• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip dan Aplikasinya di Bidang Teknik

N/A
N/A
Hangga

Academic year: 2023

Membagikan " Prinsip dan Aplikasinya di Bidang Teknik"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Sejarah Ilmu Dinamika

Asal dari ilmu dinamika dimulai dari Galileo (1564-1642), orang yang pertama mengamati dan mempelajari benda jatuh bebas, gerak dari benda dipermukaan miring serta gerak bandul pendulum.

Selanjutnya penelitiannya dilanjutkan oleh muridnya newton (1642-1727 ) yang berhasil merumuskan prisnsip dasar hokum gerak dalam ilmu dinamika.

Pada jaman sekarang bebagai aplikasi bidang teknik hampir semua berkaitan dengan gaya serta gerak benda. Oleh karena itu pengetahuan dan pemahaman mengenai gaya dan yang berkaitan dengan gerak., gaya dan interaksinya biasanya sering disebut ilmu Mekanika Teknik. Dalam Mekanika Teknik ada ada dua cabang besar, yaitu Statika dan Dinamika.

Dalam Dinamika ada dua bagian yaitu Kinematika dan Kinetika. Kinematika membahas hanya pada gerak tanpa mengaitkan dengan gaya penyebab gerak, sedangkan kinetika melihat gaya yang dikenakan pada benda denga gerak yang dihasilkannya.

Secara umum dalam aplikasi bidang teknik, proses perancangan sistem biasanya mempertimbangkan baik statika maupun dinamika. Sebagai contoh pesawat terbang perlu dirancang untuk dapat menahan beban karena barang muatan, penumpang dan berat pesawat itu sendiri dalam kondisi tidak terbang di landasan. Disamping itu pesawat tadi juga harus mampu menahan gaya dinamik dari getaran engine, impak saat mendarat, beban fluktuatif karena angin disayap, dan beban karena perubahan suhu udara.

1.2 Hukum Newton

Ada tiga hukum newton yang berkaitan dengan ilmu mekanika teknik secara umum, yang dikenal dengan Tiga Hukum Newton tentang gerak.

Hukum Newton I:

Suatu partikel akan tetap diam atau tetap bergerak dengan kecepatan konstan apabila tidak ada gaya yang mempengaruhi partikel tersebut.

Hukum Newton II :

Besar percepatan partikel yang mempunyai massa m sebanding dengan gay resultan yang mengenai partikel. Arah percepatan akan searah dengan gaya resultan yang mengenai partikel tersebut seperti pada gambar 1.1 Adapun hubungan gaya F, massa m dan percepatan a mengikuti persamaan sebagai berikut :

F=ma

Hukum Newton III :

Gaya yang dikenakan pada partikel dan gaya reaksi dari partikel besarnya sama pada garis gaya yang sama namun berlawanan arah. Ilustrasi Gambar 1.2 menunjukkan peristiwa dua partikel pada saat mengalami tumbukan. Gaya reaksi setelah tumbukan sama besar dengan gaya tumbukan hany berlawanan arah dan berada pada garis gaya yang sama.

(2)

Gambar 1.1 Gaya pada suatu benda

Gambar 1.2 Gaya aksi dan reaksi

1.3 Dasar Analisa Vektor 1.3.1 Notasi Vektor

Vektor merupakan suatu informasi matematika yang memiliki besaran serta arah dan operasi penambahannya mengikuti hukum parallelogram ( catatan: Skalar hanya mempunyai besaran saja ).

Vektor digambarkan dengan garis lurus yang mempunyai arah panah disalah satu ujung garisnya seperti terlihat pada gambar 1.3.

Ada tiga tipe notasi vector yang selama ini sudah dikenal dan sering digunakan dalam matematika.

Yang per6tama adalah matriks satu kolom seperti pada persamaan (1.2). Tipe kedua adalah dalam bentuk transporal matriks kolom dipisahkan dengan tanda koma seperti dituliskan pada persamaan (1.3) atau dengan tanda transporal seperti pada persamaan (1.4) jika ditulis tanpa tanda koma. Tipe yang ketiga adalah dalam bentuk format klasik dengan menyatakan vector satuan I,j dan k, seperti yang ditulis pada persamaan (1.5). Dari ketiga tipe notasi vector, tipe yang pertama adalah yang disarankan dan akan digunakan dalam buku ini. Dalam penulisan persamaan matematika, vector selalu ditulis dengan menggunakan huruf miring tebal, adapun besaran vector ditulis dengan menggunakan huruf miring biasa.

(1.2)

(3)

F = ( Scalarx, Scalary, Scalarz ) (1.3) F = ( Scalarx, Scalary, Scalarz ) T (1.4) F = Scalarxi + Scalaryj + Scalarz k (1.5)

Gambar 1.3 Representasi vector 1.3.2 Hukum Paralelogram Dalam Vektor Dua-Dimensi

Operasi penjumlahan dua vector pada dasarnya menggabungkan dua vector dengan menjumlahkan kedua besarannya menjadi satu. Hal ini berlaku juga pada operasi penjumlahan beberapa vector menjadi satu.

Apabila dua vector dijumlahkan resultannyha dapat diperoleh dengan cara mengikuti kaidah porsedur paralelogram seperti digambarkan pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4 kaidah paralelogram penjumlahan vector

Apabila panjang vector A dengan sudut α dengan acuan sumbu x besarnya A dan panjang vector yang kedua B dengan sudut β besarnya B, penggabungan kedua vector dapat dituliskan

( 1.6 )

(4)

( 1.7 ) Jumlah keduanya menjadi

( 1.8 ) 1.3.3 Besaran Vektor

Panjang atau besaran vector dapat dihitung dengan menggunakan informasi posisi koordinat dari vector, seperti ilustrasi pada gambar 1.5 Besaran vector A ditulis dengan symbol A

( 1.9 )

Gambar 1.5 Besaran vector 1.3.4 Arah Vektor dan Vektor Satuan

Vektor selalu diwakili dengan besaran vector dan arahnya. Arah vector dinyatakan dengan suatu satuan yang dikenal sebagai vector satuan. Besaran vector satuan ini adalah 1.

Gambar 1.6 digambarkan vector dan definisi posisi sudut pada koordinat Cartesian ( x, y, z ). Proyeksi vector pada sumbu x, y, dan z dapat dinyatakan dengan posisi sudut di ketiga sumbu didefinisikan sebagai α, β, γ, maka setiap satuan garis proyeksi pada sumbu x, y dan z dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi cosinus.

(5)

Gambar 1.6 Definisi vector dalam koordinat Cartesian ( x, y, z )

( 1.10 )

( 1.11 ) ( 1.12 )

Dengan menggunakan proyeksi satuan disetiap sumbu koordinat, vector satuan dapat dituliskan menjadi

( 1.13 ) Atau dalam notasi klasik

( 1.14 ) Besaran vector satuan eA

( 1.15 )

Dengan demikian, vector A dapat dituliskan dengan informasi besarannya A dana rah vector eA

A = A eA

A merupakan besaran vector A dan eA adalah vector satuan yang memberikan informasi mengenai arah vector.

1.4 Definisi Partikel, Benda Kaku, Gerak dan Gravitasi 1.4.1 Partikel dan Benda Kaku

(6)

Partikel adalah suatu titik massa. Hal ini berarti massa partikel tidak mempunyai dimensi ukuran juga tidak mempunyai posisi orientasi ( posisi putaran ). Adapun benda kaku merupakan benda yang terdiri dari banyak partikel yang jarak antara partikel dalam benda tersebut tidak pernah berubah alias tetap, tetapi posisi partikel bisa berubah.

Pada kondisi tertentu, walaupun obyek merupakan benda kaku dapat dimodelkan sebagai partikel saja.

Sebagai contoh, apabila benda kaku berpindah tempat secara translasi, atau gaya diarahkan tepat pada titik pusat massanya, atau dimensi akuran benda kaku jauh lebih kecil dari jejak geraknya maka benda kaku tersebut hanya cukup dimodelkan sebagai satu partikel saja.

Jadi secara umum apabila benda kaku bergerak tetapi tidak ada perubahan orientasi putaran ( rotasi ) pada obyek benda kaku tersebut, maka benda tersebut merupakan satu model partikel. Sebagai ilustrasi, Gambar 1.7 memperlihatkan benda kaku bergerak berubah tempat tetapi tidak ada perubahan orientasi atau tidak ada putaran. Garis AB pada benda kaku tidak akan mengalami perputaran sehingga tidak ada perubahan orientasi ketika benda kaku bergerak mengikuti tapak geraknya.

Gambar 1.7 Gerak benda kaku tanpa rotasi

Gambar 1.8 Gerak benda kaku dengan rotasi

Apabila benda kaku bergarak seperti pada gambar 1.8 benda kaku mengalami perubahan orientasi yaitu berputar seperti terlihat pada garis AB. Apabila ada perubahan orientasi maka benda kaku tidak boleh dimodelkan menjadi partikel karena putaran benda kaku harus diperhitungkan dalam analisa geraknya.

1.4.2 Gerak

Seperti sudah diketahui secara umum bahwa gerak dapat dimaksutkan sebagai perubahan lokasi secara berterusan. Gerak dalam bentuk translasi dan rotasi yang sering kali disebut dengan gerak umum.

(7)

Gambar 1.9 Translasi

Pada gerak translasi seperti yang digambarkan pada gambar 1.9 setiap titik dalam benda kaku berubah lokasi mengikuti vector konstan T.

( 1.17 )

Sehingga koordinat titik dalam benda yang asalnya pada lokasi koordinat P akan berubah karena perpindahan lokasi mengikuti vector T menjadi P’.

Di setiap titik yang asalnya

( 1.18 ) Setelah gerak translasi, lokasi koordinat yang baru menjadi

( 1.19 )

Apabila benda kaku berputar pada poros putaran, semua titik yang ada pada benda kaku akan berputar dan berpindah ke lokasi yang baru kecuali titik yang menjadi poros putaran. Sebagai ilustrasi, Gambar 1.10 memberikan penjelasan titik yang sebelumnya berada di titik (x2 , y2 ) karena adanya berputar ( rotasi ) dengan sudut ɸ.

(8)

Gambar 1.10 Rotasi

Dalam matematika, jika suatu titik pada vector lokasi (x1 , y1 )T diputar pada poros putaran, lokasinya akan berubah menjadi (x2 , y2 )T. Lokasi yang baru akan diperoleh dengan mengalikan koordinat asal dan matrik rotasi R bersudut putar ɸ.

( 1.20 ) Vektor lokasi yang baru adalah ;

( 1.21 )

Di dunia nyata khususnya dalam aplikasi teknik, biasanya gerak tidak hanya gerak sederhana translasi atau gerak rotasi saja, namun kombinasi dari gerak translasi dan rotasi, seperti diilustrasikan pada gambar 1.11.

Pada kasus gerak umum (gerak kombinasi translasi dan rotasi ), semua persamaan yang berkaitan dengan trasnslasi dan rotasi, yaitu persamaan ( 1.19 ) dan persamaan ( 1.21 ) perlu diterapkan pada gerak benda kaku. Adapun mana yang didahulukan tidak menjadi masalah, bisa translasi terlebih dahulu atau rotasi dahulu.

Gambar 1.11 Gerak umum bendfa kaku, gabungan translasi dan rotasi 1.4.3 Gravitasi

Besar percepatan karena gravitasi tergantung dari lokasi yang ketinggalan altitude (h) dan posisi lintang latitude (γ).

(9)

Gambar 1.12 Gravitasi sebagai fungsi ketinggian

Gambar 1.13 Gravitasi dipermukaan laut pada berbagai garis lintang Percepatan gravitasi mengikuti kaidah persamaan

( 1.22 ) ( 1.23 ) Dengan

Re : radius rata-rata bumi (=6.371 . 106 m ) γ : posisi lintang (derajat)

Pers. ( 1.22 ) menunjukkan bahwa makin tinggi ketinggian maka percepatan gravitasi g makin kecil yang terlihat jelas pada gambar 1.12. Demikian pula apabila lokasi mempunyai posisi lintang yang tinggi ( maksimal di kutub 900 ), maka percepatan gravitasinya semakin tinggi. Oleh karena itu, lokasi kutub mempunyai percepatan gravitasi paling tinggi, sperti ditunjukkan di gambar 1.13.

Untuk keperluan penggunaan secara umum, percepatan gravitasi yang digunakan adalah g sebesar 9.81 m/s2.

GERAK SEDERHANA PARTIKEL 2.1. Gerak Partikel

(10)

Benda kaku dapat disederhanakan menggunakan model satu titik saja atau biasa disebut partikel apabila tidak ada perubahan orientasi geometri saat bergerak. Hal ini sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa benda kaku dimodelkan partikel jika tidak ada rotasi semua titik dalam benda kaku.

Gerak dari partikel ( atau model benda kaku yang tidak berputar ) pada berbagai jalur gerak dapat dilihat pada gambar 2.1. Apabila partikel bergerak pada jalur lurus disebut gerak rektilinier, sedangkan jalur selain jalur lurus disebut kurvilinier. Yang perlu dipahami disini, semuanya adalah gerak translasi.

Gambar 2.1 Gerak translasi partikel dalam berbagai jalur gerak 2.2 Gerak Rektilinier

Pada tipe gerak ini, partikel bergerak sepanjang jalur lurus atau rektilinier seperti tampak pada gambar 2.2. Posisi partikel mengikuti koordinat s. Untuk menunjukkan diman lokasi partikel, dibgunakan vector posisi r.

Untuk menunjukkan gerak partikel terhadap waktu bergeraknya gambar 2.3 menggambarkan posisi partikel digambar pada ranah waktu. Kecepatan rata-rata dan percepatan rata-rata dapat dihitung secara langsung dan sederhana.

( 2.1 )

Gambar 2.2 Partikel bergerak dijalur lurus

(11)

(2.2)

Disetiap lokasi partikel berada, pada saat itu partikel mempunyai kecepatan sesaat

(2.3)

(2.4)

Pers. (2.4) bermakna bahwa jarak s dapat dihitung dengan cara mengintegralkan kecepatan

v

sebagai fungsi waktu,

v

(t) dari mulai partikel bergerak di t0 sampai akhir gerak t.

(2.5)

Apabila penurunan dilanjutkan dari kecepatan, maka akan menjadi percepatan sesaat.

(2.6)

(2.7)

atau bisa juga dituliskan menggunakan symbol yang lebih sederhana.

Gambar 2.3 Posisi partikel terhadap ranah waktu (2.8)

Dengan mempertimbangkan bahwa

a( t

) , maka pers. (2.7) dapat disusun kembali menjadi

dv= a(t) dt

(2.9)

Kemudian dengan integrasi dari kondisi awal mulai bergerak sampai kondisi akhir akan diperoleh perubahan kecepatannya

(12)

v0 v

v= ∫

t0 t

a

(t)

dt

(2.10)

Dengan mengalihkan pers. (2.9) dengan

v

, kemudian menuliskan kecepatan

v

=

ds

dt

, di suku sebelah kanan,

v dv= vadt

(2.11)

v dv= ds

dt a dt

(2.12)

Akan diperoleh bentuk yang dikenal sebagai persamaan diferensial gerak

v dv=a ds (2.13)

(2.14) 2.2.1 Diskontinuitas Gerak

Dalam penerapan dibidang teknik, gerak tidak mengikuti fungsi matematika atau dengan kata lain fungsi posisi benda, kecepatan dan percepatannya sulit diwakili oleh suatu fungsi matematika.

Dalam bidang teknik biasanya akan data yang berhubungan denagn gerak lebih mudah dinyatakan dengan data numerik daripada menggunakan suatu fungsi kontinyu matematika. Apabila diinginkan menggunakan fungsi matematika, akan lebih mudah dipecahkan menjadi beberapa tahapan jalur dan masing-masing jalur mempunyai satu fungsi matematika sendiri. Oleha karena fungsi tadi hanya berlaku pada jalur tertentu dan tidak berlaku untuk semua jalur gerak, maka disetiap jalur akan berlaku diskontinuitas gerak atau gerak eratik.

Apabila data grafik tersedia untuk suatu gerak, maka akan lebih mudah menggunakan pendekatan numerik daripada menggunakan penyelesaian matematika. Untuk mengetahui pendekatan numerik digunakan dalam bidang teknik, pembaca disarankan membaca buku teks aplikasi analisis numerik untuk bidang sains dana teknik.

Data grafik

v

terhadap

t

Penyelesaian matematika untuk menghitung jarak adalah dengan cara intergral dari velocity terhadap fungsi waktu pada jangka waktu gerak seperti yang ditulis pada pers. (2.5). Ilustrasi integral dari fungsi

v

(t) dapat dilihat pada gambar 2.4a. Dari gambar tersebut, jarak mempunyai arti fisik luasan dibawah kurva

v

(t) pada jangka waktu tertentu dari grafik

v

(t) dan t. jadi jarak perjalanan dari awal gerak s0 (saat t0) ke posisi baru s (saat t)

(13)

(a) Dengan intregasi fungsi (b) menghitung luas beberapa bagian Gambar 2.4 menghitung jarak perjalanan, secara grafik

v

dan

t

s-s0 = luas dibawah kurva

v

(t) terhadap

t

(2.15)

Dengan pemahaman arti fisik dari integral matematik tadi, apabila data v terhadap t diketahui seperti gambar 2.4b, maka jarak yang ditempuh t0 ke t, dengan jarak awal s0 =0, dapat dkiketahui dan dihitung dengan menjumlahkan luasan dibawah kurva sesuai data yang dimiliki

s = Area A + Area B + Area C (2.16)

Data grafik a terhadap t

Apabila data yang dimilikli adalah data grafik a terhadap waktu t maka dengan mempertimbangkan integrasi seperti tertulis di pers. (2.10), makanya juga sama, yaitu menghitung luasan dibawah

a( t

) pada data grafik a terhadap t (lihat gambar 2.5a).

Sebagai ilustrasi, apabila catatan percepatan terhadap waktu telah tersedia seperti pada gambar 2.5b, perubahan kecepatan total setelah benda mengalami gerak dalam tiga tahap dari waktu t0 sampai t dapat dihitung sebagai berikut:

v

v0 = luasan dibawah kurva

a( t

) terhadap

t

(2.17) vv0 = Area A + Area B + Area C (2.18)

(a) Kecepatan dengan integral (b) Kecepatan dengan menghitung luasan

(14)

Gambar 2.5 perhitungan perubahan kecepatan total, secara grafik

a

terhadap

t

Data vgrafik

a

terhadap

s

Apabila data gerak kurvalinier ditampilkan sebagai data grafik percepatan

a

terhadap

s

, persamaan diferensial gerak yang ditulis dalam pers. (2.13) bisa juga mempunyai arti fisik tertentu.

v0 v

v dv= ∫

s0 s

a ds

(2.19)

Dilihat dari persamaan gerak pers. (2.19), integral dari percepatan terhadap jarak akan memperoleh informasi kecepatan. Oleh karena itu informasi kecepatan bisa diperoleh dengan cara menghitung luasan dibawah kurva a dari grafik a terhadap jarak s . Ilustrasi menghitung luasan dari pendekatan matematika integral dapat dilihat digambar 2.6a dan gambar 2.6b.

Informasi kecepatan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

v0 v

v dv=

1

2(v2v02) = luas

a

terhadap

s

(2.20)

(a) Informasi kecepatan dari integral

a( s)

(b) Informasi kecepatan dari gabungan luas Gambar 2.6 Menghitung kecepatan secara grafik

a

terhadap

s

Untuk kasus seperti yang ada pada gambar 2.6b, informasi kecepatan dapat diperoleh dari:

1

2(v2v02) = Area A + Area B + Area C (2.21) Data vgrafik v terhadap s

Apabila informasi gerak rektilinier diberikan dalam bentuk data kecepatan v terhadap jarak s (grafik data v terhadap s , perlu dilihat parameter yang mungkin berguna dapat diambil darki persamaan v dan s .

(15)

Dari persamaaan diferensial gerak (Pers. (2.13)) kemudian dikalikan dengan

ds

dv

, persamaan baru akan diperoleh untuk grafik v terhadap s :

v dv ds

dv

=

a ds ds

dv

(2.22)

Atau dalam bentuk yang lebih sederhana dan mempunyai makna

v dv ds

dv

=

ds dv ds ds

dv

(2.23)

2.2.2. Kasus Kecepatan konstan

Apabila kecepatan gerak konstan, hasil integral pers. (2.5) menjadi

ss

o=

v

(tto) (2.24)

Atau lokasi baru partikel dari lokasi awalnya mempunyai jarak

s= s

o+

v

(tto) (2.25)

Pada kecepatan konstan, maknanya ada perubahan kecepatan sehingga dikatan percepatan 0

a= dv

dt

=0 (2.26)

2.2.3. Kasus Percepatan Konstan

Apabila gerak ada perubahan kecepatan dengan percepatan konsatan, hasil integral pers. (2.10) dapat digunkan untuk menghitung kecepatan yang baru setelah partikel mengalami percepatan dari kondisi kecepatan awal vo .

v

vo=a(tto) (2.27)

v

=vo+a(tto) (2.28)

Dengan mempertimbangkan persamaan diferensial gerak (pers. (2.13)) kemudian melakukan integral dikedua ruasnya.

v0 v

v dv= ∫

s0 s

a ds

(2.29)

Akan diperoleh hubungan kecepatan dan jarak 1

2

( v

2v0

2

)

=a(s

s

o) (2.30)

v2=v02+a(sso) (2.31)

Jarak dapat diperoleh dengan cara melakukan integral fungsi v dt . Substitusi kecepatan konstan v dari pers. (2.28) ke persamaan integral jarak v dt menjadi

(16)

s0 s

ds= ∫

t0 t

v

(t)

dt= ∫

t0 t

( v

o+

a ( t

to

) ) dt

(2.32)

ss

o=

t0 t

v

o

dt

+

a

t0 t

t dta t

o

t0 t

dt

(2.33)

Akhirnya jarak dihitung dengan

s= s

o+

v

o

( t

to

)

+12

a ( t

2t0

2

)

a to

( t

to

)

(2.34)

Dalam aplikasi dibidang teknik biasanya gerak partikel dimulai saat jarak pada lokasi 0, demikian pula jarak dihitung dari posisi 0, walaupun lokasi awal dan jarak bisa juga dianggap dimulai bukan dari posisi 0. Kondisi awal pada lokasi 0 digambarkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 gerak dengan kondisi awal di lokasi 0

Karena kondisi awal adalah 0, maka persamaan dapat disederhanakan dengan menghilangkan

t

o dan so yang sudah pasti mempunyai harga 0, sehingga persamaan yang diperoleh adalah

v=vo+at (2.35)

v2=v02+2as (2.36)

s= v

o

t+

1

2

a t

2 (2.37)

Referensi

Dokumen terkait

Dokumen ini membahas tentang arus listrik, termasuk definisinya, hukum yang terkait dengannya, dan aplikasinya dalam berbagai

Dokumen ini membahas tentang komunikasi persuasif dan aplikasinya dalam

Dokumen ini membahas tentang sistem periodik unsur dan aplikasinya dalam

Dokumen ini membahas tentang mekanika fluida, sebuah cabang ilmu teknik yang mempelajari perilaku fluida baik dalam keadaan diam maupun

Dokumen ini membahas tentang penggunaan beton dalam berbagai aspek ilmu teknik

Dokumen ini membahas tentang bilangan hiperbolik, aplikasi bilangan hiperbolik dalam teknik elektro, dan integral lanjut sebagai bahan

Dokumen ini membahas konsep dasar geoteknik dalam teknik sipil, termasuk sifat tanah dan aplikasinya pada fondasi, dinding penahan tanah, dan konstruksi