7 BAB II
KONTEKS KONSEPTUAL
2.1. Kajian Terdahulu
Bagi seorang peneliti, penelitian terdahulu mengenai objek dan materi yang telah di teliti akan sangat dibutuhkan. Hal ini akan sangat membantu peneliti untuk memahami penelitian sebelumnya, serta peneliti ingin memahami sudut pandang peneliti terdahulu.
Beberapa penelitian yang akan peneliti kaji :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Destien Mistavakia Sirait dan Dasrun Hidayat, jurnal volume 2 tahun 2015 dari jurnal Ilmu Komunikasi (J- IKA), dengan judul “Pola Komunikasi Pada Prosesi Mangulosi Dalam Pernikahan Budaya Adat Batak Toba”. Penelitian ini di fokuskan kepada prosesi mangulosi (penyematan ulos) dalam pernikahan adat Batak Toba. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan studi etnografi dengan cara observasi dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian ini adalah terjadinya prosesi mangulosi dalam pernikahan adat Batak Toba yang dihasilkan dari pola perilaku komunikasi oleh masyarakat batak, pola komunikasi tersebut terkait dengan situasi komunikasi, peristiwa komunikasi, setting komunikasi, pesan komunikasi dan varietas bahasa yang digunakan dalam prosesi adat tersebut.
2. Pola yang dilakukan oleh Sastrya Naibaho dan Idola P. Putri, jurnal
volume 15 tahun 2017 dari jurnal universitas telkom dengan judul “Pola Komunikasi Prosesi Marhata Sinamot Pada Pernikahan Adat Batak Toba Dalam Mempertahankan Identitas Budaya Suku Batak Toba di Bandung”. Penelitian ini difokuskan pada prosesi marhata sinamot yang merupakan kegiatan membicarakan mahar dan perlengkapan pesta untuk pernikahan adat Batak Toba. Penelitian ini bertujuan menjelaskan pola komunikasi marhata sinamot di Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan paradigma kontstruktivisme. Data diperoleh melalui observasi dan hasil wawancara dengan ketua bidang adat, Raja Parhata dan pengantin yang di uji kebenarannya dengan triangulasi waktu dan dianalisis dengan mereduksi, menyajikan, dan menyimpulkan data. Hasil penelitian menyatakan pola komunikasi dimensi sosial menunjukkan komunikasi yang akrab dalam penentuan Raja Parhata dan dimensi konsep menunjukkan suasana ketat hukum adat dan memiliki simbol dan makna sebagai komunikasi verbal dan nonverbal sehingga mempertahankan identitas Batak Toba di Bandung dan membedakannya dengan daerah asal.
3. Penelitian ini dilakukan oleh Rukyah Wanulu, Jurnal volume 4 Tahun 2016 dari jurnal Ilmu Komunikasi yang berjudul “Makna Interaksi Simbolik Pada Proses Upacara Adat Cumpe Dan Sampua Suku Buton di Samarinda”. Penelitian ini difokuskan pada membahas mengenai makna interaksi simbolik pada proses upacara adat Cumpe dan sampua suku Buton di Samarinda. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui, mendiskripsikan dan menganalisis makna interaksi simbolik dalam proses upacara adat Cumpe dan sampua suku Buton di Samarinda.
Peneliti menggunakan teori interaksi simbolik yang dikembangkan oleh George Herbert Mead dan Herbert Blummer untuk menganalisis makna interaksi simbolik pada proses upacara adat Cumpe dan Sampua suku Buton di Samrinda bukan hanya menganalisis makna dari sebuah simbol upacara adat Buton tetapi juga ingin lebih mengetahui proses awal yang terjadi pada proses upacara adat tersebut. Inti pada penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepsentasikan apa yang akan disampaikan dalam proses upacara adat Buton, secara teoritis interaksi simbolik merupakan kehidupan sosial yang pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol jadi sebuah simbol tidak dibentuk melalui paksaan mental merupakan timbul karena makna diberikan oleh manusia sendiri.
4. Penelitian ini dilakukan oleh Syafruddin Ritonga dan Ian Adian Tarigan, Jurnal Volume 4, Jurnal Ilmu Sosial Universitas Medan Area Tahun 2011 yang berjudul “Pola Komunikasi Antar Budaya Dalam Interaksi Sosial Etnis Karo dan Etnis Minang di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo”. Peneliti berfokus untuk mengetahui pola komunikasi antar budaya dalam interaksi etnis Karo dan etnis Minang di kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo terhadap angket yang disebarkan kepada responden. Dari hasil yang didapatkan dijelaskan bahwa kerjasama antar etnis Karo dan Minang dalam kehidupan sehari-hari
dapat dilihat bahwa semua responden menjawab bahwa kerjasama antar etnis Karo dan Minang dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan tidak ditemukan kendala yang berarti. Secara keseluruhan dari hasil wawancara yang dilakukan kepada tiap responden yang melaksanakan pernikahan antar etnis Karo dan Minang ditemukan bahwa apabila si anak lahir maka akan mengikuti marga dari bapaknya yang etnis karo walaupun ibunya berasal dari etnis Minang, begitu juga kalau pihak laki- laki dari etnis Minang dan wanita dari etnis Karo.
5. Penelitian ini dilakukan oleh Ritma Dewi Alimah, Jurnal Ilmu Komunikasi yang berjudul “Pola Komunikasi Kepala Adat Dengan Masyarakat Dalam Melestarikan Kearifan Lokal”. Penelitian di fokuskan untuk mengetahui bagaimana pesan, aktivitas komunikasi dan peranan kepala adat dalam melestarikan kearifan lokal di kampung Adat Cikondang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan studi etnografi komunikasi. Hasil penelitian ini adalah proses penyampaian pesan di kampung Adat Cikondang dapat tersampaikan dengan baik dan aktivitas komunikasi yang berlangsung di kamung Adat Cikondang sangat membantu dalam proses pelestarian kearifan lokal di kampung Adat tersebut.
Kajian terdahulu pada penelitian ini di rangkum dalam Tabel 2.1. sebagai berikut.
Tabel II. 1 Kajian Terdahulu
Penelitian Destien Mistavakia Sirait dan Dasrun Hidayat
Sastrya Naibaho &
Idola Putri
Rukyah wanulu Syafruddin Ritonga dan Ian Adian Tarigam
Ritma Dewi Alimah Rominar Indahyati Silalahi
Judul Pola Komunikasi Pada Prosesi Mangulosi dalam Pernikahan Budaya Adat Batak Toba
Pola Komunikasi Prosesi Marhata Sinamot Pada Pernikahan Adat Batak Toba Dalam Membentuk
Identitas Budaya Suku Batak Toba di Bandung
Makna Interaksi Simbolik Pada Proses Upacara Adat Cumpe dan Sampua Suku Buto di Samarinda
Pola
Komunikasi Antar budaya dalam Interaksi Sosial Etnis Karo dan Etnis Minang di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo
Pola Komunikasi Kepala Adat Dengan Masyarakat Dalam Melestarikan Kearifan Lokal
Pola Komunikasi Pada Prosesi Marunjuk
Pernikahan Adat Batak Toba Dalam Mempertahankan Identitas Budaya
Institusi/
Tahun
Universitas Bina Sarana Informatika Bandung/ 2015
Universitas Telkom Bandung/2017
Universitas
Mulawarman/2016
Universitas Medan Area/2011
Universitas BSI Bandung/2018
Universitas BSI Bandung/2019
Metode Kualitaif Kualitatif Kualiatif Kuantitatif Kualitatif Kualitatif
Hasil Terjadinya prosesi mangulosi dalam pernikahan adat Batak Toba yang dihasilkan dari perilaku
komunikasi oleh masyarakat Batak, terkait dengan situasi komunikasi, peristiwa
komunikasi, setting komunikasi, pesan komunikasi dan varietas bahasa yang digunakan dalam dalam prosesi adat tersebut
Pola Komunikasi dimensi sosial menunjukkan komunikasi yang akrab dalam penentuan Raja Parhata dan dimensi konsep
menunjukkan suasana ketat hukum adat dan memiliki simbol dan makna sebagai komunikasi verbal dan non verbal sehingga membentuk
identitas Batak Toba dan
membedakannya dengan daerah asal
Mengungkap bagaimana cara manusia
mengunakan simbol-simbol yang
merepsentasikan apa yang akan disampaikan dalam proses upacara adat Buton.
Kerjasama antar etnis Karo dan etnis Minang dalam
kehidupan sehari-hari berjalan dengan baik dan tidak ditemukan kendala yang berarti. Secara keseluruhan dari hasil wawancara ditemukan bahwa anak yang lahir akan mengikuti etnis dari ayah
Proses penyampaian pesan di Kampung Adat Cikandong dapat tersampaikan dengan baik dam aktivitas komunikasi yang berlangsung di Kampung Adat Cikandong sangat membantu dalam proses pelestarian kearifan lokal
Pola komunikasi oleh masyarakat Batak Toba terkait dengan proses penyampaian pesan dalam prosesi Marunjuk dapat tersampaikan dengan bauj dan
makna yang
disampaikan tersampaikan dengan baik.
Persamaan
Makna dan simbol yang terdapat pada pernikahan adat Batak Toba
Pola Komuniikasi pada prosesi adat Batak Toba
Membahas
mengenai makna Interaksi Simbolik pada proses acara adat
Pola
Komunikasi pada Budaya Batak
Pola Komunikasi Pada Masyarakat Adat
Pola Komunikasi Pada Masyarakat Batak (Adat)
Perbedaan Fokus hanya pada satu prosesi pernikahan adat Batak Toba yaitu prosesi Mangulosi
Penelitian ini berfokus pada membentuk
identitas budaya sedangkan peneliti pada
mempertahankan identitas Budaya
Membahas tentang adat suku Buton
Fokus pada interaksi sosial
Melestarikan Kearifan Lokal
Fokus pada
Mempertahankan identitas budaya
2.2. Kajian Literatur 2.2.1. Pola Komunikasi
Komunikasi dalam bahasa inggris yaitu communication yang berasal dari bahasa latin yakni communica dan bersumber dari kata communis yang artinya sama. Sama di sini dalam arti membagi gagasan, ide atau pikiran yang bermakna sama (Effendy, 2009). Berinteraksi atau berkomunikasi merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan setiap manusia di kehidupannya sehari-hari. Manusia tidak dapat menghindari berkomunikasi, maka dari itu kita sangat mengenal kata komunikasi. Jadi jika dua orang atau lebih terlibat dalam komunikasi, seperti sedang dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang sedang di percakapkan. Terlibat komunikasi dengan bahasa yang sama belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya tetapi belum tentu mengeri makna yang disampaikan menggunakan bahasa itu. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila ada kesamaan makna antara komunikator dan komunikan.
Definisi komunikasi menurut West dan Turner “Komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka” (Sirait, Destien Mistavakia dan Hidayat, 2015).
Raymond S. Ross dalam Dr. Wiryanto (2008) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses memilah, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga pendengar mampu mengerti dan membangkitkan makna atau respons dari pikirannya sama dengan yang disampaikan atau dimaksudkan oleh sang komunikator.
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, orang-orang yang berminat tentang komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikutip oleh Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Funtion of Communicationin society. Laswell Mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut:
Who, Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect?
Sumber : Effendy (2009)
Bagan II. 1 Model Komunikasi
Paradigma Laswell dalam Effendy (2009) di atas memperlihatkan bahwa yang dimaksud dengan pertanyaan pada gambar adalah:
1. Who tersebut adalah menunjuk kepada siapa orang yang memulai sebuah percakapan.
2.
Says What atau apa yang dikatan yaitu berhubungan dengan isi komunikasi atau pesan yang akan disampaikan dalam percakapan tersebut.3.
To Whom pertanyaan ini maksudnya yaitu menanyakan siapa yang akan menjadi audience atau penerima dari komunikasi atau dengan kata lain dengan siapa komunikator berbicara.4.
Through What atau melalui media apa maksudnya adalah alat komunikasi seperti bicara, gerakan badan, kontak mata, sentuhan, radio, televisi, surat, buku dan gambar.5. Yang terakhir yakni Effect dari komunikasi tersebut pertanyaan tentang efek komunikasi ini dapat menanyakan dua hal yaitu apa yang ingin dicapai
Siapa Apa Saluran Siapa Efek
dengan hasil komunikasi tersebut dan apa yang di lakukan orang sebagai hasil komunikasi tersebut.
Pola komunkasi dapat diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004).
Menurut Effendy dalam Setyawan (2018) Pola komunikasi terdiri atas 3 macam yaitu :
1. Pola komunikasi satu arah adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan baik menggunakan media maupun tanpa media, tidak ada umpan balik dari komunikan. Komunikan hanya bertindak sebagai pendengar saja.
2.
Pola komunikasi dua arah atau timbal balik (two way traffic communication) yaitu komunikator dan komunikan saling tukar fungsi dalam menjalani fungsi mereka, komunikator pada tahap pertama menjadi komunikan dan pada tahap berikutnya saling bergantian fungsi. Namun yang memulai percakapan adalah komunikator utama, komunkator utama tersebut memiliki tujuan tertentu dalam proses komunikasi tersebut. Komunikasi tersebut prosesnya dialogis, serta umpan balik terjadi secara langsung.3.
Pola komunikasi multi arah yaitu proses komunikasi terjadi dalam satu kelompok yang lebih banyak dimana komunikator dan komunikan akan saling bertukar pikiran secara dialogis.Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola komunikasi adalah suatu pola hubungan dalam proses pertukaran pesan satu sama lain, sehingga memberikan makna atau gambaran terkait pesan yang disampaikan.
Dikaitkan dengan dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktivitas dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok, komunikasi yang dimaksud terjadi pada orang Batak saat melakukan atau melaksanakan upacara adat pernikahan Batak Toba yaitu pola komunikasi multi arah.
2.2.3. Komunikasi Antar Budaya
Pembicaraan atau pembahasan tentang komunikasi antar budaya tak dapat dielakkan dari pengertian kebudayaan atau budaya. Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, William B.
Hart dalam Liliweri (2013) mengemukakan “harus dicatat bahwa studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi”.
Komunikasi Antarbudaya menurut Mulyana merupakan komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda bangsa, ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status soisal, atau bahkan jenis kelamin. Mulyana mengungkapkan bahwa dengan kita berkomunikasi dengan individu lainnya maka sudah berpotensi mengandung komunikasi antarbudaya (Naibaho & P. Putri, 2017).
Menurut Guo-Ming Chen dan William J. Dalam Liliweri (2013) Bahwa komunikasi Antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik
yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan :
1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks, dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
2.
Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung dari persetujuan antar subjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;3.
Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;4.
Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara.Dapat peneliti simpulkan bahwa komunikasi antarbudaya adalah kegiatan komunikasi yang terjadi antara individu dengan individu lainnya untuk saling memahami perbedaan. Bukan hanya penting tetapi juga secara tidak langsung pasti selalu terjadi pada setiap suku di Indonesia.
Ketika kita berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang berbeda, maka akan ada beberapa perbedaan dalam hal, misalnya derajat pengetahuan, derajat kesulitan dalam pemahaman, bahasa, dan liannya. Dengan demikian, manakala suatu masyarakat berada pada kebudayaan yang beragam maka komunikasi antarpribadi dapat menyentuh nuansa komunikasi antarbudaya. Di sini, kebudayaan yang menjadi latar belakang kehidupan akan berpengaruh pada setiap
perilaku komunikasi manusia. Dengan demikian disaat kita berkomunikasi antarpribadi dengan seseorang dalam masyarakat, maka dia merupakan orang pertama yang dipengaruhi oleh kebudayaan. jika kita sepakat bahwa komunikasi antar budaya bermula dari komunikasi antarpribadi di antara para peserta berbeda budaya maka pendapat Candia Elliot dapat digunakan, Ia berkata “Secara normatif Komunikasi antarpribadi itu mengandalkan gaya berkomunikasi yang dihubungkan dengan nilai-nilai yang dianut orang. Nilai-nilai itu berbeda di antara kelompok etnik yang dapat menunjang dan mungkin merusak perhatian tatkala orang berkomunikasi. Disini gaya itu bisa berkaitan dengan individu maupun gaya dari kelompok etnik” (Liliweri, 2013).
Chaney dan Martin mengatakan bahwa hambatan Komunikasi atau yang dikenal juga sebagai communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya kasus komunikasi yang baik dan efektif (Ritonga &
Tarigan, 2011). Contoh dari hambatan komunikasi antar budaya adalah lambaian tangan biasanya diartikan juga memanggil di Indonesia, Ghana, Pakistan, dan negara-negara di Timur Tengah. Sedangkan di negara lain seperti Amerika Serikat jika bertemu orang Indonesia melakukan hal itu akan salah arti, karena lambaian tangan bagi orang Amerika Serikat mengandung arti sebuah perpisahan.
Menurut Liliweri (2013) secara umum ada empat kategori fungsi utama komunikasi, yakni: fungsi informasi; fungsi Intruksi; persuasif; dan fungsi menghibur. Apabila empat fungsi utama tersebut diperluas maka akan di ditemukan dua fungsi lain yang akan di bahas sebagai berikut.
A) Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi yang di tunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
1. Menyatakan identitas sosial 2. Menyatakan Integrasi Sosial 3. Melepaskan diri/Jalan Keluar B) Fungsi Sosial
1. Pengawasan 2. Menjembatani 3. Sosialisasi nilai 4. Menghibur
2.2.4. Komunikasi Keluarga
Dari pendekatan sosiologi dikemukakan oleh Charles Cooley bahwa keluarga merupakan kelompok primer atau kelompok pertama yang memberikan dasar bagi kehidupan seseorang. Dengan adanya interaksi tatap muka yang intim, kelompok primer memberikan perasaan kepada seseorang tentang siapa dirinya.
Selain itu, keluarga juga sangat penting bagi kenyamanan emosional seseorang, dan memberikan rasa harga diri karena di dalamnya menawarkan rasa kebersamaan, rasa dihargai, dan dicintai (Nurhajati & Wardyaningrum, 2012).
Keluarga menjadi penting karena nilai serta sikap dan perilakunya menyatu dalam identitas seseorang. Melalui keluarga sebagai lensa, seseorang memandang arti kehidupan dan mengalami proses kehidupan tersebut. Tidak peduli seseorang sudah menjadi orang dewasa keluarga sebagai kelompok primer awal tetap berada dalam dirinya. Oleh karenanya, sulit untuk seseorang memisahkan diri dari kelompok primer mereka karena diri dan keluarga menjadi satu yaitu kita.
Pernyataan di atas didukung dengan pernytaaan Ruben yang menyatakan komunikasi keluarga memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi dan sekaligus sangat kompleks (Nurhajati & Wardyaningrum, 2012).
2.2.5. Suku Batak (Halak Hita)
Sumber : Olahan peneliti 2019
Gambar II. 1
Meja Raja Parhata Saat Prosesi Pernikahan
Masyarakat suku batak biasa menyebut diri mereka dengan sebutan Halak Hita yang artinya orang kita. Terutama untuk masyarakat yang berada di perantauan sangat terbiasa menggunakan sebutan halak hita untuk mengetahui identitas sesama suku orang batak. Banyak orang yang mengenal suku batak sebagai orang yang keras, keras yang dimaksudkan di sini adalah gaya bicara yang sering kali menggunakan suara keras seperti orang yang sedang marah. Untuk mengetahui bagaimana karakter suku Batak menurut Ilmuseni, (2018) akan membahas sejarah, lokasi, filosofi hidup, dan sub suku Batak sebagai berikut :
A. Sejarah
Kerajaan Batak telah didirikan oleh seseorang Raja yang berasal dari dalam negeri Toba Sila-Silahi (Silalahi) Lau’ Baligi (Laut Balige), yang berada di kampung Parsoluhon, suku Pohan. Raja tersebut yang langsung bersangkutan adalah Raja Kesaktian. Raja Kesaktian ini bernama Alang Pardoksi atau yang sering di panggil sebagai Pardosi.
Pada masa kejayaannya maka kerajaan Batak telah di pimpin oleh Raja juga.
Raja yang memimpin bernama Sultan Mahara Bongsu, beliau memimpin pada tahun 1054 hujriyah dan beliau juga yang sudah membuat makmur negerinya dan beliau adalah seseorang yang memiliki kebijakan dalam politiknya.
B. Lokasi
Kebudayaan suku batak berasal dari Pulau Sumatera Utara. Daerah ini merupakan daerah yang berasal dari kediaman orang batak yang sudah di kenal dengan Daratan Tinggi Karo, Kangkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah.
Sehingga daerah suku batak ini bisa di lalui dengan rangkaian Bukit Barisan yang berada di daerah Sumatera Utara. Di sini juga terdapat suatu danau yang memiliki ukuran yang besar dan danau ini sering di sebut dengan sebutan danau Toba. Jika di lihat dari wilayah administrativenya maka mereka akan mendiami wilayah yang beberapa kabupaten sebagian dari wilayah Sumatera Utara.
Wilayahnya yaitu Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara dan Asahan.
C. Filosofi Hidup
Suku Batak memiliki beberapa nilai-nilai adat budaya yang mencerminkan kepribadian hidup. Selain sebagai nilai yang menjadi sebuah keyakinan pribadi, nilai budaya ini juga tercermin dalam kehidupan sosial masyarakat Batak, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Hagabeon : Nilai budaya yang mencerminkan keinginan untuk kebaikan hidup seperti untuk panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan segala hal lain yang baik-baik.
2. Hamoraon : Nilai budaya kehormatan bagi suku Batak yang mencerminkan keseimbangan pada aspek spiritual dan material.
3. Uhum dan Ugari : Uhum adalah sebuah nilai budaya yang mencerminkan kesungguhan orang Batak untuk menegakkan keadilan. Sedangkan ugari, mencerminkan kesetiaan dan kesungguhan orang Batak terhadap sebuah komitmen janji.
4. Pengayoman : Pengayoman merupakan sebuah nilai adat untuk mengayomi masyarakat. Dalam strata sosial suku Batak, pengayoman menjadi tugas yang harus diemban tiga unsur Dalihan Na Tolu.
5. Marsisarian : Sebuah nilai budaya antar suku Batak untuk saling mengerti, menghargai, dan juga saling membantu terhadap sesama.
6. Perlambangan Cicak : Cicak merupakan lambang bagi orang Batak. Maknanya adalah bahwa kehidupan orang Batak itu seperti kehidupan cicak. Cicak bisa hidup dimana-mana dan memiliki kemampuan hidup yang baik. Sebagai suku Batak harus mampu beradaptasi dengan berbagai kehidupan dan harus bisa bertahan dalam sebagai masalah hidup.
D. Sub Suku Batak
Meskipun terlihat sama, suku batak Batak sebenarnya terdiri dari beberapa etnis atau sub suku. Masing-masing etnis memiliki ciri khas yang berbeda, khususnya pada dialek bahasa yang digunakan. Beberapa etnis Batak yang di kategorikan sebagai berikut, diantaranya :
1. Batak Toba : Etnis Batak Toba merupakan etnis batak yang mendiami wilayah kabupaten Toba Samosir. Salah satu ciri khas Batak Toba bisa dikenali dari marga yang senantiasa melekat pada nama orang suku Batak.
Marga-marga yang merupakan etnis Batak Toba adalah Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagulung, Hutapea, dan Lumbantobing.
Keenam marga tersebut merupakan keturunan dari Guru Mangaloksa yang merupakan salah satu anak dari Raja Hasibuan yang mendiami wilayah Toba. Selain itu, ada juga marga Nasution dan Siahaan yang berada di wilayah Padang Sidempuan yang masih merupakan saudara karena berasal dari leluhur yang sama. Kedua marga tersebut meskipun tidak merujuk kepada keturunan Guru Mangaloksa namun masuk ke dalam etnis Batak Toba.
2. Batak Simalungun : Etnis Simalungun mendiami wilayah kabupaten Simalungun. Marga asli etnis Simalungun adalah Damanik, Purba, Saragih, dan Sinaga. Keempat marga tersebut merujuk kepada keturunan Raja penguasa Simalungun pada jaman dahulu. Meskipun demikian, terdapat juga masyarakat Batak Simalungun yang tidak berketurunan langsung dengan empat marga tersebut namun karena sudah lama mendiami wilayah Simalungun, mereka masuk menjadi bagian dari empat sub marga tersebut.
Batak Simalungun berada di wilayah perbatasan antara Batak Karo dengan Batak Toba. Oleh sebab itu, bahasa yang digunakan oleh etnis Simalungun merupakan perpaduan dari Batak Toba dengan Batak Karo.
3. Batak Karo : Etnis Batak Karo merupakan masyarakat suku Batak yang mendiami wilayah dataran tinggi Karo. Batak Karo memiliki bahasa tersendiri yang disebut Cakap Karo. Orang Batak Karo memiliki kepercayaan bahwa mereka sebenarnya bukan kesatuan kekerabatan dengan suku Batak. Melainkan etnis Karo adalah suku tersendiri.
4. Batak Pakpak : Suku Batak Pakpak banyak yang mendiami wilayah Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Aceh, dan sebagian juga berada dalam wilayah Aceh. Sebagaimana masyarakat Karo, Batak Pakpak juga memiliki dialek bahasanya sendiri. Bahasa Batak Pakpak disebut sebagai bahasa Dairi. Suku batak Pakpak kaya akan jenis marga. Beberapa di antaranya seperti anak ampun, angkat, Bako, Bancin, Banurea, dll.
5. Suku Batak Mandailing/Angkola : Etnis Batak Mandailing mendiami wilayah Mandailing-Natal. Namun persebarannya sendiri juga meliputi beberapa wilayah seperti di Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan sebagian Kabupaten Tapanuli Selatan yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Beberapa budaya Batak Mandailing merupakan sarapan dari budaya Minangkabau. Oleh karena itu, sering kali etnis Batak Mandailing ini sempat diklaim merupakan bagian dari suku Minangkabau.
Namun dilihat dari sebagian besar adat kebudayaannya, etnis Batak Mandailing masih lebih dekat dengan kebudayaan suku Batak di bandingkan dengan kebudayaan suku Batak Minangkabau. Beberapa marga
dari Batak Mandailing adalah Nasution, Lubis, Harahap, Pulungan, dll.
2.2.5. Pernikahan Adat Batak Toba
Sumber : olahan peneliti 2019
Gambar II. 2 Menduduki pelaminan
Pernikahan adat Batak sudah tidak asing bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Banyaknya penyebaran orang Batak di setiap daerah membuat Batak lebih dikenal oleh setiap suku. Khususnya adat dalam pernikahan adat Batak Toba yang sudah sering di jumpai dan dilihat langsung oleh orang-orang dari berbagai suku. Upacara adat pernikahan Batak Toba disebut Marunjuk.
Adapun tata cara adat Batak Toba dalam pernikahan yang disebut dengan adat na gok, yaitu pernikahan orang Batak secara normal berdasarkan ketentuan adat terdahulu seperti tahap-tahap berikut (Manikraja, 2016).
1. Mangaririt : orang yang malakukan pelaksaan Paula kune dan Maningkir tangga dalam sehari.
2. Mangalehon tanda : Memberi tanda apabila laki-laki telah menemukan perempuan sebagai calon istrinya, kemudian saling memberikan tanda.
3. Marhori-hori dinding atau marhusip : Pembicaraan yang bersifat tertutup atau bias juga disebut perundingan antara kedua keluarga mengenai mas kawin
4. Marhata sinamot : membicarakan jumlah mahar dari pihak laki-laki, hewan apa yang akan di sembelih, berapa banyak ulos, berapa banyak undangan dan dimana pelaksanaan pernikahan akan dilakukan.
5. Pudun saut : Pihak kerabat laki-laki mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya
6. Martumpok : Acara kedua pengantin di hadapan pengurus jemaat gereja diikat dalam janji untuk melangsungkan pernikahan
7. Martonggo raja : kegiatan pra upacara adat yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara yang bertujuan untuk mempersiapkan kepentingan pesta yang bersifat teknis maupun non teknis 8. Manjalo Pasu-pasu parbagason : Pemberkatan pernikahan kedua pengantin
dilaksanakan di Gereja oleh pendeta. Setelah pemberkatan selesai maka kedua pengantin sah menjadi suami istri
9. Marunjuk (pesta adat) : setelah pemberkatan dari Gereja, kedua pengantin juga menerima pemberkatan dari adat yaitu dari seluruh keluarga khususnya kedua orang tua. Dalam upacara adat inilah hal tersebut dilakukan
10. Mangihut di ampang atau dialap jual : Jika pesta pernikahan di selengrakan di rumah pengantin perempuan, maka dilaksanakanlah acara membawa pengantin perempuan ke tempat laki-laki
11. Di taruhon jual : Jika pesta pernikahan diselenggarakan di Rumah laki-laki, maka pengantin perempuan dibolehkan pulang ke temapt orangtuanya
kemudian diantar lagi oleh Namborunya.
12. Daulat ni sipanganon : acara makan di rumah pengantin laki-laki dan makanan dari pihak perempuan
13. Paulak Une : tahapan adat yang ini sebagai langkah untuk kedua belah pihak bebas saling kunjung mengunjungi setelah beberapa hari berselang upacara pernikahan yang biasanya dilaksanakan seminggu setelah upacara pernikahan
14. Manjae : setelah beberapa lama pengantin laki-laki dan perempuan menjalani hidup berumah tangga, maka akan dipisah rumah dan mata pencarian. Kecuali anak bungsu.
15. Maningkir tangga : setelah kedua pengantin tinggal di rumah mereka, orang tua mereka akan dating berkunjung dan makan Bersama
Salah satu tahapan yang peneliti ingin teliti adalah tahapan Marunjuk yaitu pesta adat. Dalam prosesi Marunjuk banyak tradisi yang akan di lakukan dan dari semua prosesi atau tahapan dalam prosesi Marunjuk paling banyak melibatkan orang-orang yang bersangkutan dengan kegiatan adat istiadat tersebut.
Dalam melaksanakan pernikahan, orang suku Batak menganut sistem sosial kemargaan. Marga merupakan hal penting bagi suku Batak yang menjadi acuan dasar di dalam menetapkan calon pasangan yang ingin dinikahi. Beberapa aturan dasar dalam konsep pernikahan kebudayaan suku Batak adalah :
a) Larangan Satu Marga
Suku Batak memiliki tradisi pernikahan bahwa seseorang yang akan menikah maka pasangan calonnya harus berasal dari marga yang berbeda.
Bila seorang suku Batak ingin menikahi orang dari luar suku Batak, maka pasangan yang berasal dari luar suku batak tersebut harus diadopsi terlebih
dahulu oleh salah satu marga Batak yang berbeda. Larangan ini berkaitan dengan kekerabatan marga, setiap suku Batak yang berada dalam satu marga masih menganggap satu bagian keluarga besar, sehingga tidak boleh melangsungkan pernikahan dengan saudara.
b) Pariban
Suku Batak memiliki konsep perjodohan yang disebut Pariban. Pariban maknanya adalah sepupu. Orang batak dibolehkan untuk menikahi paribannya bila mereka sama-sama mau. Sepupu di sini, maknanya bukanlah sembarang sepupu. Sepupu yang dimaksudkan, misalkan untuk perempuan maka bisa menikah dengan anak laki-laki dari perempuan ayah.
Sedangkan kalau laki-laki, maka bisa menikah dengan anak perempuan dari adik laki-laki ibu.
c) Tuhor
Tuhor artinya adalah uang untuk membeli perempuan ketika ada laki-laki yang ingin melamar. Konsep Tuhor hampir sama dengan konsep panaik pada adat Makassar. Uang Tuhor yang diberikan oleh laki-laki untuk membeli pasangan perempuan dari keluarganya ini, nantinya akan digunakan sebagai biaya pernikahan. Penggunaan uang Tuhor adalah sesuai dengan kesepakatan antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Biasanya, besaran Tuhor ini tergantung dari tingkat pendidikan si perempuan. Bila tingkat pendidikannya tinggi, biasanya pihak keluarga perempuan akan meminta harga Tuhor yang juga tinggi.
Adat ini masih berlaku bagi sebagian orang Batak, namun beberapa juga sudah tidak.
2.2.6. Identitas Budaya
Prosesi Marunjuk pada adat pernikahan adat Budaya Batak Toba dapat mempertahankan Identitas Budaya Batak Toba di Majalengka. Identitas budaya menurut Ting-Toomey merupakan perasaan (emotional significance) dari seseorang untuk ikut memiliki (sense of belonging) atau berafiliasi dengan kultur tertentu (Naibaho & P. Putri, 2017).
Secara sederhana Liliweri (2013) mengatakan “yang dimaksud identitas Budaya adalah rincican karakteristik atau ciri-ciri sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang kita ketahui batasan-batasannya tatkala dibndingkan dengan karakteristik atau ciri-ciri kebudayaan orang lain”. Ini berarti bahwa kalau kita ingin mengetahui dan menetapkan identitas budaya, kita tidak hanya menentukan karakteristik atau ciri-ciri fisik semata tetapi juga mengkaji identitas budaya sekelompok manusia melalui tatanan berpikir, perasaan, dan cara bertindak, dan yang paling penting adalah bahasa.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa tradisi Prosesi Marunjuk merupakan salah satu rangkaian acara pernikahan yang menjadi Idenitas Budaya Batak Toba. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa suku Batak Toba merupakan suku yang masih mempertahankan tradisi adat yaitu upacara pernikahan yang sakral.
2.3. Kajian Teori
2.3.1. Teori Interaksi Simbolik
George Herbert Mead dikenal sebagai pelopor paham interaksi simbolik.
Mead mengajarkan bahwa makna terlihat sebagai hasil interaksi diantara manusia, baik secara verbal ataupun non verbal. Melalui tindakan dan tanggapan yang terjadi, kita memberikan makna ke dalam kata-kata dan tindakan, dengan demikian kita bisa memahami suatu peristiwa dengan makna-makna tertentu. Menurut paham ini masyarakat muncul dari percakapan yang saling berkesinambungan diantara individu (Morissan, 2014).
Herbert Blummer dalam Wanulu (2016) mengatakan
Interaksionisme simbolik menunjukkan kepada sifat khas dari interaksi antar manusia dimana manusia saling menerjemahkan dan saling mendifinisikan tindakannnya bukan hanya reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain tetapi didasarkan oleh makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diatur oleh pengunaan simbol-simbol, interprestasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing.
Paham Interaksi Simbolik telah menyatukan studi bagaimana kelompok mengkoordinasi tindakan mereka, bagaimana kelompok mengendalikan dan memahami emosi; bagaimana kenyataan dibangun; bagaimana diri diciptakan;
bagaimana struktur sosial besar dibentuk; dan bagaimana kebijakan publik dapat dipengaruhi yang merupakan sebuah gagasan dasar dari perkembangannya dan perluasaan teorites Ilmu Komunikasi (Ahmadi, 2008).
Alasan peneliti memilih teori ini karena dalam penelitian tentang pola komunikasi pada prosesi Marunjuk pernikahan adat Batak Toba ini membahas bagaimana orang batak pada perantauan masih memegang erat adat yang mereka
anut dan membentuk definisi yang sama oada setiap perbuatan dan perilaku yang mereka jalani.
2.4. Kerangka Pemikiran
Alasan peneliti menggunakan teori interaksi simbolik adalah teori ini memaparkan tentang percakapan berdasarkan tindakan dan simbol yang menurut peneliti sesuai dengan penelitian yang peneliti ambil.
Dalam kerangka pemikiran, peneliti akan menjelaskan pembahasan peneliti yang akan mengkaji tentang bagaimana Pola Komunikasi yang ada pada prosesi Marunjuk dalam pernikahan adat Batak Toba di Majalengka, dengan menggunakan studi etnografi komunikasi peneliti akan mengkaji tiga pokok pembahasan mengenai penyampaian pesan, makna dari setiap simbol, Bagaimana mempertahankan Identitas Budaya.
Sumber : Olahan peneliti (2019)
Bagan II. 2 Kerangka Pemikiran
Pola komunikasi Pada Prosesi Marunjuk dalam Pernikahan Budaya Batak Toba
Makna dari setiap tindakan simbolik dalam prosesi Marunjuk
Bagaimana
penyampaian pesan dalam prosesi marunjuk pada adat batak toba di Majalengka
Bagaimana prosesi marunjuk pada adat batak toba dalam mempertahankan identitas Budaya Batak Toba
Pola Komunikasi Prosesi Marunjuk Teori Interaksi Simbolik
Studi Etnografi Komunikasi