• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Fraktur Os Humerus Dextra

N/A
N/A
Adji Harjanto

Academic year: 2024

Membagikan "Laporan Kasus Fraktur Os Humerus Dextra"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2024

UNIVERSITAS HALU OLEO

FRACTURE OS HUMERUS DEXTRA

Oleh : Kartika Eka Putri

K1B1 22 155

Pembimbing :

dr. Tri Tuti Hendarwati, M.Kes., Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS KOTA KENDARI

2024

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Kartika Eka Putri

NIM : K1B1 22 155

Program Studi : Profesi Dokter Fakultas : Kedokteran

Referat : Fracture Humerus Dextra

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepanitraan klinik pada Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Maret 2024 Mengetahui,

Pembimbing

dr. Tri Tuti Hendarwati, M.Kes., Sp.OT

(3)

BAB I STATUS PASIEN A. IDENTITAS

Nama : Tn.AJ

Tanggal Lahir : 23/09/1984

Umur : 39 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah Pekerjaan : Pegawai swasta

Hari, Tgl masuk : Kamis, 07 Maret 2024 (20.30) Hari, Tgl keluar : Rabu, 13 Maret 2024 (16.00)

Alamat : Desa Wonua sangia,landono,Kabupaten Konawe

No. RM : 63 96 xx

Cara masuk : Lewat IGD

DPJP : dr. Tri Tuti Hendarwati, M.Kes., Sp.OT

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis)

Keluhan Utama: Nyeri pada lengan atas tangan kanan Anamnesis Terpimpin:

Pasien seorang laki-laki datang ke IGD RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dengan keluhan nyeri pada lengan atas tangan kanan yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengatakan saat mengendarai motor pasien kemudian disambar mobil dengan kecepatan sedang dari arah depan hingga lengan atas tangan kanan pasien tertabrak spion mobil, pasien jatuh ke sisi kanan dengan bertumpu pada tangan kanan. Pasien mengatakan tidak pingsan dan tetap sadarkan diri. Pasien sulit menggerakkan tangan kanan setelah kejadian karena rasa sangat nyeri hebat. Pasien tidak merasakan sakit kepala, tidak ada rasa sakit pada leher, penglihatan jelas,

(4)

tidak sesak, tidak batuk, tidak nyeri ulu hati, tidak merasakan mual, dan tidak muntah. Pasien mengatakan BAK dan BAB tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat trauma dan operasi sebelumnya tidak ada. Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Pasien tidak pernah menderita hipertensi, penyakit jantung, diabetes, maupun asma. Tidak ada riwayat keganasan. Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Keluarga:

1. Ibu : tidak ada riwayat hipertensi, jantung, asma, keganasan, DM, dan patah tulang dengan atau tanpa trauma.

2. Ayah : tidak ada riwayat hipertensi, jantung, asma, keganasan, DM, dan patah tulang dengan atau tanpa trauma.

3. Saudara : tidak ada riwayat hipertensi, jantung, asma, keganasan, DM, dan patah tulang dengan atau tanpa trauma.

Riwayat Pengobatan:

Setelah kejadian trauma pasien dibawa ke Puskesmas Landono kemudian dirujuk ke RSU Bahteramas Kendari dengan alasan alat tidak lengkap dan dokter spesialis ortopedi dan traumatologi tidak ada.

Riwayat Pribadi:

1. Alergi : tidak ada alergi makanan maupun obat.

2. Olahraga : tidak ada yang spesifik.

3. Konsumsi : makanan biasa seperti nasi, ikan, telur, sayur.

4. Merokok : tidak pernah.

5. Alkohol : tidak pernah.

C. PEMERIKSAAN FISIK DESKRIPSI UMUM:

Keadaan umum (KU) : Sakit sedang, VAS (8/10) Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6) Berat badan (BB) : 65 kg

Tinggi badan (TB) : 170 cm

Indeks massa tubuh : 22,49 kg/m2 (Normal)

(5)

Cara berjalan : Normal TANDA VITAL:

Tekanan darah : 130/80 mmHg Heart rate : 96 x/menit Respiratory rate : 20 x/menit

Suhu : 36,5 C

SpO2 : 97 %

STATUS PSIKIS:

Komunikasi verbal : Afasia (-), disartria (-) Komunikasi non-verbal : Kontak (+)

Sikap : Kooperatif

Perhatian : Wajar

Ekspresi wajah : Wajar

Kontak psikis : Ada

STATUS GENERALIS:

1. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik.

2. Kepala : Simetris, mesocephali, rambut hitam distribusi merata tidak mudah dicabut, tidak terdapat jejas maupun hematoma.

3. Mata : Bentuk normal, simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), hiperemis (-/-), pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+).

4. Telinga : Simetris, normotia, liang telinga lapang, tidak hiperemis, sekret (-/-), discharge (-/-), serumen (-/-), membrane timpani utuh intak, benda asing (-/-).

5. Hidung : Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum deviasi (-), konka hipertrofi (-/-), konka hiperemis (-/-), discharge (-/-).

6. Mulut : Bibir sianosis (-), luka (-), hematom (-), mukosa baik, coated tongue (-), trismus (-), gigi geligi utuh, caries dentis (+), oral hygiene sedang, tonsil (T1-T1 tenang), faring hiperemis (-).

7. Leher :

(6)

a. Inspeksi : Jejas (-), oedem (-), hematom (-)

b. Palpasi : Deviasi trakea (-), tidak ada perbesaran kelenjar limfe dan tidak ada perbesaran kelenjar tiroid, tidak ada massa, nyeri tekan (-)

8. Thoraks :

a. Inspeksi : simetris saat statis maupun dinamis, jejas (-), retraksi sela iga (-), gerak nafas yang tertinggal (-)

b. Palpasi : nyeri tekan costae (-), krepitasi pada bagian anterior costae (-), vocal fremitus simetris.

c. Perkusi : Paru-paru  Sonor di seluruh lapang paru, batas paru hepar di ICS V midclavicula dextra peranjakan (+) 2 cm.

Jantung  Batas atas ICS III linea parastrenal sinistra, batas kanan ICS IV linea parasternal dextra, batas kiri ICS VI 1 cm medial linea midclavicula sinistra.

d. Auskultasi : Paru  vesikuler (+/+),ronkhi (-/-),wheezing (-/-).

Jantung  BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).

9. Abdomen :

a. Inspeksi : Cembung, dilatasi vena (-), jejas (-).

b. Auskultasi : Bising usus (+) normal. Refleks dinding perut baik.

c. Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan/lepas(-), defans mucular (-), massa (-), hepar/lien tak teraba, nyeri ketok CVA(-).

d. Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-).

10. Ekstremitas:

Ekstremitas atas Kanan Kiri

Otot massa Hipertrofi Eutrofi

Tonus Sulit dinilai Normotonus

Sendi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Gerakan Terbatas Aktif

Kekuatan Sulit dinilai 5

Oedem Ada Tidak ada

Luka Ada Tidak ada

(7)

Ekstremitas bawah Kanan Kiri

Otot massa Eutrofi Eutrofi

Tonus Normotonus Normotonus

Sendi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan 5 5

Oedem Tidak Ada Tidak Ada

Luka Tidak Ada Tidak Ada

SECONDARY SURVEI

“STATUS LOKALIS REGIO HUMERUS DEXTRA”

1. Look/Inspeksi : edema (+), muscle expose (+), bone expose (+), deformitas (+), perdarahan aktif (+), hematoma (-).

2. Feel/Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (+).

3. Move/Range of Motion :

a. Gerakan aktif dan pasif terhambat, b. Gerakan Abduksi pada pasien terhambat, c. Gerakan Adduksi pada pasien terhambat, d. Gerakan flexi pada pasien terhambat, e. Gerakan ekstensi pada pasien terhambat,

f. ROM terbatas baik aktif maupun pasif pada elbow joint.

4. Neurovascular Distal : sensibilitas (+), pulsasi arteri brachialis sulit dinilai, akral hangat, CRT < 2 detik.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Darah Rutin (02/03/2024)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan

Leukosit 11.0 103/uL 4.0 – 10.0

Eritrosit 5.36 106/uL 4.00 – 6.00

Hemoglobi

n 15.0 gr/dL 12.0 – 16.0

Hematokrit 43.1 % 37.0 – 48.0

MCV 80.4 fL 80.0 – 97.0

(8)

MCH 28.10 pg 26.5 – 33. 5

MCHC 34.9 g/dL 31.5 – 35

Trombosit 372 103/uL 150 – 400

RDW-SD 39.5 fL 37 – 54

RDW-CV 10.2 % 10.0 – 15.0

PDW 12.30 fL 10.0 – 18.0

MPV 9.2 fL 6.5 – 11.0

P-LCR 22.2 % 13.0 – 43.0

PCT 0.3 % 0.15 – 0.50

b. Hitung Jenis (02/03/2024)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan

Neutrophil# 7.42 103/uL 1.50 – 7.00

Neutrophil 67.8 % 52.0 – 75.0

Lymphosit# 2.43 103/uL 1.00 – 3.70

Lymphosit 22.2 % 20.0 -40.0

Monosit# 0.83 103/uL 0.00 – 0.70

Monosit 7.6 % 2.0 – 8.0

Eosinophil# 0.23 103/uL 0.00 – 0.40

Eosinophil 2.1 % 0.00- 0.10

Basophil# 0.03 103/uL 0 – 0.10

Basophil 0.3 % 0.00 – 7.00

c. Kimia Darah (02/03/2024)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan

GDS 118 mg/dL 70 - 180

d. Hemostasis & Koagulasi (02/03/2024)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan

BT 2’30” Menit 1– 3

CT 7‘00” Menit 1 – 9

(9)

2. Pemeriksaan Radiologi

a. Foto Humerus Dextra AP/Lateral (07/03/2024)

Hasil pemeriksaan:

- Alignment tidak intak

- Fraktur 1/3 distal os humerus - Mineralisasi tulang baik - Celah sendi baik

- Jaringan lunak kesan swelling Kesan:

Fraktur 1/3 distal os humerus dextra Soft tissue swelling

E. RESUME

Pasien seorang laki-laki datang ke IGD RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dengan keluhan nyeri pada lengan atas tangan kanan yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengatakan saat mengendarai motor pasien kemudian disambar mobil dengan kecepatan sedang dari arah depan

(10)

hingga lengan atas tangan kanan pasien tertabrak spion mobil, pasien jatuh ke sisi kanan dengan bertumpu pada tangan kanan. Pasien mengatakan tidak pingsan dan tetap sadarkan diri. Pasien sulit menggerakkan tangan kanan setelah kejadian karena rasa sangat nyeri hebat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran dengan GCS E4M6V5, Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 96 kali/menit , reguler, kuat angkat, Pernapasan 20 kali/menit, Suhu axilla 36,5o C, SpO2 97%. Pada pemeriksaan ekstremitas pada regio humerus dextra didapatkan pada inspeksi edema (+), muscle expose (+), bone expose (+), deformitas (+), perdarahan aktif (+).; Pada palpasi nyeri tekan (+), krepitasi (+); Pada range of motion didapatkan gerakan aktif, pasif, abduksi, adduksi, flexi, dan ekstensi terhambat pada elbow joint dan wrist joint; Pada pemeriksaan neurovaskular distal sensibilitas (+), pulsasi a. Brachialis sulit dinilai dan a. radialis (+), akral hangat, CRT < 2 detik.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Leukosit 11.0 10^3 /uL, Hemoglobin 15.0 gr/dL, Hematokrit 43.1%. Pada foto polos humerus dextra didapatkan kesan fraktur 1/3 distal os humerus dextra, soft tissue swelling.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis dengan Fracture os humerus dextra.

F. DIAGNOSIS KERJA Fracture os humerus dextra.

G. PENATALAKSANAAN 1. Non-Farmakologi

- Bebat tekan luka - Memasang spalak - Elevasi tangan kanan 2. Farmakologi

- IVFD RL 20 tpm - Ceftriaxone 1gr/12j/iv - Ranitidine 1 amp/8j/iv

(11)

- Ketorolac 1 amp/8j/iv - Dexamethsone 1 amp/iv

H. FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi

Kamis, 07/03/2024 Jam 06.00 Ruang Tindakan T : 130/80 mmHg N: 96x/mnt, kuat angkat, reguler.

P : 20 x/mnt S : 36,5oC SpO2 97%

S: Nyeri pada lengan atas kanan

O: Sakit sedang/gizi cukup/GCS E4M6V5, VAS (8/10)

Regio Humerus dextra :

Inspeksi : edema (+),muscle expose (+), bone expose (+), deformitas (+), perdarahan aktif (+).

Palpasi : Nyeri tekan (+), Krepitasi (+).

ROM: evaluasi gerakan aktif, pasif, abduksi, adduksi, flexi, ekstensi terbatas (+) pada elbow joint dan wrist joint akibat nyeri.

NVD: sensibilitas (+), pulsasi a.

brachialis sulit dinilai, a. radialis (+), akral hangat, CRT < 2 detik.

A : Fracture Os Humerus Dextra

- IVFD RL 20 tpm - Ceftriaxone

1gr/12j/iv - Ranitidine 1

amp/8j/iv - Ketorolac 1

amp/8j/iv

- Dexamethasone 1 amp/iv

Jumat, 08/03/2024 Jam 06.00

Ruang perawatan Laika Waraka Lantai 1

T : 120/70 mmHg N: 95x/mnt, kuat angkat, reguler.

P : 20 x/mnt S : 36,5oC SpO2 98%

S: Nyeri pada lengan atas kanan

O: Sakit sedang/gizi cukup/GCS E4M6V5, VAS (8/10)

Regio Humerus dextra :

Inspeksi : edema (+),muscle expose (+), bone expose (+), deformitas (+), perdarahan aktif (+).

Palpasi : Nyeri tekan (+), Krepitasi (+).

ROM: evaluasi gerakan aktif, pasif, abduksi, adduksi, flexi, ekstensi terbatas (+) pada elbow joint dan wrist joint akibat nyeri.

NVD: sensibilitas (+), pulsasi a.

brachialis sulit dinilai, a. radialis (+), akral hangat, CRT < 2 detik.

A : Fracture Os Humerus Dextra

- IVFD RL 20 tpm - Ceftriaxone

1gr/12j/iv - Ranitidine 1

amp/8j/iv - Ketorolac 1

amp/8j/iv

- Dexamethasone 1 amp/iv

Sabtu, 09/03/2024 Jam 06.00

Ruang Perawatan Laika Waraka Lantai 1

T : 120/70 mmHg

S: Nyeri pada lengan atas kanan

O: Sakit sedang/gizi cukup/GCS E4M6V5, VAS (8/10)

Regio Humerus dextra :

Inspeksi : edema (+),muscle expose (+), bone expose (+), deformitas (+), perdarahan aktif (+).

- IVFD RL 20 tpm - Ceftriaxone

1gr/12j/iv - Ranitidine 1

amp/8j/iv - Ketorolac 1

amp/8j/iv

(12)

N: 100 x/mnt, kuat angkat, reguler.

P : 22 x/mnt S : 36,5 oC SpO2: 99 %

Palpasi : Nyeri tekan (+), Krepitasi (+).

ROM: evaluasi gerakan aktif, pasif, abduksi, adduksi, flexi, ekstensi terbatas (+) pada elbow joint dan wrist joint akibat nyeri.

NVD: sensibilitas (+), pulsasi a.

brachialis sulit dinilai, a. radialis (+), akral hangat, CRT < 2 detik.

A : Fracture Os Humerus Dextra

- Dexamethasone 1 amp/iv

- Rencana op hari ini

Minggu, 10/03/2024 Jam 06.00

Ruang Perawatan Laika Waraka Lantai 1

T : 140/ 80mHg N: 90x/mnt, kuat angkat, reguler.

P : 20 x/mnt S : 36,7oC SpO2: 98%

S: Nyeri pada luka post op

O: Sakit sedang/gizi cukup/GCS E4M6V5, VAS (7/10)

Regio Humerus dextra :

Inspeksi : tampak terpasang gips Palpasi : Nyeri tekan (+).

ROM: evaluasi gerakan aktif, pasif, abduksi, adduksi, flexi, ekstensi terbatas (+) pada elbow joint dan wrist joint akibat nyeri.

NVD: sensibilitas (+), pulsasi a.

brachialis sulit dinilai, a. radialis (+), akral hangat, CRT < 2 detik.

A : Open Fracture Os Humerus Dextra,PoH1

- IVFD RL 20 tpm - Ceftriaxone

1gr/12j/iv - Ranitidine 1

amp/8j/iv - Ketorolac 1

amp/8j/iv

- Dexamethasone 1 amp/iv

Senin, 11/03/2024 Jam 06.00

Ruang Perawatan Laika Waraka Lantai 1

T : 130/80 mmHg N: 80 x/mnt, kuat angkat, reguler.

P : 20 x/mnt S : 36,7oC SpO2: 98 %

S: Nyeri pada luka post op

O: Sakit sedang/gizi cukup/GCS E4M6V5, VAS (5/10)

Regio Humerus dextra :

Inspeksi : tampak terpasang gips Palpasi : Nyeri tekan (+).

ROM: evaluasi gerakan aktif, pasif, abduksi, adduksi, flexi, ekstensi terbatas (+) pada elbow joint dan wrist joint akibat nyeri.

NVD: sensibilitas (+), pulsasi a.

brachialis sulit dinilai, a. radialis (+), akral hangat, CRT < 2 detik.

A : Fracture Os Humerus Dextra,PoH2

- IVFD RL 20 tpm

- Ceftriaxone 1gr/12j/iv - Ranitidine 1

amp/8j/iv - Ketorolac 1

amp/8j/iv

- Dexamethasone 1 amp/iv

Selasa, 12/03/2024 Jam 06.00

Ruang Perawatan Laika Waraka Lantai 1

T : 140/80 mmHg N: 100 x/mnt, kuat angkat, reguler.

P : 20 x/mnt

S: Nyeri pada luka post op berkurang O: Sakit sedang/gizi cukup/GCS E4M6V5, VAS (5/10)

Regio Humerus dextra :

Inspeksi tampak terpasang gips Palpasi : Nyeri tekan (+)

ROM: evaluasi gerakan aktif, pasif, abduksi, adduksi, flexi, ekstensi terbatas (+) pada elbow joint dan wrist joint akibat nyeri.

NVD: sensibilitas (+), pulsasi a.

brachialis sulit dinilai, a. radialis (+), akral

- IVFD RL 20 tpm - Ceftriaxone

1gr/12j/iv - Ranitidine 1

amp/8j/iv - Ketorolac 1

amp/8j/iv

- Dexamethasone 1 amp/iv

(13)

S : 36,7oC

SpO2: 98 % hangat, CRT < 2 detik.

A : Fracture Os Humerus Dextra,PoH3 Rabu, 13/03/2024

Jam 06.00

Ruang Perawatan Laika Waraka Lantai 1

T : 130/80 mmHg N: 98x/mnt, kuat angkat, reguler.

P : 20 x/mnt S : 36,5oC SpO2: 98 %

S: Nyeri pada luka post op berkurang O: Sakit sedang/gizi cukup/GCS E4M6V5, VAS (5/10)

Regio Humerus dextra :

Inspeksi : tampak terpasang gips Palpasi : Nyeri tekan (+).

ROM: evaluasi gerakan aktif, pasif, abduksi, adduksi, flexi, ekstensi terbatas (+) pada elbow joint dan wrist joint akibat nyeri.

NVD: sensibilitas (+), pulsasi a.

brachialis sulit dinilai, a. radialis (+), akral hangat, CRT < 2 detik.

A : Fracture Os Humerus Dextra,PoH4

- IVFD RL 20 tpm - Ceftriaxone

1gr/12j/iv - Ranitidine 1

amp/8j/iv - Ketorolac 1

amp/8j/iv

- Dexamethasone 1 amp/iv

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI HUMERUS

1. Anatomi

Humerus Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang panjang dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di proksimal dan dengan radius ulna di distal.

Humerus dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri.

1. Proksimal Humeri

Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah caput humeri serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh collum anatomicum.

Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis.

2. Shaft humeri

Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga.

Permukaan shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan facies posterior membentuk margo medialis. Margo

(15)

medialis ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies anterior lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis.

Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior humeri didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke distal.

3. Distal humeri

Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri. Margo medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis berakhir sebagai epicondilus medialis.

Demikian pula margo lateralis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai epicondilus lateralis.

Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan epicondilus lateralis serta di permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan sulcus nervi ulnaris.

Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii.

Struktur ini mempunyai sumbu yang sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai permukaan posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di permukaan anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga tulang menjadi sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di permukaan posterior disebut fossa olecrani.

(16)

Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi tulang rawan setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior. Capitulum humeri berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior capitulum humeri didapatkan fossa radialis.

Gambar 1. Anatomi Humerus.

2. Anatomi Muskuloskeletal

Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus meliputi mm. biceps brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii. Selain itu humerus juga sebagai tempat insersi mm. latissimus dorsi, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan tendon insersio mm. supraspinatus dan infraspinatus.

1. M. Latissimus Dorsi

Otot ini besar dan berbentuk segitia. Batas posterior trigonum lumbale dibentuk oleh m. latissimus dorsi. Bersama m. teres mayor, otot ini membentuk plica axillaris posterior, serta ikut membentuk dinding posterior fossa axillaris. Otot ini berorigo pada processi spinosi vertebrae thoracales VII – sacrales V dan crista iliaca. Dan berinsersi pada sulcus intertubercularis humeri. Otot ini berfungsi untuk ekstensi, adduksi dan endorotasi pada artikulasi humeri.

2. M. Deltoideus

Otot yang tebal dan letaknya superficial ini berorigo di tepi anterior dan permukaan superior sepertiga bagian lateral clavicula, tepi lateral

(17)

permukaan superior acromion, serta tepi inferior spina scapulae.

Insersi pada tuberositas deltoidea humeri. Otot ini diinervasi oleh n.

axillaris. Otot ini berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri, bagian anterior untuk fleksi dan endorotasi artikulasi humeri, sedang bagian posterior untuk ekstensi dan eksorotasi artikulasi humeri.

3. M. Supraspinatus

Bagian medial fossa supraspinatus merupakan origo otot ini dan insersinya di tuberculum majus humeri. Otot ini mendapat inervasi dari n. suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri.

Otot ini bersama mm. infraspinatus, teres minor et subscapularis membentuk rotator cuff, yang berfungsi mempertahankan caput humeri tetap pada tempatnya dan mencegahnya tertarik oleh m.

deltoideus menuju acromion.

4. M. Infraspinatus

Mm. deltoideus et trapezius berada di superficial dari sebagian otot ini. Origonya di dua pertiga bagian medial fossa infraspinatus dan permukaan inferior spina scapulae. Tendo insersinya juga menyatu dengan capsul artikulasi humeri dan berinsersi pada tuberculum majus humeri. Otot ini diinervasi oleh n. suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri. Bagian superior untuk abduksi dan bagian inferior untuk adduksi artikulasi humeri.

5. M. Subscapularis

Otot ini membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origonya di fossa subscapularis. Tendo insersinya berjalan di anterior dan melekat pada capsula artikulasi humeri serta tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. subscapularis. Otot ini berfungsi untuk endorotasi artikulasi humeri.

6. M. Teres Minor

Otot ini mungkin sulit dipisahkan dengan m. infraspinatus. Otot ini berorigo pada tepi lateral fossa infraspinata dan tendo insersinya mula- mula melekat pada capsula articularis humeri, kemudian melekat pada

(18)

tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri.

7. M. Teres Mayor

Otot ini berorigo di facies dorsalis scapulae dekat angulus inferior.

Berinsersi di labium medial sulcus intertubercularis humeri di inferior dari tempat insersi m. subscapularis. Inervasi otot ini berasal dari n.

subscapularis. Bersama m. latissimus dorsi, otot ini berfungsi untuk adduksi artikulasi.

8. M. Biceps Brachii

Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum et brevis. Caput brevis berorigo bersama dengan m.

coracobrachialis di processus coracoideus. Sedang caput longum berorigo di tuberositas supraglenoidalis. Ketika melalui sulcus intertubercularis humeri, tendo origonya di fiksasi oleh ligamentum transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas radii. Sebagian tendo insersinya, sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan ulna. Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et cubiti, sedangkan caput brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris.

9. M. Coracobrachialis

Otot ini berorigo di processus coracoideus. Otot ini ditembuw oleh n. musculocutaneus dan insersi di sepertiga distal medial humeri. Otot ini berfungsi untuk fleksi dan adduksi artikulasi humeri.

(19)

Gambar 2. otot-otot bagian lateral dan dorsal brachium.

3. Anatomi Saraf

Persarafan yang berjalan pada regio brachii adalah saraf axillaris, medianus dan ulnaris

1. N. Axillaris (C5-C6)

Awalnya saraf ini berjalan sejajar dengan n. radialis. Setinggi inferior m. subscapularis memisahkan diri dari n. radialis dan berada di lateralnya, kemudian berjalan ke posterior bersama a. circumflexa humeri posterior melewati hiatus axillaris lateralis. Selanjutnya saraf ini berjalan di inferior dari tepi inferior m. teres minor dan menginervasinya. Ketika mencapai sisi posteromedial collum chirurgicum humeri, n axillaris member cabang n. cutaneus brachii lateralis untuk menginervasi kulit di superficial m. deltoideus.

Akhirnya melanjutkan diri ke anterior sekeliling sisi lateral collum chirurgicum humeri untuk menginervasi m. deltoideus.

2. N. Musculocutaneus (C5-C7)

Merupakan cabang fasciculus lateralis pleksus brachialis. M.

coracobrachialis ditembus oleh saraf ini. N. musculocutaneus menginervasi otototot fleksor regio brachii (mm. biceps brachii et brachialis), kulit sisi lateral regio antebrachii dan arilkulasi cubiti.

Selanjutnya saraf ini muncul di lateral dari m. biceps brachii sebagai n.

cutaneus antebrachii lateralis.

3. N. Medianus (C5-T1)

Di sisi anterolateral dari a. axillaris, saraf ini terbentuk dari pertemuan radiks lateralisnya yang merupakan cabang fasciculus lateralis plexus brachialis dan radiks medialis, yang merupakan cabang fasciculus medialis plexus brachialis. Selanjutnya berjalan bersama a.

axillaris dan lanjutannya, yaitu a. brachialis. Saraf ini menyilang di anterior a. brachialis untuk berada di medial dari arteri ini di dalam fossa cubiti. N. medianus bersama a. brachialis berjalan di permukaan anterior m. brachialis menuju fossa cubiti.

(20)

4. N. Radialis (C5-T1)

Cabang terbesar dari pleksus brachialis ini awalnya berjalan di posterior dari a. axillaris dan di anterior dari m. subscapularis. Saraf ini menginervasi kulit di sisi posterior regio brachii, antebrachii et manus, otot-otot ekstensor regio brachii et antebrachii, artikulasi cubiti dan beberapa artikulasi di regio manus.

5. N. Ulnaris (C7-T1)

Saraf ini berjalan ke inferior di posteromedial dari a. brachialis, jadi sejajar dengan n. medianus. Kira-kira di pertengahan region brachii, n. ulnaris menjauhi a. brachialis dan n. medianus untuk berjalan ke poter oinferior menembus septum intermusculare medial bersama a. collateralis ulnaris proksimal menuju sisi medial m. triceps brachii. Akhirnya berada di sisi posterior epicondylus medialis humeri.

4. Anatomi Vaskulariasi

Arteri brachialis merupakan lanjutan a. axillaris, dimulai dari tepi inferior m. teres mayor. Arteri ini melanjutkan diri ke fossa cubiti dan di sini berakhir sebagai dua cabang terminal, yaitu aa. Ulnaris et radialis.

Cabang-cabangnya yang berada di regio ini adalah aa. Profunda brachii, collaterales ulnares proksimal et distalis.

Arteri profunda brachii berjalan ke posterior bersama n. radialis. Di sini lateral regio brachii arteri ini berakhir sebagai dua cabang terminalnya, yaitu a. collateralis radialis, yang berjalan ke anterior bersama n. radialis dan a. collateralis media, yang menuju sisi posterior epicondylus lateralis humeri.

Arteri collateralis ulnaris proksimalis berawal dipertengahan regio brachii dan berjalan bersama n. ulnaris menuju sisi posterior epicondylus medialis humeri. Arteri collateralis ulnaris distalis awalnya sedikit di superior dari artikulasi cubiti dan berjalan di posterior dari n. medianus, kemudian cabang-cabangnya menuju sisi anterior dan posterior epicondylus medialis humeri. Vena brachialis mengikuti arterinya dan

(21)

kira-kira di dua pertiga proksimal regio ini v. basilica berjalan superficial terhadap a. brachialis.

B. ANATOMI RADIUS DAN ULNA 1. Tulang Ulna

Ulna adalah tulang stabilisator pada lengan bawah, terletak medial dan merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang lengan bawah. Ulna adalah tulang medial antebrachium. Ujung proksimal ulna besar dan disebut olecranon, struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari atas ke bawah.

Gambar 3. Anatomi Os Ulna 2. Tulang Radius

Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek, collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan ulna, secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi empat ketika dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut memiliki kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur.

(22)

Gambar 4. Anatomi Os Radius.

3. Anatomi Muskuloskeletal

Tabel 1. Sistem Otot Antebrachium.

(23)

Gambar 5. Otot-otot antebrachium tampak anterior.

C. DEFINISI FRAKTUR

Dorland memiliki dua definisi fraktur, yang pertama adalah, “pemecahan atau patahnya suatu bagian, terutama tulang”. Definisi yang kedua adalah

“patah atau kerusakan pada tulang”.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa, trauma yang menyebabkan tulang patah, dapat berupa trauma langsung dan dapat berupa trauma tidak langsung.

D. ETIOLOGI

Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.

Trauma dapat bersifat:

1. Langsung

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

2. Tidak langsung

Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.Tekanan pada tulang dapat berupa:

a) Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral

(24)

b) Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

c) Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi

d) Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah

e) Trauma oleh karena remuk

f) Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian tulang.

Fraktur humerus disebabkan oleh trauma langsung pada lengan atau bahu atau oleh beban aksial yang disalurkan melalui siku. Keterikatan dari otot pectoralis mayor, deltoid, dan rotator cuff mempengaruhi derajat perpindahan fraktur humerus proksimal. Fraktur stres humerus terjadi dengan lemparan ke atas dan kadang-kadang dengan kontraksi otot yang hebat. Jenis patah tulang ini paling sering didokumentasikan dalam bisbol. Seperti fraktur stres lainnya, peningkatan aktivitas atau stres pada tulang yang belum matang atau tidak berkondisi adalah penyebabnya.

Penyebab paling umum dari fraktur humerus proksimal adalah jatuh dari berdiri, diikuti oleh kecelakaan kendaraan bermotor dan jatuh yang melibatkan tangga. Mekanisme tambahan termasuk kontraksi otot yang hebat dari aktivitas kejang, sengatan listrik, dan trauma terkait atletik. Fraktur humerus proksimal paling sering tertutup. Penyebab fraktur diafisis humerus termasuk jatuh dari berdiri, kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian, dan patologi terkait. Fraktur humerus distal terutama disebabkan oleh trauma energi tinggi, dan pada orang tua, paling sering disebabkan oleh jatuh dengan energi rendah.

Menurut Nampira (2014) fraktur os radius dan ulna biasanya terjadi karena cedera langsung pada lengan bawah, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dengan lengan teregang yang merupakan akibat cedera hebat. Cedera langsung biasanya menyebabkan fraktur transversa pada tinggi yang sama, biasanya di sepertiga tengah tulang.

(25)

Mekanisme trauma fraktur distal radius pada dewasa muda yaitu jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, maupun cedera pada olahraga. Pada dewasa tua, fraktur distal radius dapat terjadi dari mekanisme dengan tenaga yang kecil seperti terjatuh saat sedang berdiri atau berjalan (fragile fracture).

Mekanisme yang paling sering terjadi adalah jatuh dengan posisi dorsofleksi pada pergelangan tangan dengan sudut bervariasi, seringkali antara 40-90 derajat. Trauma dengan energi tinggi yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor dapat menyebabkan fraktur kominutif atau displaced pada distal radius.

E. EPIDEMIOLOGI

Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi, insiden 4% dari semua kejadian fraktur. Fraktur shaft dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tengah dan distal. Fraktur diafisis humerus merupakan 1,2% dari semua fraktur. Fraktur humerus proksimal mencapai 5,7% dari semua fraktur. Fraktur humerus proksimal lebih sering terjadi pada orang lanjut usia, dengan usia rata-rata 64,5 tahun dan merupakan fraktur tersering ketiga setelah fraktur pinggul dan fraktur radius distal. Fraktur diafisis humerus terjadi pada populasi yang sedikit lebih muda, dengan usia rata-rata 54,8 tahun. Pada orang dewasa, fraktur distal humerus terjadi sekitar 2% dari semua fraktur dan sepertiga dari semua fraktur humerus.

Dalam survei epidemiologi 1800 fraktur humerus berenergi rendah di unit gawat darurat di Parma, Italia, berikut ini diidentifikasi :

 Dominasi pada wanita: 78%.

 Fraktur humerus proksimal mewakili sebagian besar fraktur humerus:

>85%.

 Insidensi meningkat secara progresif seiring bertambahnya usia (lebih dari 60 kali lipat pada wanita dan 20 kali lipat pada pria).

 Fraktur simultan (khususnya pinggul) sering terjadi, terutama setelah usia 85 tahun (1 dari 8 kasus).

Pada tahun 2010, menurut data dari database National Electronic Injury Surveillance System (NEISS) 2010 dan Sensus AS 2010, fraktur lengan

(26)

bawah adalah jenis fraktur yang paling umum pada populasi pediatrik (kisaran usia, 0-19 tahun) dan menyumbang 17,8 % dari semua fraktur.

Dalam analisis ini penyebab cedera antara lain trauma langsung, jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, dan cedera olahraga. Berbeda dengan daerah lain, luka tembak dan senjata api tidak lazim menjadi penyebab luka di daerah ini. Dari 2812 fraktur, hanya 5% yang merupakan fraktur lengan bawah diafisis, dan sebagian besar dari 76% adalah fraktur radius distal (DRF). Data dari National Hospital Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan bahwa fraktur radius, ulna, atau keduanya menyumbang 44%

dari semua fraktur lengan bawah dan tangan di Amerika Serikat.

F. JENIS-JENIS FRAKTUR

1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Derajat fraktur tertutup menurut Tscherne dan Oestern berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a) Derajat 0, fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya

b) Derajat 1, fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

c) Derajat 2, fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan adanya pembengkakan.

d) Derajat 3, cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman terjadinya sindroma kompartement.

2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit.

Derajat fraktur terbuka menurut Gustillo berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a) Derajat I, laserasi < 1 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal

b) Derajat II, laserasi >1 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas, kontaminasi sedang

(27)

c) Derajat III, terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

1) IIIa: fraktur segmental atau sangat kominutif, penutupan tulang dengan jaringan lunak cukup adekuat

2) IIIb: terkelupasnya periosteum dan tulang tampak terbuka

3) IIIc: disertai kerusakan pembuluh darah tanpa memperhatikan kerusakan jaringan lunak

3. Jenis khusus fraktur a. Bentuk garis patah

1) Garis patah melintang/transversal 2) Garis patah linear

3) Garis patah obliq 4) Garis patah spiral 5) Fraktur greenstick 6) Fraktur comunited

Gambar 6. Fraktur menurut garis patah.

b. Jumlah garis patah

1) Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

(28)

2) Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan.

3) Fraktur multiple, garis patah lebih dari satu tetapi pada pada tulang yang berlainan.

c. Bergeser-tidak bergeser

1) Fraktur undisplaced, garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser

2) Fraktur displaced, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur

Gambar 7. Fraktur menurut bergeser-tidak bergeser.

Price & Wilson juga membagi derajat kerusakan tulang menjadi dua, yaitu patah tulang lengkap (complete fracture) apabila seluruh tulang patah; dan patah tulang tidak lengkap (incomplete fracture) bila tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Hal ini ditentukan oleh kekuatan penyebab fraktur dan kondisi kerusakan tulang yang terjadi trauma. Patah tulang dapat dibagi menurut garis frakturnya, misalnya fisura, patah tulang segmental, patah tulang sederhana, patah tulang kominutif, patah tulang segmental, patah tulang kompresi, impresi, dan patologis.

1) Fraktur complete

Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran bergeser dari posisi normal.

2) Fraktur incomplete

Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.

G. KLASIFIKASI FRAKTUR HUMERUS

(29)

Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma Association (OTA).

 Tipe A: fraktur sederhana (simple fracture) : - A1: spiral

- A2: oblik (>30°) - A3: transversa (<30°)

 Tipe B: fraktur baji (wedge fracture) - B1: spiral wedge

- B2: bending wedge - B3: fragmented wedge

 Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture) - C1: Spiral

- C2: Segmental

- C3: Ireguler (significant comminution)

(30)

Gambar 8. Klasifikasi fraktur diafisis humerus (OTA) Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi:

a. Fraktur sepertiga proksimal humerus

Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m.

pectoralis mayor diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas insersi pectoralis mayor menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi rotator cuff serta distal fragmen bergeser ke arah medial.

Fraktur antara insersi m. pectoralis mayor dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada akhir distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral dan proksimal dari distal fragmen.

b. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus

Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga tengah korpus humerus, pergeseran ke medial dari fragmen distal dan abduksi dari fragmen proksimal akan terjadi.

H. KLASIFIKASI FRAKTUR RADIUS

Klasifikasi Eponimic fraktur distal radius dan ulna : 1. Fraktur Colles

(31)

Fraktur ekstraartikular dan inraartikular pada distal radius yang menunjukkan tanda angulasi ke arah dorsal (apex volar), pergeseran ke arah dorsal, pemendekan tulang radius. (Egol KA, Koval KJ, 2015) Fraktur ini sering terjadi pada usia di atas 50 tahun, wanita lebih sering dibandingkan laki-laki dengan karakteristik garis fraktur transversal utama dengan jarak 2 cm dari distal radius, avulsi dari prosesus styloid ulna, permukaan sendi mengalami angulasi 15 derajat ke arah anterior pergelangan tangan. Deformitas yang terjadi disebut sebagai dinner fork deformity yaitu pergeseran radius kea rah posterior dan kemiringan fragmen fraktur ke arah posterior.

Gambar 9. Fraktur Colles 2. Fraktur Smith

(32)

Fraktur dengan gambaran angulasi ke arah volar (apex dorsal) dari distal radius dengan garden spade deformity atau pergeseran ke arah volar

dari distal radius. Mekanisme jatuh dengan posisi pergelangan tangan fleksi dan seringkali tidak stabil. Fraktur ini memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal karena seringkali tidak adekuat dengan reduksi tertutup. (Egol KA, Koval KJ, 2015). Fraktur ini sering didapatkan pada dewasa muda yang merupakan cedera pada posisi pronasi. Fraktur pada sepertiga distal radius sering disertai dengan dislokasi distal persendian radio ulnar yang disebut fraktur Galeazzi, maupun dislokasi proksimal persendian radioulnar yang disebut fraktur Monteggia.

Gambar 10. Fraktur Smith dan Colles 3. Fraktur Barton

Fraktur dan dislokasi atau subluksasi pada pergelangan tangan di mana terjadi pergeseran dari distal radius yang seringkali kea rah volar.

Mekanisme cedera adalah jatuh dengan posisi pergelangan tangan dorsofleksi dengan lengan bawah pada posisi pronasi. Fraktur ini tidak stabil dan memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal untuk mendapatkan posisi anatomis yang stabil.

Gambar 11. Fraktur Volar Barton

(33)

4. Fraktur Chauffeur/ Hutchinson/ Fraktur radial dan styloid

Fraktur ini merupakan fraktur avulsi dengan ligament ekstrinsik menempel pada fragmen styloid akibat sekunder dari trauma. Mekanisme trauma sebagai akibat kompresi scaphoid pada styloid dengan posisi pergelangan tangan dorsofleksi dan deviasi ulnar. Hal ini dapat terjadi pada seluruh styloid atau hanya pada sisi dorsal atau volar. Cedera lain yang menyertai diantaranya adalah cedera ligament intercarpal (scapholunate dissociation, perilunate dislocation). Pengobatan dnegan menggunakan reduksi terbuka dan fiksasi internal.

Gambar 12. Fraktur Colles, Smith, Chauffeur I. PATOFISIOLOGI

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.

Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan) Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini

(34)

biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar, membengkok, kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi terus menerus misalnya pada orang yang bertugas kemiliteran.

J. DIAGNOSIS 1. Anamnesis

a. Auto-anamnesis

Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa.

Ditanyakan persoalan: mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan; bagian apa dari anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian yang berbeda misalnya “… sakit di tangan ….”, yang dimaksud tangan oleh orang awam adalah anggota gerak atas dan karenanya tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lengan bawahnya.

Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau beberapa penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan anamnesis demikian perlu pengetahuan tentang penyakit.

Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya oleh pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala penyakit) dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat pada anamnesis dapat dicocokkan pada pemeriksaan fisik kemudian.

Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan:

1) Sakit/nyeri

- Lokasi setempat/meluas/menjalar, - Ada trauma riwayat trauma atau tidak,

(35)

- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan,

- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-tarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya,

- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri, - Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari,

- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul.

2) Kelainan bentuk/pembengkokan

- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang), - Benjolan atau karena ada pembengkakan.

3) Kekakuan/kelemahan

Kekakuan: Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai nyeri, sehingga pergerakan terganggu?

Kelemahan: Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot menurun/melemah/kelumpuhan?

b. Allo-anamnesis

Allo-anamnesis dasarnya sama dengan auto-anamnesis, bedanya yang menceritakan adalah orang lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi atau orang tua yang sudah mulai dementia atau penderita yang tidak sadar/sakit jiwa; oleh karena itu perlu dicatat siapa yang memberikan allo anamnesis, misalnya:

1) allo anamnesis mengenai bayi tentunya dari ibu lebih cocok daripada ayahnya,

2) atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orangtua, maka pembantu rumah tangga dapat memberikan keterangan yang lebih baik,

3) juga pada kecelakaan mungkin saksi dengan pengantar dapat memberikan keterangan yang lebih baik, terutama bila yang diantar tidak sadarkan diri.

(36)

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status lokalis).

a. Pemeriksaan umum

1) Keadaan Umum (KU): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda- tanda vital yaitu:

a) Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah b) Kesakitan/nyeri: visual analogue scale (VAS) score

c) Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu 2) Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada

(toraks), perut (abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin,

3) Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang).

b. Pemeriksaan lokal

Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota terutama mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:

1) Look (Inspeksi)

a) Bandingkan dengan sisi yang sehat, b) Perhatikan posisi anggota gerak,

c) Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup/terbuka,

d) Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari,

e) Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan.

2) Feel (Palpasi)

Posisi penderita diperbaiki terlebih dahulu sebelum dipalpasi agar dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini

(37)

merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan si pasien.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a) Temperatur setempat yang meningkat,

b) Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang,

c) Krepitasi,

d) Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit;

e) Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.

3) Move (Pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)

Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk mengetahui gerakan normal si penderita.

Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.

Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di daerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture).

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah

(38)

ada gangguan gerak. Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor intra artikuler atau ekstra artickuler.

a) Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi;

b) Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit.

Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri disuruh menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa). Selain pemeriksaan, penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk melihat kemajuan/kemunduran pengobatan. Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri dan jalan.

Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.

3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium

Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.13

b. Radiologi

Berbagai pemeriksaan radiologi antara lain foto polos tulang, foto polos dengan media kontras, serta pemeriksaan radiologis khususnya seperti CT scan, MRI, pindai radioisotopi, serta unltrasonografi. Pada foto polos tulang perlu diperhatikan keadaan densitas tulang baik setempat maupun menyeluruh, keadaan korteks dan medula, hubungan antara kedua tulang pada sendir, kontinuitas kontur, besar rang sendi, perubahan jaringan lunak, pemeriksaan foto polos dengan media kontras antara lain sinografi (untuk melihat batas dan lokasi sinus), artografi (untuk melihat batas ruang sendi), mielografi (dengan

(39)

memasukkan cairan media ke dalam teka spinalis), dan arteriografi (untuk melihat susunan pembuluh darah).

c. Artroskopi

Untuk memperlihatkan kelainan pada sendi.

d. Elektrodiagnosis

Berguna untuk mengetahui fungsi saraf dan otot dengan menggunakan metode elektrik.

K. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Awal

Penatalaksanaan pada fraktur tulang panjang dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

a. Life threatening dengan penatalaksanaan yang bertahap yaitu Airway Breathing, Circulation. Disability dan Exposure (ABCDE)

b. Perbaikan tulang yang mengalami fraktur mengikut klasifikasi jenis fraktur, yaitu:

- Fraktur terbuka - Fraktur tertutup Life-threatening

Setiap pasien dengan trauma atau patah tulang memerlukan evaluasi dan penatalaksanaan yang spesifik dan tepat. Tindakan berhubungan dengan life-threatening merupakan tindakan utama, yaitu dengan ABCDE menurut ATLS pada survey primer.

A: airway, harus bebas bahkan sampai pemasangan intubasi bila diperlukan (namun tanpa menggerakkan leher dicurigai adanya trauma servikal).

B : breathing, menilai frekwensi nafas dan bunyi nafas untuk menentukan adanya tanda-tanda hemopneumothoraks yang memerlukan pemasangan chest tube.

(40)

C: circulation, memeriksa nadi dan tekanan darah dan mempertahankannya pada batas normal. Pemasangan 2 IV lines cairan kristaloid, koloid bahkan darah untuk mengatasi syok.

Perdarahan yang jelas terlihat dengan cara melakukan penekanan langsung kemudian ditutup dengan pembalut steril seperti pada fraktur terbuka. Pendarahan internal karena fraktur multiple pada tulang Panjang yang tertutup juga dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak, seperti fraktur femur (1000-2000 cc). pemasangan bidai yang dilakukan secara dini dapat menurunkan perdarahan dengan mengurangi frakme yang patah sehingga menghindari jaringan lunak lebih lanjut, meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar fraktur selain juga mengurangi rasa nyeri.

D : disability, termasuk status neurologis, yaitu dengan skala GCS

E : exposure, pasien harus ditelanjangi sehingga pemeriksaan dapat dilakukan secara menyeluruh sampai bagian belakang tubuh.

Rangkaian survey primer diatas ini dan penanganannya dilakukan sampai keadaan-keadaan yang mengancam nyawa sudah terlewati, dan juga hemodinamik telah stabil. Selanjutnya penanganan survey sekunder dilakukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam extremitas.

Pemeriksaan Neurovascular Distal (NVD) dilakukan untuk menilai adanya ancaman kehilangan ekstremitas. Hilangnya pulsasi arteri dibagian distal fraktur kemungkinan disebabkan rupture arteri yang memerlukan penanganan segera untuk mengembalikan perfusi ke jaringan.

Kompartemen harus dapat diketahui dan diatasi dengan segera untuk menghindari kematian otot, atau kerusakan saraf. Apabila ada tanda-tanda 5P (Pain, Pallor, Pulseless, Paraesthesi, Paralisis) dan tekanan kompartemen melebihi dari 30mmHg harus secepatnya dilakukan fasciotomi.

Penatalaksanaan Fraktur Terbuka

(41)

Tindakan yang harus segera dilakukan pada fraktur terbuka yang disebut dengan 4 R:

1. Recognization, merupakan Upaya untuk membuat diagnosis sebaik-baiknya.

2. Reposition-Reduction, suatu Tindakan untuk mengembalikan kepada posisi semula agar dapat berfungsi dengan baik apabila pulih semula.

3. Retaining- Immobilisation, suatu Tindakan untuk mengistirahatkan anggota gerak yang mengalami trauma sehingga terjadi kesembuhan.

4. Rehabilization, tiap fraktur akan mengakibatkan kekakuan sendi distal dari tulang yang patak akibat immobilisasi yang lama dan dengan rehabilisasi mengembalikan kemampuan dari anggota gerak yang mengalami trauma agar dapat berfungsi kembali.

Penatalaksanaan Fraktur Tertutup - Konsevatif

1) Proteksi tanpa reduksi atau imobilisasi  untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengan cara memberikan sling (mitela) pada ektremitas atas atas atau tongkat pada ektremitas bawah.

2) Immobilisasi dengan bidai eksternal tanpa reduksi, hal ini hanya memberikan sedikit immobilisasi, biasanya menggunakan plaster of Paris (gyps) atau dengan bermacam bidai dari plastic atau metal.

3) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan immobilisasi eksterna menggunakan gyps. Dilakukan dengan pembiusan umum ataupun local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gyps untuk immobilisasi merupakan alat utama untuk Teknik ini.

(42)

4) Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi, dilakukan dengan beberapa cara seperti skin traction atau bone traction.

5) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi.

Dilakukan dengan menggunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment.

- Reduksi Tertutup dengan Fiksasi Eksterna atau Fiksasi Perkutaneus dengan K-wire

Setelah melakukan reduksi tertutup pada fraktur tulang yang bersifat tidak stabil, maka reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutaneus misalnya pada fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak atau pada fraktur Colles. Dapat juga dilakukan pada fraktur leher femur dan pre-trochanter femur dengan memasukkan batang metal, serta fraktur batang femur dengan teknik tertutup, dan hanya membuat lubang kecil pada daerah proksimal femur. Teknik ini biasanya memerlukan alat rontgen image intensifier (C-arm).

- Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau Fiksasi Eksterna Tulang

Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan oleh ahli bedah serta pembantunya yang berpengalaman dalam ruang yang aseptik. Operasi harus dilakukan secepatnya (dalam satu minggu) kecuali bila ada halangan. Alat-alat yang dipergunakan dalam operasi antaranya kawat bedah, kawat Kirschner, screw, screw dan plate, pin Kuntschner intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin Trephine (pin Smith Peterson), screw dan plate Smith Peterson, pin plate teleskopik, pin Jewett dan protesis.

Reduksi terbuka dilakukan tergantung pada indikasi fraktur itu sendiri.

o Reduksi terbuka dengan fiksasi interna

(43)

 Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil.

 Bila terdapat interposisi jaringan diantara kedua fragmen.

 Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya fraktur leher femur.

 Fraktur terbuka.

 Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orang tua.

 Fraktur multipel seperti fraktur ekstremitas atas dan bawah.

 Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan reduksi tertutup, misalnya Monteggia.

o Reduksi terbuka dengan fiksasi interna

 Fraktur terbuka tipe II dan III

 Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang sehat

 Fraktur dengan infeksi

 Fraktur yang miskin jaringan ikat

 Kadang-kadang pada fraktue tungkai bawah penderita diabetes mellitus.

L. KOMPLIKASI 1. Komplikasi Awal

a. Cedera vaskuler

Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi,CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematom melebar dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada bagian yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.

b. Sindrom Kompartemen

Kompikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini di sebabkan oleh edem atau perdarahan yang menekan otot, sraf, pembuluh darah atau tekanan luar seperti gips, pembebatan dan penyangga. Perubahan

(44)

fisiologis sebagai akibat dari peningkatan tekanan kompartemen yang seringkali terjadi adalah iskemi dan edema.

c. Fat Embolism Syndrome (FES)

Fat embolism syndrome merupakan suatu sindrom yang mengakibatkan komplikasi serius pada fraktur tulang panjang, terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun.

Ditandai dengan adanya gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan demam.

d. Infeksi

Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.

Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.

Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.

External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail tidak perlu dilepas.

e. Nekrosis Avaskuler

Aliran darah ketulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan nekrosis tulang. Biasanya diawali dengan adanya iskemia volkman.

f. Syok

Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kepiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.

2. Komplikasi Lanjut a. Delayed Union

Merupakan kegagalan fraktur terkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan ruang untuk menyambung. Ini terjadi karena suplai darah ketulang menurun.

b. Delayed Non union

(45)

Komplikasi ini terjadi karena adanya fraktur yang tidak sembuh antara 6 sampai 8 bulan dan tidak di dapatkan konsolidasi sehingga terdapat infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoarthosis. Sehingga fraktur dapat menyebabkan infeksi.

c. Delayed Mal union

Keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya tapi terdapat deformitas (perubahan bentuk tulang) yang berbentuk angulasi.

(46)

BAB III ANALISIS KASUS GEJALA KLINIS

KASUS TEORI

 Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lengan atas tangan kanan yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit

setelah mengalami

kecelakaan lalu lintas.

 Pasien sulit menggerakkan tangan kanannya setelah kejadian karena rasa sangat nyeri hebat.

Penyebab langsung fraktur ekstremitas yang paling sering terjadi adalah kecelakaan lalu lintas dan ruda paksa. Kecelakaan lalu lintas saja memakan korban 1 dalam 10.000 jiwa tiap tahun.

Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi.

PEMERIKSAAN FISIK

KASUS TEORI

KU: Compos mentis (E4V6M5), Status gizi baik, VAS (8/10).

Status Lokali Humerus (S):

1. Look/Inspeksi: edema (+),muscle expose (+), bone expose (+), deformitas (+), hematoma (-), perdarahan aktif (+).

2. Feel/Palpasi: nyeri tekan (+), krepitasi (+)

3. Move/Range of Motion:

gerakan aktif, pasif, abduksi, adduksi, fleksi dan ekstensi terhambat pada elbow joint 4. Neurovascular Distal :

Sensibilitas (+), pulsasi arteri brachialis sulit dinilai, akral hangat, CRT < 2 detik.

Gejala-gejala yang dirasakan pasien seperti nyeri pada daerah fraktur dikarenakan adanya efek mekanis yang menyebabkan hilangnya kontinuitas jaringan, sehingga timbulnya mobilitas yang bersifat patologis dan hilangnya fungsi tulang sebagai organ penyangga. Sehingga menimbulkan rasa nyeri yang sangat hebat.

Pemeriksaan fisik didapatkan deformitas dan pemendekan, hal itu terjadi pergeseran tulang atau fragmen pada ekstremitas dan pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya akibat kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

KASUS TEORI

Darah Rutin:

Leukosit 11.1 10^3 /uL,

Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin, hematokrit sering

(47)

Hemoglobin 13.0 gr/dL, dan Hematokrit 36.1%.

Foto Humerus (S) AP/Lateral:

Kesan: Fraktur 1/3 distal os humerus dextra, soft tissue swelling.

rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.

Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas).

Posisi Anteroposterior dan Lateral dari wrist joint/pergelangan tangan harus dilakukan.

Bahu atau siku juga harus dievaluasi radiologi foto pergelangan tangan kontralateral juga biasa dilakukan untuk dapat membantu menilai sudut ulnar varians dan sudut scapholunate. Computed tomography scan dapat membantu untuk menunjukkan tingkat keterlibatan intraartikular.

PENATALAKSANAAN

KASUS TEORI

- IVFD RL 20 tpm

- Ceftriaxone 1 gr/12j/iv - Ranitidine 1

amp/8j/iv - Dexamethasone

1 amp/iv

Kortikosteroid diberikan dengan tujuan untuk mengurangi rasa sakit dengan menghambat sintesis prostaglandin, yang menyebabkan peradangan, dan mengurangi permeabilitas pembuluh darah yang

menyebabkan edema jaringan.

Kortikosteroid juga merupakan molekul lipofilik yang dapat melewati sawar darah otak. Penelitian telah menunjukkan bahwa reseptor steroid ditemukan di sistem saraf pusat dan perifer dan bertanggung jawab untuk pertumbuhan, diferensiasi, perkembangan, dan plastisitas neuron.

Secara khusus, kortikosteroid telah terbukti mengurangi pelepasan spontan pada saraf yang terluka, yang mengurangi nyeri neuropatik.

Deksametason adalah kortikosteroid yang paling sering diresepkan untuk nyeri, tetapi prednison atau prednisolon juga dapat

(48)

digunakan. Keuntungan prednisolon adalah efek samping miopati lebih jarang.

Dexamethasone menyebabkan retensi cairan lebih sedikit daripada steroid lain karena memiliki efek mineralokortikoid yang lebih sedikit. Ini juga relatif lebih manjur dan, karena waktu paruh deksametason yang lebih lama, dapat diminum sekali sehari.

Dosis deksametason yang paling tepat belum ditentukan, tetapi kisaran 2 hingga 8 mg secara oral atau subkutan sekali hingga 3 kali sehari secara umum diterima.

Manajemen nyeri tahap 1 yaitu menggunakan non-opioid seperti parasetamol, ibuprofen, ketorolac atau asam asetilsalisilat (aspirin) biasanya dimulai untuk mengobati nyeri ringan hingga nyeri sedang.

Sefalosporin merupakan jenis antibiotik yang paling umum diresepkan karena merupakan antibiotik spektrum luas yang efektif sebagai anti Staphylococcus, memiliki profil farmakokinetik yang baik, angka kejadian efek samping yang kecil, serta harga yang relatif murah. Pada kasus bedah ortopedi, sefalosporin generasi pertama seperti cefazolin atau generasi kedua seperti cefuroxime merupakan pilihan yang direkomendasikan. Penelitian yang dilakukan di sebuah rumah sakit di Jakarta menunjukkan bahwa pada tahun 2012 antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan (87,8%) pada

Gambar

Gambar 1. Anatomi Humerus.
Gambar 3. Anatomi Os Ulna 2. Tulang Radius
Tabel 1. Sistem Otot Antebrachium.
Gambar 4. Anatomi Os Radius.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karya tulis ilmiah penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Drop hand sinistra oleh karena faktur komplit oblique os humerus sinistra 1/3 medio distal ini

Latar belakang: Karya tulis ilmiah penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Drop hand sinistra oleh karena faktur komplit oblique os humerus sinistra 1/3 medio distal

Hasil pengkajian bahwa klien mengalami patah tulang di paha kanan pada daerah fraktur terdapat luka lebam, luka memar, luka babras, terasa kaku saat paha kanan di sentuh., terasa

(ika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak  disekitarnya.

Dokumen ini berisi informasi mengenai kasus Tn. R, seorang pria berusia 26 tahun yang didiagnosis dengan Skizofrenia

Dokumen ini berisi laporan kasus pusing yang alami seorang wanita berusia 56

Laporan kasus pasien Ny. WS berusia 18 tahun yang mengalami perut mulas kencang-kencang dan keluar lendir darah melalui

Laporan kasus demam tifoid pada seorang anak laki-laki berusia 10 tahun 5