• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN SH

N/A
N/A
Muhammad Obet

Academic year: 2025

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN SH"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS ( SH ) DI RUANGAN TULIP RSUD RT NOTOPURO SIDOARJO.

Departemen:

Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

( Muhammad Obet ) ( 0325033 )

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA MOJOKERTO

2025

(2)

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS ( SH ) DI RUANGAN TULIP RSUD RT NOTOPURO SIDOARJO.

DISETUJUI :

HARI :

TANGGAL :

Mahasiswa

Muhammad Obet

Pembimbing institusi Pembimbing Klinik

Puteri Indah Dwipayanti S.Kep.,Ns.,M.Kep Dia Metasari, S.Kep.,Ns NPP. 10.02.126 19840907 201 101 2 013

Mengetahui Kepala Ruangan Tulip

Nuraini, S.Kep.,Ns 19800831 200801 2 015

(3)

BAB I.

LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi

Sirosis hepatis merupakan penyakit hati yang progresif yang ditandai dengan adanya fibrosis yang disebabkan oleh kerusakan hati kronis. Fibrosis hati dapat merusak fungsi hati dan menyebabkan perubahan secara sruktural sehingga terjadi hipertensi portal. Selama

terjadinya penyakit hati kronis, kematian sel hepatosit menyebabkan peradangan yang mengarah ke fibrosis. Selain itu, hilangnya fungsi dari hepatosit mengakibatkan kemampuan fungsi hati seperti memetabolisme bilirubin dan mensitesis protein berkurang (Black, 2014).

Sirosisi hepatis adalah penyakit kronis hepar yang irreversibel yang ditandai oleh fibrosis, disorganisasi struktur lobus dan vaskuler, serta nodul degeneratif dari hepatosit (Budhiarta, 2017).

Sirosisi hepatis merupakan penyakit hati kronik dengan distensi struktur hepar dan hilangnya fungsi hepar yang menyebabkan fibrosis hepar dimana jaringan yang normal digantikan jaringan parut yang terbentuk melalui proses bertahap, yang dapat mempengaruhi regenerasi sel-sel dan struktur normal hati dan dapat merusaknya sehingga secara bertahap dapat menghilangkan fungsinya (Putri, 2016).

B. Etiologi

Penyebab sirosis belum teridentifikasi dengan jelas. Etiologi sirosis hati bervariasi secara geografis yaitu infeksi hepatitis C kronis, hepatitis B kronis dan penyakit hati karena mengonsumsi alkohol. Penyebab sirosis hati sebagian besar adalah

penyakit hati alkoholik dan non alkoholik steatohepatitis yang telah menjadi penyebab utamana penyakit hati kronis di negara-negara barat seperti Amerika Serikat sedangkan

(4)

hepatitis B dan hepatitis C adalah penyebab utama sirosis hati di wilayah Asia Pasifik (Zhou et al., 2014).

Faktor resiko utama dari sirosis hepatis adalah mengkonsumsil alkohol, khususnya pada ketiadaan mutrisi yang tepat. Kilen dengan riwayat keluarag alkoholik seharusnya menghindari alkohol karena peningkatan resiko.dengan demikian berhenti mengkonsumsi alkohol dapat menjadi upaya untuk menurunkan terjadinya sirosis hepatis. Jika pada klien dengan status nutrisi yang buruk kemungkinan kerusakan lebih besar dan kerusakan lebih parah. Hepatitis virus adalah faktor resiko primer untuk sirosis postnekroti, yang mana pencegahan hepatitis melalui vaksin dan menjaga kebersihan dengan baik menjadi kegiatan promosi yang penting (Black, 2014).

Faktor resiko yang lain adalah sirosis billier dengan kolestasis atau obstruksi duktus empedu, pemakaian obat-obatan (seperti asetaminofen, methotreaxt/isoniazid) , kongesti hepatik dari gagal jantung sisi kanan berat, kekurang alfa-antitripsin, penyakit infiltratif(seperti, amyloidosis, penyakit simpanan glikogen/hemokromatosis), penyakit wilson dan defisit nutrisi terkait jalan pintas jejenum. Kelebihan dosisi asetamiopen ditentukan sebagai penyebab paling sering gagal hati akut (Black, 2014).

(5)

C. Klasifikasi

Empat tipe sirosis hepatis menurut Black, 2014

(6)

mengurangi/

esofagus, varises IV untuk vasopresin anemia, sulfate untuk feerrous (misal kebutuhan sesuai komplikasi pengobatan dan fosfat), (magnesium dan mineral vitamin K pyridoxine, thiamin, fosfat, ada(misal vitamin jika mineral dan kekurangan Koreksi primer:

Dukungan

penyalahgunaan terus-menerus komplikasi dan Adanya Prognosis: tinggi, anemia tinggi, bilirubin alkohol: AST penyalahgunaan riwayat

Biopsi hati:

n payudara pembesara impotensi, teratur, tidak menstruasi asites, nyeri perut, muntah, mual anoreksia,

Akhir : BB, kehilangan lemah letih Awal;

mendadak.

atau tersamar mungkin gejala lama, onset peride untuk gejala tidak ada

Mungkin

rusak lobulus normal struktur kecil, Sangat nodul regenerasi dan parut, kolagen jaringan

Tumpukan an alkohol

penyalahguna dengan Terkait

terus menerus yang melukai beberapa agen kecil akibat Bentuk nodul r Mikronodula alkoholik/

Sirosis

sirkulasi masalh cairan, retensi Kakeksia,

parut jaringan terjadinya dengan kapsul hati Penebalan Akhir i karpulmonal

Dekompensas

mungkin kronis jika jantung gagal Penyebab

penyakit jantung perjalanan

bergantung pada Prognosis: hati. fosfatase, biopsi oeningkatan alkali aminotransferase, serum

peningkatan serum albumin, in, penurunan sulfobroomofthale peningkatan terkonjugasi, serum bilirubin Pengingkatan

akut kongesti selama kanan atas Nyeri perut tahun berat >10 jantung gangguan dengan orang asites pada n hati dan pembesara ringan, Jaundis

edema cairan darah dan gelap oleh berwaran n hati Pembesara Awal lama konstriktif

perikarditis e atrioventrikul katup Penyakit ,r

panjang

jangka kanan dan

jantung sisi dnegan gagal kronis terkait Penyakit hati kardiak. Sirosis

(7)

D. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) adalah:

1.

Keluhan pasien

-

Pruritus

-

Urin berwarna gelap

-

Ukuran lingkar pinggang meningkat

-

Turunnya selera makan dan turunnya berat badan

-

Ikterus (kuning pada kulit dan mata) muncul belakangan

2.

Tanda klasik

-

Hematemesis dan atau melena

-

Varises esofagus

-

Peningkatan waktu protombin adalah tanda yang lebih khas

-

Enselopati hepatitis dengan hepatitis fulminan akut dapat terjadi dalam waktu singkat dan pasien akan merasa mengantuk, delirium, kejang dan koma

-

Onset enselopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan lemah

-

Ansietas
(8)

E. Patofisologi

Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis yaitu sirosis laennec, sirosisi pascanekrotik dan sirosisi biliaris. Sirosisi laennec disebabkan oleh konsumsi alkohol kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek toksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan menghasilkab asetaldehid yang akan merangsang fibrosisi hepatis dan terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi. Sirosisi pascanekrotik disebabkan oleh virus hepapatitis B, C, infeksi dan intoksifikasi zat kimia pada sirosisi ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosisi biliaris disebabkan disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus inthrahepatikum, autoimun dan obstruksi duktus empeddu di ulu hati.

Dari ketiga macam sirosisi tersebut mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan kegagalan fungsi hati (Agustin, 2013). Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam hepar karena darah sukar masuk ke dalam hati. Sehingga meningkatkan aliran darah bali vena portal dan tahanan pada aliran darah portal yang akan menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk pembuluh darah kolateral portal (esofagus lambung rektum umbilikus).

Hipertensi portal meningkatkan tekanan hidristatik di sirkulasi portal yang akan mengakibatkan cairan berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites). Penurunan volume darah ke hati menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga aldosterin dan ADH meningkat di dalam serum yang akan meningkatkan retensi natrium dan air dapat menyebabkan edema (Agustin, 2013). Keruskan fungsi hati terjadi penurunan metabolisme bilirubin (hiperbilirubin) menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi metabolik, penurunan metabolisme lemah pemecahan lemak menjadi energi tidak ada sehingga terjadi

(9)

keletihan, penurunan sintesis plasma protein terganggunya faktor pembekuan darah meningkatkan resiko perdarahan, penurunan konversi ammonia sehingga ureum dalam darah meningkat yang akan mengakibatkan enselopati hepatikum. Terganggunya metabolik steroid yang akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis, ginekomastia. Penurunan produksi empedu sehingga lemak tidak dapat ditemukan dan tidak dapat dicerna usus halus yang akan meningkatkan peristaltik. Defisisensi vitamin menurunkan sintesis vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan produksi sel darah merah(Agustin, 2013).

(10)

Pathway

(11)

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut (Price & Wilson, 2012) :

a.

Radiologis a. Foto polos abdomen. Tujuannya : untuk dapat memperlihatkan densitas klasifikasi pada hati , kandung empedu, cabang saluran-saluran empedu dan pancreas juga dapat memperlihatkan adanya hepatomegalimegali atau asites nyata.

b.

Ultrasonografi (USG) Metode yang disukai untuk mendeteksi hepatomegalimegali atau kistik didalam hati.

c.

CT scan Pencitraan beresolusi tinggi pada hati, kandung empedu, pancreas, dan limpa;

menunjukan adanya batu, massa padat, kista, abses dan kelainan struktur:

sering dipaki dengan bahan kontras.

d.

Magnetik Resonance Imaging (MRI) (Pengambilan gambar organ)

e.

Pemakaian sama dengan CT scan tetapi memiliki kepekaan lebih tinggi, juga dapat mendeteksi aliran darah dan sumbatan pembuluh darah; non invasive. 12 2.

Laboratorium

a.

Ekskresi hati dan empedu : Mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekskresi pigmen empedu, antara lain

Bilirubin serum direk (Terkonjugasi) Meningkat apabila terjadi gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi (Nilai normalnya 0,1-0,3 mg/dl).

 Bilirubin serum indirek (Tidak terkonjugasi) Meningkat pada keadaan hemolitik dan sindrom Gilbert (Nilai normalnya 0,2-0,7 mg/dl).

Bilirubin serum total Bilirubin serum direk dan total meningkat pada penyakit hepatoseluler (Nilai normalnya 0,3-1,0 mg/dl).

b.

Metabolisme Protein
(12)

Protein serum total : sebagian besar protein serum dan protein pembekuan disintesis oleh hati sehingga kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.

(Nilai normalnya 6-8 gr/dl) Albumin serum (Nilai normalnya : 3,2-5,5 gr/dl) Globulin serum (Nilai normalnya : 2,0-3,5 gr/dl)

 Massa Protrombin (Nilai normalnya : 11-15 detik) Meningkat pada penurunan sintesis protrombin akibat kerusakan sel hati atau berkurangnya absorpsi vitamin K pada obstruksi empedu. Vitamin K penting untuk sintesis protrombin Prothrombin time (PT) memanjang (akibat kerusakan sintesis protombin dan faktor pembekuan)

Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan

G. Penatalaksanaan

b.Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Hematemesis dan atau Melena

Pasien dengan hematemesis dan atau melena dapat diberikan asam traneksamat dan vitamin K. Asan traneksamat digunakan untuk pengobatan perdarahan saluran cerna bagian atas. Asam traneksamat mengikat plasminogen selama trombogebesis, mengganggu pengikatan plasminogen dan fibrin, menghambat fibrinolisis sehingga dapat memberikan efek antifibrinolitik dan mendorong pembentukan trombus dan hemostasis (Ko et al., 2017).

Asam traneksamat digunakan secara peroral dan intravena lambat atau infus secara terus menerus. Dosis parenteral biasanya diubah menjadi oral setelah beberapa hari dan injeksi intravena awal dapat diikuti dengan infus secara terus menerus. Penggunaan perdarahan jangka pendek, dosis oral yang digunakan 1 sampai 1,5 g

(13)

(atau 15 sampai 25 mg/kg) 2 sampai 4 kali sehari. Dosis injeksi intravena lambat yaitu 0,5 sampai 1 g (atau 10 mg/kg) 3 kali sehari. Asam traneksamat diberikan melalui infus secara terus menerus dengan kecepatan 25 sampai 50 mg/kg setiap hari

(Sweetman, 2009). Vitamin K merupakan kofaktor penting dalam proses sintesis hati

protrombin (faktor II) dan faktor pembekuan darah (faktor VII, IX, X, protein C dan S). Dosis vitamin K yang diberikan yaitu 0,5 mg sampai 5 mg secara injeksi intravena lambat atau sampai dengan 5 mg secara oral (Sweetman, 2009).

c.

Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Varises Esofagus

Pasien dengan varises esofagus dapat menggunakan profilaksis utama yaitu nonselektif β- bloker. Terapi obat vasoaktif untuk menghentikan atau memperlambat

perdarahan adalah okreotid, digunakan secara rutin pada awal penatalaksanaan pasien.

Okreotid diberikan secara iv bolus 50 mcg diikuti dengan pemberian infus 50 mcg/jam, diberikan selama 5 hari setelah terjadi perdarahan varises akut dan dilakukan pemantauan terhadap hipoglikemia dan hiperglikemia. Penggunaan vasopresin atau kombinasi vasopresin dengan nitrogliserin tidak direkomendasikan untuk pasien perdarahan varises karena dapat menyebabkan vasokonstriksi non selektif, iskemia atau infark miokard, aritmia, iskemia mesenterika, atau kecelakaan serebrovaskular. Pada pasien dengan tanda infeksi 23 atau asites terapi antibiotik

harus digunakan lebih awal untuk mencegah sepsis pada pasien. Diberikan norfloxacin peroral 400 mg dua kali sehari dan ciprofloxacin secara iv (Wells et al., 2015).

d.

Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Asites

Perawatan asites sekunder untuk hipertensi portal memiliki pantangan mengonsumsi alkohol, pembatasan natrium dan diuretik. Batasan natrium klorida hingga 2 g/hari. Terapi

(14)

diuretik dimulai dengan dosis tunggal spironolakton 100 mg dan furosemid 40 mg dangan target penurunan berat badan tiap harinya maksimum 0,5 kg. Dosis masing-masing dapat ditingkatkan secara bersamaan dengan cara tetap mempertahankan rasio 100:40 mg hingga mencapai dosis tiap harinya maksimum

furosemid 160 mg dan spironolakton 400 mg (Wells et al., 2015).

e.

Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP) Terapi Albumin SBP didiagnosa dengan adanya sejumlah neutrofil, yaitu 250/mm3 dalam cairan asites. Angka kematian di rumah sakit sekitar 20%. Angka kematian dapat dikaitkan dengan dampak sitokin proinflamasi pada sistem kardiovaskular yang akhirnya mengarah pada gagal ginjal dan kadangkadang pada multiorgan. Oleh karena itu, diagnosis dan pengobatan dini sangat penting untuk mencegah kerusakan hemodinamik. Albumin harus diberikan dengan dosis 1,5 g/kgBB pada hari pertama dan kemudian 1 g/kgBB pada hari ketiga. Dari data yang tersedia menunjukkan bahwa efek

yang paling mencolok diperoleh pada pasien dengan gagal hati berat, yaitu memiliki serum bilirubin diatas 4 mg/dl dan serum kreatinin diatas 1 mg/dl (Bernardi et al., 2014).

 Terapi Atibiotik Empiris Pasien dengan SBP dapat dilakukan pencegahan dengan menerima terapi antibiotik spektrum luas sebagai perlindungan terhadap bakteri Escherichia coli, Klabsiella pneumoniae, dan Streptococcuc

pneumoniae. Pemberian obat sefotaksim 2 g setiap 8 jam, atau sefalosporin generasi ketiga selama 5 hari 24 merupakan pilihan untuk pengobatan. Ofloxacin 400 mg peroral setiap 12 jam setara dengan pemberian secara IV cefotaxim. Pasien yang selamat dari SBP harus menerima profilaksis

antibiotik dalam jangka waktu yang panjang dengan norfloxacin 400 mg atau trimetoprim- sulfametoksazol berkekuatan ganda (Wells et al., 2015).

(15)

f.Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Ensefalopati Hepatik

 Terapi Laktulosa Untuk mengurangi konsentrasi amonia dalam darah pada pasien HE maka asupan protein harus dibatasi (sambil mempertahankan asupan kalori) sampai keadaan membaik. Asupan protein dapat dititrasi kembali berdasarkan toleransi sebanyak 1 hingga 1,5 kg/hari. Untuk mengurangi konsentrasi amonia dalam darah pada pasien HE, dapat diberikan laktulosa dimulai pada 45 mL peroral setiap jam atau 300 mL sirup laktulosa dengan 700 mL air selama 60 menit. Dosis kemudian dapat dikurangi menjadi 15 hingga 30 mL peroral setiap 8 jam sampai 12 jam (Wells et al., 2015).

 Terapi Antibiotik Rifaximin merupakan antibiotik oral spektrum luas diserap secara minimal, dengan aktivitas melawan anaerob gram negatif dan gram positif dan anaerob di usus yang telah terbukti setara atau lebih unggul dibandingkan dengan agen lain dalam pengobatan HE.

Pengobatan rifaximin 550 mg dua kali sehari selama 6 bulan (Jawaro et al., 2016).

 Terapi L-Ornithine L-Aspartate (LOLA) Terapi L-Ornithine L-Aspartate (LOLA) merupakan senyawa garam yang menstimulasi transcarbamolyase

ornithine dan coabamoyl phosphate synthetase dan merupakan substrat untuk pembentukan urea. LOLA bekerja dengan cara merangsang sintesis glutamin

di otot rangka dan mengakibatkan penurunan amonia (Leise et al., 2014). LOLA telah dievaluasi menjadi terapi alternatif jangka pendek yang aman, efektif, dan dapat ditoleransi dengan baik pada pasien sirosis dengan ensefalopati hepatik yang stabil dan pasien kronis (Jawaro et al., 2016).

H. Konsep Asuhan Keperawatan (FOKUS PADA KASUS)

Pengkajian

1.

Identifikasi klien
(16)

Meliputi nama, tempt tanggal lahir, jenis kelamin, status kawinn, agama pendidikan,

pekerjaan, alamat, No RM, dan diagnose medis.

2.

Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien datang dengan keluhan lemah atau letih,otot lemah, anoreksia, kembung, perut terasa tidak enak, keluhan perut terasa semakin membesar, berat badan menurun,

gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar, sesak napas.

3.

Riwayat kesehatan dahulu

Klien dengan sirosis hepais memiliki riwayat penyalahgunaan alcohol dalam jangka waktu yang lama, sebelumnya ada riwayat hepatitis kronis, riwayat gagal jantung, riwayat pemakaian obat-obatan, merokok.

4.

Riwayat kesehatan keluarga

Adanya keluarga yang menderita penyakit hepatitis atau sirosis hepatis.

Pemeriksaan fisik

1.

Wajah

Terdapat bintik-bintik merah, ukuran 5-20 mm, ditengahnya tampak pembuluh darah, suatu arteri kecil yang kadang-kadang dapat teraba berdenyut disebut spider nevy (angio laba-laba).

2.

Mata

Konjungtiva tampak pucat, sklera ikterik.

3.

Mulut
(17)

Bau napas khas disebabkan karena peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. Membran mukosa kering dan ikterus. Bibir tampak pucat.

4.

Hidunng

Terdapat pernapasan cuping hidung

5.

Thorax

a.

Jantung

Inspeksi : biasanya pergerakan apeks kordis tidak terlihat

Palpasi : biasanya apeks kordis tidak teraba

Pelkusi : biasanya tidak terdapat pembesaran jantung

Auskultasi : biasanya normal, tidak ada bunyi suara ketiga

b.

Paru-paru

Inspeksi : biasanya pasien menggunakan otot bantu pernapasan

Palpasi : biasanya vremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : biasanya resonance, bila terdapat efusi pleura bunyinya redup

Auskultasi : biasanya vesikuler

c.

Abdomen

Inspeksi : umbilicus menonjol, asites.

Palpasi : sebagian besar penderita hati mudah teraba dan terasa keras. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas.

(18)

Perkusi : dulnes.

Auskultasi : biasanya bising usus cepat

d.

Ekstremitas

Pada ekstremitas atas telapak tangan menjadi hiperemesis (erithema palmare).

Pada ekstremitas bawah ditemukan edema. cavilari revil lebih dari 2 detik.

e.

Kulit

Karena fungsi hati terganggu mengakibat bilirubin tidak terkonjugasi sehingga Kulit tampak ikterus. Turgor kulit jelek .

f.

Pemeriksaan penunjang

1) Uji faal hepar

 Bilirubin menningkat (N: 0,2-1,4 gr%).

 SGOT meningkat (N: 10-40 u/c).

 SGPT meningkat (N: 5-35 u/c).

 Protein total menurun (N: 6,6-8 gr/dl).

 Albumin menurun.

2) USG

Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat

permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak

penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.

(19)

3) CT (chomputed tomography)

Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta obstruksi aliran tersebut.

4) MRI

Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta obstruksi aliran tersebut.

5) Analisa gas darah

Analisa gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan keseimbangan ventilasi-pervusi dan hipooksia pada sirosis hepatis.

Diagnosa Keperawatan (SDKI)

1)

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis

2)

Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

3)

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

4)

Resiko perfusi gastrointestinal tidak efektif dibuktikan dengan disfungsi hati (sirosis hepatis)

J. Luaran Keperawatan (SLKI) dan Intervensi Keperawatan (SIKI)

intensitas nyeri frekuensi, kualitas, karakteristik, durasi, Identifikasi lokasi, -

Observasi (1.08238)

Manajemen nyeri

r e y n 1. K e l u h a n i

dengan kriteria hasil:

L.08066) menurun (

“tingkat nyeri”

selama 1x24 jam tindakan keperawatan Setelah dilakukan

hepatis) (D.0077) s i s o sir ( l

o fisi o g i s

en p e n c e d e r a g

a

d / b t u k a i r e y N .

1

) I K I S ( i s n e v r e t n I )

I K L S ( n a r a u L Keperawatan

a

s

o

n

g

a

i

D

No.

(20)

Jelaskan penyebab, -

Edukasi

meredakan nyeri pemilihan strategi sumber nyeri dalam

Pertimbangkan jenis dan -

tidur

Fasilitas istirahat dan -

pencahayaan, kebisingan) mis. Suhu ruangan, (

memperberat rasa nyeri Kontrol lingkungan yang -

musik, aromaterapi) mis, hipnosis, terapi (

mengurangi rasa nyeri nonfarmakologis untuk Berikan teknik

-

Terapeutik

penggunaan analgesik Monitor efek samping -

yang sudah diberikan terapi komplementer Monitor keberhasilan -

memperingan nyeri memperberat dan

Identifikasi faktor yang -

non verbal

Identifikasi respins nyeri -

Identifikasi skala nyeri -

membaik

r u d it .

6 P o l a membaik

s n e u k e r

F n a d i

.

5 i

menurun

it .

4 K e s u l ti a n d u r n u r u n me l

Ge i s a h .

3

u n me r u n s

i g i r Me n .

2

menurun

(21)
(22)
(23)
(24)

K. Daftar Pustaka

Agustin, D. (2013). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Dengan Sirosis Hepatis Di Ruang PU 6 Rumah Sakit Pusat Anggkatan Darat Gatot

Soebroto Jakarta Pusat . Universitas Indonesia.

Bernardi, M., Ricci, C. S., & Zaccherini, G. 2014. Role of Human Albumin in the Management of Complications of Liver Cirrhosis. Journal of Clinical and Experimental Hepatology, 1–10.

https://doi.org/10.1016/j.jceh.2014.08.007

Black, J,M et al.2014. Keperawatan Medika bedah. Manajemen Klinis Untuk Hasil yang Diharapkan. Singapure: Elsevie

Budhiarta, D. M. F. (2017). Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati dengan Varises Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014. Intisari Sains Medis, Volume 8.

Emmanuel, A., & Inns, S. 2014. Gastroenterologi and Hepatology Lecture Notes. Jakarta: Erlangga.

Jawaro, T., Yang, A., Candidate, P., Dixit, D., & Bridgeman, M. B. 2016. Management of Hepatic Encephalopathy : A Primer. Annals of Pharmacotherapy, 1 –9.

https://doi.org/10.1177/1060028016645826

Ko, D. H., Kim, T. H., Kim, J. W., Gu, J. J., Yoon, B. H., Oh, J. H., & Hong, S. G. 2017.

Tranexamic Acid-Induced Acute Renal Cortical Necrosis in PostEndoscopic Papillectomy Bleeding. Clin Endosc, 50, 609–613.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &

Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.

Jakarta: DPP PPNI.

(25)

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Kperawatan, Edisi 1.

Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI.

Putri, A. N. (2016). Upaya Penanganan Pola Napas Tidak Efektif Pada Sirosis Hepatitis Di RSUD dr.

Soehadi Prijonegoro Sragen.

Sweetman, S. C. (Ed.). 2009. Martindale Thirty-sixth Edition. China: Pharmaceitical Press.

Wells, B. G., Dipiro, J. T., Scwinghammer, T. L., & Dipiro, C. V. 2015. Pharmacotherapy Handbook .Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill

Referensi

Dokumen terkait

Banyak sekali jenis penyakit hati diantaranya sirosis hati, hepatitis, penyakit kuning, reye syndrome, penyakit wilson, dan tumor hati (Kaplan, 1989). Penyakit hepar atau hati

Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan

Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan

Pemberian antivirus pada infeksi hepatitis kronik C adalah untuk eradikasi virus, dengan harapan mencegah munculnya komplikasi penyakit hati berupa fibrosis, sirosis,

menentukan derajat fibrosis hati dengan berdasar pada fibroscan terhadap penderita penyakit hati B kronik serta manfaat S INDEX sebagai alternatif diagnostik dalam

Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel