ada, terutama dalam hal koneksi internet. Meskipun kecepatan internet sudah sangat memadai, masalah utama yang dihadapi adalah kestabilan koneksi yang sering terganggu, terutama saat banyak perangkat yang mengakses jaringan secara bersamaan. Hal ini seringkali terjadi ketika platform atau aplikasi yang digunakan untuk ujian atau tryout online sedang digunakan oleh banyak siswa secara bersamaan, yang menyebabkan gangguan atau kesulitan dalam mengakses materi. Selain itu, meskipun sebagian besar guru sudah memiliki kemampuan dasar dalam menggunakan teknologi, masih ada beberapa guru yang merasa kesulitan dalam memanfaatkan perangkat teknologi ini secara maksimal. Terutama bagi guru yang tidak terlalu familiar dengan penggunaan teknologi, diperlukan dukungan lebih lanjut dalam bentuk pelatihan agar mereka dapat memanfaatkan perangkat ini secara efektif dalam proses belajar mengajar. Kendala lain yang cukup sering terjadi adalah gangguan teknis, seperti listrik mati atau masalah dengan proyektor yang digunakan dalam pembelajaran.

Di sisi lain, penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran membawa banyak manfaat, baik bagi siswa, guru, maupun orang tua. Teknologi mempermudah komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua, yang semakin efektif melalui penggunaan aplikasi seperti WhatsApp. Dengan adanya teknologi, informasi mengenai kegiatan sekolah atau perkembangan siswa dapat disampaikan dengan cepat dan efisien. Siswa juga semakin antusias dalam mengikuti pembelajaran berbasis teknologi, terutama dalam penggunaan aplikasi seperti PowerPoint yang dapat diakses menggunakan ponsel mereka. Namun, masih terdapat beberapa tantangan, terutama bagi siswa yang memiliki keterbatasan perangkat seperti ponsel atau kuota internet, yang bisa menghambat kelancaran pembelajaran.

Meskipun demikian, secara keseluruhan, teknologi mempermudah banyak aspek dalam pendidikan, mulai dari proses belajar mengajar hingga komunikasi antar pihak terkait.

Dukungan dari pemerintah sangat diharapkan untuk meningkatkan pemerataan akses teknologi, terutama untuk sekolah swasta, agar implementasi teknologi dalam pendidikan bisa lebih maksimal dan bermanfaat bagi semua pihak. Pemerintah diharapkan tidak hanya fokus pada sekolah negeri, tetapi juga memberikan perhatian lebih kepada sekolah swasta

(23)

dalam hal pengadaan perangkat, pelatihan, dan kebijakan yang mendukung pengembangan teknologi pendidikan.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Setelah melakukan wawancara dengan narasumber dan melakukan observasi langsung dilapangan, peneliti dapat menganalisis tentang Implementasi Paradigma Baru Dalam Manajemen Pendidikan Pada Era Digital.

1. Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan implementasi paradigma baru di era digital Hasil wawancara menunjukkan bahwa terdapat dukungan infrastruktur berupa peningkatan kecepatan internet hingga 1500 Mbps. Selain itu, pengadaan perangkat komputer menjadi elemen penting dalam mendukung implementasi paradigma baru di SMA Bani Saleh. Michael Fullan (2015) dalam bukunya The New Meaning of Educational Change menjelaskan bahwa keberhasilan transformasi dalam pendidikan sangat bergantung pada dua aspek utama: kapabilitas kolektif dan kepemimpinan adaptif (adaptive leadership).

Kapabilitas kolektif terlihat dari bagaimana para guru berkolaborasi untuk memanfaatkan perangkat teknologi dalam pembelajaran, seperti memanfaatkan aplikasi berbasis digital dan bekerja secara bersama untuk memastikan kelancaran proses belajar mengajar. Misalnya, adanya workshop internal yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan teknologis guru menjadi salah satu bukti kolaborasi tersebut. Dukungan ini relevan dengan teori Fullan, yang menyatakan bahwa keberhasilan sistem pendidikan tidak hanya bergantung pada individu, tetapi juga kemampuan kolektif dalam menciptakan inovasi dan perubahan sistemik.

Sementara itu, adaptive leadership atau kepemimpinan adaptif yang juga dikemukakan oleh Fullan menekankan bahwa pemimpin pendidikan, baik kepala sekolah maupun guru senior, harus mampu beradaptasi dengan perubahan, termasuk menghadapi kendala dan tantangan teknologi. Dalam wawancara, salah satu guru senior menyatakan,

"Kita harus mau belajar, bertanya, dan jangan malu," menunjukkan sikap adaptif yang mendukung pemanfaatan teknologi. Kepemimpinan ini penting untuk membimbing guru lain, terutama mereka yang kurang familiar dengan teknologi, agar dapat berkembang dan berkontribusi dalam transformasi digital sekolah.

2. Kendala yang dihadapi dalam implementasi paradigma baru dalam manajemen pendidikan di era digital

Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa kendala utama yang menghambat implementasi paradigma baru di SMA Bani Saleh. Salah satunya adalah kestabilan koneksi internet. Meskipun kecepatan sudah memadai (1500 Mbps), gangguan terjadi ketika banyak perangkat terhubung secara bersamaan. Selain itu, platform digital yang digunakan untuk ujian sering mengalami gangguan ketika akses bersamaan dari banyak pengguna. Kendala ini sejalan dengan temuan Hidayat (2020) yang menyebutkan bahwa keterbatasan infrastruktur teknologi sering kali menjadi hambatan utama dalam transformasi pendidikan digital. Masalah ini juga mencerminkan perlunya peningkatan kualitas layanan teknologi untuk mendukung pendidikan yang berbasis digital.

Kendala lain adalah keterbatasan kompetensi guru dalam memanfaatkan teknologi, terutama bagi mereka yang belum terbiasa menggunakan perangkat digital.

Dalam konteks ini, teori Michael Fullan tentang adaptive leadership relevan. Fullan

(24)

(2015) menekankan bahwa keberhasilan manajemen pendidikan digital sangat tergantung pada kemampuan pemimpin pendidikan untuk beradaptasi dan membimbing orang lain dalam menghadapi perubahan. Dukungan pelatihan yang lebih berkelanjutan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan literasi digital tenaga pendidik.

Gangguan teknis seperti listrik mati dan masalah perangkat proyektor juga sering menghambat kelancaran pembelajaran berbasis teknologi. Kondisi ini menunjukkan pentingnya infrastruktur pendukung yang stabil dan andal untuk memastikan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Masalah ini juga terkait dengan perlunya kolaborasi antara sekolah, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengatasi kesenjangan teknologi, sebagaimana dinyatakan oleh riset Anderson dan Hira (2021) bahwa keberhasilan transformasi pendidikan membutuhkan sinergi antar pemangku kepentingan. Dukungan pemerintah terhadap sekolah swasta juga dirasa kurang optimal. Guru menyebutkan bahwa sekolah swasta sering kali tidak mendapatkan perhatian yang sama seperti sekolah negeri, terutama dalam bantuan perangkat atau pelatihan.

3. Dampak implementasi paradigma baru terhadap efektivitas manajemen pendidikan dan kualitas pembelajaran

Hasil wawancara menunjukkan bahwa implementasi paradigma baru di SMA Bani Saleh telah memberikan dampak signifikan terhadap efektivitas dan kualitas pembelajaran. Salah satu dampaknya adalah perubahan peran guru dari pengajar menjadi fasilitator. Guru membantu siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran, baik melalui penggunaan teknologi seperti PowerPoint maupun platform pembelajaran daring.

Hal ini mencerminkan pendekatan pembelajaran yang lebih interaktif dan kolaboratif, sesuai dengan teori konstruktivisme oleh Piaget (1973), di mana siswa berperan aktif dalam membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman.

Selain itu, implementasi teknologi seperti Google Form untuk ujian dan aplikasi berbasis ponsel telah meningkatkan fleksibilitas dalam evaluasi pembelajaran. Namun, hal ini juga menghadirkan tantangan, seperti potensi siswa untuk mencontek. Graham (2006) dalam Blended Learning Systems menekankan pentingnya pendekatan blended learning, yaitu kombinasi antara pembelajaran tatap muka dan daring. Menurut Graham, model ini dapat memaksimalkan efektivitas pembelajaran dengan cara mengintegrasikan kekuatan teknologi digital (misalnya fleksibilitas dan aksesibilitas) dengan interaksi langsung di kelas. Pendekatanblended learningjuga memungkinkan guru untuk menjaga kendali atas proses pembelajaran sekaligus memanfaatkan teknologi untuk memperkaya pengalaman belajar siswa.

Di sisi lain, teknologi juga telah meningkatkan komunikasi antara pihak sekolah, guru, siswa, dan orang tua. Penggunaan aplikasi seperti WhatsApp mempermudah penyampaian informasi dan pemantauan perkembangan siswa. Menurut Siti Sundari dalam karya-karyanya tentang paradigma baru manajemen pendidikan, implementasi paradigma baru harus bersifat holistik, melibatkan integrasi teknologi, kebijakan, dan pengembangan kompetensi SDM untuk menciptakan sistem pendidikan yang responsif terhadap kebutuhan global. Siti Sundari juga menekankan pentingnya pemberdayaan SDM melalui pelatihan intensif dan manajemen berbasis teknologi untuk memastikan seluruh pihak yang terlibat dalam ekosistem pendidikan dapat beradaptasi dengan perubahan.

(25)

Misalnya, antusiasme siswa terhadap pembelajaran berbasis teknologi yang disampaikan melalui aplikasi atau media interaktif mencerminkan dampak positif paradigma baru. Menurut Siti Sundari, teknologi tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran, tetapi juga sebagai medium yang dapat memotivasi siswa dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin digital.

Secara keseluruhan, dampak positif implementasi paradigma baru ini terlihat dari meningkatnya keaktifan siswa, komunikasi yang lebih efisien, dan kemudahan dalam proses pembelajaran. Namun, tantangan seperti integritas siswa dalam ujian daring tetap memerlukan solusi, seperti penerapan model blended learning untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan teknologi dan kontrol langsung oleh guru.

(26)

BAB V PENUTUP A. Simpulan

Implementasi paradigma baru dalam manajemen pendidikan pada era digital menekankan pentingnya inovasi, fleksibilitas, dan kolaborasi dalam sistem pendidikan.

Kemajuan teknologi digital telah membawa perubahan mendasar dalam cara institusi pendidikan mengelola, merencanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran. Paradigma tradisional yang bersifat hirarkis dan birokratis tidak lagi memadai untuk memenuhi kebutuhan pendidikan abad ke-21. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru yang berbasis teknologi untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih adaptif dan berkelanjutan.

Meskipun terdapat berbagai tantangan dalam penerapan teknologi digital, seperti keterbatasan infrastruktur, kesenjangan akses digital, dan kurangnya literasi teknologi di kalangan tenaga pendidik, penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan teknologi, kompetensi sumber daya manusia, serta kebijakan yang responsif dapat menjadi faktor pendukung keberhasilan implementasi paradigma baru. Pelatihan intensif dan kolaborasi antara pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, dan sektor swasta, sangat penting untuk mengatasi kendala yang ada dan memastikan bahwa semua pihak dapat memanfaatkan teknologi secara optimal.

Dampak positif dari penerapan paradigma baru ini terlihat dari peningkatan efektivitas manajemen pendidikan dan kualitas pembelajaran. Peran guru bertransformasi dari pengajar menjadi fasilitator, yang mendorong siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran. Lingkungan belajar yang lebih interaktif dan kolaboratif tercipta, memungkinkan siswa untuk terlibat dalam pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Oleh karena itu, penting bagi semua pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang adaptif dan inklusif, guna mempersiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan di masa depan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMAS Bani Saleh Kota Bekasi, terdapat beberapa saran yang dapat meningkatkan implementasi paradigma baru dalam manajemen pendidikan, terutama dalam menghadapi tantangan yang ada. Pertama, meskipun infrastruktur teknologi seperti kecepatan internet telah ditingkatkan, kestabilan koneksi internet masih menjadi hambatan utama, terutama ketika banyak perangkat yang terhubung secara bersamaan. Oleh karena itu, disarankan agar sekolah meningkatkan kapasitas jaringan dan perangkat pendukung lainnya agar kualitas dan stabilitas koneksi lebih terjamin, mendukung kelancaran proses pembelajaran berbasis teknologi.

Selain itu, kompetensi teknis guru dalam memanfaatkan teknologi perlu terus ditingkatkan, khususnya bagi guru yang belum terbiasa dengan perangkat digital. Sebagai solusinya, perlu ada pelatihan berkelanjutan yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan masing-masing guru. Pelatihan ini harus mencakup tidak hanya keterampilan teknis tetapi juga pendekatan pedagogis, agar para guru dapat memanfaatkan teknologi dengan lebih efektif dalam mendukung proses belajar mengajar. Di samping itu, pemerintah perlu lebih memperhatikan sekolah swasta, seperti SMAS Bani Saleh, dalam hal pengadaan perangkat teknologi dan penyelenggaraan pelatihan. Sebab, banyak sekolah swasta yang merasa tidak

(27)

mendapat perhatian yang setara dengan sekolah negeri dalam hal pengembangan teknologi pendidikan.

Selanjutnya, meskipun teknologi telah mempermudah pembelajaran dan komunikasi antara sekolah, siswa, guru, dan orang tua, perlu ada peningkatan dalam penggunaan model pembelajaran campuran atau blended learning. Dengan menggabungkan pembelajaran tatap muka dan daring, guru dapat menjaga interaksi langsung dengan siswa sekaligus memanfaatkan teknologi untuk memperkaya pengalaman belajar. Model ini juga dapat membantu mengurangi masalah terkait integritas dalam ujian daring, yang sering menjadi tantangan.

Masalah teknis seperti gangguan listrik atau kerusakan perangkat proyektor juga sering menghambat kelancaran proses pembelajaran berbasis teknologi. Oleh karena itu, penting bagi pihak sekolah untuk memastikan pemeliharaan rutin terhadap infrastruktur pendukung seperti listrik dan perangkat pembelajaran. Pengadaan cadangan perangkat juga diperlukan untuk menghindari gangguan teknis yang dapat mengganggu kelancaran pembelajaran. Terakhir, meskipun komunikasi antar pihak terkait telah menjadi lebih efisien dengan adanya aplikasi seperti WhatsApp, peningkatan lebih lanjut dalam penggunaan aplikasi yang lebih terintegrasi akan memperkuat komunikasi antar sekolah, guru, siswa, dan orang tua. Ini akan meningkatkan efektivitas pemantauan perkembangan siswa dan memungkinkan interaksi yang lebih produktif dalam mendukung proses pembelajaran.

Dengan memperhatikan saran-saran tersebut, diharapkan implementasi paradigma baru dalam manajemen pendidikan di SMAS Bani Saleh dapat semakin optimal dan memberikan dampak positif yang lebih besar bagi siswa, guru, dan seluruh pemangku kepentingan terkait.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J., & Hira, A. (2021).Collaborative Approaches in Digital Education Transformation.

Education Futures Journal.

Arikunto, dan Yuliana (2008).Manajemen Pendidikan. Yogyakarta, Aditya Media.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.

Astriani, Yessy, and Ismail Marzuki. “PJJ: DIGITAL TRANSFORMASI DARING PADA EVALUASI PENDIDIKAN DI ERA PANDEMI COVID -19.” Jurnal Pemikiran dan Pencerahan, vol. 17, no. 1, 2021.

Bandura, A. (1977). Social learning theory. Prentice-Hall.

Br Sinaga, Wellty Mely Betesda. “Perubahan Paradigma Pendidikan di Era Digital.” Jurnal Teknologi Pendidikan, vol. 1, no. 4, 2024, pp. 1-10.

Creswell, J. W. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Thousand Oaks: SAGE Publications.

Danim, Sudarwan.Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta, Bumi Aksara, 2006.

Darling-Hammond, L., Hyler, M. E., & Gardner, M. (2020). Effective teacher professional development. Learning Policy Institute.

Engkoswaro, and Komariah.Administrasi Pendidikan. Bandung, Alfabeta, 2010.

Fullan, M. (2013). Stratosphere: Integrating Technology, Pedagogy, and Change Knowledge.

Toronto: Pearson.

Fullan, Michael.The New Meaning of Educational Change. Teachers College Press, 2015.

Graham, C. R. (2006). Blended learning systems. In C. J. Bonk & C. R. Graham (Eds.), The Handbook of Blended Learning: Global Perspectives, Local Designs. Pfeiffer Publishing.

Hidayat, A. (2020). Transformasi pendidikan di era digital: Potensi dan tantangan. Jurnal Pendidikan dan Teknologi, 7(2), 123–135.

Huang, W., Chen, L., & Zhang, R. (2019). Cybersecurity in educational institutions: Protecting student data privacy in the digital age. Journal of Educational Technology and Cybersecurity, 24(3), 145-162.

Kasiram, Moh.Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kualitatif. Malang, UIN Malang Press, 2008.

Khozin, M.Santri Milenial. Bhuana Ilmu Populer, 2018.

Kozma, R. B. (2005). National policies that connect ICT-based education reform to economic and social development.Human Technology, 1(2), 117-156.

Kristiawan, M., et al.Supervisi Pendidikan. Bandung, Alfabeta, 2019.

Kurniawan, D., & Hartati, S. (2021). "Peningkatan Kompetensi Guru di Era Digital." Jurnal Pendidikan Digital, 12(3), 45-58.

Luckin, R., Holmes, W., Griffiths, M., & Forcier, L. B. (2016). Intelligence Unleashed: An Argument for AI in Education.Pearson.

Miarso, Y. H.Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta, Kencana, 2016.

Mishra, P., & Koehler, M. J. (2006). Technological Pedagogical Content Knowledge: A Framework for Teacher Knowledge. Teachers College Record, 108(6), 1017–1054.

Moleong, Lexy J.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006.

Mulyasa, E. (2019).Manajemen berbasis sekolah: Konsep, strategi, dan implementasi.Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Nasir, A. (2021). Risiko era digital dalam pendidikan: Tantangan dan solusi.Pendidikan Digital dan Inovasi, 4(1), 33–47.

(29)

OECD. (2020). Digital Education Outlook: Shaping the Future of Learning. Paris: OECD Publishing.

Patton, M. Q. (2002). Qualitative Research and Evaluation Methods. Thousand Oaks: SAGE Publications.

Piaget, J. (1973). To Understand is t

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Herry.2013.Integrasi teknologi informasi komunikasi Dalam pendidikan: potensi manfaat, masyarakat berbasis Pengetahuan, pendidikan nilai, strategi implementasi dan

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis dibidang teknologi informasi dan

Seiring dengan perubahan paradigma pendidikan abad 21 yang tidak bisa terpisahkan dari teknologi informasi dan komunikasi maupun dampak pandemi, hubungan literasi digital

Setelah diindentifikasi jenis teknologi yang sesuai dengan kbutuhan dilapangan, langkah selanjutnya adalah pembuatan prototipe alat berikut ujicoba dan implementasi desain

Pembatasan masalah diidentifikasikan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah implementasi kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan media komunikasi sosial di Kabupaten

Perencanaan sistem informasi manajemen pendidikan di sekolah untuk mendukung proses pembelajaran efektif dengan teknologi informasi dan

3.2.7 Analisis Debit Andalan Analisis debit Andalan adalah proses yang digunakan untuk menentukan debit minimum dari suatu sumber air, seperti sungai atau waduk, yang dapat

Pemanfaatan Teknologi: o Implementasi perangkat lunak manajemen bengkel yang mendukung sistem kegiatan atom untuk mengelola pekerjaan secara otomatis dan memberikan pembaruan kepada