KKN PROFESI ANGKATAN 61 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, Desember 2018
LAPORAN KASUS NONINFEKSI ULKUS PEPTIKUM
OLEH:
Rindang Cahyani Putri H. Abas 110 2015 0101
Supervisor : dr. Rachmat Faisal Syamsu, M.Kes
KULIAH KERJA NYATA (KKN) PROFESI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR
2018
BAB I
LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D Umur : 56 tahun Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia Pekerjaan : IRT
Alamat : Kajuara, 3/1 Mula Menree, Ulaweng, Kabupaten Bone MRS : 8 Desember 2018
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pusing Anamnesis Terpimpin :
Pusing dirasakan sejak 1 hari yang lalu. Pusing dirasakan tidak berputar dan tidak disertai sakit kepala. Pusing dirasakan ketika beraktivitas. Pasien juga meraasakan nyeri pada ulu hati sejak 1 hari yang lalu. BAB konsistensi pada warna hitam. Pasien merasa lemah dan nafsu makan berkurang. Pasien terlihat anemis. Pasien mengatakan sering mengkonsumsi obat pereda nyeri ketika nyeri lutut dan sakit gigi.
Anamnesis Sistematis :
Demam (-), sakit kepala (-), sesak napas (-), batuk (-), nyeri dada (-), nyeri ulu hati (-) BAK lancar berwarna kuning (kesan normal).
Riwayat Penyakit Sebelumnya : DM (+), hipertensi (-)
PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalis : Sakit Sedang, Gizi Cukup, Compos Mentis BB = 45,1 kg
TB = 152 cm
IMT = 19,52 kg/m2 Gizi cukup Status Vitalis : T = 90/60 mmHg
N = 80 x/menit, A. radialis, reguler.
P = 24 x/menit, tipe thoracoabdominal S = 370 C axilla
Kepala : Konjungtiva : Anemis (+/+), Sklera : ikterus (-/-), mata cekung (-), bibir : kering (+), sianosis (-)
Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, massa
tumor (-), nyeri tekan (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi trakea (-)
Thoraks :
a. Inspeksi : Simetris (ka=ki), tidak menggunakan otot bantu napas, hematom (-), jejas (-), jaringan sikatrik (-)
b. Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus (ka=ki), krepitasi (-)
c. Perkusi : Sonor, batas paru hepar ICS VI dextra anterior.
d. Auskultasi : Bunyi Pernapasan : Vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
BT = Rh: Wh :
Jantung :
a. Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak b. Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba c. Perkusi : Pekak relatif, batas jantung:
Kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra Kiri bawah : ICS V linea midclavicula sinistra d. Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-).
Abdomen :
a. Inspeksi : Datar, simetris (ka=ki), ikut gerak napas, jejas (-).
b. Auskultasi : Peristaltik (+), kesan meningkat.
c. Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (+), Hepar (ttb), Lien (ttb) d. Perkusi : Tympani
Ektremitas : Turgor kulit = lambat, tidak terdapat edema, fraktur, deformitas, dan krepitasi.
Lain-lain : Genitalia dan anus dalam batas normal.
RESUME
Seorang wanita 56 tahun dengan keluhan pusing sejak 1 hari yang lalu, pusing tidak berputar, sakit kepala (-). Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati (+), lemas (+). Sebelumnya pasien mengatakan sering menkonsumsi obat pereda nyeri ketika nyeri lutut dan sakit gigi. Riwayat penyakit sebelumnya adalah Diabetes Mellitus Tipe 2. Pada pemeriksaan fisis didapatkan status generalis, sakit sedang, kesan gizi cukup dan composmentis. Status vitalis didapatkan TD = 90/60 mmHg, N : 80 x/menit, P : 24 x/menit, tipe thoracoabdominalis. Pada pemeriksaan lainnya tampak konjungtiva anemis, bibir kering dan pada auskultasi abdomen didapatkan peristaltik kesan meningkat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Darah rutin
2. Hb darah
3. Gula darah sewaktu (GDS)
DIAGNOSIS Ulkus peptikum
DIAGNOSIS BANDING
Gastritis akut, Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD), Ulkus Duodenum PENATALAKSANAAN / TERAPI
- Ringer laktat 24 tetes per menit IV - Omeprazole 20 mg 2dd1
- Glibenclamide 5 mg 1dd1 - Vitamin B Complex 3dd1 PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia at Bonam Qua ad sanitionem : dubia at Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi, histologi, dan Fisiologi 2.1.1. Anatomi Sistem Pencernaan1
Gambar 2.1. Sistem pencernaan manusia2
1. Mulut, berisi:
Gambar 2.2. Rongga mulut manusia2 a. Dentist (gigi)
b. Ginggiva (gusi) c. Lingua (lidah) d. Labia (bibir)
e. Palatum durum (langit-langit) f. Palatum mole
g. Glandula saliva 2. Orofaring
3. Esophagus
4. Gaster, bagian-bagiannya:2
Gambar 2.3. Gaster2 a. Cardia
b. Fundus c. Pylori d. Corpus
5. Intestinum tenue, bagiannya:2
Gambar 2.4. Intestinum tenue2
a. Duodenum → usus 12 jari b. Jejunum
c. Ileum
6. Intestinum crassum, tersusun oleh :
a. Colon, ada empat: c. asenden, c. tranversum, c. descendens, c.
sigmoid.
b. Rectum
Gambar 2.5. Intestinum crassum2 7. Anus
2.1.2. Histologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan merupakan suatu tabung atau saluran panjang yang berawal di rongga mulut dan berakhir di anus. Sistem terdiri atas rongga mulut (cavitas oris), esophagus (oesophagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum tenue), usus besar (intestinum crassum), rectum (rectum), dan kanalis analis (canalis analis). Saluran pencernaan
berhubungan dengan organ-organ pencernaan tambahan yaitu kelenjar liur (glandulae salivary), hati (hepar), dan pankreas (pancreas).Organ tambahan terletak di luar saluran pencernaan. Produk sekretoriknya dicurahkan ke dalam saluran pencernaan melalui duktus ekskretorius yang menembus dinding saluran pencernaan.3
1) Rongga Mulut
Di dalam rongga mulut, makanan ditampung, dikunyah, dan dilumasi oleh liur agar lebih mudah ditelan. Karena makanan diuraikan secara fisik di dalam rongga mulut, daerah ini dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk sebagai pelindung, yang juga melapisi permukaan dalam atau labial bibir. 3
2) Esofagus
Esofagus (oesophagus) adalah suatu saluran lunak dengan panjang kira-kira 10 inci yang berjalan dari faring sampai ke lambung. Di rongga thoraks, esophagus hanya dikelilingi oleh jaringan ikat, yang disebut adventisia. Di rongga abdomen, dinding terluar segmen pendek esophagus dilapisi oleh mesotelium (epitel selapis gepeng) untuk membentuk serosa. Di sebelah dalam, lumen esophagus dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk (epithelium stratificatum squamosum non cornificatum) yang basah.3 3) Lambung
Lambung (gaster) adalah organ berongga luas yang terletak di antara esophagus dan usus halus. Pada taut esophagus-lambung, terdapat perubahan mendadak dari epitel berlapis gepeng esophagus menjadi epitel selapis silindris lambung. 3
4) Usus halus
Usus halus (intestinum tenue) adalah saluran panjang berkelok- kelok dengan panjang kira-kira 5-7 meter. Usus halus terbagi atas tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Di dalam usus halus terdapat plika sirkularis yaitu lipatan atau peninggian mukosa (dengan inti submukosa) permanen yang berpilin dan terjulur ke dalam lumen usus. Plika sirkularis paling menonjol di bagian proksimal usus halus, tempat absorbsi paling sering terjadi; plika sirkularis makin mengecil kea rah ileum. Juga terdapat vili yaitu tonjolan permanen lamina propria mukosa mirip jari yang terjulur ke dalam lumen usus dilapisi oleh epitel selapis silindris dan juga menonjol pada di bagian proksimal usus halus. 3
5) Usus besar
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum.
Saluran ini lebih pendek dan kurang berkelok-kelok dibandingkan dengan usus halus. Usus besar terdiri atas segmen awal yaitu sekum, dan kolon ascendens, transversum, dan descendens dan sigmoid, serta rectum dan anus.Irisan dinding kolon memperlihatkan lipatan temporer, mukosa dan submukosa. Di colon terdapat lamina propria yang teridentasi oleh kelenjar intestinal (kripte lieberkuhn) panjang yang terentang dari lamina propria hingga muskularis mukosa. 3 6) Rektum
Epitel permukaan, lumen, dilapisi oleh sel selapis silindris dengan limbus striatus dan sel goblet. Kelenjar intestinal, sel adipose, dan nodulus limfoid di dalam lamina propria serupa dengan yang ada di kolon. Kelenjar intestinal lebih panjang, lebih rapat, dan terisi oleh sel goblet. Di bawah lamina propria adalah muskularis mukosa. Terdapat lipatan longitudinal di rectum bagian atas dan kolon temporer. Taenia coli di kolon berlanjut ke dalam rectum, tempat muskularis eksterna terdiri atas lapisan otot polos sirkular
dalam dan longitudinal luar. Di antara kedua lapisan otot polos terdapat ganglion parasimpatis pleksus mienterikus (Auerbach). 3 7) Anus
Bagian kanalis di atas taut anorektal menggambarkan bagian terbawah rectum. Bagian kanalis analis di bawah taut anorektal menunjukkan transisi dari epitel selapis silindris menjadi epitel berlapis gepeng kulit. Perubahan dari mukosa rectum ke mukosa anus terjadi di taut anorektal. Mukosa rectum mirip dengan mukosa kolon. Kelenjar intestinal agak lebih pendek dan terpisah jauh.
Akibatnya, lamina propria lebih menonjol, jaringan limfoid difus lebih banyak, dan nodulus limfoid soliter lebih banyak. Muskularis mukosa dan kelenjar intestinal saluran pencernaan berakhir di dekat taut anorektal. Lamina propria rectum digantikan oleh jaringan ikat padat tidak teratur lamina propria kanalis analis. Submukosa rectum menyatu dengan jaringan ikat di lamina propria kanalis analis (bagian yang mengandung banyak pembuluh darah). Di sebelah luar sfingter ani eksternus yaitu otot rangka levator ani. 3
2.1.3. Fisiologi Sistem Pencernaan (proses pencernaan dasar)
Adapun fisiologi sistem pencernaan, terdapat 4 proses pencernaan dasar, meliputi:
1) Motilitas
Kata motilitas merujuk kepada kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi saluran cerna. Seperti otot polos pembuluh darah, otot polos di dinding saluran cerna mempertahankan suatu kontraksi tingkat rendah yang menetap yang dikenal sebagai tonus.
Tonus penting untuk mempertahankan tekanan tetap pada isi saluran
cerna untuk mencegah dindingnya teregang permanen setelah mengalami distensi.4
Pada aktivitas tonus yang tetap ini terdapat dua tipe dasar motilitas saluran cerna: gerakan mendorong (propulsif) dan gerakan mencampur. Gerakan propulsif mendorong maju isi saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan bervariasi bergantung pada fungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian saluran cerna. Jadi, isi terdorong maju di suatu segmen dengan kecepatan yang sesuai agar segmn tersebut dapat melaksanakan tugasnya. Sebagai contoh, transit makanan melalui esophagus berlangsung cepat, yang sesuai karena struktur ini hanya berfungsi sebagai saluran dari mulut ke lambung. Sebagai perbandingan, di usus halus – tempat utama pencernaan dan penyerapan – isi bergerak maju dan penyerapan makanan.4
Gerakan mencampur memiliki fungsi ganda. Pertama, dengan mencampur makanan dengan getah pencernaan, gerakan ini meningkatkan pencernaan makanan. Kedua, gerakan ini mempermudah penyerapan dengan memajankan semua bagian isi saluran cerna ke permukaan serap saluran cerna.4
Pergerakan bahan melalui sebagian besar saluran cerna terjadi berkat kontraksi otot polos di dinding organ-organ pencernaan.
Pengecualiannya adalah di ujung-ujung saluran – mulut di bagian pangkal esophagus di awal dan sfingter ani eksternus di akhir – di mana motilitas lebih melibatkan otot rangka berada di bawah kontrol sadar. Sebaliknya, motilitas di seluruh saluran lainnya dilaksanakan oleh otot polos yang dikontrol oleh mekanisme involunter kompleks.4
2) Sekresi
Sejumlah getah pencernaan dieksresikan ke dalam lumen saluran cerna oleh kelnjar eksokrin di sepanjang perjalanan, masing- masing dengan produk sekretorik spesifik. Setiap sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit, dan konstituen organik spesifik yang penting dalam proses pencernaan, misalnya enzim, garam empedu, atau mukus. Sel-sel sekretorik mengekstraksi dari plasma sejumlah besar air dan bahan mentah yang diperlukan untuk menghasilkan sekresi tertentu tersebut. Sekresi semua getah pencernaan memerlukan energi, baik untuk transport aktif sebagai bahan mentah ke dalam sel (yang lain berdifusi secara pasif) maupun untuk sintesis produk sekretorik oleh reticulum endoplasma. Pada ransangan saraf atau hormon yang sesuai, sekresi dibebaskan ke dalam lumen saluran cerna. Dalam keadaan normal, sekresi pencernaan direabsorbsi dalam suatu bentuk kembali ke darah setelah ikut serta dalam proses pencernaan. Kegagalan reabsorpsi ini (misalnya karena muntah atau diare) menyebabkan hilangnya cairan yang dipinjam dari plasma ini.4 Selain itu, sel-sel endokrin yang terletak di dinding saluran cerna mensekresikan hormon pencernaan ke dalam darah yang membantu pengontrolan motilitas pencernaan dan sekresi kelenjar eksokrin.4
3) Pencernaan
Manusia mengonsumsi tiga kategori biokimiawi bahan makanan kaya energi : karbohidrat, protein dan lemak. Molekul-molekul besar ini tidak dapat melewati membran plasma utuh untuk diserap dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe. Kata pencernaan merujuk kepada penguraian biokimia struktur kompleks makanan menjadi satuan-satuan yang lebih kecil dan dapat diserap, oleh enzim-enzim yang di produksi di dalam system pencernaan, sebagai berikut :
1. Bentuk sederhana karbohidrat adalah gula sederhana atau monosakarida misalnya glukosa, fruktosa, dan galaktosa yang dalam keadaan normal sangat sedikit ditemukan dalam makanan.
Sebagian besar karbohidrat yang kita telan berada dalam bentuk polisakarida yang terdiri dari rantai-rantai glukosa yang saling berikatan. Selain polisakarida, sumber karbohidrat lain yang sedikit dalam makanan adalah dalam bentuk disakarida termasuk sukrosa dan laktosa. Melalui proses pencernaan, tepung, glikogen, dan disakarida diubah mnjadi monosakarida konstituen- konstituennya, terutama glukosa dengan sejumlah kecil fruktosa dan galaktosa. Monosakarida ini adalah satuan karbohidrat yang dapat diserap.4
2. Protein dalam makanan terdiri dari berbagai kombinasi asam amino yang disatukan oleh ikatan peptida. Melalui proses pencernaan, protein diuraikan terutama menjadi asam-asam amino konstituennya serta beberapa polipeptida kecil. Keduanya adalah satuan protein yang dapat diserap.4
3. Sebagian besar lemak dalam makanan berada dalam bentuk trigliserida, yaitu lemak netral yang terdiri dari satu molekul gliserol dengan tiga asam lemak melekat padanya. Selama pencernaan, dua dari tiga molekul asam lemak melekat padanya.
Karena itu produk akhir pencernaan lemak adalah monogliserida dan asam lemak bebas, yaitu satuan lemak yang dapat diserap.
Pencernaan dilaksanakan oleh proses hidrolisis enzimatik.
Dengan menambahkan H2O di tempat ikatan, enzim-enzim dalam sekresi pencernaan menguraikan ikatan-ikatan yang menyatukan subunit-subunit molekuler di dalam molekul nutrient sehingga terjadi pembebasan molekul-molekul kecil. Pada proses hidrolisis terjadi pengeluaran H2O di tempat ikatan yang semula
menyatukan subunit-subunit kecil ini untuk membentuk molekul nutrient. Hidrolisis mengganti H2O dan membebaskan unit-unit kecil molekul makanan yang dapat diserap. Enzim-enzim pencernaan bersifat spesifik untuk ikatan yang dapat dihidrolisis.
Sewaktu bergerak melalui saluran cerna, makanan menjadi subyek berbagai enzim, yang masing-masing menguraikan molekul makanan lebih lanjut. Dengan cara ini, molekul-molekul makanan yang besar diubah menjadi menjadi unit-unit kecil yang dapat diserap melalui proses bertahap progresif, seperti jalur perakitan yang berjalan terbalik, seiring dengan terdorong majunya isi saluran cerna.4
4) Penyerapan
Di usus halus, pencernaan telah tuntas dan terjadi sebagian besar penyerapan. Melalui proses penyerapan, unit-unit kecil makanan yang dapat diserap yang dihasilkan oleh pencernaan, bersama dengan air, vitamin, dan elektrolit, dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe.4
2.1.4. Fisiologi Sistem Pencernaan (Organ) 1. Cavum Oris (Mulut)
Di dalam rongga mulut, terdapat gigi, lidah, dan kelenjar air liur (saliva). Gigi terbentuk dari tulang gigi yang disebut dentin. Struktur gigi terdiri atas mahkota gigi yang terletak diatas gusi, leher yang dikelilingi oleh gusi, dan akar gigi yang tertanam dalam kekuatan- kekuatan rahang. Mahkota gigi dilapisi email yang berwarna putih.
Kalsium, fluoride, dan fosfat merupakan bagian penyusun email.
Untuk perkembangan dan pemeliharaan gigi yang baik, zat-zat tersebut harus ada di dalam makanan dalam jumlah yang cukup.
Akar dilapisi semen yang melekatkan akar pada gusi. Ada tiga
macam gigi manusia, yaitu gigi seri (insisor) yang berguna untuk memotong makanan, gigi taring (caninus) untuk mengoyak makanan, dan gigi geraham (molar) untuk mengunyah makanan.
Dan terdapat pula tiga buahkelenjar saliva major pada mulut, yaitu kelenjar parotis, sublingualis, dan submandibularis. Kelenjar saliva ini mengeluarkan air liur yang mengandung enzim ptialin atau amilase, berguna untuk mengubah amilum menjadi maltosa.
Pencernaan yang dibantu oleh enzim disebut pencernaan kimiawi.
Makanan kemudian dibentuk menjadi lembek dan bulat yang disebut bolus. Kemudian bolus dengan bantuan lidah, didorong menuju faring.5
2. Pharinx dan oesophagus
Setelah melalui rongga mulut, makanan yang berbentuk bolus akan masuk kedalam tekak (faring). Faring adalah saluran yang memanjang dari bagian belakang rongga mulut sampai ke permukaan kerongkongan (oesophagus). Pada pangkal faring terdapat katup pernapasan yang disebut epiglottis. Epiglottis berfungsi untuk menutup ujung saluran pernapasan (laring) agar makanan tidak masuk ke laring.Setelah melalui oropharinx dan laryngopharinx, bolus menuju ke oesophagus; suatu organ berbentuk tabung lurus, muscular, dan berdinding tebal. Di oesophagus terjadi gerakan peristaltik yaitu gerakan meremas yang mendorong bolus ke dalam gaster (dari cranial ke caudal) akibat kontraksi otot-otot gaster.5
3. Gaster
Otot gaster berkontraksi mengaduk-aduk bolus, memecahnya secara mekanis, dan mencampurnya dengan getah gaster. Getah gaster mengandung HCl, enzim pepsin, dan renin. HCl berfungsi untuk membunuh kuman-kuman yang masuk berasama bolus akan
mengaktifkan enzim pepsin. Pepsin berfungsi untuk mengubah protein menjadi peptone. Renin berfungsi untuk menggumpalkan protein susu. Setelah melalui pencernaan kimiawi di dalam gaster, bolus menjadi bahan kekuningan yang disebut kimus (bubur usus).
Kimus akan masuk sedikit demi sedikit ke dalam intestinum tenue (usus halus).5
4. Intestinum Tenue
Intestinum tenue memiliki tiga bagian yaitu, usus dua belas jari (duodenum), usus tengah (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Suatu lubang pada dinding duodenum menghubungkan usus 12 jari dengan saluran getah pancreas dan saluran empedu. Pankreas menghasilkan enzim tripsin, amilase, dan lipase yang disalurkan menuju duodenum. Tripsin berfungsi merombak protein menjadi asam amino.Amilase mengubah amilum menjadi maltosa. Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Getah empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam kantung empedu. Getah empedu disalurkan ke duodenum. Getah empedu berfungsi untuk menguraikan lemak menjadi asam lemak dan gliserol.5
Selanjutnya pencernaan makanan dilanjutkan di jejunum. Pada bagian ini terjadi pencernaan terakhir sebelum zat-zat makanan diserap. Zat-zat makanan setelah melalui jejunum menjadi bentuk yang siap diserap. Penyerapan zat-zat makanan terjadi di ileum.
Glukosa, vitamin yang larut dalam air, asam amino, dan mineral setelah diserap oleh vili usus halus; akan dibawa oleh pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. Asam lemak, gliserol, dan vitamin yang larut dalam lemak setelah diserap oleh vili usus halus;
akan dibawa oleh pembuluh getah bening dan akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah.5
5. Intestinum Crassum
Intestinum Crassum terdiri atas appendix, caecum, bagian yang menaik (ascending colon), bagian yang mendatar (transverse colon), bagian yang menurun (descending colon), dan berakhir pada anus.Bahan makanan yang sampai pada kolon dapat dikatakan sebagai bahan sisa. Sisa tersebut terdiri atas sejumlah besar air dan bahan makanan yang tidak dapat tercerna, misalnya selulosa.5
Bila kadar air pada sisa makanan terlalu banyak, maka dinding kolon akan menyerap kelebihan air tersebut. Sebaliknya bila sisa makanan kekurangan air, maka dinding kolon akan mengeluarkan air dan mengirimnya ke sisa makanan. Di dalam kolon terdapat banyak sekali mikroorganisme yang membantu membusukkan sisa-sisa makanan tersebut. Sisa makanan yang tidak terpakai oleh tubuh beserta gas-gas yang berbau disebut tinja (feses) dan dikeluarkan melalui anus.5
2.2 Definisi
Tukak peptik merupakan penyakit akibat gangguan pada saluran gastrointestinal atas yang disebabkan sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung (Avunduk, 2008). Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab utama tukak lambung, selain NSAID dan penyebab yang jarang adalah Syndrome Zollinger Ellison dan penyakit Chron disease.6
2.3 Etiologi
Tukak lambung disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara faktor pengiritasi epitel gaster dengan mekanisme pertahanan mukosa lambung. Epitel gaster mengalami iritasi terus menerus dikarenakan oleh dua faktor yaitu faktor perusak endogen dan faktor perusak eksogen. Perusak endogen meliputi asam (HCl), pepsinogen/pepsin, dan garam empedu sedangkan faktor perusak eksogen yang berasal dari konsumsi obat-obatan, alcohol, dan bakteri.6
Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab utama tukak lambung, selain NSAID dan penyebab yang jarang adalah Syndrome Zollinger Ellison dan penyakit Chron disease.6 Bakteri tersebut terdapat di mukosa lambung dan juga banyak ditemukan pada permukaan epitel di antrum lambung.7 2.4 Epidemiologi
Ulkus peptikum lebih sering terjadi dibandingkan lesi pada duodenum, dengan kejadian yang telah dilaporkan dalam enam decade terakhir. Lebih dari satu setengah ulkus peptikum terjadi pada pria. Ulkus peptikum merupakan silent disease dan gejalanya mulai nampak setelah komplikasi berkembang.7
Prevalensi di Amerika Serikat terdapat 12% pria menderita tukak lambung dan 10% pada wanita. Selain itu terdapat 15.000 kematian per tahun yang terjadi sebagai akibat dari komplikasi tukak lambung.8
2.5 Patofisiologi dan Patogenesis
Peningkatan sekresi asam-cairan peptik dapat turut berperan terhadap ulcerasi. Pada kebanyakan orang yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum, jumlah sekresi asam lambung lebih besar dari normal, sering sebanyak dua kali normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan untuk alasan apa saja (sebagai contoh, pada gangguan fisik) yang sering merupakan penyebab utama ulkus peptikum.5
Efek terapeutik NSAID dimediasi oleh penghambatan biosintesis prostanoid. Turunan prostanoid timbul dari konversi asam arakidonat oleh isoenzim siklo-oksigenase (COX) setelah cedera sel. Ada dua isoform COX yang berbeda. COX-1 hadir di sebagian besar sel termasuk sel-sel endotel, epitel gastrointestinal dan trombosit, dan fungsi terus menerus. Sebaliknya COX-2 hadir hanya dalam beberapa jaringan dan diinduksi oleh peradangan.
NSAID mengerahkan efek anti-inflamasi dan analgesik terapeutik mereka dengan menghambat COX-2. Toksisitas lambung dan ginjal dari obat-obatan terkait dengan penghambatan isoform COX-1. Ada spektrum penghambatan COX-1 dan COX-2 di seluruh kelas NSAID. Penyakit ulkus peptikum adalah komplikasi penggunaan NSAID yang dikenal dengan baik. Penghambatan COX-1 dalam saluran pencernaan menyebabkan penurunan sekresi prostaglandin dan efek sitoprotektifnya pada mukosa lambung. Ini karena itu meningkatkan kerentanan terhadap cedera mukosa. Penghambatan COX-2 juga dapat berperan dalam cedera mukosa. 9
2.6 Gambaran Klinis
Pada beberapa kasus ulkus peptikum tidak menimbulkan gejala. Saat gejala terjadi, berupa : (Subrata Roy.2016) Rasa sakit yang menggigit atau membakar di perut bagian tengah atau bagian atas antara makan atau malam hari, kembung, mulas, mual atau muntah. Dalam kasus yang parah, gejala dapat termasuk: bangku gelap atau hitam (karena pendarahan), muntah darah (yang bisa terlihat seperti “bubuk kopi”), penurunan berat badan, nyeri hebat di perut bagian tengah ke atas.
2.7 Faktor resiko
Toksisitas gastrointestinal dengan NSAID, termasuk aspirin dosis rendah, paling tinggi pada pasien dengan risiko faktor-faktor. Ini termasuk peningkatan usia (> 65 tahun), riwayat penyakit ulkus peptikum, penyakit jantung, dan co-resep antiplatelets, kortikosteroid dan antikoagulan. Selain itu, menggunakan dosis yang lebih tinggi NSAID menyebabkan peningkatan risiko atas komplikasi gastrointestinal.
Penggunaan NSAID dalam waktu lama dan infeksi H. pylori juga dikaitkan dengan peningkatan risiko toksisitas gastrointestinal. Pada pasien yang merupakan pengguna NSAID kronis dan siapa tidak memiliki faktor risiko, hanya 0,4% memiliki efek samping yang serius acara. Namun, risikonya setinggi 9% pada pasien dengan berbagai faktor risiko.8 Sebelum
meresepkan untuk pasien dengan faktor risiko selalu mempertimbangkan jika ada alternatif untuk NSAID.9
2.8 Diagnosis
Diagnosis tukak peptik biasanya dipastikan dengan pemeriksaan barium radiogram. Bila radiografi barium tidak berhasil membuktikan adanya tukak dalam lambung atau duodenum tetapi gejala-gejala tetap ada, maka ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan endoskopi. Peneraan kadar serum gastrin dapat dilakukan jika diduga ada karsinoma lambung atau sindrom Zolliger-Ellison. Diagnosis tukak gaster ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis, hasil pemeriksaan radiologi dan endoskopi, disertai biopsi untuk pemeriksaan histopatologi, tes CLO (Campylobacter Like Organism), dan biakan kuman Helicobacter pylori. Secara klinis pasien mengeluh nyeri ulu hati kadang-kadang menjalar ke pinggang disertai mual dan muntah. Berikut algoritma diagnosis ulkus peptikum :10
2.9
Pemeriksaan Penunjang
UREA BREATH TEST
Tes napas urea membutuhkan konsumsi urea berlabel dengan isotop karbon 13 atau karbon nonradioaktif 14. Pendekatan spesifisitas dan sensitivitas 100%. Urea napas pengujian adalah salah satu pilihan untuk uji kesembuhan dan harus dilakukan empat sampai enam minggu setelah selesai pemberantasan terapi. Proton pump inhibitors (PPIs) harus dihentikan setidaknya dua minggu sebelum ujian, dan akurasi lebih rendah pada pasien yang menjalani gastrektomi distal. Biaya dan ketidaknyamanan adalah kerugian dari tes ini.
STOOL MONOCLONAL ANTIGEN TES
Tes antigen tinja menggunakan antibodi monoklonal adalah sebagai akurat sebagai tes napas urea jika laboratorium yang divalidasi tes monoklonal digunakan. 1,11 Mereka lebih murah dan membutuhkan lebih sedikit peralatan daripada tes napas urea. Seperti urea tes napas, tes antigen tinja hanya mendeteksi infeksi aktif dan bisa digunakan sebagai tes penyembuhan. PPI seharusnya berhenti selama dua minggu sebelum pengujian, tetapi antigen tinja tes tidak terpengaruh oleh penggunaan PPI seperti tes napas urea
TES SERI
Tes antibodi serologis mendeteksi imunoglobulin G khusus untuk H.
pylori dalam serum dan tidak dapat membedakan antara infeksi aktif dan infeksi sebelumnya. Serologis tes mungkin paling berguna dalam survei populasi massal dan pada pasien yang tidak dapat berhenti menggunakan PPI (misalnya, mereka dengan perdarahan gastrointestinal atau terus menerus Penggunaan NSAID) karena tes tidak terpengaruh oleh PPI atau penggunaan antibiotik.
ENDOSCOPY DENGAN BIOPSI
Endoskopi dengan biopsi dianjurkan untuk disingkirkan kanker dan penyebab serius lainnya pada pasien 55 tahun atau lebih tua, atau dengan satu atau lebih gejala alarm. Pada pasien yang belum mengambil PPI dalam satu hingga dua minggu endoskopi, atau bismuth atau antibiotik dalam empat
minggu, tes urease cepat dilakukan pada biopsy spesimen menyediakan sarana yang akurat, murah.11
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan tukak peptik ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, menghilangkan keluhan, menyembuhkan tukak, mencegah kekambuhan dan komplikasi (Sanusi, 2011). Pilihan pengobatan yang paling tepat untuk penyakit tukak peptic tergantung pada penyebabnya. Terapi kombinasi obat diperlukan untuk penyakit tukak peptik. Kombinasi dua jenis antibiotik dengan PPI (Proton Pump Inhibitor) atau bismuth digunakan untuk terapi eradikasi H. pylory, sedangkan kombinasi H2 reseptor antagonis, PPI atau sukralfat dapat digunakan untuk terapi yang disebabkan NSAID12
Pengguna NSAID jangka panjang memiliki 2% sampai 4% resiko berkembangnya ulcer simtomatik, pendarahan GI atau bahkan perforasi. Jika NSAID dihentikan maka pengobatan diberikan standar regimen H2 reseptor antagonis, PPI atau sulkrafat. Jika penggunaan NSAID dilanjutkan maka NSAID dapat diganti dengan inhibitor COX-2 selektif atau dapat diterapi dengan menggunakan PPI atau misoprostol. PPI merupakan pilihan yang tepat untuk penggunaan NSAID daripada H2 reseptor antagonis atau sulkrafat, karena selain dapat menekan produksi asam, PPI juga mempunyai efek dapat mencegah kekambuhan ulcer.6
Penggunaan NSAID harus dihentikan. Acetaminophen sama efektifnya dengan NSAID dalam pengobatan artritis ringan / berat. Evaluasi HP rutin pasien mengeluhkan dispepsia untuk NSAID saat ini tidak disarankan. Pada mereka kasus ketika NSAID tidak dapat dihentikan 20 mg, dosis tunggal untuk empat minggu Omeprasol (atau analognya) dianjurkan. Uji klinis telah menunjukkan persentase penyembuhan mencapai 75-80% untuk perawatan delapan minggu.11
Jika NSAID dapat dihentikan, ranitidin (atau nya analog) disarankan: 150 mg / tawaran untuk 8 minggu. Untuk mencegah perkembangan ulkus peptikum pada pasien mengambil NSAID dengan faktor risiko terkait (riwayat ulkus peptikum atau perdarahan lambung, lebih tua dari 75, riwayat masalah
kardiovaskular), secara simultan resep Misoprostole 200 mg / tiga kali sehari dianjurkan.10
2.11 Pencegahan
Faktor risiko untuk toksisitas gastrointestinal dari penggunaan NSAID termasuk usia yang lebih tua; penggunaan NSAID dosis tinggi secara kronis;
penggunaan aspirin, antikoagulan, atau kortikosteroid; dan riwayat ulkus.22 Terapi yang ditujukan untuk melindungi mukosa termasuk prostaglandin analog misoprostol (Cytotec), antagonis reseptor histamin H2, inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2) daripada NSAID standar, dan PPI. Tinjauan Cochrane tentang efektivitas terapi ini dibandingkan dengan plasebo menunjukkan bahwa pasien berisiko tinggi harus menggunakan inhibitor COX-2 dengan PPI untuk keamanan gastrointestinal terbesar.23 Kekhawatiran telah meningkat tentang peningkatan risiko kardiovaskular dengan penggunaan inhibitor COX-2. The ACG22 dan Asosiasi Kanada of Gastroenterology 24 masing-masing telah mengembangkan pedoman berbasis bukti untuk pencegahan ulkus terkait NSAID pada pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk mereka yang kejadian kardiovaskular sebelumnya. NSAID sesuai untuk pasien dengan risiko rendah komplikasi gastrointestinal, sedangkan coterapi dengan PPI atau misoprostol lebih disukai untuk pasien dengan faktor risiko gastrointestinal. Pasien dengan risiko kardiovaskular rendah dapat menggunakan NSAID tradisional atau inhibitor COX-2; Namun, Asosiasi Gastroenterologi Kanada menunjukkan bahwa penggunaan naproxen mungkin tepat untuk pasien dengan risiko kardiovaskular yang tinggi. 13,14
2.12 Komplikasi11
Perdarahan saluan cerna (melena, hematemesis) yang terjadi pada 15-20%
kasus.
Obstruksi (muntah yang diinduksi oleh mual)
Penetrasi, perforasi lambung (acute abdominal pain)
Kanker lambung (penurunan berat badan, penurunan nafsu makan)
BAB III PEMBAHASAN
Penyakit tukak lambung biasa biasanya disebabkan oleh bakteri namun tak sedikit disebabkan oleh penggunaan NSAID. Pada kasus ini, pasien mengaku sering mengkonsumsi obat NSAID untuk menghilangkan nyeri lutut dan sakit gigi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa tukak lambung sering disebabkan oleh penggunaan NSAID jangka panjang. Pasien biasanya adalah orang tua yang artritis. Penggunaan NSAID pada kepustakaan mengatakan bahwa penghambatan COX-1 dalam saluran pencernaan menyebabkan penurunan sekresi prostaglandin dan efek sitoprotektifnya pada mukosa lambung. Ini karena itu meningkatkan kerentanan terhadap cedera mukosa. Penghambatan COX-2 juga dapat berperan dalam cedera mukosa. Penggunaan obat-obatan NSAID yang nonselektif COX
dapat mengakibatkan pengikisan lapisan mukosa lambung. Dalam jangka waktu lama akan menimbulkan tukak lambung (ulkus peptikum).
Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis tukak lambung adalah dengan endoscopy. Namun pada fasilitas kesehatan tingkat pertama diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Dimana pada anamnesis pasien mengatakan bahwa ia merasa lemah, sering mual muntah dan buang air besar berwarna hitam. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi perdarahan didalam saluran cerna sebagai komplikasi dari ulkus peptikum.
Pada pemeriksaan fisik pasien merasakan nyeri ulu hati dan pasien terlihat anemis, karena disebabkan oleh perdarahan saluran cerna.
Pada pengobatan yang diberikan pada pasien ini yaitu edukasi untuk menghentikan penggunaan NSAID, dan memberikan obat golongan PPI yatu Omeprazole 2 x 20 mg. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yaitu jika penggunaan NSAID dilanjutkan maka NSAID dapat diganti dengan inhibitor COX-2 selektif atau dapat diterapi dengan menggunakan PPI atau misoprostol. PPI merupakan pilihan yang tepat untuk penggunaan NSAID daripada H2 reseptor antagonis atau sulkrafat, karena selain dapat menekan produksi asam, PPI juga mempunyai efek dapat mencegah kekambuhan ulkus. Selain itu pasien juga diberikan infus Ringer Laktat 500 ml sebanyak 24 tetes per menit. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan keadaan pasien yang lemah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Simadibrata M, Daldyono. Diare akut. Dalam : Sudoyo WA, Setyiohado B, Idrus A, Simadibrata M, Setiati S, dkk. Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. p.548.
2. Putz R, Pabst R. Editor. Anatomi Pencernaan. Atlas Anatomi Sobotta jilid 2 edisi 22. Jerman: Elsevier GmbH; 2007. h.261.
3. Victor PE. Editor. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional.
Jakarta: EGC; 2008.
4. Lauralee S. Editor. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta:
EGC; 2009. h.410-58
5. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9 revisi. Jakarta: EGC;
2014.
6. Sanusi, I. A. (2011). Tukak Lambung. In A. A. Rani, M. S. K., & A. F. Syam (Eds.), Buku Ajar Gastroenterologi (328–345). Jakarta: Interna Publishing 7. Hadi, S. (2013). Gastroenterologi (204–206). Bandung: PT Alumni
8. Sudoyo A.W., B. Setiyohadi, I. Alwi,
M.K. Simadibrata, dan S. Setiati. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI. Jakarta
9. Australian Prescriber. Peptic ulcer disease and non-steroidal anti- inflammatory drugs. Volume 40.(3).June 2017. Diakses pada https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5478398/pdf/austprescr-40- 91.pdf
10. American International Helth Alliance. Protocol for Diagnosis and Treatment Peptic Ulcer in Adults, clinical practice guidelines for general practioners.2010
11. Fashner, Julia. Diagnosis and Treatment of Peptic Ulcer Disease and H.
pylori Infection. Florida State University College of Medicine Family Medicine Residency, Lee Memorial Health System, Fort Myers, Florida. (Am Fam Physician. 2015;91(4):236- 242
12. Nur syafaatru rahmaniyah.Uji Efek Penyembuhan Ulkus Dari Perasan Daging Buah Manga Podang Urang (Mangifera Indica L.) Pada Lambung Tikus Yang Diinduksi Aspirin. Jurnal Wiyata, Vol.2 No.2 Tahun 2015
13. Avunduk, C. (2008). Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Therapy 4th Edition (4th ed., 156–164). Boston: Tufts University Medical School.
14. Roy, Subrata. Clinical Study of Peptic Ulcer Disease. Padmashree Dr.D.Y.
Patil Medical College, Hospital dan Research Centre. Asian Journal of Biomedical and pharmaceutical sciences, 2016.