• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM BIOEKOLOGI DAN MANAJEMEN GULMA ” APLIKASI HERBISIDA”

N/A
N/A
Ayu Julyany

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM BIOEKOLOGI DAN MANAJEMEN GULMA ” APLIKASI HERBISIDA”"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOEKOLOGI DAN MANAJEMEN GULMA

APLIKASI HERBISIDA”

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Bioekologi dan Manajemen Gulma.

Disusun oleh : Nama : Ayu Julyany NIM : 4442200111 Kelas : IV I

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2023

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gulma ... 3

2.2 Herbisida ... 4

2.3 Macam-macam Herbisida ... 4

2.4 Pengelolaan Gulma ... 6

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Tempat dan Waktu... 8

3.2 Alat dan Bahan ... 8

3.3 Cara Kerja ... 8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan ... 9

4.2 Pembahasan ... 10

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 13

5.2 Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 14 LAMPIRAN

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengamatan Gulma 1 HAS, 2 HAS, dan 3 HAS 9

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia memiliki tanah yang subur dikarenakan banyak mendapatkan sinar matahari dan juga curah hujannya yang tinggi. Hasil pertanian di Indonesia bermacam-macam mulai dari sayur-sayuran dan buah-buahan.

Beberapa hasil sektor pertanian yaitu terdiri dari padi, ketela, ubi, kentang, sayuran, kacang-kacangan dan sebagainya. Pada suatu lahan pertanian tanaman budidaya biasanya terdapat tanaman tumbuh dimana tanaman tersebut merupakan tanaman yang berbeda dari tanaman yang dibudidaya tanaman tersebut dapat disebut gulma.

Gulma merupakan bagian dari organisme pengganggu tanaman (OPT) selain hama dan penyakit tanaman (Asyik dkk, 2019).

Gulma adalah tanaman yang tumbuh di tempat yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan, seperti pada tanaman budidaya atau area yang dibiarkan kosong.

Gulma dapat merugikan pertanian karena bersaing dengan tanaman budidaya untuk sumber daya seperti air, nutrisi, dan cahaya. Selain itu, gulma juga dapat berfungsi sebagai inang bagi hama dan penyakit tanaman, sehingga dapat menyebabkan kerugian yang signifikan pada hasil panen (Ningsih dan Sulistyaningsih, 2020).

Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida ini dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan penganggu juga terhadap tanaman yang dibudidayakan. Herbisida yang diaplikasikan dengan konsentrasi tinggi akan mematikan seluruh bagian dan jenis tumbuhan. Pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan dan tidak merusak tumbuhan yang di budidayakan (Sjahril dan Syamun, 2011).

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlunya dilakukan praktikum pengaplikasian herbisidaagar mengatahui pengaruh dari pemakaian herbisida terhadap pertumbuhan gulma dan mekanisme herbisida dalam mematikan gulma.

(5)

1.2 Tujuan

Adapun tujuan pada praktikum kali ini, yaitu mahasiswa mengetahui pengaruh terhadap pertumbuhan gulma dan mekanisme dalam mematikan gulma.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan tanaman produktif yang ditanam manusia sehingga para petani berusaha untuk mengendalikannya. Gulma dapat menimbulkan kerugian secara perlahan selama gulma itu berinteraksi dengan tanaman. Dalam sektor pertanian gulma merupakan tumbuhan yang memberikan dampak negatif terhadap tanaman yang dibudidayakan baik secara langsung maupun tidak. Gulma yang mengganggu tanaman produktif pada masa pertumbuhan dan perkembangan hidup tanaman, merupakan salah satu masalah penting yang dapat menurunkan produksi tanaman (Suryatini, 2018).

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki terutama di tempat manusia bermaksud mengusahakan tanaman budidaya.

Keberadaan gulma pada areal tanaman budidaya dapat menimbulkan kerugian baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma adalah penurunan hasil pertanian akibat persaingan dalam perolehan air, unsur hara, tempat hidup, penurunan kualitas hasil, menjadi inang hama dan penyakit, membuat tanaman keracunan akibat senyawa racun atau alelopati (Talahatu dkk, 2015).

Gulma mudah tumbuh pada setiap tempat atau daerah yang berbeda-beda, mulai dari tempat yang miskin nutrisi sampai tempat yang kaya nutrisi, dapat bertahan hidup pada daerah kering, lembab bahkan tergenang, mampu beregenerasi atau memperbanyak diri besar sekali, dapat berkembang biak dengan cepat, mempunyai zat berbentuk senyawa kimia seperti cairan berupa toksin (racun) yang dapat mengganggu atau menghambat pertumbuhan tanaman pokok, bagian-bagian tumbuhan gulma yang lain dapat tumbuh menjadi individu gulma yang baru, seperti akar, batang, umbi dan lain sebagainya, sehingga memungkinkan gulma unggul dalam persaingan (berkompetisi) dengan tanaman budidaya (Grichar dkk, 2015).

(7)

2.2 Herbisida

Herbisida ialah salah satu senyawa kimia yang dapat mematikan atau menggangggu pertumbuhan gulma tanpa mempengaruhi tanaman. Efektif atau tidaknya suatu herbisida dalam mengendalikan gulma pada tanaman budidaya dipengaruhi oleh penggunaan dosis yang tepat. Herbisida akan menjadi kurang efektif apabila dosis herbisida yang digunakan belum optimal untuk menghambat pertumbuhan gulma. Semakin banyak dosis herbisida yang diberikan maka semakin peka gulma terhadap herbisida tersebut karena bahan aktifnya banyak yang terserap (Agustiawan dkk, 2020).

Terdapat beberapa keuntungan menggunakan herbisida diantaranya: dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu tanaman budidaya, dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman yang dibudidayakan, lebih efektif dalam membunuh gulma, dalam dosis rendah dapat berperan sebagai hormon tumbuh, dan dapat meningkatkan produksi tanaman budidaya dibandingkan dengan perlakuan pengendalian gulma dengan cara yang lain. Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit mengendalikannya (Yakup, 1991).

2.3 Macam-macam Herbisida

Herbisida yang digunakan dalam pengendalian gulma pada lahan pertanian menurut waktu aplikasinya dibedakan menjadi (Riadi, 2015):

1. Herbisida pra-pengolahan tanah adalah jenis herbisida yang diaplikasikan pada lahan sebelum lahan tersebut diolah dan ditumbuhi gulma dengan tujuan membersihkan lahan sebelum dilakukannya proses pengolahan pada tanah, contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif paraquat.

2. Herbisida pra-tanam adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan setelah dilakukan pengolahan tanah dan sebelum lahan tersebut ditanami tanaman budidaya dengan tujuan untuk mengendalikan serta mencegah suatu biji maupun organ perbanyakan dari vegetatif gulma lainnya yang muncul berkat proses pembalikan tanah ke permukaan tumbuh di lahan, contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif EPTC dan triazin.

(8)

3. Herbisida pra-tumbuh adalah herbisida yang diaplikasikan setelah lahan ditanami tapi sebelum tanaman dan gulma tumbuh di lahan tersebut dengan tujuan menekan pertumbuhan dari gulma yang akan tumbuh ketika bersamaan dengan tumbuhnya tanaman pada budidaya, contohnya herbisida dengan bahan aktif nitralin.

4. Herbisida pasca tumbuh adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan setelah tanaman yang dibudidayakan tumbuh pada lahan tersebut dengan tujuan menekan keberadaan gulma setelah tanaman yang sudah dibudidayakan tumbuh, contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif propanil, glyphosate, dan dalapon.

Berdasarkan tipe translokasi dalam tubuh suatu gulma, herbisida dibedakan menjadi herbisida kontak dan herbisida sistemik, yaitu (Riadi, 2015):

1. Herbisida Kontak

Herbisida kontak adalah jenis suatu herbisida yang dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan bagian dari gulma yang terkena atau terkontak langsung dengan herbisida. Herbisida kontak tidak ditranslokasikan atau tidak diserap dan dialirkan dalam tubuh gulma. Semakin banyak bagian gulma yang berkontak langsung dengan herbisida, akan semakin baik dan lebih efektif penggunaan herbisida kontak. Oleh sebab itulah, maka herbisida ini memang sering diaplikasikan dengan jumlah larutan semprot yang banyak yakni antara 600 sd 800 liter per ha dengan tujuannya adalah agar seluruh permukaan tubuh gulma terbasahi. Herbisida kontak kurang efektif jika diaplikasikan untuk mengendalikan gulma yang mempunyai organ perbanyakan di dalam tanah, seperti teki dan alang-alang. Hal tersebut dikarenakan bagian tanaman di dalam tanah tidak akan mati. Herbisida kontak memiliki kelebihan berupa daya kerjanya yang lebih cepat terlihat. Herbisida kontak umumnya diaplikasikan sebagai herbisida pasca tumbuh melalui tajuk gulma.

2. Herbisida Sistemik

Herbisida sistemik adalah jenis herbisida yang dialirkan atau ditranslokasikan dari bagian tubuh gulma yang terkontak pertama kali ke seluruh bagian gulma tersebut. Translokasi biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian tersebut metabolisme tumbuhan paling aktif berlangsung. Herbisida ini dapat

(9)

diaplikasikan melalui tajuk atau melalui bagian tanah. Herbisida sistemik diaplikasikan melalui tajuk seperti herbisida glifosat, sulfosat, dan 2,4-D ester berlangsung secara simplatik atau melalui jaringan hidup dengan pembuluh utama floem bersamaan dengan translokasi fotosintesis. Sedangkan herbisida sistemik yang diaplikasikan melalui tanah seperti ametrin, atrazin, metribuzin, 2,4-D amin, dan diuron, ditranslokasikan secara apoplastik atau melalui jaringan mati dengan pembuluh utama xilem bersama aliran masa gerakan air dan hara dari tanah ke daun dengan bantuan suatu proses transpirasi. Herbisida sistemik ada yang bersifat selektif seperti ametrin, 2,4-D, diuron, dan klomazon, ada juga yang bersifat nonselektif seperti glifosat, sulfosat, dan imazapir.

2.4 Pengelolaan Gulma

Gulma ialah tumbuhan yang dapat tumbuh ditempat yang tidak dikehendaki oleh anusia atau tumbuhan yang kegunaannya belum diketahui. Hadirnya gulma pada suatu lahan pada dasarnya dapat menurunkan produksi. Hal ini dikarenakan gulma melakukan kompetisi dengan tanaman budidaya dalam memperebutkan air tanah, cahaya matahari, unsur hara, udara dan ruang tumbuh. Hal ini mengakibatkan tanaman budidaya terganggu pertumbuhannya, sehingga dapat menurunkan hasil produksi. Selain itu juga, gulma juga dapat menurunkan mutu hasil tanaman akibat dari kontaminasi dengan bagian-bagian gulma. Gulma juga dapat menjadi inang bagi hama dan pathogen yang menyerang tanaman, mengganggu tata guna air, mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan biaya usaha tani. Keberadaan gulma banyak menimbulkan dampak negatif pada usaha budidaya. Maka dari itu perlu adanya pengelolaan gulma yang teratur dan terencana (Nufvitarini et al., 2016).

Pengelolaan gulma adalah suatu tindakan pencegahan terhadap gulma, pengendalian gulma dengan cara yang sudah ditetapkan. Pengelolaan gulma yang dilakukan harus tepat agar tidak meningkatkan daya saing gulma. Pengelolaan gulma ini pada prinsipnya merupakan usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman budidaya dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman budidaya harus ditingkatkan sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu

(10)

mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan tanaman budidaya (Nufvitarini et al., 2016).

(11)

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu

Adapun praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 11 Mei 2023 pukul 13.00-14.40 WIB. Bertempat di Kebun Percobaan Fakultas Petanian Jurusan Agroekoteknologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu alat semprot, gelas ukur, ember, rafia, patok bambu, dan pengaduk. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu herbisida sistemik dan air.

.

3.3 Cara Kerja

Adapun cara kerja pada praktikum ini, yaitu : 1. Ditentukan lahan yang banyak ditumbuhi gulma.

2. Dibuat petakan dengan ukuran 1 m x 1 m menggunakan tali rafia.

3. Disiapkan herbisida sistemik.

4. Dibuatlah formulasi masing-masing herbisida sesuai petunjuk pada botol herbisida.

5. Disemprotkan herbisida secara merata pada gulma dalam petakan yang telah ditentukan.

6. Diamati dan dicatat apa yang terjadi pada gulma selama 4 hari atau sampai gulma kelihatan mati.

7. Didiskusikan dan dibahas hasil pengendalian gulma secara kimiawi.

8. Dibuat laporan praktikum sesuai sistematikan yang telah ditentukan.

(12)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Pengamatan Gulma 1 HAS, 2 HAS, dan 3 HAS Nama

Dagang

% Penutupan

Gulma Gejala Keracunan Gambar/Foto

Roundup 486 SL

0%

Gulma pada 1 HSA masih terlihat sangat hijau

25%

Gulma 2 HSA, gulma sedikit mengering tetapi belum kering merata

40%

Gulma 3 HSA, gulma sudah banyak yang mengering kecoklatan tetapi belum 100%

mengering

(13)

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini membahas mengenai pengaplikasian herbisida dengan melakukan pengendalian gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang menimbulkan gangguan dan dapat merusak tanaman budidaya. Hal ini sesuai dengan Suryatini (2018) gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan tanaman produktif yang ditanam manusia sehingga para petani berusaha untuk mengendalikannya. Gulma dapat menimbulkan kerugian secara perlahan selama gulma itu berinteraksi dengan tanaman. Dalam sektor pertanian gulma merupakan tumbuhan yang memberikan dampak negatif terhadap tanaman yang dibudidayakan baik secara langsung maupun tidak. Gulma yang mengganggu tanaman produktif pada masa pertumbuhan dan perkembangan hidup tanaman, merupakan salah satu masalah penting yang dapat menurunkan produksi tanaman.

Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman budidaya dan melemahkan daya sainggulma. Teknik pengendalian gulma yang dapat dilakukan adalah: preventif, mekanis, kultur teknis, hayati, kimia, dan terpadu (integrated weed management). Pemeliharaan tanaman menghasilkan mencakup pemupukan, pengendalian gulma pengendalian hama dan penyakit, serta penunasan. Pengendalian gulma merupakan salah satu komponen penting hampir di detiap sistem produksi tanaman, karena hasil panen dipengaruhi oleh adanya gulma. Menurut Tjitrosoedirdjo (1984) salah satu cara yang dilakukan dalam pengendalian gulma adalah dengan menggunakan herbisida. Aplikasi herbisida sebagai salah satualternatif untuk mengendalikan gulma menyebabkan penggunaan herbisida yang semakin meluas dalam bidang pertanian terutama pada perkebunan-perkebunan besar.

Herbisida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mengendalikan gulma. Hal ini selaras dengan Agustiawan dkk (2020) herbisida ialah salah satu senyawa kimia yang dapat mematikan atau menggangggu pertumbuhan gulma tanpa mempengaruhi tanaman. Efektif atau tidaknya suatu herbisida dalam mengendalikan gulma pada tanaman budidaya dipengaruhi oleh penggunaan dosis yang tepat. Herbisida akan menjadi kurang efektif apabila dosis herbisida yang digunakan belum optimal untuk menghambat pertumbuhan gulma. Semakin

(14)

banyak dosis herbisida yang diberikan maka semakin peka gulma terhadap herbisida tersebut karena bahan aktifnya banyak yang terserap.

Pada pengaplikasian herbissida ini menggunakan herbisida dengan merek dagang Roundup 486 SL. Herbisida merek ini merupakan herbisida berbentuk cair yang translokasinya masuk ke dalam tipe herbisida sistemik, yang dimana menurut Riadi (2015) herbisida sistemik adalah jenis herbisida yang dialirkan atau ditranslokasikan dari bagian tubuh gulma yang terkontak pertama kali ke seluruh bagian gulma tersebut. Translokasi biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian tersebut metabolisme tumbuhan paling aktif berlangsung. Herbisida ini dapat diaplikasikan melalui tajuk atau melalui bagian tanah. Herbisida sistemik diaplikasikan melalui tajuk seperti herbisida glifosat, sulfosat, dan 2,4-D ester berlangsung secara simplatik atau melalui jaringan hidup dengan pembuluh utama floem bersamaan dengan translokasi fotosintesis. Sedangkan herbisida sistemik yang diaplikasikan melalui tanah seperti ametrin, atrazin, metribuzin, 2,4-D amin, dan diuron, ditranslokasikan secara apoplastik atau melalui jaringan mati dengan pembuluh utama xilem bersama aliran masa gerakan air dan hara dari tanah ke daun dengan bantuan suatu proses transpirasi. Herbisida sistemik ada yang bersifat selektifseperti ametrin, 2,4-D, diuron, dan klomazon, ada juga yang bersifat nonselektif seperti glifosat, sulfosat, dan imazapyr.

Herbisida Roundup 486 SL merupakan herbisida yang kandungan bahan aktifnya terdapat glisofat. Glisofat merupakan herbisida sistemik yang bekerja efektif pada saat pertumbuhan aktif sehingga dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tumbuha. Hal ini sesuai dengan Duke (1988) bahan aktif glifosat dapat diabsorbsi lewat daun kemudian ditranslokasikan bersama fotosintat dalam jaringan keseluruh bagian gulma. Glifosat juga mempunyai daya brantas yang sangat luas dengan daya racun yang rendah terhadap hewan dan manusia. Glifosat merupakan herbisida sistemik yang bekerja lebih efektif pada saat pertumbuhan aktif sehingga dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tumbuhan. Cara bekerja glifosat adalah dengan menghambat sintesa protein dan metabolisme asam amino.

Djau (2009) juga menerangkan lebih lanjut tentang cara kerja glifosat, ia menjelaskan bahwa glifosat membunuh gulma dengan menghambat aktivitas dari enzim 5-asam enolpyruvylshikimic-3-synthase phosphate (EPSPS), yang

(15)

penting bagi sintesis asam amino seperti tyrosine, tryptopan, dan phenylalanine. Dengan adanya glifosat, sintesis asam amino yang penting untuk pembentukan protein akan terhambat.

Berdasarkan tabel hasil pengamatan, setelah penyemprotan herbisida Roundup 486 SL dapat dilihat gulma pada 1 HSA belum terlihat gejala keracunannya dan masih terlihat sangat hijau sehingga persentase penutupan gulmanya sebanyak 0%. Kemudian pada gulma 2 HSA, gulma sudah menunjukkan gejala keracunannya yaitu gulma sedikit mengering tetapi belum kering merata sehingga persentase penutupan gulmanya sebanyak 25%. Selanjutnya dengan gulma 3 HSA, gejala keracunannya yaitu gulma sudah banyak yang mengering kecoklatan tetapi belum 100% mengering sehingga persentase penutupan gulmanya sebanyak 40%. Menurut Djau (2009) glifosat bekerja menghambat metabolisme tanaman dan beberapa hari setelah penyemprotan, tumbuhan menjadi layu, kuning, dan akhirnya mati. Herbisida glifosat mengandung bahan kimia yang membuat herbisida menempel pada daun sehingga glifosat dapat bergerak dari permukaan tumbuhan ke dalam sel tumbuhan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa herbisida yang disemprotkan pada gulma sasaran bekerja, hanya saja untuk mematikan gulma membutuhkan waktu yang lebih lama.

Dalam penyemprotan, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah kecepatan dalam berjalan yang sebisa mungkin sama. Kemudian tinggi nozzle dari tanah juga dapat menimbulkan kesalahan dalam pengaplikasian.

Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah tekanan udara pada alat penyempotan yang sebaiknya konstan. Apabila prosedur dapat dilakukan dengan baik, maka diharapkan aplikasi dapat membuahkan hasil yang baik sesuai dengan yang diharapkan.

(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki terutama di tempat manusia bermaksud mengusahakan tanaman budidaya.

Herbisida ialah salah satu senyawa kimia yang dapat mematikan atau menggangggu pertumbuhan gulma tanpa mempengaruhi tanaman. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan ke seluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau sebaliknya. Herbisida bekerja dengan cara menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh,tunas sampai ke perakarannya. Pada praktikum ini gulma dapat berkurang dengan diberi herbisida.

5.2 Saran

Pada praktikum pertama ini diharapkan kepada praktikan dapat memahami apa yang telah dipelajari tentang aplikasi herbisida. Selain itu juga praktikan dapat mengikuti praktikum lebih baik lagi dengan membaca modul praktikum yang telah dibagikan sebelum praktikum dimulai.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiawan, Y., Erida, G., dam Hasanuddin. 2020. Pengaruh DOsis HErbisida Oksifuorfen dan Pendimethalin Terhadap Perubahan Komposisi Gulma Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian. 5 (1): 1-10.

Asyik, N.A., Rosmawati., dan Jamdin, Z. 2019. Refugia Ditinjau Dari Konsep Gulma Pengganggu Dan Upaya Konservasi Musuh Alami. Jurnal Biology Science dan Education. 8 (1): 82-89.

Djau, R.A. 2009. Faktor Risiko Kejadian Anemia dan Keracunan Pestisida pada Pekerja Penyemprot Gulma di Kebun Kelapa Sawit PT. Agro Indomas Kab.

Seruyan Kalimantan Tengah. Semarang: Universitas Dipenogoro Press.

Duke, S.O. 1988. Glyphosate. New York: Mercel Dekker Inc.

Grichar, W.J., Dotray, P.A., dan Baring, M.R. 2015. Peanut Cultivar Response to Flumioxazin Applied Preemergence and Imazapic Applied Postemegence.

International Journal of Agronomy. 13 (5): 1-5.

Ningsih, T. R., dan Sulistyaningsih, E. 2020. Pengaruh Penggunaan Pupuk Kandang Ayam dan Herbisida Terhadap Pertumbuhan Gulma dan Tanaman Padi. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 25 (2) : 77-83.

Nufvitarini, W., Zaman, S., dan Junaedi, A. 2016. Pengelolaan Gulma Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Studi Kasus di Kalimantan Selatan. Agrohorti, 4 (1) : 29-36.

Riadi, M. 2015. Herbisida dan Aplikasinya. Mkassar. Universitas Hassanudin.

Sjahril, R dan Syamun, E. 2011. Herbisida dan Aplikasinya. Makassar: Universitas Hassanudin.

Suryatini, L. 2018. Analisis Keragaman dan Komposisi Gulma Pada Tanaman Padi Sawah (Studi Kasus Subak Tegal Kelurahan Paket Agung Kecematan Buleleng). Jurnal Sains dan Teknologi. 7 (1): 77-89.

Talahatu, D.R. dan Mercy, P.P. 2015. Pemanfaatan Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Sebagai Herbisida Alami Terhadap Pertumbuhan Gulma Rumput Teki (Cyperus rotundus L.). Biopendix. 1 (2):

(18)

Tjirosoedordjo, S.H. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan, Jakarta: Penebar Swadaya.

Yakup, S. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta: Rajawali Pers.

(19)

LAMPIRAN

Gambar 1. Roundup 48 SL

Gambar 2. Alat Semprot Gambar 3. Pembuatan Formulasi

Gambar 4. Pembuatan Petakan

Gambar 5.

Penyemprotan Herbisida

Gambar 6. Dokumentasi Praktikan Setelah Penyemprotan Herbisida

Gambar 7. HSA Gambar 8. 2 HSA Gambar 9. 3 HSA

Referensi

Dokumen terkait

Amonium glufosinat merupakan herbisida pasca tumbuh bersifat kontak non selektif (Tomlin, 1997) berspektrum luas yang digunakan untuk mengendalikan gulma pada lahan yang

Mahasiswa magang melihat proses pengolahan lahan untuk ditanami edamame dimana lahan tersebut sebelumnya ditanami okura sehingga terdapat perbedaan pengolahan tanah yaitu

Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa aplikasi herbisida perlakuan W3, W4, W5, dan 2 cara olah tanah (T1 dan T2), dapat mempengaruhi bobot gulma namun sebaliknya pada tinggi

Sebelum dilakukan uji selektivitas larutan seresah daun pinus pada tanaman budidaya, terlebih dahulu dapat diapli kasikan sebagai bioherbisida pra tanam, sebagai pengendali

Alat yang digunakan dalam praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan materi pengolahan lahan antara lain yaitu sabit untuk menyiangi lahan dari tanaman liar, cangkul untuk menggemburkan

Sistem pengolahan tanah yang lebih menguntungkan untuk budidaya jagung diantara tanaman kelapa adalah ODR+ herbisida (olah tanah dalam rumpun ditambah herbisida),

Semuanya aspek antara tanah, budidaya pertanian dan hama dan penyakit tanaman sebenarnya saling berhubungan. Tanah yang baik adalah tanah yang memiliki bahan

Metode analisis vegetasi yang digunakan pada praktikum kali ini adalah dengan metode kuadrat, yang dimana metode ini membuat suatu alat dengan diameter kuadrat yang telah ditentukan