Sebutkan Hirarki Pengendalian Bahaya di suatu lingkungan kerja!
Hirarki pengendalian bahaya adalah pendekatan yang digunakan dalam manajemen risiko di lingkungan kerja untuk mengurangi risiko bahaya atau cedera. Ini melibatkan serangkaian langkah yang diurutkan berdasarkan tingkat efektivitas dan preferensi untuk menghadapi bahaya. Berikut adalah hirarki pengendalian bahaya dalam lingkungan kerja, dari yang paling efektif hingga yang paling kurang efektif:
1. Penghapusan Bahaya (Elimination): Ini adalah langkah pertama dan paling efektif dalam mengendalikan bahaya. Tujuannya adalah menghilangkan bahaya sepenuhnya dari lingkungan kerja. Misalnya, mengganti bahan berbahaya dengan yang lebih aman atau menghapus proses yang berpotensi berbahaya.
2. Substitusi Bahaya (Substitution): Jika penghapusan bahaya tidak mungkin, langkah selanjutnya adalah menggantikan bahaya dengan sesuatu yang kurang berbahaya. Ini dapat mencakup penggunaan bahan atau metode kerja yang lebih aman.
3. Pengendalian Teknikal (Engineering Controls): Pengendalian teknikal mencakup penggunaan perangkat keras atau teknologi untuk membatasi bahaya. Contohnya adalah penggunaan alat pelindung diri (APD), peningkatan desain mesin, atau penambahan ventilasi untuk mengurangi paparan bahaya.
4. Pengendalian Administratif (Administrative Controls): Langkah-langkah administratif melibatkan pengaturan atau perubahan dalam prosedur kerja dan pengelolaan untuk mengurangi risiko. Ini termasuk perubahan jadwal kerja, pelatihan, tanda peringatan, dan aturan kerja yang lebih aman.
5. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment - PPE): Jika bahaya tidak dapat dihilangkan atau dikurangi secara signifikan melalui metode lain, maka pekerja harus dilengkapi dengan PPE, seperti helm, kacamata pelindung, atau pakaian pelindung.
Penting untuk diingat bahwa hirarki pengendalian bahaya memprioritaskan pendekatan yang lebih efektif untuk mengurangi risiko. Idealnya, langkah-langkah paling efektif seperti penghapusan dan substitusi harus diupayakan terlebih dahulu sebelum beralih ke pengendalian yang kurang efektif seperti pengendalian administratif atau penggunaan PPE. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan mengurangi risiko cedera atau penyakit yang disebabkan oleh bahaya di tempat kerja.
Sebuah pabrik yang memproduksi Minyak Goreng mengalami kebakaran yang diakibatkan oleh tumpahan alkohol di sekitar reaktor.
Jelaskan Manajemen Resiko Kebakaran yang harus dilakukan termasuk jenis alat pemadam yang dapat digunakan dalam kondisi tersebut secara aman.
Manajemen risiko kebakaran dalam pabrik produksi minyak goreng sangat penting untuk menjaga keamanan fasilitas dan pekerja.
Berikut adalah beberapa langkah yang harus diambil dalam situasi tumpahan alkohol di sekitar reaktor dan jenis alat pemadam yang dapat digunakan secara aman:
1. Identifikasi Bahaya: Langkah pertama adalah mengidentifikasi bahaya dengan cermat. Tumpahan alkohol adalah bahaya yang sangat serius karena alkohol mudah terbakar dan bisa melebar dengan cepat.
2. Evakuasi: Prioritaskan keselamatan pekerja dengan segera memulai proses evakuasi. Semua pekerja harus diarahkan untuk meninggalkan area tersebut sesegera mungkin melalui jalur evakuasi yang aman.
3. Panggil Bantuan Darurat: Panggil layanan darurat seperti pemadam kebakaran dan ambulans untuk membantu menangani situasi.
Segera informasikan jenis bahaya yang sedang dihadapi.
4. Matikan Sumber Api: Jika mungkin, matikan atau isolasi sumber api atau aliran bahan yang menyebabkan tumpahan alkohol.
5. Jangan Gunakan Alat Elektrik: Hindari menggunakan alat listrik atau peralatan yang dapat menciptakan percikan atau panas di dekat tumpahan alkohol.
6. Alat Pemadam Kebakaran: Pilih alat pemadam kebakaran yang sesuai. Dalam kasus alkohol, pemadaman dengan air mungkin tidak aman karena alkohol bisa melebur. Sebaliknya, gunakan pemadam kebakaran berjenis Karbon Dioksida (CO2) atau pemadam kebakaran bubuk kimia khusus untuk pemadaman tipe B (cairan mudah terbakar).
7. Hindari Menggunakan Pemadam Api Berbasis Air: Hindari pemadam api berbasis air dalam kebakaran yang melibatkan alkohol karena dapat memperburuk situasi dengan menyebabkan tumpahan alkohol menyebar lebih luas.
8. Pemadaman dari Jarak Aman: Saat menggunakan pemadam kebakaran, pastikan untuk menjaga jarak yang aman dari titik api.
Arahkan aliran pemadam ke titik api, dan gunakan dalam gerakan berzigzag untuk memadamkan api.
9. Pemadaman Selama Evakuasi: Jika situasinya semakin parah dan pekerja telah dievakuasi, jangan coba-coba melakukan pemadaman.
Prioritaskan keselamatan dan biarkan petugas pemadam kebakaran yang berpengalaman mengatasi kebakaran.
10. Investigasi dan Evaluasi: Setelah kebakaran berhasil dipadamkan, lakukan investigasi untuk mengidentifikasi penyebab tumpahan alkohol dan upaya untuk mencegahnya di masa depan. Lakukan evaluasi terhadap tindakan dan pemadam kebakaran yang digunakan.
Penting untuk selalu melatih staf mengenai tindakan darurat dan penggunaan alat pemadam kebakaran. Manajemen risiko yang baik, penggunaan alat pemadam yang sesuai, serta respons cepat dan tepat, akan membantu mengurangi risiko kebakaran dan memastikan keselamatan pekerja dan aset pabrik.
Ada beberapa macam alat pemadam kebakaran yang dirancang untuk mengatasi berbagai jenis kebakaran. Berikut adalah beberapa macam alat pemadam kebakaran yang umum digunakan:
a. Pemadam Kebakaran Portabel (Fire Extinguishers):
- Pemadam Kebakaran Air: Digunakan untuk pemadaman kebakaran kelas A yang melibatkan bahan padat seperti kayu dan kertas.
- Pemadam Kebakaran Karbon Dioksida (CO2): Cocok untuk pemadaman kebakaran kelas B (cairan mudah terbakar) dan kelas C (listrik).
- Pemadam Kebakaran Bubuk Kimia: Efektif untuk pemadaman kebakaran kelas B dan kelas C. Ada berbagai jenis bubuk kimia yang tersedia.
- Pemadam Kebakaran Bahan Kimia Kering (ABC): Dapat digunakan untuk pemadaman kebakaran kelas A, B, dan C.
- Pemadam Kebakaran Logam: Digunakan untuk pemadaman kebakaran logam yang melibatkan logam seperti natrium dan magnesium.
b. Sistem Pemadam Kebakaran Otomatis (Automatic Fire Suppression Systems):
- Sistem Pemadam Kebakaran Sprinkler: Menggunakan air atau bahan kimia untuk pemadaman kebakaran secara otomatis saat detektor panas mendeteksi suhu tinggi.
- Sistem Pemadam Kebakaran Gas: Menggunakan gas kimia seperti FM-200 atau inert gas seperti nitrogen untuk memadamkan kebakaran dengan cepat.
c. Selang Pemadam Kebakaran (Fire Hoses):
Selang Pemadam Kebakaran: Digunakan dengan aliran air yang kuat untuk memadamkan kebakaran kelas A.
d. Hydrant:
- Hydrant Umum: Ditempatkan di lokasi strategis di sekitar bangunan dan digunakan oleh petugas pemadam kebakaran untuk mendapatkan pasokan air selama pemadam kebakaran.
- Hydrant dalam Bangunan: Terpasang di dalam bangunan dan dapat digunakan untuk pemadaman kebakaran oleh petugas pemadam kebakaran.
e. Sistem Pemadaman Kebakaran Mobil (Firefighting Vehicles):
- Mobil Pemadam Kebakaran: Dilengkapi dengan tangki air, selang, dan perlengkapan pemadam kebakaran lainnya untuk pemadaman kebakaran di lokasi yang sulit dijangkau.
f. Perlengkapan Pelindung Diri (Personal Protective Equipment - PPE):
- Pakaian Pemadam Kebakaran: Dikenakan oleh petugas pemadam kebakaran untuk melindungi diri mereka dari panas dan api.
- Topeng Pemadam Kebakaran: Menyediakan perlindungan pernapasan saat berada di dalam lingkungan berbahaya.
Setiap jenis alat pemadam kebakaran memiliki peran dan kemampuan yang berbeda dalam mengatasi kebakaran. Penting untuk memahami jenis kebakaran yang mungkin terjadi di lingkungan Anda dan memiliki alat pemadam yang sesuai serta melatih staf dalam penggunaan mereka.
Pada kasus di Soal #2, jelaskan HAZOP Analysis yang berlaku!
Analisis HAZOP (Hazard and Operability Study) pasca kebakaran akibat alkohol adalah pendekatan yang digunakan untuk mengevaluasi penyebab kebakaran yang telah terjadi, mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi, dan merumuskan tindakan perbaikan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil dalam HAZOP analisis pasca kebakaran:
1. Identifikasi Kejadian dan Kerusakan: Langkah pertama adalah mengidentifikasi dan mendokumentasikan dengan cermat semua aspek kebakaran yang telah terjadi, termasuk apa yang menjadi penyebabnya, bagaimana kebakaran terjadi, dan kerusakan apa yang dihasilkan.
2. Pembentukan Tim HAZOP: Bentuk tim HAZOP yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk insinyur, ahli kebakaran, personel operasi, dan lainnya yang memiliki pengetahuan tentang sistem dan kejadian kebakaran.
3. Identifikasi Bahaya dan Faktor Risiko: Selanjutnya, tim HAZOP akan melakukan analisis terhadap berbagai aspek operasional dan sistem yang ada sebelum kebakaran. Mereka akan mencoba mengidentifikasi bahaya potensial, titik lemah, dan faktor risiko yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut.
4. Evaluasi Prosedur Pemadam Kebakaran: Tim HAZOP akan meninjau prosedur pemadam kebakaran yang ada dan mengidentifikasi apakah ada kekurangan atau kesalahan yang terjadi selama respons terhadap kebakaran. Ini dapat mencakup evaluasi peralatan pemadam yang digunakan.
5. Identifikasi Perubahan yang Diperlukan: Berdasarkan hasil analisis HAZOP, tim akan merumuskan rekomendasi perubahan yang diperlukan dalam desain, prosedur, pelatihan, atau operasi untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Rekomendasi ini harus praktis, dapat diimplementasikan, dan mengurangi risiko.
6. Pelaksanaan Perubahan: Setelah rekomendasi perubahan diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah melaksanakannya. Ini mungkin melibatkan perubahan dalam desain sistem, pemeliharaan rutin yang lebih ketat, peningkatan pelatihan personel, atau penggunaan peralatan pemadam yang lebih efektif.
7. Pengujian dan Pemantauan: Setelah perubahan diimplementasikan, penting untuk melakukan pengujian dan pemantauan berkala untuk memastikan efektivitasnya dalam mengurangi risiko kebakaran.
8. Pelaporan dan Dokumentasi: Semua langkah-langkah yang diambil dalam HAZOP analisis pasca kebakaran harus didokumentasikan dengan baik, termasuk rekomendasi perubahan, tindakan yang diambil, dan hasil pengujian.
Hazop analisis pasca kebakaran adalah alat yang berharga dalam meningkatkan keamanan dan mencegah kejadian kebakaran yang serupa di masa depan. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk belajar dari insiden tersebut dan membuat perbaikan yang diperlukan dalam manajemen risiko.
Jelaskan ISO, OHSAS & SMK3 serta berikan masing-masing contoh di industri kimia!
ISO (International Organization for Standardization), OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment Series), dan SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) adalah standar dan sistem manajemen yang digunakan dalam industri untuk meningkatkan keselamatan, kesehatan, dan lingkungan kerja. Berikut adalah penjelasan singkat tentang ketiganya serta contoh penggunaannya di industri kimia:
1. ISO (International Organization for Standardization):
- ISO adalah organisasi internasional yang mengembangkan dan menerbitkan standar internasional untuk berbagai aspek, termasuk manajemen kualitas, lingkungan, dan keselamatan.
- ISO 14001 adalah standar manajemen lingkungan yang membantu organisasi mengelola dampak lingkungan mereka. Di industri kimia, perusahaan dapat mengimplementasikan ISO 14001 untuk memastikan kepatuhan dengan regulasi lingkungan dan mengurangi dampak lingkungan dari proses produksi.
- ISO 45001 adalah standar manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pekerja dan mengurangi cedera kerja. Di industri kimia, ini penting untuk mengelola risiko terkait bahan kimia berbahaya.
2. OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment Series):
- OHSAS 18001 adalah spesifikasi internasional yang fokus pada manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Ini digunakan oleh banyak organisasi untuk mengelola risiko terkait keselamatan pekerja.
- Di industri kimia, OHSAS 18001 dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengelola, dan mengurangi risiko terkait dengan paparan bahan kimia berbahaya, penggunaan peralatan yang berbahaya, dan praktik kerja yang berpotensi berbahaya.
3. SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja):
- SMK3 adalah sistem manajemen yang berfokus khusus pada keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja.
- Di industri kimia, SMK3 digunakan untuk mengidentifikasi potensi bahaya, mengatur langkah-langkah kontrol, memberikan pelatihan kepada pekerja, dan memastikan kepatuhan dengan regulasi keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku.
Contoh penggunaan ketiga sistem ini dalam industri kimia dapat mencakup:
- Implementasi ISO 14001 untuk memastikan pengelolaan limbah kimia yang aman dan pemantauan emisi ke lingkungan.
- Penerapan OHSAS 18001 untuk mengelola risiko keselamatan dalam penyimpanan dan penanganan bahan kimia berbahaya.
- Penggunaan SMK3 untuk mengidentifikasi bahaya yang terkait dengan proses kimia, seperti penggunaan bahan kimia beracun atau pekerjaan di dalam ruang terbatas, dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan.
Ketiga sistem ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan, kesehatan, dan lingkungan kerja, serta memastikan bahwa perusahaan di industri kimia beroperasi sesuai dengan standar internasional dan regulasi yang berlaku.
Maintenance shutdown Fase 1: shutdown initiation
Peristiwa pemeliharaan penutupan harus ditentukan secara cermat di awal agar selaras dengan tujuan bisnis situs. Tujuan penutupan harus didefinisikan dengan baik, dan sebaiknya dapat diukur. Ini sebenarnya merupakan KPI untuk penutupan, yang sering kali distandarisasi di seluruh organisasi. Beberapa contoh tujuan penutupan adalah:
- Tidak ada salahnya untuk mematikan tenaga kerja
- Pekerjaan darurat dibatasi hingga 10% dari pekerjaan yang direncanakan - Biaya penutupan harus sesuai dengan biaya yang dianggarkan
- Shutdown overrun menjadi kurang dari 5%
Fase 2: shutdown planning
Fase Perencanaan adalah tentang mengidentifikasi ruang lingkup pekerjaan penutupan, kemudian mengidentifikasi suku cadang, tenaga kerja, peralatan, dan sumber daya lain yang diperlukan untuk melaksanakan penutupan. Keluaran dari tahap perencanaan adalah serangkaian paket pekerjaan penghentian yang komprehensif, jaminan bahwa segala sesuatunya tersedia untuk melaksanakan pekerjaan.
Sangat penting bahwa tim perencanaan spesialis ditugaskan untuk fase ini. Artinya, jangan mencoba menggunakan perencana rutin untuk melaksanakan perencanaan penutupan ‘di waktu luang mereka’. Sifat perencanaan penutupan memerlukan fokus laser, dan para perencana tidak boleh terganggu oleh aktivitas rutin lainnya.
- Shutdown scope
Sebelum mengidentifikasi suku cadang, tenaga kerja, peralatan dan sumber daya, perlu ditentukan ruang lingkup pekerjaan penghentian.
Hal ini biasanya melibatkan pertemuan tingkat tinggi dan melibatkan departemen Pemrosesan, Pemeliharaan, dan Teknik. Setelah scope tingkat tinggi ditentukan maka CMMS biasanya akan digunakan untuk mencari pekerjaan lain untuk dimasukkan ke dalam scope tersebut.
Ini akan mengidentifikasi PdM dan persyaratan pemeliharaan korektif. Perhatikan bahwa langkah penting dalam fase Perencanaan adalah mengidentifikasi batas waktu penerimaan pekerjaan baru.
- Parts and material
Pada awal tahap Perencanaan, penting untuk mengidentifikasi item dengan waktu tunggu yang lama. Beberapa di antaranya mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Hal ini sering kali melibatkan langkah-langkah desain, dan hampir pasti melibatkan semacam proses tender. Item dengan waktu tunggu yang lama adalah bagian yang kompleks dari proses perencanaan, karena item tersebut sering kali tersebar di beberapa departemen yang berbeda. Pengadaan, Pemeliharaan, Pemrosesan, Teknik, dan bahkan Spesialis Kontrak semuanya akan mempunyai kepentingan dalam mengatur bagian-bagian yang diperlukan. Oleh karena itu, koordinasi yang cermat sangat penting untuk memastikan pengelolaan material yang andal.
- Labor
Besarnya kebutuhan tenaga kerja tambahan harus diidentifikasi dan diorganisasikan. Seringkali hal ini memerlukan proses tender, atau mungkin sudah ada kontrak khusus yang telah ditetapkan. Dokumentasi permintaan kontraktor harus diserahkan, dan Pesanan Layanan dimulai.
- Equipment
Peralatan khusus merupakan persyaratan normal untuk penghentian dan penyelesaian. Peralatan pembersih, peralatan permesinan, alat angkat berat, perkakas tangan, perkakas khusus. Daftarnya terus bertambah jika menyangkut persyaratan peralatan. Semua persyaratan peralatan untuk semua pekerjaan penutupan harus diidentifikasi sedini mungkin, karena beberapa di antaranya mungkin memerlukan proses yang panjang untuk diatur dengan benar. Biasanya akan lebih hemat biaya jika menyewa peralatan daripada membeli langsung.
- Other resources
Seringkali diperlukan sumber daya khusus. Logistik untuk melaksanakan perubahan haluan dalam jumlah besar sangatlah rumit dan memerlukan perencanaan yang cermat atas berbagai sumber daya. Misalnya: sarana mess, toilet, transportasi, komunikasi dan keamanan.
Semua hal ini harus diidentifikasi dan diorganisir pada tahap perencanaan penutupan.
Fase 3: shutdown scheduling
Mirip dengan tahap perencanaan penutupan, penting untuk menunjuk tim penjadwalan penutupan yang khusus. Keahlian yang diperlukan untuk penjadwal penutupan berbeda dengan perencana penutupan, oleh karena itu lebih baik memiliki perencana dan penjadwal terpisah.
Tugas inti dari Shutdown Scheduler adalah melakukan aktivitas. Kegiatan inti lainnya selama fase penjadwalan adalah:
- Memastikan seluruh lingkup pekerjaan dapat dilaksanakan dalam waktu yang dialokasikan.
- Tentukan persyaratan waktu untuk semua suku cadang, tenaga kerja, peralatan, dan sumber daya lainnya untuk pelaksanaan aktivitas pemeliharaan penghentian.
- Tentukan aktivitas jalur kritis untuk penutupan.
- Urutan pekerjaan untuk mengoptimalkan penggunaan semua sumber daya penghentian, yang sering disebut sebagai pemerataan sumber daya.
- Identifikasi prioritas pekerjaan penutupan, dan manfaatkan float untuk menjadwalkan pekerjaan penutupan sesuai dengan prioritas.
Fase 4: shutdown scheduling
Supervisor Pemeliharaan bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaan penghentian. Mereka menggunakan paket kerja yang dihasilkan oleh perencana penutupan bersama dengan jadwal yang dihasilkan oleh Penjadwal Shutdown untuk menyelesaikan setiap tugas pada waktu yang dialokasikan. Pengawas penutupan harus memperbarui kemajuan secara teratur ke Penjadwal Shutdown. Hal ini biasanya dilakukan satu kali per shift dengan menggunakan lembar pembaruan jadwal. Penjadwal Shutdown kemudian bertanggung jawab untuk memantau kemajuan shutdown secara keseluruhan. Khususnya Penjadwal Shutdown harus memantau jalur kritis. Jika terdapat gangguan terhadap penyelesaian tepat waktu pada jalur kritis, aktivitas harus diidentifikasi sedini mungkin, dan dilakukan penyesuaian. Hal ini mungkin untuk mengubah ruang lingkup atau bahkan menghapus pekerjaan dari jadwal.
Fase 5: shutdown evaluation
Evaluasi Shutdown melibatkan langkah-langkah untuk menggunakan proses penilaian dan perbaikan berkelanjutan untuk memastikan bahwa penutupan dan penyelesaian di masa depan dapat diperbaiki dengan mengambil tindakan berdasarkan pembelajaran. Sangatlah penting untuk melakukan analisis pasca penutupan segera setelah selesainya penutupan. Cara umum untuk mengumpulkan umpan balik adalah dengan menyebarkan kuesioner pasca-penutupan kepada peserta pelaksanaan penutupan. Ini diselesaikan dan dikembalikan ke tim perencanaan penutupan untuk dievaluasi. Kuesioner ini akan mencakup isu-isu, evaluasi penutupan, dan peluang untuk perbaikan. Hal ini harus dikompilasi menjadi laporan resmi pasca penutupan.