• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTEK KERJA KHUSUS (MAGANG) DI BPDAS BARITO

N/A
N/A
Gideon Richardo

Academic year: 2025

Membagikan "LAPORAN PRAKTEK KERJA KHUSUS (MAGANG) DI BPDAS BARITO"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PRAKTIK KERJA KHUSUS (MAGANG)

BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO (BPDAS BARITO)

Oleh

GIDEON RICHARDO 2110611110019

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

2024

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PRAKTIK KERJA KHUSUS (MAGANG)

BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO (BPDAS BARITO)

Oleh :

GIDEON RICHARDO 2110611110019

Mengetahui,

Ketua Panitia Magang, Dosen Pembimbing,

Dr. Arfa Agustina R, S.Hut., M.P. Prof. Dr. Drs. Suyanto, M.P.

NIP. 197408202002122001 NIP. 195901091988101001

Tanggal : Tanggal :

i

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga kegiatan magang di BPDAS Barito dapat berjalan baik dan lancar.

Selama melaksanakan magang, penulis memperoleh banyak ilmu, pengalaman, serta pemahaman tentang proses persemaian, pelestarian lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam. Kegiatan ini tidak hanya menambah wawasan teoritis, tetapi juga memberikan kesempatan untuk mempraktikkan ilmu yang telah dipelajari selama masa pendidikan. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan kesempatan selama pelaksanaan magang, terutama kepada:

1. Bapak dan Ibu Pembimbing di BPDAS Barito yang telah memberikan arahan dan kesempatan untuk belajar di lapangan.

2. Seluruh staf dan karyawan BPDAS Barito yang telah membantu dan mendukung dalam pelaksanaan kegiatan magang ini.

3. Dosen Pembimbing serta pihak kampus yang telah memfasilitasi dan memberikan kesempatan untuk mengikuti program magang ini.

Laporan ini disusun sebagai bentuk pertanggung jawaban serta dokumentasi kegiatan magang yang telah dilaksanakan di BPDAS Barito. Penulis berharap laporan ini dapat memberikan manfaat dan menjadi referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan, serta memberikan kontribusi positif dalam pelestarian lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam.

Banjarbaru, 7 Oktober 2024 Gideon Richardo

ii

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA...ii

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR TABEL...v

DAFTAR LAMPIRAN...vi

I. PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Tujuan... 3

II. KEADAAN UMUM LOKASI...2

A. Sejarah BPDAS Barito...2

B. Letak Geografis Dan Iklim...2

C. Letak administratif dan Batas Wilayah...6

D. Kondisi Fisik Lapangan... 6

E. Kondisi Sosial Ekonomi...7

III. METODOLOGI PELAKSANAAN...5

A. Waktu Dan Tempat...5

B. Metode Pelaksanaan...5

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...10

A. Monitoring dan Evaluasi Sedimen RHL...10

B. Penilaian Tanaman Rehab DAS...17

C. Pencarian Bangunan KTA ( Dam Penahan dan Gully Plug)...22

D. Pengukuran dan Pemancangan Patok Batas Areal Penanaman RHL..27

V. PENUTUP...13

iii

(5)

A. Kesimpulan... 13 B. Saran...13 DAFTAR PUSTAKA...14

iv

(6)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1 Monitoring dan Evaluasi Sedimen di Sungai Kotabaru...15

v

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Praktik Kerja Khusus (Magang)...37

vi

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Balai pengelolaan daerah aliran sungai barito mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana, pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah dan air, pengembangan kelembagaan, pengendalian kerusakan perairan darat, dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung berdasarkan ketentuan peraturan-perundang-undangan. Seksi Program Daerah Aliran Sungai Barito mempunyai tugas penyiapan bahan penyusunan program dan rencana pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung, penyusunan rencana teknik rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah dan air, penyiapan bahan inventarisasi dan identifikasi potensi dan kerusakan daerah aliran sungai, pengembangan model pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung.

Perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan diawali dari penentuan sasaran lokasi RHL yang diarahkan pada 15 DAS prioritas, 15 danau prioritas, daerah tangkapan air (DTA) waduk/dam, dan daerah rawan bencana yang tersebar di hampir seluruh wilayah tanah air. Sasaran lokasi tersebut selanjutnya ditapis dengan peta penutupan lahan, peta tingkat bahaya erosi, peta perizinan, dan selanjutnya diverifikasi dengan citra satelit resolusi tinggi untuk dapat menentukan sasaran lokasi yang tepat.

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan aspek ruang yang bersifat sangat kompleks karena di dalamnya terjadi interaksi yang rumit antara unsur – unsur tanah, air, batuan, fisiografi, vegetasi, berbagai biota dan manusia. Interaksi yang terjadi berimplikasi pada daya dukung DAS terhadap kehidupan yang berlangsung di dalamnya. Terkait hal tersebut, maka formulasi strategi pengelolaan DAS yang

(9)

2

berguna untuk memerlukan dukungan informasi yang memadai mengenai basis DAS yang ada, baik bersifat baseline maupun perkembangan data dan kondisinya.

Informasi tersebut terbangun dalam sebuah sistem informasi yang interaktif dan dapat diakses oleh berbagai pihak terkait, termasuk proses - proses analisis yang ada di dalamnya, serta visualisasinya. Sistem informasi yang terbangun harus mempunyai referensi geografis, sehingga posisi dan dimensi geografisnya dapat terinformasikan kepada para pihak secara memadai. Tuntutan tersebut tak terelakkan mengingat DAS merupakan aspek ruang dan telah sesuai dengan amanat pasal 65 dan 66 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Sistem informasi berbasis keruangan (spasial) mempunyai keunggulan dalam integrasi data spasial (baik berupadata titik, garis maupun polygon) dan non spasial (sebagai atribut data spasial). Kemampuan dalam integrasi data spasial dan non spasial tersebut sangat diperlukan dalam analisis dan sistensis ragam data yang ada sehingga diperoleh informasi yang objektif dan memadai mengenai daya dukung dan potensi.

Hasil analisis dan sistensis data sangat penting sebagai sistem pendukung pengambilan keputusan dalam pengelolaan DAS. Sistem informasi yang berisi berbagai informasi dengan tingkat rehabilitas tinggi merupakan sistem pendukung yang sangat berguna dalam pengambilan keputusan yang terkait model pengelolaan yang sesuai. Ketersediaan sistem informasi yang dapat menampilkan data terbaik secara spasial, teks maupun gambar sudah menjadi kebutuhan bersama. Sistem ini sebagai tempat pengumpulan data.

(10)

3

B. Tujuan

Tujuan pada Praktik Kerja Khusus (Magang) sebagai berikut:

1. Melatih mahasiswa agar memperoleh keterampilan dalam melakukan kegiatan di bidang kehutanan.

2. Memberikan pengalaman bagi para calon sarjana kehutanan agar dapat bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, sebagai bekal di masa yang akan dating.

(11)

II. KEADAAN UMUM LOKASI

A. Sejarah BPDAS Barito

Berdasarkan pasal 1 ayat 1 peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan nomor P.10/Menlhk/Setjen/OTL/0/1/2016 tentang organisasi dan tata kerja BPDASHL, BPDASHL merupakan unit pelaksanaan teknis di bidang pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur jenderal pengendalian daerah aliran sungai dan hutan lindung. BPDASHL membantu DITJEN PDASHL dalam mengoptimalkan tugas pelayanan pembangunan bidang pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung di daerah. Berdasarkan pasal 15 peraturan presiden nomor 16 Tahun 2015 tentang kementrian lingkungan hidup dan kehutanan, DITJEN PDASHL mempunyai tugas untuk menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan daya dukung daerah aliran sungai dan hutan lindung.

Pembagian nama, lokasi dan wilayah kerja BPDASHL tercantum pada lampiran peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan republik indonesia nomor P.79/MenLhk/Setjen/OTL.0/9/2016 tentang perubahan atas peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan nomor 19 P.10/Menlhk/Setjen/OTL/0/1/2016 tentang organisasi dan tata kerja.

B. Letak Geografis Dan Iklim

Secara geografis wilayah kerja BPDAS Barito terletak antara 113°13″12.9385′ Bujur Timur (BT) sampai dengan 116°33″53.0742′ BT dan 0°46″59.0538′ Lintang Selatan (LS) – 4°10″42.2762′ LS. Sedangkan tipe iklim di wilayah kerja BPDAS Barito yang meliputi seluruh provinsi kalimantan selatan dan

(12)

5

sebagian kabupaten di provinsi kalimantan tengah (4 kabupaten) termasuk tipe B sampai E yang berarti basah sampai dengan agak kering. Tipe iklim D (sedang) meliputi penyebaran sebagian besar luas wilayah kalimantan selatan, yaitu seluruh kabupaten tabalong, balangan, hulu sungai utara, hulu sungai tengah, hulu sungai selatan, barito kuala, dan sebagian wilayah kabupaten tapin, banjar, tanah laut, tanah bumbu dan kotabaru. Wilayah yang termasuk tipe iklim C (agak basah) meliputi sebagian wilayah kabupaten banjar dan tapin. Tipe iklim E (agak kering) meliputi sebagian wilayah kabupaten tanah laut, tanah bumbu dan kotabaru, sedangkan tipe iklim B (basah) hanya meliputi sebagian kecil wilayah kabupaten tapin. Daerah kalimantan selatan terdiri dari 2 (dua) musim, yaitu : musim hujan dan musim kemarau (panas).

Musim hujan biasanya terjadi pada bulan oktober sampai dengan mei, pada waktu itu angin bertiup dari arah timur laut, sedangkan musim kemarau (panas) terjadi pada bulan juni sampai dengan agustus dan diantara kedua musim tersebut terdapat musim pancaroba. Hal serupa juga terjadi pada 4 (empat) kabupaten di provinsi kalimantan tengah. Temperatur udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Data temperatur udara yang dilaporkan badan meteorologi dan geofisika stasiun meteorologi syamsuddin noor, temperatur udara maksimun di daerah kalimantan selatan berkisar antara 33,1°C – 35°C, temperatur udara minimun berkisar antara 22,6°C – 23,8°C. Temperatur rata-rata berkisar antara 15,6°C sampai 26,9°C. Kelembaban udara maksimun di daerah ini berkisar antara 96% - 98% dan kelembaban minimun berkisar antara 35% - 58%, sedangkan rata- ratanya tiap bulan 60% - 87%. Penyinaran matahari di Kalimantan Selatan dengan

(13)

6

intensitas tertinggi pada bulan april yaitu 75% dan intensitas terendah terjadi pada bulan desember yaitu 33%, dengan rata-rata intensitas penyinaran 52,5%. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Curah hujan tertinggi di daerah ini terjadi di bulan maret yaitu 426,0 mm sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan september yaitu 75,0 mm. Wilayah kalimantan selatan mendapat curah hujan tahunan antara 922 mm/tahun sampai dengan 2.455 mm/tahun. Bulan basah terjadi mulai dari bulan november sampai dengan bulan april, sedangkan bulan-bulan kering rata-rata mulai dari bulan mei sampai bulan oktober (menurut Schmidt- Ferguson).

C. Letak administratif dan Batas Wilayah

Secara administratif letak kantor BPDAS Barito terletak di Jalan Bhayangkara No.C08, Sungai Besar, Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Ditinjau berdasarkan batas topografinya maka wilayah kerja BPDAS Barito disebelah utara dibatasi oleh pegunungan muller dan, sebelah timur dibatasi oleh bukit puruk habatuan dan bukit karang, sebelah barat dibatasi pegunungan luang dan sebelah selatan dibatasi oleh laut jawa.

D. Kondisi Fisik Lapangan

Berdasarkan data kabupaten dalam angka keadaan topografi atau letak ketinggian secara umum di sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Tengah merupakan dataran rendah, ketinggiannya berkisar antara 0 s/d 150 meter di wilayah utara merupakan daerah perbukitan dimana terbentang pegunungan muller- schwanner dengan puncak ketinggiannya mencapai 2.278 meter dari permukaan air laut, kemudian pada masing-masing kabupaten yang lain sangat bervariasi dan

(14)

7

merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar bagi pengembangan seluruh potensi daerah. DAS barito bagian hulu berada pada ketinggian 45 – 1.300 meter di atas permukaan air laut. Ketinggian tempat dari permukaan air laut berpengaruh terhadap suhu udara, yaitu setiap kenaikan 100 m, suhu akan turun 0,60C, sehingga makin tinggi suatu tempat akan menyebabkan daerah tersebut mempunyai suhu lebih rendah. Bentuk lapangan bervariasi berkisar dari datar, berombak, bergelombang, berbukit kecil, berbukit sedang, berbukit besar dan bergunung.

E. Kondisi Sosial Ekonomi

Dari data kependudukan diketahui bahwa jumlah penduduk di wilayah kerja BPDAS Barito sebanyak 3.795.307 jiwa, dimana 3.396.680 jiwa berada di Provinsi Kalimantan Selatan dan sisanya berada di Provinsi Kalimantan Tengah (4 kabupaten). Dilihat pada aspek pertumbuhan penduduk maka di Kalimantan Selatan rata-rata lebih dari 1 % per tahun, dan di kalimantan tengah kurang dari 1 % pertahun. Pertambahan penduduk yang cepat umumnya disebabkan karena sarana dan prasarana yang lebih memadai serta kemudahan akses dari aspek kesehatan, komunikasi serta pelayanan pemerintahan.

Sumber pendapatan penduduk yang berasal dari lahan sangat besar pengaruhnya pada sumber daya alam itu sendiri, apabila petani hanya mengandalkan hidupnya dari lahan itu saja. Jumlah penduduk bekerja dalam suatu wilayah akan sangat menentukan tingkat pertumbuhan khususnya dimana sumber mata pencaharian itu berada. Pendapatan masyarakat dari sektor pertanian umumnya berasal dari usaha persawahan dan ladang, dimana lahan yang diusahakan terutama berada di daerah hilir yaitu Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, dan Kabupaten Tanah Laut.

(15)

8

Tingkat pendidikan rata - rata yang dimiliki penduduk dalam suatu wilayah akan menggambarkan sejauhmana dan cepat tidaknya adopsi kegiatan konservasi ta nah dan air dalam hal ini kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Pada umumnya di se tiap kecamatan di Provinsi Kalimantan Selatan telah terdapat paling sedikit 1 (satu) sekolah tingkat SLTA (SMA) dan 3 (tiga) SLTP (SMP) atau sederajat. Sehingga rata-rata pendidikan minimum yang telah dijalani oleh masyarakat di Provinsi Kalimantan Selatan saat ini adalah setingkat SLTA atau sederajat. Untuk 4 (empat) kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah yang termasuk dalam wilayah kerja BPDAS Barito yaitu kabupaten Barito Selatan, Brito Timur, Barito Utara, dan Murung Raya umumnya tingkat pendidikan masyarakat masih rendah dimana lapangan pekerjaan lebih mengandalkan pemanfaatan sumber daya alam (hutan).

Infrastruktur pendidikan pada 4 (empat) kabupaten ini masih relatif sedikit dimana pada setiap kecamatan hanya terdapat 2 – 3 buah SLTP (SMP), sedangkan SLTA (SMA) hanya terdapat di ibukota kabupaten dengan jarak rata-rata puluhan kilometer dari tiap kecamatan.

(16)

III. METODOLOGI PELAKSANAAN

A. Waktu Dan Tempat

Praktik Kerja Khusus (Magang) yang dilakukan 2 bulan efektif terhitung mulai 2 Juli 2024 sampai dengan 8 September 2024 yang dilaksanakan di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Barito (BPDAS Barito).

B. Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi selama magang yaitu dengan praktik kerja langsung dengan mengikuti berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Barito, penyedia dan pelaksana kegiatan serta studi literatur, dan pencarian melalui internet.

1. Monitoring Dan Evaluasi Sedimen RHL

Kegiatan pada tahap ini mencakup pengukuran panjang penampang basah, pengukuran tinggi muka air, pengukuran kecepatan laju arus sungai dengan menggunakan botol dan pengambilan sampel air dibagian kiri, tengah dan kanan.

Monitoring dilakukan untuk menilai sejauh mana perubahan fisik dan upaya rehabilitasi lahan yang dapat mempengaruhi pengurangan sedimentasi dialiran air sungai, tentunya hal ini menjadi indikator dalam mengurangi terjadinya erosi dan limpasan permukaan. Secara keseluruhan kegiatan monitoring dan evaluasi sedimen sangat berperan penting dalam menilai dan meningkatkan efektivitas program RHL agar kelangsungan ekosistem tetap selalu terjaga kelestariannya.

(17)

10

2. Penilaian Tanaman Rehab DAS

Rehabilitasi DAS merupakan penanaman yang dilakukan di dalam dan di luar kawasan hutan. Penanaman ini merupakan salah satu kewajiban bagi pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dan pemegang Keputusan Menteri tentang Pelepasan Kawasan Hutan. Rehabilitasi DAS bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya dukung, produktivitas, dan peranan hutan dan lahan dalam menjaga sistem penyangga kehidupan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas program penanaman dan keberlanjutan vegetasi yang telah ditanam dengan mengamati dan menilai sesuai dengan keadaan yang ada dilapangan.

3. Pencarian Bangunan KTA (DPN dan Gully plug)

Penerapan konservasi tanah dan air dalam kegiatan Rehabilitasi hutan dan lahan merupakan upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan, sehingga daya dukung produktivitas dan peranannya dapat mendukung sistem penyanggah kehidupan agar tetap terjaga dengan baik.

Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang tanah, pada penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut, dan memperlakukannya sesuai dengan syarat syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga dapat mendukung kehidupan secara lestari.

Dalam Kegiatan ini meliputi kegiatan pembuatan Dam Penahan dan Gully Plug. Dam Penahan merupakan bendungan kecil yang lolos air yang dibuat pada alur Sungai dengan tinggi maksimal 4 Meter yang berfungsi untuk mengendalikan /mengendapkan sedimentasi/erosi tanah dan aliran permukaan.

Salah satu indikator utama adalah peningkatan tutupan vegetasi di area yang

(18)

11

direhabilitasi.

Gully Plug adalah bendungan kecil yang lolos air yang dibuat pada parit- parit, melintang alur parit, dengan kontruksi batu, tujuannya memperbaiki lahan yang rusak berupa jurang/parit akibat gerusan air, guna mencegah jurang/parit yang semakin besar, sehingga erosi dan sedimentasi bisa terkendali.

4. Pengukuran dan Pemancangan Patok Batas Areal Penanaman RHL

Blok luas penanaman yang telah diukur dan ditetapkan mempertimbangkan kondisi biofisik dan sosial ekonomi. Satu blok areal penanaman dapat berupa beberapa petak pola tanaman, penataan batas blok areal penanaman ditandai dengan pal batas blok (Patok Utama), yang dipasang pada tempat tertentu yang memungkinkan disepanjang jalur batas blok dengan mempertimbangkan topografi keadaan lahan. Pal batas blok dibuat dengan menggunakan balok kayu yang sesuai dengan standar. Patok berfungsi sebagai tanda pembatas suatu wilayah areal yang akan dilakukan penanaman.

(19)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Monitoring dan Evaluasi Sedimen RHL

1. Lokasi

Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Sedimen RHL dilaksanakan di Desa Sungai Kupang, Kecamatan. Kelumpang Hulu, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

2. Bahan dan Peralatan Kerja a) Meteran

b) Botol c) Stopwatch d) Pemberat e) Tali 3. Prosedur Kerja

a) Penentuan Lokasi Monitoring : Menentukan titik-titik lokasi strategis untuk pengukuran sedimen berdasarkan wilayah yang telah dilakukan rehabilitasi.

b) Pengukuran Debit Air : Debit air juga diukur untuk mengetahui hubungan antara aliran air dengan laju sedimentasi.

c) Pengukuran Sedimen di Sungai : Mengambil sampel sedimen di dasar sungai atau aliran air untuk dianalisis lebih lanjut di laboratorium.

(20)

13

4. Landasan Teori

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) merupakan upaya untuk memulihkan fungsi ekosistem yang terganggu akibat degradasi hutan dan lahan. Salah satu indikator keberhasilan RHL adalah kondisi hidrologi daerah aliran sungai (DAS), terutama terkait dengan aliran air dan sedimen. Untuk memastikan efektivitas program RHL, diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev) yang sistematis dan ilmiah. Dari sudut pandang ilmu kehutanan, monitoring dan evaluasi sedimen sangat penting untuk menilai dinamika tanah dan air pasca-rehabilitasi, serta memastikan keberlanjutan ekosistem yang dipulihkan.

Monitoring adalah proses pengumpulan data secara sistematis dan terus menerus untuk memahami kondisi lingkungan dari waktu ke waktu. Evaluasi, di sisi lain, adalah analisis terhadap data yang telah dikumpulkan untuk menilai efektivitas suatu program atau kegiatan. Dalam konteks RHL, Monev sedimen bertujuan untuk: Menilai perubahan karakteristik hidrologi, khususnya erosivitas tanah dan sedimentasi di DAS yang terdegradasi, mengukur efektivitas vegetasi rehabilitasi dalam menahan laju erosi dan pengendapan sedimen. memberikan umpan balik yang berbasis data untuk perbaikan program RHL di masa mendatang.

Sedimentasi merupakan hasil dari erosi tanah, yang merupakan salah satu permasalahan utama di daerah hutan dan lahan yang terdegradasi. Erosi tanah terjadi ketika tanah terlepas dari lapisan permukaan oleh air hujan atau aliran permukaan. Dalam konteks rehabilitasi hutan, sedimentasi biasanya terjadi karena kehilangan vegetasi alami, terutama pohon-pohon besar, berperan penting dalam menahan tanah dan memperlambat aliran air permukaan. Degradasi lahan: Ketika lahan menjadi terbuka, proses erosi meningkat karena kurangnya perlindungan dari

(21)

14

tumbuhan. Topografi curam: Area dengan kemiringan yang curam lebih rentan terhadap erosi dan sedimentasi. RHL bertujuan untuk mengurangi proses-proses ini dengan memulihkan tutupan lahan melalui penanaman pohon dan teknik pengelolaan lahan yang tepat.

Ilmu kehutanan memandang sedimen sebagai bagian integral dari sistem ekosistem hutan. Sedimen yang terbawa air hujan atau aliran permukaan dapat mengganggu fungsi ekosistem perairan, memperburuk kondisi tanah, dan menurunkan produktivitas pertanian. Ketika proses erosi tanah dan sedimentasi meningkat di DAS yang terdegradasi, ini berimplikasi pada: Penurunan kualitas air di sungai atau waduk akibat tingginya konsentrasi partikel tanah. menurunnya kapasitas tampungan waduk dan bendungan akibat pengendapan sedimen, berkurangnya keberagaman biota air akibat perubahan habitat. vegetasi hutan yang dipulihkan melalui program RHL membantu menahan tanah dan mengurangi laju sedimentasi. Oleh karena itu, penting untuk memantau perubahan sedimen setelah kegiatan RHL untuk menilai keberhasilan program ini.

Dari sudut pandang ekosistem hutan, vegetasi memainkan peran penting dalam siklus hidrologi. Vegetasi, terutama pohon, dapat mengurangi aliran permukaan dengan cara: Memperbaiki struktur tanah: Akar tanaman membantu memperkuat agregat tanah sehingga lebih tahan terhadap erosi. meningkatkan infiltrasi air: Vegetasi membantu meningkatkan daya serap tanah terhadap air hujan, sehingga mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya erosi. menahan partikel tanah: Serasah dan vegetasi di permukaan tanah memperlambat laju air hujan, mengurangi kekuatan aliran air yang menggerus tanah. Dengan adanya vegetasi yang tumbuh setelah rehabilitasi, tingkat sedimentasi dapat dikurangi.

(22)

15

5. Hasil dan Pembahasan

Tabel 1 Monitoring dan Evaluasi Sedimen di Sungai Kotabaru

No Tanggal Lokasi

Curah Hujan (mm/h ari)

Debit Air (m³/s)

Keker uhan

Air (NTU)

Erosi Sedimen (ton/ha/tahu

n)

Tingkat Kerusak

an Lahan

1 12/01/2024 Hulu

Sungai 35 12 150 3.5 Sedang

2 19/02/2024 Tengah

Sungai 25 10 120 2.7 Rendah

3 25/03/2024 Hilir

Sungai 40 15 180 4.0 Tinggi

4 05/04/2024 Hulu

Sungai 20 8 100 2.0 Rendah

5 13/05/2024 Tengah

Sungai 30 11 140 3.2 Sedang

6 20/06/2024 Hilir

Sungai 50 18 200 5.0 Tinggi

Keterangan Variabel:

1. Curah Hujan (mm/hari): Jumlah hujan yang jatuh pada lokasi tersebut.

2. Debit Air (m³/s): Volume air yang mengalir di sungai per satuan waktu.

3. Kekeruhan Air (NTU): Ukuran tingkat kekeruhan air akibat partikel sedimen dalam air, diukur dalam Nephelometric Turbidity Units (NTU).

4. Erosi Sedimen (ton/ha/tahun): Jumlah tanah atau sedimen yang hilang dari

(23)

16

suatu lahan akibat erosi selama setahun, dinyatakan dalam ton per hektar per tahun.

5. Tingkat Kerusakan Lahan: Klasifikasi tingkat kerusakan berdasarkan kekeruhan air dan erosi sedimen (Rendah, Sedang, Tinggi).

6. Catatan: Observasi lapangan yang menjelaskan kondisi spesifik pada tanggal tersebut.

Monitoring dan evaluasi sedimen dalam konteks Ruang Hidup Lahan (RHL) merupakan proses penting untuk memastikan keberlanjutan dan kesehatan ekosistem. Monitoring sedimen melibatkan pengumpulan data tentang kualitas dan kuantitas sedimen di suatu area, termasuk analisis komposisi dan sumber sedimen tersebut. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk menilai dampak kegiatan manusia, seperti pertanian dan penebangan hutan, yang dapat menyebabkan erosi dan pencemaran, serta untuk mengidentifikasi perubahan alami dalam ekosistem.

Evaluasi sedimen, di sisi lain, berfokus pada analisis data yang telah dikumpulkan untuk mengidentifikasi tren dan pola. Proses ini membantu dalam menentukan efektivitas langkah-langkah pengelolaan yang telah diambil, seperti restorasi lahan atau perbaikan drainase. Dengan mengevaluasi perubahan sedimen dari waktu ke waktu, pengelola RHL dapat mengadaptasi strategi dan kebijakan untuk mengurangi dampak negatif serta meningkatkan kualitas lingkungan.

Keterlibatan komunitas lokal dalam monitoring dan evaluasi sedimen juga sangat penting. Partisipasi masyarakat tidak hanya meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan, tetapi juga memberikan data yang lebih akurat dan relevan. Melalui kolaborasi antara ilmuwan, pengelola, dan masyarakat, monitoring

(24)

17

dan evaluasi sedimen dapat menjadi alat yang efektif untuk mencapai tujuan keberlanjutan dan perlindungan ekosistem di RHL.

Kegiatan ini dilakukan di Sungai Kupang kecamatan Kelumpang Hulu, Kab.

Kotabaru Kalimantan Selatan. Kegiatan ini mencakup pengukuran panjang penampang basah, pengukuran tinggi muka air, pengukuran kecepatan laju arus sungai dengan menggunakan botol, dan pengambilan sampel air dibagian kiri, tengah, dan kanan sungai untuk selanjutnya akan dianalisis, guna mengetahui kualitas air dan kandungan sedimen pada sungai tersebut.

B. Penilaian Tanaman Rehab DAS 1. Lokasi

Lokasi Penilaian Rehab DAS dilaksanakan didaerah Benua Riam Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan

2. Bahan dan Peralatan Kerja a) Pita ukur

b) Tali

c) Handphone d) Tallysheet e) Parang 3. Prosedur Kerja

a) Penentuan Lokasi Sampling : Menentukan lokasi penilaian berdasarkan area yang telah direhabilitasi. Lokasi dipilih secara representatif untuk mencakup berbagai kondisi lahan, seperti ketinggian, kemiringan, dan jenis tanah.

b) Transek Line : Membuat garis lurus melintasi area penilaian, di mana

(25)

18

tanaman diukur pada interval tertentu di sepanjang garis.

c) Memfoto tanaman dengan menggunakan Time stamp dan mengukur ketinggian tanaman

4. Landasan Teori

Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu strategi dalam mitigasi degradasi lahan dan memperbaiki fungsi ekosistem hutan. DAS adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas topografi yang mengalirkan air hujan ke satu titik tertentu (sungai, danau, atau lautan). Pada DAS yang mengalami kerusakan, upaya rehabilitasi melalui penanaman vegetasi menjadi penting untuk mengembalikan fungsi hidrologis dan ekologis. Dalam ilmu kehutanan, penilaian tanaman dalam rehabilitasi DAS bertujuan untuk memastikan bahwa jenis vegetasi yang ditanam mampu memperbaiki ekosistem, mengurangi laju erosi, memperbaiki kualitas tanah, serta memulihkan fungsi hidrologi.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah unit pengelolaan lanskap yang mencakup semua elemen alami seperti air, tanah, vegetasi, dan biota yang berinteraksi dalam suatu sistem yang saling memengaruhi. Degradasi DAS seringkali disebabkan oleh aktivitas manusia seperti deforestasi, pertanian yang tidak berkelanjutan, dan pembangunan infrastruktur yang berlebihan. Rehabilitasi DAS berfokus pada pemulihan tutupan vegetasi yang rusak serta meningkatkan kualitas dan fungsi ekosistem. Penilaian tanaman dalam proses ini memegang peran penting karena vegetasi berperan dalam mengatur aliran air, mengurangi erosi, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan keanekaragaman hayati.

Dalam pengelolaan DAS, tujuan utama penanaman rehabilitasi adalah:

Pengendalian erosi: Tanaman bertindak sebagai penahan erosi dengan mencegah

(26)

19

perpindahan partikel tanah yang disebabkan oleh aliran air permukaan. Pemulihan fungsi hidrologi: Vegetasi membantu dalam siklus air melalui peningkatan infiltrasi, pengurangan limpasan permukaan, dan penyimpanan air di dalam tanah.

Perbaikan kualitas tanah: Akar tanaman memperbaiki struktur tanah, meningkatkan porositas, dan mengurangi kepadatan tanah, yang mendukung pertumbuhan tanaman lebih lanjut serta meningkatkan produktivitas ekosistem. Peningkatan keanekaragaman hayati: Dengan menanam vegetasi asli, rehabilitasi DAS juga berperan dalam meningkatkan habitat bagi berbagai spesies, sehingga mendukung keanekaragaman hayati lokal.

Penilaian tanaman dalam konteks rehabilitasi DAS melibatkan beberapa kriteria, yang mencakup aspek fisik, biologis, dan ekosistem, antara lain Pemilihan jenis tanaman yang tepat sangat penting dalam keberhasilan rehabilitasi. Beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan termasuk: Tanaman asli (endemis): Tanaman asli lebih baik beradaptasi dengan kondisi lingkungan lokal dan memiliki fungsi ekologis yang lebih baik dalam memulihkan ekosistem. Kemampuan perakaran:

Jenis tanaman dengan sistem perakaran yang dalam dan kuat lebih efektif dalam menahan tanah dan mengurangi erosi. Nilai ekonomi: Dalam beberapa kasus, tanaman yang dipilih juga mempertimbangkan aspek ekonomi masyarakat setempat, seperti pohon penghasil kayu, buah-buahan, atau produk hutan non-kayu.

Penilaian terhadap laju pertumbuhan tanaman dan tingkat keberhasilan hidup (survival rate) sangat penting dalam mengevaluasi efektivitas program rehabilitasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain: Keberhasilan penanaman:

Persentase bibit yang berhasil tumbuh setelah ditanam. Laju pertumbuhan tinggi

(27)

20

dan diameter: Pengukuran pertumbuhan tinggi tanaman dan diameter batang memberikan gambaran tentang adaptasi tanaman terhadap lingkungan setempat.

Ketahanan terhadap kekeringan atau banjir: Kemampuan tanaman untuk bertahan dalam kondisi ekstrem menentukan keberhasilan rehabilitasi dalam jangka panjang.

Peran Vegetasi dalam Pengurangan Erosi, Vegetasi berperan penting dalam pengurangan erosi melalui beberapa mekanisme, seperti: Penutupan kanopi:

Kanopi tanaman mengurangi intensitas curah hujan yang mencapai permukaan tanah, sehingga mengurangi potensi erosi. Akar tanaman: Akar tanaman menahan partikel tanah agar tidak mudah tererosi oleh air. Serasah daun: Litter (serasah) di lantai hutan membantu menjaga kelembaban tanah, menambah bahan organik, dan mengurangi aliran permukaan.

Penilaian tanaman tidak hanya mempertimbangkan aspek biofisik, tetapi juga memperhitungkan dampak sosial dari kegiatan rehabilitasi. Keberhasilan program rehabilitasi dapat diukur dari bagaimana tanaman yang dipilih memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, seperti kayu, buah-buahan, atau produk lain yang dapat dipanen secara berkelanjutan. Selain itu, tanaman yang berhasil memulihkan DAS akan memberikan manfaat ekologis jangka panjang seperti peningkatan kualitas air, pemulihan habitat satwa liar, dan peningkatan layanan ekosistem (seperti penyediaan oksigen, pengendalian banjir, dan pengaturan iklim mikro).

5. Hasil dan Pembahasan

Penilaian rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan langkah krusial untuk memastikan keberlanjutan ekosistem dan keberhasilan program rehabilitasi. Dalam proses ini, dilakukan evaluasi terhadap kondisi lingkungan, seperti kualitas air, tutupan lahan, dan keberadaan flora dan fauna. Data yang

(28)

21

diperoleh membantu dalam merumuskan strategi yang tepat untuk perbaikan dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. penilaian ini juga melibatkan partisipasi masyarakat setempat. Masyarakat diharapkan memberikan masukan mengenai perubahan yang mereka amati, serta dampak dari kegiatan rehabilitasi yang dilakukan. Dengan melibatkan masyarakat, program rehabilitasi dapat lebih adaptif dan sesuai dengan kebutuhan lokal, sehingga meningkatkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap lingkungan.

Hasil penilaian rehabilitasi DAS akan menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan dan tindakan lebih lanjut. Penilaian yang akurat dan komprehensif tidak hanya memberikan gambaran tentang keberhasilan program, tetapi juga mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki. Dengan demikian, upaya rehabilitasi DAS dapat berlangsung secara efektif dan memberikan manfaat jangka panjang bagi ekosistem dan masyarakat.

Penanaman yang dilakukan di dalam dan di luar kawasan hutan. Penanaman ini merupakan salah satu kewajiban bagi pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dan pemegang Keputusan Menteri tentang Pelepasan Kawasan Hutan.

Rehabilitasi DAS bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya dukung, produktivitas, dan peranan hutan dan lahan dalam menjaga sistem penyangga kehidupan. Kegiatan penilaian keberhasilan penanaman Rehab DAS dilakukan dilokasi Benua Riam dan Apuai, Kabupaten Banjar. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas program penanaman dan keberlanjutan vegetasi yang telah ditanam dengan mengamati dan menilai sesuai dengan keadaan yang ada dilapangan.

(29)

22

Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (Rehab DAS) bertujuan untuk memperbaiki kondisi lahan kritis dan memperkuat fungsi ekologis DAS, terutama dalam hal konservasi tanah dan air. Dalam kehutanan, hal ini penting untuk memastikan keberlanjutan produktivitas hutan, stabilitas ekosistem, dan manfaat ekologi jangka Panjang, beberapa tujuan spesifik dari Rehab DAS antara lain meningkatkan kualitas tutupan lahan melalui reboisasi atau agroforestri. dan mengurangi laju erosi dan sedimentasi.

C. Pencarian Bangunan KTA ( Dam Penahan dan Gully Plug) 1. Lokasi

Pencarian bangunan KTA dilaksanakan didaerah Desa Sungai Jelai, Kecamatan Tambang Ulang, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan

2. Bahan dan Peralatan Kerja a) Pita

b) Plang dari seng c) Spidol

d) Aplikasi timestime 3. Prosedur Kerja

a) Pemilihan Lokasi DAS Prioritas : Lokasi DAS yang akan direhabilitasi dipilih berdasarkan tingkat kerusakan lahan, erosi, dan sedimentasi. Data ini diperoleh dari survei lapangan sebelumnya, citra satelit, dan data hidrologi.

b) Penentuan Lokasi Potensial Gully Plug c) Penentuan Lokasi Potensial Dam Penahan d) Pengukuran Kemiringan dan Kedalaman Gully e) Pemasangan plang berisi koordinat lokasi

(30)

23

4. Landasan Teori

Bangunan Konservasi Tanah dan Air (KTA), seperti dam penahan dan gully plug, adalah struktur yang dirancang untuk mengelola aliran air dan mengurangi erosi di lahan yang terdegradasi. Dalam konteks ilmu kehutanan, pencarian lokasi yang tepat untuk bangunan ini sangat penting untuk keberhasilan konservasi tanah dan air di daerah aliran sungai (DAS) dan kawasan hutan yang rawan erosi.

Kegiatan ini memerlukan pemahaman menyeluruh tentang dinamika hidrologi, karakteristik tanah, dan topografi kawasan tersebut, sehingga dampak negatif dari erosi dan sedimentasi dapat diminimalkan, sekaligus memperbaiki ekosistem hutan yang rusak dan terdegradasi, oleh sebab itu harus adanya perbaikan.

Konservasi tanah dan air adalah upaya untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan dengan tujuan menjaga kesuburan tanah, mengurangi erosi, dan mengoptimalkan penggunaan air. Dalam ilmu kehutanan, hal ini sangat relevan karena hutan berperan sebagai salah satu elemen utama dalam menjaga keseimbangan hidrologi dan stabilitas tanah. Pembangunan KTA, seperti dam penahan dan gully plug, berfungsi sebagai metode pengendalian erosi yang memanfaatkan vegetasi hutan, struktur tanah, dan topografi alami untuk mengurangi dampak negatif aliran air permukaan.

Dalam konteks rehabilitasi dan pengelolaan DAS, tujuan pembangunan bangunan KTA meliputi: Mengurangi erosi tanah: Struktur seperti dam penahan dan gully plug bertujuan mengendalikan laju aliran air sehingga erosi tanah dapat diminimalkan. Mengendalikan sedimentasi: Struktur ini juga berfungsi untuk menangkap sedimen yang terbawa oleh aliran air, sehingga mencegah sedimentasi di hilir sungai atau waduk. Memperbaiki infiltrasi air: Dengan memperlambat aliran

(31)

24

air permukaan, bangunan KTA memungkinkan air untuk meresap ke dalam tanah, yang membantu meningkatkan kandungan air tanah. Mendukung pertumbuhan vegetasi: Dengan mengurangi erosi dan menyediakan air yang lebih stabil, bangunan ini menciptakan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman di area rehabilitasi.

Pemilihan lokasi yang tepat untuk bangunan KTA seperti dam penahan dan gully plug merupakan proses yang penting untuk memastikan efektivitas struktur tersebut. Dari sudut pandang ilmu kehutanan, ada beberapa faktor utama yang harus diperhatikan: Topografi merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi bangunan KTA karena mempengaruhi aliran air permukaan dan erosi. Lokasi yang ideal untuk dam penahan dan gully plug adalah pada: Kemiringan lereng yang signifikan: Di lereng curam, aliran air cenderung lebih cepat, yang menyebabkan erosi tanah lebih parah.

Struktur KTA dibangun untuk memperlambat aliran di lereng ini. Lokasi cekungan alami: Bangunan KTA sering ditempatkan di cekungan alami untuk memaksimalkan penangkapan air dan sedimen. Jenis dan kondisi tanah menentukan seberapa efektif bangunan KTA dalam mengurangi erosi dan meningkatkan infiltrasi. Beberapa karakteristik tanah yang perlu diperhatikan meliputi: Tingkat erodibilitas tanah: Tanah yang mudah tererosi, seperti tanah lempung berpasir, memerlukan perhatian khusus karena lebih rentan terhadap pengikisan.

Kemampuan infiltrasi tanah: Lokasi dengan infiltrasi rendah membutuhkan struktur yang dapat menahan air lebih lama untuk memungkinkan resapan ke dalam tanah.

Vegetasi di sekitar lokasi KTA berfungsi sebagai penahan alami terhadap erosi. Penanaman vegetasi di sekitar bangunan KTA dapat meningkatkan efektivitas

(32)

25

struktur dalam menahan tanah dan menyerap air. Vegetasi yang berfungsi dengan baik biasanya adalah tanaman yang memiliki akar dalam dan kanopi yang luas, seperti pohon-pohon kehutanan.

Kondisi hidrologis DAS sangat memengaruhi pemilihan lokasi bangunan KTA. Pengelolaan aliran air di daerah dengan curah hujan tinggi memerlukan struktur yang lebih kokoh dan berkapasitas besar untuk menahan aliran air yang besar. Faktor hidrologi yang penting adalah Debit aliran air: Struktur KTA harus mampu menahan debit aliran yang terjadi selama musim hujan untuk mengurangi risiko kerusakan dan jebol. Periode aliran air: Pengukuran aliran air sepanjang tahun akan membantu dalam desain struktur yang sesuai dengan kondisi hidrologi setempat.

Penentuan lokasi bangunan KTA dapat dilakukan melalui metode-metode ilmiah berikut: Pemetaan topografi dan geomorfologi: Penggunaan teknologi pemetaan seperti GIS (Geographic Information System) untuk mengidentifikasi area dengan risiko erosi tinggi dan potensi lokasi KTA yang ideal. Analisis hidrologi: Menggunakan model hidrologi untuk memetakan aliran air dan erosi tanah dalam DAS, serta menentukan lokasi yang tepat untuk bangunan KTA.

5. Hasil dan Pembahasan

Penerapan konservasi tanah dan air dalam kegiatan Rehabilitasi hutan dan lahan merupakan upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan, sehingga daya dukung produktivitas dan peranannya dapat mendukung sistem penyanggah kehidupan agar tetap terjaga dengan baik.

Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang tanah, pada penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut, dan memperlakukannya sesuai

(33)

26

dengan syarat syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga dapat mendukung kehidupan secara lestari.

Dalam Kegiatan ini meliputi kegiatan pembuatan Dam Penahan dan Gully Plug. Dam Penahan merupakan bendungan kecil yang lolos air yang dibuat pada alur Sungai dengan tinggi maksimal 4 Meter yang berfungsi untuk mengendalikan /mengendapkan sedimentasi/erosi tanah dan aliran permukaan.

Gully Plug adalah bendungan kecil yang lolos air yang dibuat pada parit- parit, melintang alur parit, dengan kontruksi batu, tujuannya memperbaiki lahan yang rusak berupa jurang/parit akibat gerusan air, guna mencegah jurang/parit yang semakin besar, sehingga erosi dan sedimentasi bisa terkendali.

Konservasi tanah dan air berperan krusial dalam menjaga keberlanjutan ekosistem hutan. Erosi tanah yang tidak terkendali dan kerusakan aliran air dapat mengganggu produktivitas hutan, mempengaruhi ketersediaan air, dan menurunkan kualitas tanah. Oleh karena itu, teknik seperti pembangunan dam penaahan dan gully plug sangat penting untuk mengendalikan laju erosi, memperbaiki infiltrasi air, dan mempertahankan struktur tanah yang stabil.

Pembangunan dam penaahan dan gully plug di hutan bertujuan lebih dari sekedar konservasi tanah, tetapi juga memperbaiki kondisi ekosistem. Dengan menahan aliran air dan mencegah kehilangan tanah, teknik ini mendukung regenerasi alami hutan, termasuk pertumbuhan kembali tanaman asli yang penting bagi stabilitas lingkungan. Dalam konteks kehutanan, dam penaahan biasanya dibangun di alur-alur kecil dengan tujuan menahan aliran air selama musim hujan dan memungkinkan infiltrasi air ke dalam tanah. Konstruksi ini sering menggunakan material alami seperti batu, kayu, atau kombinasi beton untuk

(34)

27

menahan aliran air dan sedimen. Pemilihan material yang tepat perlu memperhatikan ketersediaan sumber daya lokal dan karakteristik tanah serta iklim.

D. Pengukuran dan Pemancangan Patok Batas Areal Penanaman RHL 1. Lokasi

Lokasi Pengukuran dan Pemancangan Patok Areal Penanaman RHL dilaksanakan didaerah Temunih Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

2. Bahan dan Peralatan Kerja a) Pita

b) Pilox c) Patok

d) Aplikasi timestime 3. Prosedur Kerja

a) Pembuatan Patok Batas menggunakan berbagai material, seperti kayu, besi, atau beton, tergantung pada kondisi lapangan dan anggaran.

b) Memasang patok di titik-titik yang telah ditentukan berdasarkan hasil pengukuran dengan GPS. Patok dipasang pada setiap titik sudut dan di sepanjang garis batas dengan interval tertentu, biasanya antara 50 hingga 100 meter tergantung kondisi medan.

c) Memberi tanda pada patok dengan philox dan juga pita.

d) Setelah patok dipasang, dilakukan verifikasi ulang untuk memastikan patok batas sesuai dengan rencana dan koordinat yang telah ditentukan. Verifikasi ini dilakukan dengan memeriksa kembali data GPS dan kondisi di lapangan.

e) Setiap patok yang telah dipasang didokumentasikan secara rinci, baik dalam

(35)

28

bentuk foto maupun catatan koordinat. Dokumentasi ini penting untuk arsip dan laporan kegiatan, serta untuk referensi saat pemantauan atau inspeksi di masa mendatang.

4. Landasan Teori

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah kegiatan pemulihan fungsi kawasan hutan yang telah terdegradasi atau rusak, dengan penanaman kembali tanaman asli atau jenis lain yang sesuai dengan fungsi ekologis dan sosial-ekonomi kawasan tersebut. Kegiatan pengukuran dan pemancangan patok batas areal penanaman merupakan bagian awal yang sangat penting dalam pelaksanaan RHL.

Pengukuran lahan dan pemancangan patok batas bertujuan untuk memastikan kejelasan batas areal yang akan direhabilitasi sehingga pekerjaan penanaman dapat berjalan dengan efisien, sesuai dengan rencana tata ruang, dan terhindar dari konflik lahan. Dari sudut pandang ilmu kehutanan, pengukuran dan pemancangan patok batas berfungsi untuk memastikan bahwa kegiatan RHL dilakukan secara sistematis, berbasis data, dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan.

Dalam ilmu kehutanan, kawasan hutan merupakan wilayah yang dikelola untuk berbagai fungsi, baik itu fungsi ekologi, ekonomi, maupun sosial.

Pembatasan dan pengelolaan kawasan ini sangat penting agar setiap kegiatan yang dilakukan, termasuk rehabilitasi hutan dan lahan, tidak bertentangan dengan perencanaan tata ruang dan tetap berkontribusi pada pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pengukuran dan pemancangan patok batas areal penanaman bertujuan untuk mengidentifikasi dan menegaskan batas-batas lahan, sehingga mencegah tumpang tindih penggunaan lahan, menghindari konflik lahan antara

(36)

29

masyarakat, pemerintah, dan pihak swasta, dan menjamin kepastian hukum dalam pengelolaan kawasan yang direhabilitasi.

Tujuan dari kegiatan ini adalah memastikan batas fisik yang jelas:

Pemancangan patok batas memberikan penandaan fisik di lapangan yang membantu mengidentifikasi area kerja, sehingga tim pelaksana RHL dapat bekerja sesuai dengan batas yang telah ditetapkan. Mencegah konflik lahan: Dengan adanya patok batas, potensi konflik terkait penguasaan lahan dapat diminimalkan, terutama antara masyarakat adat, pemerintah, dan perusahaan. Mendukung perencanaan tata ruang: Batas-batas yang jelas membantu integrasi kegiatan RHL dengan rencana tata ruang yang telah ada, baik di tingkat nasional maupun daerah. Mengoptimalkan pelaksanaan RHL: Kegiatan penanaman dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien dengan adanya batas yang jelas, menghindari kerja di luar zona yang telah ditentukan.

Kegiatan pengukuran dan pemancangan patok batas harus memenuhi beberapa kriteria teknis, yang meliputi: Ketelitian dan Keakuratan, Pengukuran lahan harus dilakukan dengan ketelitian tinggi untuk menghindari kesalahan dalam penentuan batas. Teknologi GPS dan alat pengukuran modern sangat membantu dalam mendapatkan data yang akurat. Tingkat keakuratan yang tinggi memastikan bahwa patok-patok dipasang pada titik yang benar. Kesesuaian dengan Tata Ruang, Penetapan batas areal penanaman harus sesuai dengan rencana tata ruang yang ada, baik pada tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten. Batas-batas yang ditetapkan harus memperhitungkan: Zonasi kawasan hutan (hutan lindung, hutan produksi, hutan konservasi), Aksesibilitas untuk pelaksanaan penanaman dan perawatan. Pertimbangan Sosial dan Lingkungan,

(37)

30

Kegiatan pengukuran dan pemancangan batas areal harus mempertimbangkan aspek sosial, terutama terkait dengan hak-hak masyarakat adat atau lokal yang mungkin memiliki klaim atas tanah di sekitar area rehabilitasi. Melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses penentuan batas lahan sangat penting untuk menghindari konflik di kemudian hari. Kondisi Topografi dan Hidrologi, Topografi lahan harus diperhatikan, terutama pada daerah yang memiliki kontur curam atau area dengan risiko erosi yang tinggi. Pemancangan patok batas harus mempertimbangkan faktor-faktor ini agar proses rehabilitasi tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti memperburuk erosi atau mempengaruhi pola aliran air.

Keberhasilan program RHL sangat dipengaruhi oleh kejelasan batas areal kerja yang didukung oleh pemancangan patok batas. Beberapa manfaat utama dari pengukuran dan pemancangan patok batas yang baik meliputi: Efisiensi Pelaksanaan Penanaman, dengan batas lahan yang jelas, tim pelaksana dapat bekerja lebih efisien dalam melakukan penanaman, perawatan, dan monitoring di lapangan. Ini meminimalkan risiko kerja di luar batas area yang direncanakan.

Mengurangi Konflik, Patok batas membantu mengurangi potensi konflik terkait penguasaan lahan, baik dengan masyarakat sekitar, pemerintah, maupun pihak swasta. Dengan batas yang jelas dan disepakati oleh semua pihak, proses rehabilitasi dapat berjalan lancar. Pengelolaan lahan yang berkelanjutan membutuhkan kepastian hukum terkait batas-batas area yang dikelola. Patok batas memberikan landasan yang jelas bagi pengelolaan jangka panjang, termasuk dalam hal perlindungan hutan dan pemanfaatan lahan secara berkelanjutan dalam upaya kebijakan yang berlandaskan dengan peraturan yang berlaku.

(38)

31

5. Hasil dan Pembahasan

Pengukuran dan pemancangan patok batas areal penanaman reforestasi hutan rakyat (RHL) merupakan langkah penting dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Proses ini dimulai dengan identifikasi area yang akan ditanami, yang memerlukan analisis topografi, jenis tanah, dan kondisi lingkungan.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur seperti GPS dan alat ukur tradisional seperti meteran, yang membantu menentukan koordinat titik-titik batas.

Data yang akurat sangat penting untuk menghindari konflik batas lahan di masa mendatang serta memastikan bahwa areal penanaman berada dalam koridor yang telah ditetapkan. Setelah pengukuran selesai, langkah berikutnya adalah pemancangan patok batas. Patok ini berfungsi sebagai penanda fisik yang jelas untuk menghindari penanaman di luar area yang telah disepakati. Pemancangan dilakukan dengan menancapkan patok yang terbuat dari bahan yang tahan lama, seperti kayu atau besi, pada titik-titik yang telah ditentukan. Patok-patok ini biasanya dilengkapi dengan informasi penting, seperti nama program, tahun penanaman, dan jenis tanaman yang akan ditanam. Dengan adanya patok batas ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga batas areal dan melindungi area penanaman dari gangguan.

Proses pengukuran dan pemancangan patok batas tidak hanya penting untuk aspek teknis, tetapi juga berperan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat lokal.

Melibatkan masyarakat dalam proses ini dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap program RHL serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya reforestasi.

Selain itu, kegiatan ini juga dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan lingkungan, di mana masyarakat diajarkan tentang manfaat hutan dan pentingnya menjaga

(39)

32

kelestariannya. Dengan demikian, pengukuran dan pemancangan patok batas areal penanaman RHL tidak hanya menjadi langkah awal dalam reforestasi, tetapi juga merupakan upaya untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia dan alam.

Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Temunih, Kabupaten Tanah Bumbu denngan luas 500 ha. Kegiatan ini memakan waktu kurang lebih 4 hari dibagi menjadi beberapa tim dan dibantu oleh warga sekitar. Melakukan pengecekan koordinat dengan peta, mempilox patok dan mengikat pita pada patok.

(40)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari Praktik Kerja Khusus adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan magang dapat melatih mahasiswa agar memperoleh keterampilan dalam melakukan berbagai kegiatan dalam bidang kehutanan dan mampu dalam hal pengelolaan hutan dengan pemahaman yang didapat di bangku kuliah dengan melaksanakan seluruh kegiatan yang ada di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Barito, yang meliputi kegiatan Monitoring dan Evaluasi sedimen lokasi RHL, Penilaian tanaman rehab DAS, Pencarian bangunan KTA (DPN dan Gully plug), dan Pengukuran dan Pemancangan patok batas areal penanaman RHL.

2. Kegiatan magang dapat melatih mahasiswa dalam melakukan pengambilan serta analisis masalah yang ada di lokasi praktik. Dapat menumbuhkan sikap disiplin, kerja sama tim, etika rimbawan, dan etos kerja dalam lingkungan kehutanan sera pengalaman yang tidak diperoleh dibangku kuliah.

B. Saran

Praktik kerja khusus (Magang) harus memiliki pola kegiatan yang lebih terarah dari awal masuk magang hinga selesai magang agar mahasiswa magang lebih banyak k egiatan dan ilmu yang didapat, selain itu mahasiswa magang juga harus bekerja dengan maksimal.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Jenila, Frinila .2016. Interpolasi Data Curah Hujan Menggunakan Metode IDW Pada Argis. Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Padang.

PERMENLHK No P.10/menlhk/sekjen/OTL.0/1/2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung.

Subardja, D., S. Ritung, M. Anda, Sukarman, E. Suryani, dan R.E. Subandiono.

2016. Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional. Edisi Ke-2. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. 60 hal.

(42)

LAMPIRAN

(43)

37

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Praktik Kerja Khusus (Magang)

Gambar 1. Pengukuran Debit Air Gambar 2. Pengukuran Sedimen

(44)

38

Gambar 3 Transek Line Gambar 4. Kondisi Tanaman

Gambar 5. Pengukuran Lebar Bangunan KTA

Gambar 6. Pemasangan Plang Titik Koordinat Bangunan

(45)

39

Gambar 7. Pemberian Pita Penanda Batas Areal Penanaman

Gambar 8. Penyusuran Lokasi ke Titik Petak

Gambar 9. Foto Bersama

Referensi

Dokumen terkait

Praktikan juga ingin lebih mendalami desain logo dalam Kerja Praktik ini yang berguna untuk menambah wawasan dalam mendesain suatu logo untuk berbagai macam keperluan,.

Selain itu, adanya magang juga dapat menambah pengalaman, menambah pengetahuan-pengetahuan baru yang tidak saya dapatkan pada saat perkuliahan, menambah pengetahuan tentang

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyertaan dan rahmatNya yang sungguh sempurna atas penulis sehingga penulis dapat menyusun laporan praktik kerja magang

Junaedi selaku General Manager ESS MAS yang telah memberikan penulis kesempatan untuk dapat melakukan praktik kerja magang dan memberikan semangat kepada penulis serta

Selain dapat menambah wawasan mahasiswa dan membandingkan antara teori dengan praktik di perusahaan atau instansi tertentu sehingga mahasiswa lulusan dari STIE PGRI

Laporan Praktik Kerja Magang ini berisi mengenai kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan berkenaan dengan pemeliharaan hiu karang sirip hitam ( Blacktip Reef

Setiap sub-bab berisi tentang penjelasan semua aktivitas serta prosedur yang dikerjakan selama Magang Kerja, semua dokumen pendukung yang digunakan, aliran dokumen tersebut,

Selain sebagai pemenuhan kewajiban mata kuliah Internship, penulis juga melakukan praktik kerja magang untuk menambah wawasan sekaligus mengaplikasikan ilmu yang telah