LAPORAN PENDAHULUAN
CVA INFARK DI RUANG ICU RS JEMBER KLINIK
Disusun untuk memenuhi tugas Program Studi Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Kritis.
Oleh:
Fitri Wulandari 2101031053
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2022
HALAMAN PERSETUJUAN
Asuhan Keperawatan Pada dengan diagnosis CVA Infark di Ruang ICU RS Perkebunan Jember
Oleh
Nama : Fitri Wulandari Nim : 2101031053
Jember, 08 Agustus 2022
Pembimbing Ruangan
( Debie Saktyana I., S.Kep.,Ners. ) NIP. 1305198600630
Pembimbing Akademik
(Ns. Cipto Susilo, S.Kep., S.Pd, M.Kep) NIP. 19700715 1 9305382 Kepala Ruangan
( Fathur Rohman, S.Kep.,Ners. ) NIP. 2306197301146
PJMK Departemen
(Ns. Cipto Susilo, S.Kep., S.Pd, M.Kep) NIP. 19700715 1 9305382
LEMBAR KONSULTASI NO MATERI YANG DIKONSULTASIKAN DAN
URAIAN PEMBIMBING NAMA & TANDA TANGAN PEMBIMBING
A. Konsep medis CVA Infark 1. Pengertian
Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak, biasanya merupakan akumulasi penyakit serebrovaskular selama beberapa tahun (Ariani, 2012). Stroke merupakan sindrom klinis yang timbul mendadak, progresif cepat, serta berupa defisit neurologis lokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih. Selain itu juga dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non-traumatik (Ariani, 2012).
Cerebral Ventrikular Accident (CVA) infark adalah infark kecil berdiameter kurang dari 15 mm dan dakam yang disebabkan oleh oklusi arteri penetrans. Infark subkortikal tersebut terutama terletak pada ganglia basalis, talamus, kepala interna, korona radiata dan batang otak.
2. Etiologi
stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu sebagai berikut.
a. Trombosis serebral.
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral yang merupakan penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral berfariasi. Sakit kepala adalah onset yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami onset yang tidak dapat dibedakan dari hemoragik intraserebral atau embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahuli onset paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral.
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang- cabang nya sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparisi atau hemipalgia tiba-tiba dengan afasia, tanpa afasia, atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari emobolisme serebral
3. Klasifikasi
Gangguan peredaran otak atau stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu non hemoragi/iskemi/infark dan stroke hemoragi.
a. Non hemoragi/iskemi/infark
1) Serangan iskemi sepintas (Transient Ischemic Attack-TIA).
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskular, dengan lama serangan sekitar 2-15 menit sampai paling lama 24 jam
2) Defist Neurologis Iskemik Sepintas (Reversibel Ischemic Nurology Deficit – RIND). Tanda dan gejala gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari 3 minggu)
3) In Evolutional atau Progressing Stroke, gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu 6 jam atau lebih.
4) Stroke komplet (Completed Stroke /Permanent Stroke).
Gejala dan gangguan neurologis dengan lesi-lesi yang stabil selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progresivitas lanjut.
b. Stroke Hemoragi
Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perdarahannya, yakni di rongga subraknoid atau didalam parenkim otak (intraserebral).
Ada juga perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat diatas seperti: perdarahan subaraknoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya. Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi.
4. Tanda gejala
Adapun beberapa tanda gejalanya adalah:
a. Aktifitas
Tanda: Gangguan tonus otot, paralitik (hemiplagia) terjadi kelemahan umum, gangguan pengelihatan gangguan tingkat kesadaran.
Gejala: Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilanga sensasi atau paralis, merasa mudah lelah, susah untuk istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda: Frekuensi nadi dapat berfariasi (karena ketidak stabilan fungsi jantung), disritmia, perubahan EKG, desiran pada karotis.
Gejala: Adanya penyakit jantung, polisitemia.
c. Integritas ego
Tanda: Emosi yang labil dan ketidak siapan untuk marah, sedih, dan gembira, kesulitan mengekspresikan diri.
Gejala: Perasaan tidak berdaya atau tidak puas.
d. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih.
e. Makanan
Gejala: Napsu makan hilang, mual muntah selama fase aku (peningkatan TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah pipi dan tengkorak, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak darah.
Tanda: Kesulitan menelan (gangguan pada reflek palatum dan faringeal), obesitas.
f. Neurosensori
Tanda: Status mental dan tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal, pada wajah terjadi paralis, kehilangan kemampuan untuk mengenali, kehilangan kemampuan untuk menggunakan motorik saat pasien ingin bergerak.
Gejala: Pusing (sebelum seangan / selama TIA), sakit kepala, kesemutan, kebas, pengelihatan menurun, hilangnya rangsangan sensorik, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
5. Patofisiologi
Otak kita sangat sensitif terhadap kondisi penurunan atau hilangnya suplai darah. Hipoksia dapat menyebabkan iskemik serebral karena tidak seperti jaringan pada bagian tubuh lain, misalnya otot, otak tidak bisa menggunakan metabolisme anaerobik jika terjadi kekurangan oksigen atau glukosa. Otak diperfusi dengan jumlah yang cukup banyak dibanding dengan organ lain yang kurang vital untuk mempertahankan metabolisme serebral.
Iskemik jangka pendek dapat mengarah kepada penurunan sistem neurologis sementara atau TIA. Jika aliran darah tidak diperbaiki, tejadi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, terjadi kerusakan yang tidak dapt diperbaiki pada jaringan otak atau infark bergantung pada lokasi dan ukuran arteri yang tersumbat dan kekuatan sirkulasi kolateral ke arah yang disuplai.
Iskemik dengan cepat bisa mengganggu metabolisme. Kematian sel dan perubahan yang permanen dapat terjadi dalam waktu 3-10 menit. Tingkat oksigen dasar klien dan kemampuan mengkompensasi menentukan seberapa cepat perubahan-perubahan yang tidak bisa diperbaiki akan terjadi. Aliran darah dapat
terganggu oleh masalah perfusi lokal, seperti pada stroke atau gagguan stroke secara umum, misalnya pada hipotensi atau henti jantung. Tekanan perfusi serebral harus turun dua pertiga bawah nilai norma (nilai tengah tekanan arterial sebanyak 50 mmHg atau dibawahnya dianggap nilai normal) sebelum otak tidak menerima aliran darah yang adekuat. Dalam waktu yang singkat, klien yang sudah kehilangan kompensasi autoregulasi akan mengalami manifestasi dari gangguan neurologis.
Penurunan perfusi serebral biasanya disebabkan oleh sumbatan di arteri serebral atau perdarahan intraserebral. Sumbatan yang terjadi mengakibatkan iskemik pada jaringan otak yang mendapatkan suplai dari darah arteri yang terganggu dan karena adanya pembengkakan di jaringan sekelilingnya. Sel-sel dibagian tengah atau utama pada lokasi stroke akan mati dengan segerasetelah kejadian stroke terjadi. Hal ini dikenal dengan istilah cedera sel-sel saraf primer (primary neuronal injury). Daerah yang mengalami hipoperfusi juga terjadi disekitar bagian utama yang mati. Bagian ini disebut penumbra ukuran dari bagian ini tergantung pada sirkulasi kolateral yang ada.sirkulasi kolateral merupakan gambaran pembuluh darah yang memperbesar sirkulasi pembuluh darah utama dari Perbedaan ukuran dan jumlah pembuluh darah kolateral dapat menjelaskan tingkat keparahan manifestasi stroke yang dialami klien (Joyce and Jane, 2014)
6. Penatalaksanaan
Menurut (Ariani, 2012) kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia terjadi karena adanya edema otak. Edema otak timbul dalam
beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96 jam.
Edema otak mula-mula cytofosic karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler kemudian terdapat edema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak setempat. Untuk menurunkan edema otak, dilakukan hal-hal berikut ini :
a. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30º.
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi seperti berikut ini:
1) Bolus marital 1 gr/KgBB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25 gr/KgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target osmolaritas 300-320 mmol/liter.
2) Gliserol 50% oral 0,25 gr/KgBB setiap 4 atau 6 jam atau gliserol 10% intravena 10 ml/KgBB dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan, sedang).
3) Furosemide 1 mg/KgBB intravena.
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2 = 29-35mmHg.
e. Tindakan bedah dikompresi perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral 8, dengan pengerasan linea mediarea atau serebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara serebral karena disamping menyebabkan hiperglikemia juga naiknya resiko infeksi.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita stroke adalah sebagai berikut.
a. CT scan bagian kepala.
Pada stroke non-hemoragik terlihat adanya infark, sedangkan pada stroke hemoragik terlihat perdarahan.
b. Pemeriksaan lumbal pungsi.
Pada pemeriksaan lumbal pungsi untuk pemeriksaan diagnostik diperiksa kima citologi, mikrobiologi, dan virologi. Disamping itu, dilihat pula tetesan cairan serebrosipinal saat keluar baik kecepatannya,
kejernihannya, warna, dan tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intraspinal. Pada stroke non-hemoragik akan ditemukan tekanan normal dari cairan serebrospinal jernih. Pemeriksaan fungsi sisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi lumbal.
Prosedur ini dilakukan dengan superfisi neurolog yang telah berpengalaman.
c. Elektro kardiografi (EKG).
Untuk mengetahui keadaan jangtung dimana jantung berperan dalam suplai darah ke otak.
d. Elektro Enchephalografi.
Elektro enchephalografi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang otak, menunjukan area lokasi secara spesifik
e. Pemeriksaan darah.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan darah, jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang abnormal, dan mekanisme pembekuan darah.
f. Angiografi serebral.
Pada serebral angiografi membantu secara spesifik penyebab stroke seperti perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak oklusi atau ruptur.
g. Magnetik resonansi imagine (MRI).
Menunjukan darah yang mengalami infark, hemoragi, malformasi arteroir vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dari CT scan.
h. Ultrasensonografi dopler
Ultrasensonografi dopler dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit MAV
B. Konsep asuhan keperawatan 1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu pengumpulan data, pengelompokan data dan merumuskan tindakan keperawatan (Tarwoto, 2013)
2. Pengumpulan Data
Tahap ini merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Data yang di kumpulkan dalam pengkajian ini meliputi bio-psiko-spiritual. Dalam proses pengkajian ada dua tahap yang perlu di lalui yaitu pengumpulan data dan analisa data.
a. Identitas Klien
Menurut (Padila, 2012) Usia diatas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya stroke, jenis kelamin laki – laki lebih tinggi 30 % di bandingkan wanita, kulit hitam lebih tinggi angka kejadianya.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang di dapatkan adalah gangguan motoric kelemahan anggota gerak setelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi , nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, gangguan kesadaran.(Tarwoto, 2013)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan , rasa lemah pada anggota gerak. Serangan stroke hemoragik sering sekali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gelaja kelumpukan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Tarwoto, 2013)
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipetensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama. Penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator obat-obat adiktif dan kegemukan. (Tarwoto, 2013)
e. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnese yang mengarah pada keluhan klien pemeriksaan fisik berguna untuk mendukung data dari pengkajian anmnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan focus
3. pemriksaan fisik pada B3 (Brain) yang terarah dan dhubungkan dengan keluhan keluhan dari klien.
4. B1 (Breathing)
inspeksi biasanya di dapatkan pasien batuk, peningkatan prduksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan produksi secret. (Tarwoto, 2013)
5. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipo volemik) yang sering terjadi pada pasien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masih (tekanan darah >200 mmHg). (Tarwoto, 2013)
6. B3 (Brain)
Menurut (Ariani, 2012) pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti tingkat kesadaran, kekuatan otot, tonus otot, serta pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pada pemeriksaan tingkat kesadaran dilakukan pemeriksaan yang dikenal sebagai Glascow Coma Scale (GCS) untuk mengamati pembukaan kelopak mata, kemampuan bicara, dan tanggap motoric (gerakan).
Membuka mata : Membuka mata spontan : 4, Membuka dengan perintah : 3, Membuka mata karena rangsang nyeri : 2, Tidak mampu membuka mata : 1 Kemampuan bicara : Orientasi dan pengertiann baik : 5, Pembicaraan yang kacau Pembicaraan tidak pantas dan kasar : 3, Dapat bersuara, merinntih : 2, Tidak ada suara : 1, Tanggapan motoric : Menanggapi perintah : 6, Reaksi gerakan local terhadap rangsang : 5, Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri : 4, Tanggapan fleksi abnormal : 3 Sementara itu, untuk pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut: Tidak ada kontraksi otot 0, Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata 1, Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki 2 Mampu angkat tangan, tidak mampu menahan gravitasi 3, Tidak mampu menahan tangan pemeriksa 4, Kekuatan penuh 5
a. Menurut (Ariani, 2012) evaluasi masing-masing Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) menggunakan skala sebagai berikut. Mandiri keseluruhan 0, Memerlukan alat bantu 1, Memerlukkan bantuan
minimal 2, Memerlukan bantuan dan/atau beberapa pengawasan 3, Memerlukan pengaasan keseluruhan 4, Memerlukkan bantuan total 5.
7. Fungsi – Fungsi Saraf Kranial :
a. Nervus Olfaktorius (N.I) : Penciuman
b. Nervus Optikus (N.II) : ketajaman penglihatan, lapang pandang
c. Nervus Okulomotorius (N.III): reflek pupil, otot ocular, eksternal termasuk otosis dilatasi pupil
d. Nervus Troklearis (N.IV) : gerakan ocular menyebabkan ketidakmampuan melihat kebawah dan kesamping.
e. Nervus Trigeminus (N.V): fungsi sensori, reflek kornea, kulit wajah dan dahi, mukosa hidung dan mulut, fungsi motoric, reflek rahang.
f. Nervus Abdusen (N.VI) : gerakan ocular, kerusakan akan menyebabkan ketidakmampuan ke bawah dan ke samping
g. Nervus Fasialis (N.VII) : fungsi motoric wajah bagian atas dan bawah, kerusakan akan menyebabkan asimetris wajah dan poresis.
h. Nervus Akustikus (N.VII) : Tes saraf koklear, pendengaran, konduksi udara dan dan tulang
i. Nervus Glosofaringeus (N.IX) : reflek gangguan faringeal j. Saraf fagus (N.X) : Bicara
k. Nervus Aesorius (N.XI) : kekuatan otot trapezius dan sternocleidomastoid, kerusakan akan menyebabkan ketidakmmapuan mengangkat bahu.
l. Nervus Hipoglosus (N.XII) : fungsi motoric lidak, kerusakan akan menyebabkan ketidakmampuan menjulurkan dan menggerakan lidah.
8. Menurut (Ariani, 2012) pemeriksaan pada penderita koma antara lain sebagai berikut:
a. Gerakan penduler tungkai.
Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, kemudian kaki diangkat ke depan dan dilepas. Pada waktu dilepas akan ada gerakan penduler yang makin lama makin kecil dan biasanya berhenti 6 atau 7 gerakan. Beda pada rigiditas ekstra piramidal aka nada pengurangan waktu, tetapi tidak teratur atau tersendat-sendat.
b. Menjatuhkan tangan.
Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan. Pada kenaikan tonnus (hipertoni) terdapat penundaan jatuhnya lengan ke bawah. Sementara pada hipotomisitas jatuhnya cepat.
c. Tes menjatuhkan kepala.
Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam keadaan relaksasi, mata terpejam. Tangan pemeriksa yang satu diletakkan di bawah kepala pasien, tangan yang lain mengangkat kepala dan menjatuhkan kepala lambat. Pada kaku kuduk (nuchal rigidity) karena iritasi meningeal terdapat hambatan dan nyeri pada fleksi leher.
9. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urin sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan control motoric dan postural. Kadang control sfingter urin eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitan dengan teknik steril. Inkontinensia urin yang belanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
10. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai munta disebabkan karena peningkatakn produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
11. B6 (Bone)
Stoke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan motoric. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan control motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas sisi yang berlawanan dari otak. Disfusi motoric paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan makan tugor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juka dikaji tanda-tanda decubitus terutama pada daerah yang menonjol karena kline stoke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktifitas kerana kelemahan, kehilangan sensoria tau patalise atau hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan istirahat.
12. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Ariani, 2012) pemeriksaan penunjanag yang dapat dilakukan pada penderita stroke adalah sebagai berikut :
a. CT scan bagian kepala
Pada stroke non hemoragi terlihat adanya infark, sedangkan pada stroke hemoragi terlihat perdarahan.
b. Pemeriksaan Lumbal Pungsi
Pada pemeriksaan lumbal pungsi untuk pemeriksaan diagnostik, diperiksa kimia sitologi, mikrobiologi, dan virologi. Disamping itu, dilihat pula tetesan cairan serebrospinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya, warna dan tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intaspinal. Pada stroke non- hemoragi akan ditemukan ditekanan normal dari cairan cerebrospinal jernih. Pemeriksaan pungsi sisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pemeriksaan lumbal.
c. EKG
Untuk menegtahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai darah ke otak.
d. Elektro Enchepalo Graf
Mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang otak,menunujukan area lokasi secara spesifik.
e. Pemeriksaan Darah
Untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan darah, jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang abnormal, dan mekanisme pembekuan darah.
f. Angiografi Serebral
Pada serebral angiografi membantu secara spesifik penyebab stroke seperti perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak ruptur atau oklusi.
g. Magnetik Resonansi Imagine (MRI)
Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragi, Malformasi Arterior Vena (MAV).pemeriksaan ini lebih canggih dibanding CT-SCAN.
h. Ultrasonografi Dopler
Ultrasonnografi dopler dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit MAV menurut, pemeriksaan sinar X kepala dapat menunjukkan perubahan pada galdula pineal pada sisi yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis internal yang dapat dilihat pada trombosis serebral, klasifikasi parsial pada dinding aneurisme pada perdarahan subaraknoid.
13. Analisa Data
Analisa data dalah kemempuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam memnentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.
C. Diagnosa keperawaan
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan suplai darah ke otak menurun
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan sensasi rasa, ketidakmampuan memakan makanan, tonus otot menurun
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketrampilan motorik, penurunan rentang gerak, kesulitan membolak balik posisi, gerakan tidak terkoordinasi, intoleran aktivitas, penurunan kekuatan otot, penurunan ketahanan tubuh
5. Gangguan menelan berhubungan dengan ganggaun saraf kranial
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
7. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan menjangkau kamar mandi, ketidakmampuan mengenakan dan melepaskan atribut pakaian, ketidakmampuan memasukkan makan kemulut, ketidakmampuan eliminasi
8. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran
9. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan ketidakpuasan dengan hubungan sosial yang ditandai dengan hambatan mobilitas fisik.
10. Distress spiritual yang berhubungan dengan strategi koping tidak efektif yang ditandai dengan hospitalisasi
D. Rencana keperawatan
No. Masalah SLKI SIKI
Keperawatan
1. Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan I.06194 Majemen Peningkatan Tekanan kranial
serebral tidak keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. losi, gangguan efektif diharapkan Risiko perfusi serebral
tidak efektif dapat berkurang dengan kriteria hasil :
metabolism, edema serebral)
2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. tekanan darah meningkat, tadikardia, pola napas Ireguler, kesadaran menurun) 1. Tingkat kesadaran meningkat 5
2. Tekanan intrakranial menurun 5 3. Sakit kepala menurun 5
3. Monitor MAP (Moan Arterial Pressure)
4. Motor CUP (Central Venous Pressure). Jika porio 5. Monitor PAWP, jika porlu
6. Monitor PAP, Jika perlu
4. Gelisah menurun 5 7. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia Monitor 5. Nilai rata-rata tekanan darah CPP (Cerebral Porfusion Pressure)
membaik 5 8. Monitor gelombang ICP
6. Kesadaran membaik 5 9. Monitor status pomapasan 10. Monitor intake dan ouput cairan 11. Monitor cairan serebrospinalis 12. Berikan posisi semi Fowler 13. Hindari manuver Valsava 14. Cegah terjadinya kejang 15. Hindari penggunaan PEEP
16. Hindan pemberian cairan IV hipotonik 17. Pertahankan suhu tubuh normal
18. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan
19. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu 2. Pola nafas tidak
efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Pola nafas tidak efektif dapat berkurang dengan kriteria hasil :
1. Dispnea menurun 5
2. Penggunaan otot bantu nafas menurun 5
3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun 5
4. Frekuensi nafas membaik 5 5. Kedalaman nafas membaik 5
I.01011 Manajemen Jalan Nafas
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin- lift Jaw-thrust jka curiga trauma serikal)
5. Posisikan semi-Fowler 6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
10. Berikan oksigen, jika perlu
11. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi aan teknik batuk efektif
12. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, Jika pertu
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil :
1. Tingka nyeri 2. Kontrol nyeri
I.08238 Manajemen nyeri
1. Monitor nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitasdan faktor presipitasi)
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan 3. Ajarkan teknik manajemen nyeri seperti napas dalam 4. Berikan penjelasan mengenai penyebab nyeri
5. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesic
4. Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, intake nutrisi klien adekuat dengan kriteria hasil:
1. Asupan makanan secara oral meningkat (porsi makan habis) 2. Asupan cairan secara oral
meningkat
3. Nafsu makan meningkat 4. Ekspresi wajah tidak meringis
Manajemen nutrisi
1. Monitor intake makanan dan cairan klien
2. Ciptakan lingkungan yang optimal saat mengonsumsi makanan (bersih dan bebas dari bau yang menyengat)
3. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit klien (yang tidak berbahaya bagi kesehatan klien)
4. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
5. Beri dukungan (kesempatan untuk membicarakan perasaan) untuk meningkatkan peningkatan makan
6. Anjurkan klien menjaga kebersihan mulut 7. Kolaborasi pemberian obat
Monitor nutrisi
8. Timbang berat badan klien
9. Monitor turgor kulit dan mobilitas 10. Monitor adanya mual dan muntah 5. Hambatan
mobilitas fisik
Setelah dilakukan perwatan selama 3 x 24 jam mobilitas fisik klien membanik dengan kriteria hasil:
1. Dapat mengontrol kontraksi pergerakkan
2. Dapat melakukan kemantapan pergerakkan
3. Dapat menahan keseimbangan pergerakkan
Peningkatan Mekanika Tubuh
1. Bantu klien latihan fleksi untuk memfasilitasi mobilisasi sesuai indikasi
2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi penyebab nyeri otot atau sendi
3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan peningkatan mekanika tubuh sesuai indiksi
Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan fisiologis, dan konsekuensi dari penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan untuk terlibat dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi latihan menurut lefel kebugaran dan ada
atau tidaknya faktor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap selesai satu set jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi
9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan dan menerapan sebuah program latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang teraktur dan terencana
12. Instruksikan klien atau keluarga cara melakukan latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu klien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan 6. Gangguan Setelah dilakukan perawatan selama Pencegahan aspirasi
menelan 3x24 jam fungsi menelan klien 1. Monitor kesadaran, reflek batuk, dan kemampuan menelan membaik dengan kriteria hasil: 2. Skrining adanya disfagia
1. Tidak terdapat sisa makanan di mulut
3. Monitor status pernafasan
4. Potong makanan menjadi potogan-potongan kecil 2. Kemampuan mengunyah Terapi menelan
3. Reflek menelan sesuai dengan waktunya
4. Penerimaan makanan
5. Ajari klien mengucapkan kata “ash” untuk meningkatkan elevasi langit-langit halus
6. Instruksikan klien tidak bicara saat makan
5. Mempertahankan kebersihan 7. Sediakan permen tusuk atau loli untuk dihisap klien dengan
mulut tujuan meningkatkan kekuatan lidah
6. Memilih makanan sesuai dengan 8. Monitor tanda dan gejala aspirasi
kemampuan menelan
7. Memilih makanan dan cairan dengan konsistensi yang tepat 7. Hambatan
Komunikasi Verbal
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, klien menunjukkan melakukan komunikasi dengan baik dengan kriteria hasil:
1. Dapat berbicara
2. Dapat menggerakkan otot wajah 3. Terlihat wajaah simetris
Peningkatan Komunikasi: kurang bicara
1. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologi terkait dengan kemampuan berbicara (misalnya memori, pendengaran, dan bahasa)
2. Monitor klien terkait dengan perasaan frustasi, kemarahan, depresi, atau respon-rspon lain disebabkan karena adanya gangguan kemampuan berbicara
3. Kenali emosi dan perilaku fisik (klien) sebagai bentuk komunikasi
4. Sediakan metode alternatif untuk berkomunikasi dengan berbicara (misalnya menulis di meja, menggunakan kartu, kedipan mata, papan komunikasi dengan gambar dan huruf, tanda dengan tangan atau postur, dan menggunakan computer) 5. Ulangi apa yang disampaikan klien untuk menjamin akulturasi 9. Defisit
perawatan diri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan perawatan diri klien:
mandi tidak mengalami gangguan dengan kriteria hasil:
1. Keluarga mampu melakukan 2. Mencuci tangan klien
3. Membersihkan telinga
4. Menjaga kebersihan untuk kemudahan bernafas
5. Mempertahankan kebersihan
Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan
1. Fasilitasi klien untuk menggosok gigi dengan tepat 2. Fasilitasi klien untuk seka dengan tepat
3. Monitor kebersihan kuku 4. Monitor integritas kulit
5. Jaga kebersihan secara berkala
6. Dukung keluarga berpartisipasi dalam mempertahankan kebersihan dengan tepat
mulut
6. Memperhatikan kuku jari tangan 7. Memperhatikan kuku jari kaki
Mempertahankan kebersihan tubuh
10. Resiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam tidak terjadi jatuh pada klien dengan kriteria hasil :
1. Kemampuan untuk mempertahankan ekuilibrium 2. Otot mampu melakukan gerakan
yang bertujuan
3. Tidak ada kejadian jatuh
Pencegahan Jatuh
1. Mengidentifikasi deficit kognitif atau fisik klien yang dapat meningkatkan potensi jatuh dalam lingkungan tertentu
2. Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh
3. Sarankan perubahan dalam gaya berjalan kepada klien
4. Mendorong klien untuk menggunkan tongkat atau alat pembantu berjalan
5. Ajarkan klien bagaimana jatuh untuk meminimalkan cedera 6. Kunci roda dari kursi roda,tempat tidur, atau brankar selama
transfer klien
7. Menandai ambang pintu dan tepi langkah sesuai kebutuhan 8. Membantu ke toilet seringkali, interval dijadwalkan
DAFTAR PUSTAKA
American Stroke Association. tanpa tahun. About Stroke.
https://www.stroke.org/en/about-stroke/types-of-stroke/ischemic-stroke-clots [Diakses pada January 17, 2021].
Hui, C., P. Tadi, dan L. Patti. 2020. Ischemic Stroke.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499997/ [Diakses pada January 17, 2021].
Jauch, E. 2020. Ischemic Stroke. https://emedicine.medscape.com/article/1916852- overview [Diakses pada January 17, 2021].
Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009. Medan: FK USU, 2010.
Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia Muda. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2003.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2000.
Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, 2010.
Peate, I. dan N. Muralitharan. 2017. Fundamentals of Anatomy and Physiology For Nursing and Healthcare Strudent
Rymer, M. M. 2010. Ischemic Stroke: Prevention of Complications and
Secondary Prevention.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6188238/ [Diakses pada January 17, 2021].
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi III. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Unnithan, A. K. A. dan P. Mehta. 2020. Hemorrhagic Stroke.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559173/#_NBK559173_pubdet Price, Sylvia A, Lorraine MW. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC, 2005.
Setiadi. 2016. Dasar – Dasar Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Indomedia Pustaka
Wilkinson, Judith. M. 2016. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta ; EGC
PATHWAY
Faktor pencetus/etiologi
Trombosis serebri, emboli Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi Menjadi kapur/mengandung kolesterol dengan infiltrasi limfosit trombus
Penyempitan pembulu darah (oklusi vaskuler) Aliran darah terhambat Eritrosit bergumpal,
endotel rusak Edema cerebral Peningkatan TIK
RESIKO KETIDAKEFEKTIF
AN PERFUSI JARINGAN
Eteriosklosis
CVA INFARK
Kerusakan NI, NII, NIV, NXII Penurunan suplai darah dan O2 ke otak
Ketidak mampuan mencium, melihat, mengecap
Arteri vertebra basilaris Proses metabolism dalam otak
Arteri carotis interna
Kebutaan
RISIKO JATUH Disfungsi N.II (optikus)
NYERI AKUT
HAMBATAN MOBILITAS
FISIK
Penurunan fungsi motoric dan muskulus kelrtal Disfungsi N.XI(Assesoris)
KERUSAKAN KOMUNIKASII
VERAL Ketidak mampuan
berbicara Kerusakan neurocerebrospinal
N.VII(fasialis), N.IX(glossofaringeus)
Arteri cerebri media
KERUSAKAN INTEGRITAS
KULIT Tirah barig lama Proses menelan tidakefektif
KETIDAK SEIMBANGAN
NUTRISI GANGGUAN
MENELAN