LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA
PENENTUAN BERAT MOLEKUL SUATU SENYAWA
Disusun Oleh:
Kelompok III (A2)
Ok. Aldino Fathurrahman NIM. 230140031 Aulia Anatasya NIM. 230140034
Azvi NIM. 230140038
Sulistyyani Nainggolan NIM. 230140044 Khalid Azizi NIM. 230140048
LABORATORIUM TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MALUKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2024
ABSTRAK
Senyawa adalah zat-zat yang tersusun atas dua unsur atau lebih yang bergabung secara kimia dengan perbandingan massa tertentu. Senyawa volatile merupakan senyawa yang mudah menguap apabila terjadi peningkatan suhu. Dalam percobaan ini dilakukan untuk menentukan berat molekul suatu senyawa. Senyawa volatile yang digunakan adalah etanol (C2H5OH). Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan berat molekul metanol berdasarkan pengukuran massa jenis gas dan menerapkan pemakaian persamaan gas ideal. Pada percobaan ini yang dilakukan terlebih dahulu adalah menimbang erlenmeyer kosong yang ditutup aluminium foil dan diikat dengan karet gelang. Erlenmeyer yang telah berisi 3 ml etanol dimasukkan kedalam beaker glass yang berisi air mendidih bersuhu 80°C dan dipanaskan sampai suhu 95°C sampai semua cairan habis menguap. Setelah semua menguap erlenmeyer dimasukkan kedalam desikator dan ditunggu sampai semua cairan mengembun kembali. Massa erlenmeyer setelah di desikator diperoleh sebesar 43,4371 gram dan diperoleh massa etanol yaitu sebesar 0,0971 gr. Volume air ditentukan dengan menggunakan persamaan gas ideal dengan massa air sebesar 63,78 gram dan diperoleh hasil berat molekul etanol adalah 45,96 gram/mol. Hasil yang diperoleh berbeda dengan berat molekul etanol teoritis yaitu 64,07gram/mol.
Persen kesalahan yang terjadi pada praktikum ini adalah sebesar 0,0023%.
Kata kunci : Berat Molekul, Gas Ideal, Etanol, Massa Jenis, dan Volatile
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Judul Praktikum : Penentuan Berat Molekul Suatu Senyawa 1.2 Tanggal Praktikum : 24 September 2024
1.3 Pelaksana Praktikum : Kelompok III / (A2)
1. Ok. Aldino Fathurrahman NIM. 230140031 2. Aulia Anatasya NIM. 230140034 3. Azvi NIM. 230140038 4. Sulistyyani Nainggolan NIM. 230140044 5. Khalid Azizi NIM. 230140048 1.4 Tujuan Praktikum : Menentukan berat molekul suatu senyawa volatile berdasarkan pengukuran massa jenis gas dan juga menerapkan pemakaian persamaan gas ideal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gas diperoleh dengan cara memanaskan suatu zat cair, dan umumnya masih berada dalam keadaan dua fasa, yaitu fasa gas dan fasa cair dalam keadaan seimbang. Jika tekanan uap zat cair sama dengan tekanan udara luar, maka zat cair akan mendidih dengan temperatur tetap. Jika tekanan udara luar sama dengan 1 atm, maka zat cair mendidih pada titik didih normalnya (Smith, 2017).
Pada keadaan gas, partikel-partikel memiliki jarak yang relatif jauh lebih besar dari ukuran partikel dengan pergerakan secara acak, mengakibatkan gaya tarik menarik antar partikeldapat diabaikan karena gaya yang dihasilkan sangat kecil. Zat yang mudah menguap adalah zat-zat yang mempunyai titik didih normal lebih rendah dari titik didih normal air. Jadi, titik didih zat < 100°C. Dimana gas dapat bercampur sempurna satu sama lain membentuk satu fase yang homogen, karena secara fisik gas satu dengan yang lain tidak dapat dibedakan (Arif, 2018).
2.1 Berat Molekul
Berat molekul adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni. Berat jenis suatu benda adalah suatu gaya yang bekerja pada benda tersebut yang dipengaruhi gaya gravitasi bumi dan massa benda tersebut. Massa dan berat sebenarnya adalah dua besaran yang berbeda. Berat suatu benda dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi dimana benda tersebut berada. Rumus untuk menentukan berat jenis adalah :
𝜌 = m
v
...
(2.1)Dimana:
𝜌 : massa jenis (gram/cm) m : massa (gram)
v : volume (cm
Berat molekul dapat diketahui dengan menggunakan fungsi perhitungan kerapatan dari gas. Cara tersebut dapat dilakukan dengan menampung volume suatu gas yang akan dihitung berat molekunya dengan berat gas yang telah diketahui berat
molekulnya pada suhu dan tekanan yang sama. Persamaan gas ideal bersama massa jenis gas dapat digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatile.
Apabila jumlah mol dari suatu gas senyawa tertentu dinyatakan dalam mol (n) maka suatu bentuk persamaan umum mengenai sifat-sifat gas dapat diketahui. Gas memiliki banyak molekul. Molekul-molekul tersebut selalu bergerak dengan kecepatan dan arah yang berbeda-beda setiap molekul. Molekul gas menyebar secara merata di semua bagian ruangan yang ditempati. Gaya atau interaksi antar molekulnya sangat kecil hampir sekali tidak ada interaksi Gas tentunya memiliki berat molekul. Berat molekul gas dapat dihitung. Beberapa senyawa yang ada seperti padat dan cair dapat menjadi gas, jika senyawa tersebut bersifat volatile (Yigit dkk, 2019).
2.2 Berat Molekul Polimer
Polimer adalah rantai Panjang tersusun atas rantaian senyawa-senyawa sederhana (monomer) dalam bentuk yang tertentu. Panjang rantai suatu molekul ditunjukkan dengan berat molekulnya. Berat molekul merupakan variable yang teristimewa penting sebab berhubungan dengan sifat kimia polimer. Umumnya polimer dengan berat molekul mempunyai sifat yang lebih kuat. Nilai berat molekul yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh banyak parameter produksi.
Teknik yang lebih umum digunakan untuk penetapan berat molekul salah satunya adalah pengukuran viskositas. Viskositas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan suatularutan polimer. Perbandingan antara viskositas larutan polimer terhadap viskositas pelarut murni dapat dipakai untuk dapat dipakai menentukan massa molekul polimer.
Berat molekul polimer diukur dengan menggunakan alat viskositas atau viscometer dan berat molekul disebut viskositas rata-rata berat yang diperoleh dengan teknik ini. Sifat mekanik polimer yang merupakan bahan anisotropik dapat dimodifikasikasi sesuai dengan petunjuk, karena berat molekul PHA adalah living polimer (Yigit, dkk., 2019). Pada pengukuran berat molekul dengan metode viscometer digunakan persamaan Mark-Houwink yang dirumuskan dengan:
[π] = 𝑚
𝑣 ... (2.2)
Dimana:
[π]
: massa jenis (gram/cm3) M : Berat molekulK dan
α
: konstanta yang ditentukan secara empirisTeknik yang lebih umum digunakan untuk penetapan berat molekul polimer salah satunya adalah pengukuran viskositas, larutan pada konsentrasi sekitar 0,59/100 ml pelarut dengan cara menetapkan lamanya aliran sejumlah volume larutan melalui kapiler yang panjangnya tetap. Metode ini lebih umumnya digunakan karena lebih cepat sederhana. Sedangkan derajat polimerisasi dapat menunjukkan ukuran molekul polimer yang berhubungan dengan berat molekul (Mulyadi, 2019).
2.3 Unsur Senyawa dan Campuran
Adapun pengertian unsur, senyawa dan campuran sebagai berikut:
2.3.1 Unsur
Para ahli fisika menduga bahwa ada zat-zat yang dapat berfungsi sebagai alat zat dasar atau zat penyusun seluruh zat yang ada didalam semesta ini yang disebut dengan unsur (elemen). Suatu unsur merupakan bentuk yang paling sederhana dari materi, oleh karena itu unsur merupakan bentuk yang paling sederhana dari suatu zat yang terdiri dari satu jenis atom saja dan karakteristik setiap unsur dibedakan oleh jumlah proton diinti atomnya. Unsur dapat suatu zat murni yang tidak dapat diuraikan lagi menjadi zat yang lebih sederhana dengan menggunakan reaksi kmia biasa (Samimi, 2018).
2.3.2 Senyawa
Senyawa adalah zat-zat yang tersusun atas dua unsur atau lebih yang bergabung secara kimia dengan perbandingan massa tertentu. Senyawa merupakan zat dengan reaksi kimia dapat diuraikan menjadi zat yang lebih sederhana (unsur), tetapi tidak bisa dengan cara fisika karena senyawa memiliki sifat yang berbeda dari unsur penyusunnya. Senyawa yang terbentuk melalui ikatan kovalen dapat menggunakan elektron secara bersama di antara atom-atom yang berikatan.
Senyawa volatile merupakan senyawa yang mudah menguap apabila terjadi
peningkatan suhu. Senyawa volatile dapat menguap pada suhu ruangan, yaitu antara 20-25°C. Istilah ini juga dapat diterapkan pada perubahan fasa dari padat menjadi uap, yang disebut sublimasi. Suatu zat yang mudah menguap mempunyai tekanan uap yang tinggi pada suhu tertentu dibandingkan dengan senyawa yang tidak menguap. Salah satu contoh senyawa volatile adalah metanol. Metanol adalah senyawa yang memiliki titik didih sebesar 64,7°C. Oleh karenanya pemanasan harus dijaga kontan. Metanol merupakan bentuk alkohol yang paling sederhana.
Pada keadaan atmosfir berbentuk cairan yang ringan mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau lebih ringan yang khas (berbau dan pada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri (Samimi, 2018).
2.3.3 Campuran
Campuran adalah sebuah zat yang dibuat menggunakan dua zat atau lebih yang berbeda tanpa reaksi kimia yang terjadi (objek tidak menempel satu sama lain). Di dalam alam suatu campuran tidak ada perubahan fisik didalamnya property kimia suatu campuran dapat menyimpang dari komponennya seperti titik lelehnya.
Campuran adalah hasil pencampuran mekanis atau pencampuran zat kimia seperti elemen senyawa tanpa penyatuan kimia atau perubahan kimia lainnya, sehingga masing-masing zat mempertahankan dari properti karakteristik kimianya.
Campuran terbagi atas dua yaitu campuran homogen yang batas antar komponennya terlihat sedangkan campuran heterogen merupakan campuran yang masih memiliki batas yang dapat terlihat antara komponen-komponen dan penyusunnya (Samimi, 2018).
2.4 Pengertian Gas Nyata
Gas nyata akan menyimpang dari sifat gas ideal. Pada tekanan yang relatif rendah termasuk pada tekanan atmosfer serta suhu yang tinggi, semua gas akan menempati keadaan ideal sehingga hukum gas gabungan dapat dipakai untuk segala macam yang digunakan. Semua gas yang dikenal sehari-hari adalah termasuk gas sejati, sedangkan gas ideal kenyataannya tidak pernah ada, namun sifat-sifatnya didekati oleh gas sejati pada tekanan yang sangat rendah (Wibowo, 2017).
Namun, didapatkan bahwa gas ideal yang kita jumpai yakni gas nyata tidak secara ketat mengikuti hukum gas tersebut dengan baik, perlunya menggunakan persamaan keadaan yang lebih rumit. Semakin kecil deviasinya dari perilaku ideal.
Apapun semakin tinggi tekanan gas, atau dengan kata lain semakin kecil jarak antar molekulnya semakin besar deviasinya (Wibowo, 2017).
2.5 Mol
Ilmu kimia mol adalah satuan pengukuran jumlah zat standar. Mol adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan jumlah partikel suatu zat (Syukri, 1999).
Konsep mol membantu dan mempermudah kita dalam melakukan perhitungan kimia dan penentuan rumus kimia zat. Konsep mol, perhitungan kimia dan penentuan rumus kimia didasari oleh hukum-hukum dasar kimia.
Kita merasakan zat-zat tertentu, zat tersebut dapat bereaksi dengan perbandingan mol yang bulat dan sederhana tetapi kita tidak dapat menghitung jumlah zat-zat tersebut secara langsung dengan neraca. Neraca tidak dalam satuan kimia, yaitu mol. Mol menyatakan jumlah zat, satuan jumlah zat ini sama halnya dengan penyerdehanaan jumlah sutu barang. Satuan SI satu mol tersusun dari 6,02 x 1023 molekul, nilai ini disebut tetapan avogrado. Tetapan Avogrado adalah bilangan yang menyatakan jumlah atom karbon yang terdapat dalam 12 gram dengan lambang L atau N. Jika lusin menyatakan 12 buah maka mol menyatakan jumlah 6,02 x 1023 partikel zat, kata partikel zat NaCl, H2SO4, N2 dapat dinyatakan dengan ion dan molekul, sedangkan pada unsur seperti Zn, C, Af dapat dinyatakan dengan atom (Petrucci, 2015).
2.6 Persamaan Gas Ideal
Gas ideal adalah gas teoritik yang digunakan untuk mempelajari perilaku gas. Karena gas sejati bersifat kompleks, maka sulit bagi kita untuk mempelajari perilakunya. Gas ideal dinyatakan dengan persamaan yang sederhana yaitu PV = n.R.T, sehingga gas sejati dapat dinyatakan dengan persamaan yang lebih kompleks dengan tekanan yang tinggi dan temperature yang rendah. Gas ideal tidak ditemukan di alam, ketidaksesuaian perilaku gas nyata pada suatu rentang tekanan dan suhu yang layak tidak mempengaruhi dalam hal perhitungan-perhitungan
secara berarti. Gas ideal merupakan penyempurnaan dari hukum gas yang sebelumnya (Petrucci, 2015).
Penentuan berat molekul suatu gas secara teliti dengan hukum gas ideal dipermudahkan pada tekanan yang rendah tetapi akan terjadi kesulitan. Kesulitan tersebut terjadi karena tekanan yang rendah maka suatu berat dari gas akan dapat mempunyai volume yang sangat besar. Kerapatan gas dapat dipergunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas ialah dengan cara membandingkan suatu volume yang akan dihitung berat molekulnya (sebagai standar) pada temperatur atau suhu dan tekanan yang sama. Kerapatan gas didefinisikan sebagai berat gas dalam gramper liter dan untuk menentukan berat molekul ini maka ditimbang sejumlah gas tertentu yang kemudian diukur PV dan T sesuai dengan hukum gas ideal.
Persamaan gas ideal dan massa jenis gas dapat digunakan untuk menentukan berat senyawa yang mudah menguap. Dari persamaan gas ideal diperoleh:
PV = n R T ... (2.3) PV = m
BM R T ... (2.4) PV = m
V R T ... (2.5) P (BM) =
ρ
R T ... (2.6) Dimana:P = Tekana (atm) V = Volume (liter)
R = Tetapan gas (0,082 L atm/mol K) T = Suhu (K)
BM = Berat molekul (gr/mol)
ρ = Massa jenis (gr/cm3)
Persamaan gas ideal Bersama-sama dengan massa jenis gas dapat digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatile. Gas ideal digunakan sebagai model yang sederhana untuk mendekati perilaku gas nyata dibawah kondisi
tertentu, terutama pada tekanan rendah dan suhu tinggi. Meskipun gas nyata mungkin tidak selalu mengikuti model ini secara tepat, konsep gas ideal sangat berguna dalam banyak aplikasi teknis dan ilmiah termasuk perencanaan dan analisis sistem berdasarkan prinsip-prinsip dasar fisika gas. Dalam hal ini secara menyarankan konsep gas ideal, yakni gas yang akan mempunyai sifat sederhana yang sama dibawah kondisi yang sama. Persamaan gas ideal adalah salah satu cara yang mudah untuk menentukan berat molekul (Atkins, 2017).
2.7 Hukum-Hukum Gas
Hukum dasar kimia adalah hukum yang digunakan untuk mendasari hitungan kimia dan hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam persamaan kimia. Aspek kuantitatif dapat diperoleh dari pengukuran massa, volume, konsentrasi yang terkait dengan jumlah partikel atom, ion, molekul atau rumus kimia yang terkait dalam persamaan reaksi kimia.
Hukum kimia adalah hukum alam yang relavan dengan bidang kimia.
Konsep paling fundamental dalam kimia adalah hukum konversi massa, yang menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan kuantitas materi sewaktu reksi kimia biasa. Fisika modern menunjukkan bahwa sebenarnya yang terjadi adalah konversi energi, dan bahwa energi dan massa energi menuntun ke suatu konsep-konsep penting mengenai kesetimbangan, termodinamika, dan kinetika.
2.7.1 Hukum Boyle
Hukum Boyle menyatakan bahwa “Untuk jumlah tetap, gas ideal di suhu yang sama P (tekanan) dan V (volume) merupakan proporsional terbalik (dimana yang satu ganda dan yang satunya setengahnya).” Rumus dari hukum Boyle sebagai berikut :
P1V1 = P2V2 ... (2.7) Keterangan:
P1 = Tekanan gas pada konisi pertama (N/m2) V1 = Volume gas pada kondisi pertama (m3) P2 = Tekanan gas pada kondisi kedua (N/m2) V2 = Volume gas pada kondisi kedua (m3)
2.7.2 Hukum Lavoisier (Hukum Kekekalan Massa)
Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoisier adalah suatu hukum yang menyatakan bahwa massa sistem tertutup adalah konstan, bahkan jika proses yang berbeda terjadi dalam sistem tertutup, massa suatu zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama (tetap/konstan). Rumus hukum Lavoisier yaitu :
∑ massa reaktan = ∑ massa produk ... (2.8) Keterangan :
∑ massa reaktan = total massa reaktan yang digunakan
∑ massa produk = total massa produk yang dihasilkan
Antonie Lavoisier mendapatkan hukum ini dengan melakukan eksperimen mereaksikan cairan merkuri dengan gas oksigen dalam suatu wadah di ruang tertutup sehingga menghasilkan merkuri oksida yang berwarna merah. Apabila merkuri oksida dipanaskan kembali, senyawa tersebut akan terurai menghasilkan sejumlah cairan merkuri dan gas oksigen dengan jumlah yang sama seperti semula.
Dengan bukti dari percobaan ini Lavoisier merumuskan suatu hukum dasar kimia yaitu hukum kekekalan massa yang menyatakan bahwa jumlah massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama (Petrucci, 2015).
Dalam teori relativitas khusus, kekekalan massa tidak berlaku jika sistem terbuka dan energi lolos. Namun, itu tetap berlaku untuk sistem yang benar-benar terisolasi. Jika energi tidak dapat pergi dari sistem, massa tidak dapat diturunkan.
Dalam teori relativitas semua jenis energi masih terperangkap dalam sistem, massanya akan tetap. Penyimpangan hukum kekekalan massa dapat terjadi pada sistem terbuka dengan proses yang melibatkan perubahan energi yang sangat signifikan seperti reaksi nuklir. Salah satu contoh reaksi nuklir yang dapat diamati adalah reaksi pelepasan energi dalam jumlah besar pada binatang. Hubungan antara massa dan energi yang berubah dijelaskan oleh Albert Einstein dengan persamaan E =m.c2E merupakan jumlah energi yang yang terlibat, m merupakan jumlah massa yang terlibat dan c merupakan konstanta kecepatan cahaya. Namun, pada sistem tertutup karena energi tidak keluar dari sistem, massa dari sistem tidak akan berubah (Petrucci, 2015).
2.7.3 Hukum Proust (Hukum Perbandingan Tetap)
Hukum Proust atau disebut juga hukum perbandingan tetap, menyatakan bahwa senyawa kimia selalu mengandung unsur-unsur dengan perbandingan massa yang sama. Hal ini, sesuai dengan hukum komposisi konstan, yang menyatakan bahwa semua senyawa kimia memiliki komposisi unsur yang sama dengan massanya. Penelitian tentang hukum perbandingan tetap pertama kali dilakukan oleh seorang kimiawan berkebangsaan Perancis Joseph Proust diantara tahun 1798 sampai 1804. Bunyi hukum Proust adalah “Perbandingan massa unsur-unsur pembentuk senyawa selalu tetap, sekalipun dibuat dengan cara berbeda”. Rumus dari hukum Proust yaitu :
% Kadar unsur =X ×ArMr
×
% senyawa ... (2.9) Keterangan :Ar = Massa atom relatif Mr = Massa molekul relatif 2.7.4 Hukum Gay Lussac
Hukum Gay Lussac menyatakan bahwa volume gas nyata apapun sangat kecil dibandingkan dengan volume yang ditempatinya. Bunyi dari hokum Gay Lussac yaitu “Volume gas-gas yang bereaksi dan volume gas-gas hasil reaksi yang diukur pada suhu dan tekanan yang sama berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana.” Rumus dari hukum Gay Lussac adalah sebagai berikut :
P1 T1=P2
T2 ... (2.10) Keterangan :
P1 = Tekanan gas pada kondisi pertama (N/m2) T1 = Suhu mutlak gas pada kondisi pertama (K) P2 = Tekanan gas pada kondisi kedua (N/m2) T2 = Suhu mutlak gas pada kondisi kedua (K)
(Syukri, 1999).
2.7.5 Hukum Boyle-Gay Lussac
Hukum Boyle-Gay Lussac menyatakan bagi suatu kuantitas dari suatu gas ideal yakni kuantitas menurut beratnya, hasil kali dari volume dan tekanannya
dibagi dengan temperatur mutlaknya adalah konstan. Adapun persamaan dari Hukum Boyle-Gay Lussac adalah sebagai berikut:
n1=n2 ... (2.11) Maka,
P1V1
T1
=
P2V2T2 ... (2.12) Keterangan :P1 = Tekanan gas pada kondisi pertama (N/m2) T1 = Suhu mutlak gas pada kondisi pertama (K) V1 = Volume gas pada kondisi pertama (m3) P2 = Tekanan gas pada kondisi kedua (N/m2) T2 = Suhu mutlak gas pada kondisi kedua (K) V2 = Volume gas pada kondisi kedua (m3)
(Syukri, 1999).
2.7.6 Hukum Dalton (Hukum Kelipatan Perbandingan)
Pada awal abad ke-19 John Dalton (1766-1844), ilmuan dari Inggris menemukan bahwa ada dua jenis senyawa yang bentuk oleh unsur karbon dan oksigen. Berdasarkan penemuan inilah maka Dalton menemukan bahwa “Jika dua buah unsur dapat membentuk lebih dari satu macam senyawa, maka massa salah satu unsur yang bersenyawa dengan unsur yang satunya lagi yang sama massanya akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana.”
2.7.7 Hukum Avogadro
Menurut Avogadro, karena perbandingan volume gas-gas ternyata sama dengan perbandingan mol gas-gas, maka ia menyimpulkan bahwa “Pada suhu dan tekanan yang sama mengandung jumlah molekul yang sama” akibatnya gas-gas yang bervolume sama akan memiliki jumlah mol yang sama pula. Rumus dari hukum Avogadro adalah sebagai berikut :
V1 n1 =V2
n2 ... (2.12) Keterangan :
V = Volume gas (m3)n = Banyaknya mol dalam suatu gas (mol)
2.8 Analisa Bahan yang Digunakan 2.8.1 Air(H2O)
Air adalah substansi kimia dengan rumus H2O dengan satu atom oksigen.
Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uas air). Air merupakan satu- satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar (Udayani, 2018).
2.8.2 Etanol
Etanol, atau etil alkohol, adalah senyawa organik yang memiliki rumus kimia C2H5OH. Ia adalah alkohol yang paling umum dan sering digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk sebagai bahan bakar, pelarut, dan dalam industri minuman beralkohol, etanol memiliki titik didih sekitar 78℃. Etanol dapat diproduksi melalui fermentasi bahan organik, seperti gula dari tanaman (misalnya, jagung atau tebu). Proses ini melibatkan mikroorganisme seperti ragi yang mengubah gula menjadi alkohol. Etanol adalah senyawa serbaguna dengan berbagai aplikasi, tetapi penggunaannya perlu dikelola dengan bijaksana untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat (Hendrawan, 2019).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
3.1.1 Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Alumunium foil Secukupnya
2. Beaker glass 250 ml 1 unit
3. Desikator 1 unit
4. Erlenmeyer 50 ml 1 unit
5. Hot plate 1 unit
6. Karet gelang 1 unit
7. Neraca digital 1 unit
8. Termometer 1 unit
9. Hot plate 1 unit
10. Neraca Digital 1 unit
3.1.2 Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Air Secukupnya
2. Etanol 3 ml
3.2 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut:
1. Ditimbang sebuah erlenmeyer berleher kecil yang bersih dan kering, yang ditutup dengan menggunakan aluminium foil yang diikat dengan karet gelang.
2. Kemudian kedalam erlenmeyer tersebut dimasukkan 3 ml cairan volatile dan ditutup rapat sehingga kedap gas, ditimbang kembali alat tersebut, lalu dibuat lubang kecil pada tutupnya dengan jarum.
3. Erlenmeyer tersebut dimasukkan kedalam beaker glass yang berisi air mendidih bersuhu 80ºC sampai semua cairan menguap dan dicatat suhu penangas air tersebut.
4. Erlenmeyer diangkat dari beaker glass, dikeringkan bagian luarnya lalu didinginkan dalam desikator. Udara akan masuk kembali kedalam erlenmeyer melalui lubang dan uap cairan akan mengembun kembali menjadi cairan.
5. Ditimbang kembali erlenmeyer bersama tutupnya.
6. Ditentukan volume erlenmeyer dengan cara mengisi labu erlenmeyer dengan air sampai penuh dan mengukur massa air yang terdapat dalam labu erlenmeyer tersebut. Diukur suhu air yang terdapat dalam labu erlenmeyer.
Volume air bisa diketahui, bila massa jenis air pada suhu air dalam labu erlenmeyer dapat diketahui dengan menggunakan rumus berat molekul yaitu
ρ
=mv ... (3.1)BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dari percobaan ini dapat dilihat dalam Tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Percobaan Penentuan Berat Molekul Suatu Senyawa
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan
1. Massa Erlenmeyer kosong 42,46 gram
2. Massa Erlenmeyer + aluminium foil + karet gelang
43,34 gram
3. Tambah 3 ml etanol 45,65 gram
4. Massa etanol 0,0971 gram
5. Massa Erlenmeyer dan air 106,24 gram
6. Massa air 63,78 gram
7. Suhu penangas air 368,15 K
8. Tekanan atmosfer 1 atm
9. Erlenmeyer sesudah di desikator 43,4371 gram
10. BM teoritis 46,07 gram/mol
11. BM yang didapat 45,96 gram/mol
12. Persen kesalahan 0,0023%
(Sumber: Praktikum Kimia Fisika, 2024) 4.2 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan senyawa volatile, yaitu etanol (C2H5OH). Jika senyawa-senyawa volatile menguap, komponennya akan mengalami penurunan mutu. Berat molekul senyawa volatile dapat diukur berdasarkan pengukuran massa jenis yang menguap. Dalam hal ini, massa molekul etanol dicari berdasarkan pengukuran massa jenis melalui proses penguapan dan pengembunan. Terlebih dahulu dapat dilakukan penimbangan pada erlenmeyer kosong yang bersih dan kering. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bobot
erlenmeyer kosong sebesar 42,46 gram. Kemudian, erlenmeyer tersebut ditutup dengan alumunium foil dan diikat dengan karet gelang kemudian ditimbang kembali sehingga diperoleh beratnya sebesar 43,34 gram. Setelah itu kedalam erlenmeyer tersebut dimasukkan 3 ml etanol, ditutup dengan alumunium foil dan diikat dengan karet gelang kemudian ditimbang kembali sehingga diperoleh beratnya sebesar 55,24 gram. Kemudian alumunium foil dilubangi dengan menggunakan jarum agar uap dapat keluar saat pemanasan di atas penangas air.
Selanjutnya dilakukan pemanasan di atas penangas air dengan memasukkan erlenmeyer ke daam beaker glass yang telah diisi dengan air yang bersuhu 80 oC.
Semua cairan etanol akan menguap, suhu penangas air dicatat dan erlenmeyer diangkat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui suhu tepat cairan tersebut habis menguap dan diperoleh suhu penangas air sebesar 95oC. Setelah itu pendinginan dilakukan dengan memasukkan erlenmeyer tersebut ke dalam desikator. Desikator adalah sebuah bejana dari kaca yang digunakan untuk mempercepat proses pengeringan, dengan terjadinya proses pendinginan, maka dengan sendirinya uap yang ada dalam erlenmeyer tadi akan mengembun kembali. Erlenmeyer dengan uap tersebut kembali ditimbang dan diperoleh beratnya sebesar 43,4371gram. Sehingga dapat diketahui massa metanol sebesar 0,0971 gram.
Volume erlenmeyer ditentukan menggunakan massa jenis air dengan menentukan volume air. Untuk menentukan volume air, erlenmeyer diisi dengan air sampai penuh kemudian ditimbang dan diperoleh beratnya sebesar 106,24 gram.
Sehingga massa air diperoleh sebesar 63,78 gram dan suhu air yang terdapat dalam labu erlenmeyer tersebut 95°C. Air berfungsi sebagai pembanding karena bobot jenisnya telah diketahui yaitu 0,9957 gr/cm3. Dengan membagi bobot air dengan massa jenis, maka diperoleh volume air 0,064 L. Dengan menggunakan persamaan gas ideal, diperoleh berat molekul metanol 45,96 gr/mol. Dalam teori, berat molekul etanol adalah 46,07 gr/mol. Diperoleh persen kesalahan sebesar 0,0023%.
Dengan demikian, semakin besar nilai dari massa cairan volatilenya maka semakin besar pula nilai berat molekulnya. Namun nilai berat molekul yang di dapatkan pada saat praktikum cenderung berbeda dengan nilai berat molekul secara teoritis. Hal ini biasanya dikarenakan tidak semua cairan etanol yang sudah
menguap kembali mengembun setelah didinginkan akibatnya akan mengurangi massa udara yang dapat masuk kembali, oleh karena itu dilakukan perhitungan % kesalahan.
Kesalahan dapat terjadi karena massa etanol yang diperoleh pada saat penimbangan didesikator, adanya uap cairan etanol yang menguap pada saat pemanasan yang tidak bisa dikembalikan seluruhnya pada proses pendinginan dan pengembunan di dalam desikator. Karena, pada percobaan ini massa etanol setelah didesikator sangat berpengaruh terhadap berat molekul yang diperoleh, sehingga semakin besar massa etanol maka akan semakin besar pula nilai berat molekulnya yang diperolehnya. Volume yang terdapat dalam suatu zat yang massanya tertentu bergantung pada tekanan zat yang bersangkutan dan pada suhunya (Wulandari, 2019).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpullkan sebagai berikut:
1. Penentuan berat molekul senyawa volatile dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan gas ideal.
2. Massa etanol yang diperoleh sestelah di desikator adalah 43,4371 gram.
3. Diperoleh nilai BM etanol sebesar 45,07 gr/mol 4. Persen kesalahan yang diperoleh adalah 0,0023%.
5. Semakin besar nilai dari massa cairan volatile maka semakin besar pula nilai berat molekulnya.
5.1 Saran
Untuk percobaan ini, jenis caoran volatilnya dapat menggunakan selain metanol, misalnya digantikan dengan kloroform, serta saat pemanasan pada desikator diharapkan lebih teliti agar semua cairannya berubah menjadi uap dan berat molekul yang didapat akan sesuai dengan berat molekul teoritis.
DAFTAR PUSTAKA
Arif. 2014. Metode Perhitungan Massa Gas CO2 Yang Diserap Fotobio Reaktor Dengan Persamaan Gas Ideal. Erlangga : Jakarta.
Atkins, P.W. 2016. Kimia Fisik Jilid I Edisi IV. Erlangga : Jakarta.
Mulyadi, I. 2019. Isolasi dan Karakteristik Selulosa. Jurnal Sains dan Matematika Unpam. Vol. 1. No.2.
Petrucci, Ralph H. 2015. Kimia Dasar Jilid 2. Erlangga : Jakarta.
Samimi, F., & Rahimpour, M. R. (2018). Chapter 14 - Direct Methanol Fuel Cell.
In A. Basile & F. B. T.-M. Dalena (Eds.). Methanol: Science and Engineering (pp. 381–397).
Smith, J. G. (2017). Organic Chemistry, Fifth Edition. McGraw-Hill Education.
Udayana. 2018. Teknik Optimasi Pengairan. Madza Media : Surabaya.
Wibowo, Nur Aji. 2017. Desain Eksperimen Karakterisasi Perilaku Udara Setar Dalama Tujuan Sebagai Gas Ideal atau Gas Nyata. Cirebon: Scientiae Education.
Wulandari, R. (2019). Perhitungan Kesalahan dalam Penentuan Berat molekul.
Jurnal Kimia dan Pendidikan, 6(1)45-52.
Yigit, Y., Kilislioglu, A., Karakus, S., & Baydogan, N. 2019. Determination of the intrinsic viscosity and molecular weight of Poly(methyl methacrylate) blends. Journal of Investigations on Engineering & Technology, 2(2), 34- 39.
LAMPIRAN B PERHITUNGAN
B.1 Menghitung Massa Etanol
Diketahui : Massa erlenmeyer setelah desikator = 43,4371 gram Massa erlenmeyer, aluminium foil, karet gelang = 43,34 gram
Ditanya : Massa metanol ?
Jawab : Massa metanol = Massa erlenmeyer setelah desikator – massa
erlenmeyer, aluminium foil, karet gelang
= 43,4371 gram – 43,34 gram
= 0,0971 gram
B.2 Menghitung Massa Air
Diketahui : Massa erlenmeyer + air = 106,24 gram
Massa erlenmeyer = 42,46 gram
Ditanya : Massa air ?
Jawab : Massa air = Massa erlenmeyer + air – Massa erlenmeyer
= 106,24 gram – 42,46 gram
= 63,78 gram
B.3 Menghitung Volume Air
Diketahui : Massa air = 63,78 gram Massa jenis air = 0,9957 gram/cm3 Ditanya : Volume air ?
Jawab :
ρ =mV
0.9957
=63,78
V
V
=
0,995763,78= 64,05 cm3
= 0,064 L
B.4 Menghitung Berat Molekul
Diketahui : Massa etanol = 0,0971 gram Volume air = 0,064 L
R = 0,082 L atm/mol K T =368,15 K
P = 1 atm
Ditanya : BM?
Jawab : BM
=
n.R.TP.V
=
0,0971 gram . 0,082 atm/mol k . 368,15 K 1 . 0,064= 45,96 gram/mol
B.5 Menghitung Persen Kesalahan
Diketahui : BM teoritis = 46,07 gram/mol BM praktikum = 45,96 gram/mol Ditanya : % kesalahan ?
Jawab : % kesalahan =BM teoritis metanol - BM pratikum
BM teoritis metanol
×100 %
=46,07 gram/mol – 45,96 gram/mol46,07 gram/mol ×100 % =0,0023%
LAMPIRAN C
TUGAS DAN PERTANYAAN
1. Apakah yang menjadi kesalahan utama dalam percobaan ini
2. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa unsure tersebut mengandung:
Karbon : 10 % Klor : 89,0 % Hidrogen : 1,0 %
Tentukan rumus molekul senyawa ini Penyelesaian :
1. Massa suatu senyawa dalam sampel, karena apabila massa nya berubah nilai volume yang dihasilkan juga berubah dan nilai mol yang diperoleh jauh berbeda, sehingga berpengaruh terhadap nilai berat molekul suatu senyawa. Dan juga pengamatan suhu dalam menentukan berapa ºC suhu air di dalam labu erlenmeyer sebagai dasar penentuan nilai massa jenis air tersebut.
2. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa unsur tersebut mengandung:
Karbon : 10 % Klor : 89,0 % Hidrogen : 1,0 % C : Cl : H
=
1012
: 89
35,5
:
11
= 33,2 : 10 : 4 RE (CH3OH) RM(CH3OH)n
LAMPIRAN D GAMBAR ALAT
No Nama dan gambar alat Fungsi
1. Aluminium foil Untuk menutup bagian mulut alat-alat yang berupa kaca, dan membungkus sampel bahan.
2. Beaker glass 250 ml Tempat penampungan atau wadah pemanasan sampel.
4. Desikator Untuk menghilangkan air dan kristal hasil pemurnian.
5. Erlenmeyer 50 ml Sebagai wadah untuk tempat sampel.
5.
Gelas Ukur 10 ml Untuk mengukur volume cairan dengan tingkat ketelitian yang cukup tinggi.
6. Karet gelang Untuk pengikat pada penutup erlenmeyer
7. Termometer Untuk mengukur suhu suatu cairan / larutan.
8. Hot plate Untuk memanaskan suatu cairan yang ingin di reaksikan.
9. Neraca digital Untuk mengukur massa dari alat dan bahan.