STRUKTUR KOMUNITAS (MANGROVE, LAMUN DAN TERUMBU KARANG) DI PANTAI KETAPANG, KABUPATEN
PESAWARAN
Oleh Kelompok 6
Arsy Nur Sabila Putri 2014221010 Kristian Thomas Tefsele 2014221016 Agatha Julais 2054221002 Chotibul Umam 2054221006
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Struktur Komunitas (Mangrove, Lamun Dan Turumbu Karang) Di Pantai Ketapang Kabupaten Pesawaran Kelompok : 6
Program studi : Ilmu Kelautan
Menyetujui:
1. Afrisyahnia Putri _________________
NPM. 1714221003
2. Alfitra Hirzin Ummami _________________
NPM. 1714221002
3. Fathan Al Fadhil _________________
NPM. 1814221007
4. Iis Istikolah _________________
NPM. 1814221017
5. Indah Falupi Idelia _________________
NPM. 1814221002
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
DAFTAR ISI ... ii
I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Pasang Surut ... 3
2.2 Lamun ... 5
2.3 Mangrove ... 7
2.4 Terumbu Karang ... 9
III METODELOGI ... 11
3.1 Waktu dan Tempat ... 11
3.2 Alat dan Bahan ... 11
3.3 Cara Kerja ... 12
3.3.1 Cara Kerja Pasang Surut ... 12
3.3.2 Cara Kerja Lamun ... 13
3.3.3 Cara Kerja Mangrove ... 15
3.3.4 Cara Kerja Terumbu Karang ... 16
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
4.1 Gambaran Umum Lokasi ... 18
4.2 Pasang Surut ... 18
4.2.1 Hasil ... 18
4.2.2 Pembahasan ... 19
4.3 Lamun ... 20
4.3.1 Hasil ... 20
4.3.2 Pembahasan ... 21
4.4 Mangrove ... 23
4.4.1 Hasil ... 23
4.4.2 Pembahasan ... 23
4.5 Terumbu Karang ... 24
4.5.1 Hasil ... 24
4.5.2 Pembahasan ... 25
V. PENUTUP ... 27
5.1 Kesimpulan ... 27
5.2 Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pantai Ketapang merupakan salah satu pantai yang berada di daerah Lampung Selatan yang berada di Kabupaten Pesawaran, Lampung. Selain untuk tempat wisata, Pantai Ketapang memiliki banyak potensi sumberdaya alam laut yang dapat di kelola yakni ekosistem lamun, ekosistem terumbu karang dan ekosistem mangrove. Pengembangan potensi sumberdaya alam laut ini akan berperan langsung terhadap keadaan ekosistem pesisir, dimana masing-masing ekosistem ini mempunyai fungsi penting baik secara fisik, biologi maupun ekonomi untuk masyarakat.
Secara ekologis, Pantai Ketapang sebagai pantai yang mempunyai sumberdaya alam yang dominan berupa berbagai ekosistem di wilayah pesisir baik pantai maupun laut. Menurut Dirjen P3K DKP (2002), jenis-jenis ekosistem yang dapat ditemukan di wilayah pesisir dan mempunyai potensi sumberdaya alam penting antara lain adalah ekosistem hutan mangrove, ekosistem padang lamun, ekosistem teurmbu karang, ekosistem estuaria dan sumberdaya ikan.
Melihat potensi dan pentingnya ekosistem pesisir dan laut di Pantai Ketapang ini maka diadakan pengambilan data mengenai ekosistem lamun, mangrove dan terumbu karang. Pengambilan data struktur komunitas lamun, mangrove dan terumbu karang ini merupakan salah satu aspek penting untuk mengetahui kondisi suatu ekosistem pesisir dan melihat seberapa besar ekosistem pesisir dan laut ini berperan penting terhadap lingkungan. Daerah pantai merupakan salah satu ekosistem yang produktif dan dinamis.
Ekosistem tersebut memberikan berbagai kegunaan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat. Kawasan pantai mempunyai 3 ekosistem penting
yaitu ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Ekosistem tersebut memiliki hubungan atau keterkaitan satu sama lain. Mangrove berada di posisi depan sebelum lamun dan terumbu karang. Sedimen tidak akan mengarah ke lamun bila terdapat mangrove yang lebat sebaliknya bila mangrove tidak ada maka akan menutup lamun sehingga lamun akan terganggu dan mati menurut Elfahmi dan Efendy (2020).
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan tingkat tinggi (Anthophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut menurut Azkab, 2006 dalam Efraim, dkk (2020). Padang lamun berperan penting terhadap ekosistem laut dangkal, karena merupakan habitat bagi ikan dan biota perairan lainnya. Berbagai jenis ikan menjadikan daerah padang lamun sebagai daerah mencari makan (feeding ground), pengasuhan larva (nursery ground), tempat memijah (spawning ground), sebagai stabilitas dan penahan sedimen, mengurangi dan memperlambat gerakan gelombang, sebagai tempat terjadinya siklus nutrien menurut Phillips dan Menez, 1998 dalam Sakaruddin (2011). Metode observasi adalah pengamatan yang akan digunakan untuk meneliti objek yakni untuk mengetahui jenis-jenis lamun, mengetahui kerapatan dan distribusi lamun berdasarkan zona kegiatan yang berbeda di Perairan Ketapang.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan dapat menjelaskan gambaran kuantitatif dari fenomena pasang surut yang diukur menggunakan instrumen akustik, serta membandingkannya dengan hasil pengukuran secara manual
2. Mengetahui struktur komunitas terumbu karang di Pantai Ketapang 3. Mengetahui struktur komunitas mangrove di Pantai Ketapang 4. Mengetahui struktur komuniats lamun di Pantai Ketapang.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pasang Surut
Menurut Surinati (2007), pasang surut merupakan salah satu fenomena alam yang terlihat di lautan. Artinya, pergerakan vertikal semua partikel dasar laut dari permukaan ke bagian terdalam dari dasar laut (naik dan turun air laut yang teratur dan berulang). Pergerakan disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi, (gravitasi) antara Bumi dan Bulan, Bumi dan Matahari, atau antara Bumi dan Bulan dan Matahari. Pasang surut air laut adalah hasil dari aksi gaya tarik gravitasi dan gaya sentrifugal. Gaya sentrifugal didorong keluar dari pusat rotasi. Gravitasi berbanding lurus dengan massa, namun berbanding terbalik dengan jarak. Ukuran bulan, tarikan gravitasi matahari dan bulan dua kali lipat dari matahari jarak ke bulan lebih kecil dari jarak ke matahari, yang meningkatkan pasang surut air laut. Gravitasi menarik air laut menuju bulan dan matahari, menciptakan dua gelombang gravitasi di laut. Garis lintang tonjolan pasang ditentukan deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbit bulan dan matahari Gross (1990). Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan pasang surut gravitasi di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari menurut Wardiyatmoko & Bintaro (1994).
Menurut Wibisono (2005), hanya ada tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu sebagai berikut:
1. Pasang surut tipe harian tunggal (diurnal type): yaitu bila dalam waktu 24 jam terdapat 1 kali pasang dan 1 kali surut.
2. Pasang surut tipe tengah hari atau harian ganda (semi diurnal type): yaitu dalam waktu 24 jam terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut.
3. Pasang surut tipe campuran (mixed tides): yaitu dalam waktu 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke tipe harian tunggal atau condong ke tipe harian ganda.
Menurut Nontji (1987), dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang-surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang-surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera. Pasang surut (pasut) di berbagai lokasi mempunyai ciri yang berbeda karena dipengaruhi oleh topografi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk dan sebagainya. Energi pasang surut memanfaatkan beda ketinggian air laut yaitu pada saat air laut pasang dan saat air laut surut. Pasang surut akan bervariasi dengan waktu dan tingginya tergantung pada posisi matahari, bulan dan bumi. Dalam keadaan tertentu topografi dan kedalaman laut dapat berperan sebagai resonator atau konsentrator pasang surut dan dapat menimbulkan pasang setinggi 15 m menurut Soepardjo (2005).
Berikut ini merupakan beberapa alat yang dapat digunakan untuk mengukur pasang surut :
a. Tide staff adalah alat ukur pasang surut paling sederhana yang berbentuk penggaris setebal 1 sampai 2 inci dengan lebar sampai 6 inci dan memiliki skala yang biasanya dalam sistem metrik, sedangkan panjangnya harus lebih besar.
Misalnya, di perairan dengan ketinggian air pasang 2 m, ukuran tangga ini harus 2 m lebih besar dari pengukur (Djaja, 1987).
b. Tide gauge adalah suatu alat mekanis dan otomatis untuk mengukur perubahan muka air laut, alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur elevasi muka air laut yang kemudian direkam dalam komputer. Perangkat ini memudahkan penelitian karena dilengkapi dengan fitur pendukung. Ada dua jenis Tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu :
1) Floating tide gauge, prinsip pengoperasian alat ini didasarkan pada pergerakan naik turunnya permukaan air laut, yang dapat dideteksi oleh pelampung yang dihubungkan dengan alat perekam. Pengukuran tinggi muka air dengan alat ini dilakukan dengan mendeteksi gerakan naik turun air. Perubahan ketinggian air menyebabkan pelampung bergerak secara vertikal (naik turun), pelampung dan
penahan beban diikat dengan kabel dan dihubungkan dengan katrol pada encoder, sehingga gerakan pelampung dapat memutar katrol. Putaran yang terjadi pada pulley akan diubah menjadi sinyal digital dan dikirimkan ke data logger melalui kabel konversi. Di data logger, unit sinyal listrik diproses menjadi indikator nilai terukur (Djaja, 1987).
2) Pressure tide gauge, prinsip pengoperasiannya sama dengan floating tide gauge, hanya saja naik turunnya muka air laut dapat dilihat dari perubahan tekanan yang terjadi pada air laut. Besarnya tekanan yang diterima oleh sensor akan diatur dalam bentuk kedalaman yang dirancang agar diperoleh ketinggian air dari nilai tersebut dengan memperhatikan nilai densitas dan gravitasi.
c. Satelit, Sistem satelit altimeter telah berkembang sejak tahun 1975 ketika sistem satelit Geos-3 diluncurkan. Saat ini, sistem altimeter satelit biasanya memiliki tiga tujuan ilmiah jangka panjang, yaitu, mengamati sirkulasi laut global, memantau volume lapisan es kutub, dan mengamati perubahan permukaan laut, mean sea level (MSL) di seluruh dunia. Prinsip dasar satelit altimeter adalah satelit altimeter dilengkapi dengan generator pusat radar (transmitter), penerima pusat radar sensitif (receiver) dan jam presisi tinggi. Pada sistem ini, radar altimeter yang dibawa oleh satelit akan memancarkan pusat gelombang elektromagnetik (radar) ke arah permukaan laut, pusat tersebut dipantulkan oleh permukaan laut dan diterima oleh satelit (Muliati, et al., 2016).
2.2 Lamun
Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal menurut Wood et al., (1969). Semua lamun adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang (Rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat menurut Tomlinson (1974). Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan serta mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut.
Ekosistem lamun merupakan ekosistem yang kompleks dengan fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi perairan pesisir. Secara taksonomi, lamun tergolong Angiospermae dengan biota laut yang terbatas, seringkali hidup di perairan pantai
yang dangkal menurut Den Hartog (1970). Ekosistem pesisir umumnya terdiri dari 3 komponen, yaitu padang lamun, terumbu karang, dan mangrove. Ketiga ekosistem tersebut secara bersama-sama menjadikan kawasan pesisir sebagai kawasan yang relatif subur dan produktif.
Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-intertidal sampai kedalaman 0,5-10 m, dan sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesies lebih banyak terdapat di daerah tropik dari pada di daerah ugahari Barber (1985). Habitat lamun dapat dilihat sebagai suatu komunitas, dalam hal ini suatu padang lamun merupakan kerangka struktur dengan tumbuhan dan hewan yang saling berhubungan. Habitat lamun dapat juga dilihat sabagai suatu ekosistem, dalam hal ini hubungan hewan dan tumbuhan tadi dilihat sebagai suatu proses yang dikendalikan oleh pengaruh- pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis, fisika, kimiawi. Lamun terlihat mempunyai kaitan dengan habitat dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat dasar dengan pasir kasar. Menurut Haruna Sangaji (1994), juga mendapatkan Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dan kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas campuran pecahan karang yang telah mati.
Bentuk vegetatif lamun dapat memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi dimana Hampir semua genera memiliki rhizoma yang berkembang dengan baik serta bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong.
Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologi lamun Den Hartog (1977). Beberapa fungsi padang lamun, yaitu:
1) sebagai stabilisator perairan dengan fungsi sistem perakannya sebagai perangkap dan pengstabil sedimen dasar sehingga perairan menjadi lebih jernih 2) lamun menjadi sumber makanan langsung berbagai biota laut (ikan dan non
ikan)
3) lamun sebagai produser primer
4) komunitas lamun memberikan habitat penting (tempat hidup) dan perlindungan (tempat berlindung) untuk sejumlah spesies hewan
5) lamun memegang fungsi utama dalam daur zat hara dan elemen-elemen langka di lingkungan laut (Phillips dan Menez, 1988; Fortes, 1990).
Jumlah spesies lamun di dunia adalah 60 spesies, yang terdiri atas 2 suku dan 12 marga menurut Kuo and McComb (1989). Di perairan Indonesia terdapat 15 spesies, yang terdiri atas 2 suku dan 7 marga. Jenis lamun yang dapat dijumpai adalah 12 jenis, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea, Serrulata, Haludole pinifolia, Halodule uninervis, Halophila decipiens, Halophila ovalis, Halophila minor, Halophila spinulosa, Syringodium iseotifolium, dan Thalassodendron ciliatum. Tiga jenis lainnya, yaitu Halophila sulawesi merupakan jenis lamun baru yang ditemukan oleh Kuo (2007), Halophila becari yang ditemukan herbariumnya tanpa keterangan yang jelas, dan Ruppia maritima yang dijumpai koleksi herbariumnya dari Ancol-Jakarta dan Pasir Putih Jawa Timur.
2.3 Mangrove
Hutan Mangrove adalah hutan yang terletak di sepanjang pantai atau muara yang dipengaruhi oleh kombinasi air sungai dan air laut, tergenang oleh air pasang dan tidak tergenang saat air surut, dengan komunitas yang toleran terhadap garam.
Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove, yang pada saat pasang dikelilingi oleh air asin atau payau Waryono (2000). Hutan mangrove merupakan bioma vegetasi pantai tropis, terutama beberapa jenis pohon mangrove, mampu tumbuh dan berkembang di daerah pasang surut pantai yang berlumpur. Mangrove ditemukan di pantai, teluk dangkal, muara, dataran dan daerah pesisir yang dilindungi Gunarto (2004).
Mangrove juga dikenal sebagai hutan pasang surut, hutan pantai, vloedbosschen atau hutan air payau. Banyak orang sering menyebut hutan pantai sebagai hutan mangrove. Padahal, hutan tersebut lebih tepat disebut hutan bakau. Istilah
"mangrove" digunakan di sini sebagai pengganti istilah mangrove untuk menghindari kesalah pahaman tentang hutan yang terdiri dari Rhizopora sp.
Memang tidak hanya pohon bakau yang tumbuh di sana, tetapi juga banyak jenis tanaman lain yang hidup di sana. Istilah mangrove tidak hanya dimaksudkan untuk mengklasifikasikan spesies tertentu, tetapi juga digunakan untuk menyebut
tumbuhan tropis yang menyukai garam atau menyukai garam. Selain itu, mampu tumbuh di tanah lembab yang lembut, habitat laut, dan mampu mentolerir fluktuasi pasang surut juga termasuk dalam deskripsi tanaman yang memenuhi syarat sebagai tanaman “mangrove” Hariyanto (2008). Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuaria, yang merupakan daerah tujuan akhir dari partikel- partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Oleh karena itu, wilayah di sekitar tumbuhnya ekosistem mangrove merupakan wilayah yang subur Gunarto (2004).
Ekosistem mangrove memiliki produktifitas cukup tinggi sehingga mampu menyediakan makanan berlimpah bagi berbagai jenis hewan laut (feeding ground).
Selain itu, ekosistem mangrove juga dimanfaatkan sebagai tempat berlindung berbagai jenis binatang misalnya juvenile dan larva ikan (shellfish) dari predator, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang (spawning ground), sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tannin Soedjarwo (1979). Mangrove merupakan sumber daya alam tropis yang memiliki banyak manfaat dari segi sosial, ekonomi dan ekologi. Tidak seperti hutan terestrial, mangrove memiliki habitat yang lebih spesifik karena interaksi antara komponen kompleks dan internal ekosistem. Komponen-komponen yang membentuk ekosistem tersebut saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat berdiri sendiri.
Mangrove merupakan salah satu jenis ekosistem yang tidak terpengaruh oleh iklim, namun faktor aluvial sangat berperan dalam pembentukan ekosistem ini menurut Indriyanto (2006).
Habitat merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan, perkembangbiakan, dan penentu keberhasilan dalam kegiatan rehabilitasi dan pengelolaan mangrove.
Poedjirahajoe (2010), menyatakan bahwa faktor habitat sangat besar pengaruhnya terhadap komposisi ekosistem mangrove, bahkan perubahan kualitas habitat yang kompleks dapat menyebabkan perubahan jenis vegetasi penyusunnya.
Dikhawatirkan pola vegetasi yang dapat beradaptasi dengan perubahan kondisi habitat dapat terjadi di daerah tersebut, sehingga menyebabkan penurunan keanekaragaman jenis di daerah tersebut. Dalam pengelolaan kawasan mangrove perlu diketahui kondisi ekologi habitat sesuai dengan jenis tanaman yang perlu
ditanam. Faktor habitat yang mempengaruhi vegetasi mangrove bersifat kompleks, sehingga perlu dilakukan penyederhanaan faktor habitat melalui klasifikasi atau pengelompokan habitat.
2.4 Terumbu Karang
Menurut Zhong dan Dong (1999), terumbu karang (coral reef) terdiri dari dua kata yaitu terumbu (reef) yang berarti endapan masif kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3) yang berupa hasil sekresi kapur dari hewan karang dan biota-biota lainnya, seperti alga berkapur dan moluska, dari hasil sekresi tersebut terbentuk konstruksi batu kapur biogenis sebagai struktur dasar ekosistem pesisir.
Nyabaken (1986), juga menyebutkan terumbu dapat diartikan punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air. Sedangkan, karang (coral), yaitu sejenis hewan dari ordo scleractinia, yang menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3) dari hasil sekresinya.
Ada tiga jenis struktur terumbu karang di Indonesia, yaitu karang tepi (fringing reef), karang penghalang (barrier reef), dan karang cincin (atoll). Terumbu karang, khususnya terumbu karang perbatasan, tumbuh subur di daerah dengan ombak yang cukup dan kedalaman tidak lebih dari 40 m, sehingga berperan penting dalam melindungi pantai dari gelombang dan arus laut yang kuat. Selain itu, terumbu karang juga berperan penting sebagai habitat, tempat mencari makan, tempat pemijahan dan tempat pemijahan bagi berbagai bioma yang hidup di terumbu karang Bengen (2001). Hewan karang tunggal biasanya disebut polip. Jadi terumbu karang (coral reef) merupakan sebuah ekosistem pada dasar bahari dalam wilayah tropis yang tebentuk berdasarkan kapur output sekresi biota bahari khususnya jenis- jenis karang batu dan alga berkapur bersama-sama menggunakan biota yang hayati pada dasar lainnya misalnya jenis Mollusca, Crustacea, Echinodermata, Polychaeta, Porifera, dan biota-biota yang bebas pada perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton menurut Sumich dan Dudley (1992).
Terdapat dua kelompok karang berdasarkan pembentuknya yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaan kedua kelompok karang ini adalah terletak pada kemampuan karang hermatifik dalam menghasilkan terumbu. Kemampuan
menghasilkan terumbu ini disebabkan oleh adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis di dalam jaringan karang hermatifik, sel-sel tumbuhan ini dinamakan Zooxanthellae menurut Dahuri et al. (2001), mengatakan Karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh dunia.
Menurut Nyabakken (1992), ekosistem terumbu karang memiliki kemampuan untuk menahan nutrien dalam sistem sehingga merupakan ekosistem yang subur dan memiliki produktivitas organik yang tinggi.
Ekosistem terumbu karang dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata bahari dikarenakan ekosistem terumbu karang yang kaya akan keanekaragaman spesies dan penghuninya disebabkan habitat pada ekosistem terumbu karang yang bervariasi Dahuri et al., 2001. Selain fungsi ekologis, terumbu karang juga memiliki keindahan karena adanya berbagai jenis karang, ikan, lili laut, teripang, kerang- kerangan, siput laut, dan lain sebagainya, yang membuat takjub para wisatawan.
Terumbu karang dapat menjadi objek wisata melalui kegiatan snorkeling, menyelam, ataupun hanya melihat keindahannya dari atas kapal yang dilengkapi kaca pada lantainya (glass bottom boat) menurut Yusri (2012). Di Indonesia memiliki satu ciri khas bentuk terumbu karang, yaitu terumbu karang gosong (pacth reef) terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal menurut Castro dan Huber (2005).
III METODELOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum lapang ini dilaksanakan di Pantai Ketapang, kabupaten Pesawaran.
Praktikum dilakukan selama 3 hari, yaitu pada hari Selasa, 31 Mei 2022 – Kamis 2 Juni 2022.
3.2 Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat yang digunakan
Pasang Surut Lamun Mangrove Terumbu Karang
Tiang pancang Masker selam Snorkel Fin Aki
Pelampung Arduino Alat tulis Timer
Masker selam Snorkel Fin Kamera Alat tulis Saringan Termometer Refraktometer Core sampler
Roll meter Meteran jahit Kamera Saringan Core sampler Sepatu allbike GPS
Alat tulis Tali raffia
Masker selam Snorkel Fin Roll meter Kertas anti air Papan ujian Pensil Pelampung Buku identifikasi Senter Secci disk
Botol sampel Kertas anti air Paralon GPS
Transek 1x1 m
Tabel 2. Bahan yang digunakan
Pasang Surut Lamun Mangrove Terumbu Karang
Laut Lamun
Biota asosiasi
Mangrove Biota asosiasi Sedimen
Terumbu karang Biota laut
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Cara Kerja Pasang Surut a. Arduino
Adapun cara kerja dari pengukuran pasang surut menggunakan arduino:
1) Disiapkan alat arduino untuk menghitung pasang surut 2) Disiapkan aki untuk bahan energi arduino
3) Lalu sambungkan aki ke arduino agar arduino menyala
4) Letakan arduino pada tempat yang akan dihitung pasang surutnya
5) Cari tempat yang tidak banyak dilalui oleh kapal dan tempat untuk menaruh alat arduino agar aman
6) Lalu tempelkan arduino di bawah dermaga yang terjangkau dengan air
7) Pastikan arduino sudah menempel dengan baik dan tidak tekena basah karena alat arduino tidak tahan dengan air
8) Lalu setelah arduino terpasang, siapkan alat tulis untuk mencatat waktu dan tingginya
9) Pasang surut dicatat setiap 30 menit sekali
10) Dilakukan pengamatan secara berulang selama 48 jam.
b. Tiang Pancang
Adapun cara kerja dari pengukuran pasang surut menggunakan tiang pancang:
1) Disiapkan 2 buah tiang pancang masing-masing setinggi 2,5 m
2) Dipasang 2 buah tiang pancang sejajar dengan jarak 1,5m dengan tegak lurus dari garis pantai sejauh 50 m
3) Lalu disiapkan alat tulis untuk mencatat tinggi lembah dan bukit 4) Lembah dan bukit di catat setiap 30 menit sekali
5) Dilakukan pengamatan berulang sampai dengan 48jam.
3.3.2 Cara Kerja Lamun
Adapun cara kerja dari lamun sebagai berikut:
1) Alat dan bahan disiapkan untuk proses pengambilan data, isi lembar kerja lapangan yang terdiri dari nama pantai dan nama daerah/kabupaten, kode stasiun, tanggal dan waktu pengamatan, informasi umum (kedalaman air, suhu air, salinitas, derajat keasaman (pH), substrat, kecepatan arus, suhu udara).
Posisi transek ditentukan dan dicatat koordinat (Latitude dan Longitude), setelah itu tandai titik awal transek kuadran dengan tanda seperti patok besi atau yang lain.
2) Transek dibuat dengan menarik roll meter sepanjang 50m tegak lurus dari garis pantai.
3) Transek plot 1m x 1m ditempatkan pada titik 0 m, disebelah kanan transek, pengamat berjalan disebelah kiri agar tidak merusak lamun yang akan diamati.
4) Jumlah tegakan lamun, tinggi lamun serta data pendukung lainnya dihitung seperti data faktor fisika dan kimia lingkungannya yang meliputi suhu, pH, salinitas yang dilakukan pada saat air pasang.
5) Karakteristik substrat diamati secara visual dan biota yang berasosiasi lalu catat, untuk biota yang membenamkan diri di dalam substrat dilakukan penggalian substrat menggunakan core sampler untuk proses pengambilannya.
6) Transek kuadrat ditempatkan secara selang-seling dan lakukan pengamatan setiap 10 m sampai meter ke 50 (0 m, 10 m, 20, dst).
7) Patok dan penanda dipasang pada titik terakhir sebagai patokan transek.
Indeks nilai penting pada lamun
Berikut ini merupakan rumus indeks nilai penting pada lamun:
A. Kerapatan Relatif
Rdi = (𝑛𝑖
∑N) x 100%
Keterangan :
ni : Jumlah total tegakan dari suatu jenis Σn : Jumlah tegakan seluruh jenis
Nilai maksimum : 100% (Kusmana, 1997) B. Frekuensi Relatif
Rfi = 𝐹𝑖
∑F x 100%
Keterangan :
Fi : Frekuensi jenis-i
∑F : Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis C. Penutupan Relatif
RCi = 𝐶𝑖
∑Ci x 100%
Keterangan :
Ci : Luas area penutupan jenis-i
∑Ci : Luas total area penutupan untuk seluruh jenis
Untuk menghitung Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat pohon, pancang, dan semai adalah sebagai berikut :
D. Indeks Nilai Penting
INP = RDi + RFi + RCi Keterangan :
RDi : Kerapatan relatif jenis RFi : Frekuensi relatif jenis
RCi : Penutupan relatif jenis 3.3.3 Cara Kerja Mangrove
Adapun Cara kerja dari Mangrove yaitu sebagai berikut:
1) Pada setiap transek dibuat plot-plot pengamatan secara berselang-seling. Pohon dengan diameter (≥10 cm) dibuat plot dengan ukuran 10 m x 10 m², pancang (tinggi > 1,5 m dan diameter batang <10 cm) dibuat plot dengan ukuran 5 x 5 m², dan semai dibuat plot dengan ukuran 2 x 2 m² (Ningsih, 2008). Terdapat 3 stasiun dan setiap stasiun dilakukan 3 kali pengulangan. Stasiun terletak sejajar dengan garis pantai.
2) Pada setiap plot diamati nama spesies dengan mengidentifikasi karakteristik mangrove mulai dari bentuk pohon, bentuk akar, bentuk buah dan bentuk bunga. Jumlah individu masing-masing spesies kemudian dihitung dan dicatat hasil identifikasi pada lembar kerja.
3) Ukur diameter batang setinggi dada (DBH/Diameter at Breast Height) atau setinggi 130cm di atas permukaan tanah Jamili et al., (2009)
4) Penentuan data vegetasi mangrove dapat ditentukan dengan mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) suatu populasi mangrove dalam suatu komunitas, INP ini ditentukan berdasarkan rumus Dombois dan Ellenberg (1974).
Berikut ini merupakan rumus untuk menghitung INP:
A. Kerapatan Relatif
Rdi = (𝑛𝑖
∑N) x 100%
Keterangan :
ni : jumlah total tegakan dari suatu jenis Σn : Jumlah tegakan seluruh jenis
Nilai maksimum : 100% (Kusmana, 1997)
B. Frekuensi Relatif
Rfi = 𝐹𝑖
∑F x 100%
Keterangan :
Fi : Frekuensi jenis-i
∑F: Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis C. Penutupan Relatif
RCi = 𝐶𝑖
∑Ci x 100%
Keterangan :
Ci : Luas area penutupan jenis-i
∑Ci : Luas total area penutupan untuk seluruh jenis D. Indeks Nilai Penting
INP = RDi + RFi + RCi Keterangan :
RDi : Kerapatan relatif jenis RFi : Frekuensi relatif jenis RCi : Penutupan relatif jenis
3.3.4 Cara Kerja Terumbu Karang
Adapun cara kerja dari terumbu karang adalah sebagai berikut:
a. Pengamatan terumbu karang
1. Catat waktu pengamatan terlebih dahulu.
2. Tentukan stasiun pengamatan sejajar garis pantai, lalu tarik lurus rollmeter bersinggungan dengan terumbu karang sepanjang 100 meter.
3. Pada ujung dan pangkal rollmeter ditancapkan patok lalu diikat pelampung sebagai tanda yang terlihat dari permukaan air.
4. Secara berurutan, catat semua bentuk pertumbuhan karang, biota, dan subtipe substrat yang bersinggungan dengan rollmeter tersebut. Tiap tipe substrat dicatat menggunakan kode-kode sampai sentimeter terdekat.
b. Pengamatan ikan karang
1. Tentukan lokasi pemasangan transek garis. Transek garis sepanjang 100 m dibentangkan, lalu selama 5-15 menit, lokasi transek dibiarkan agar ikan-ikan terbiasa dengan kondisi baru.
2. Dua orang pengamat berenang di area selebar 5 meter dengan batas kanan dan kiri masing-masing berjarak 2,5 meter sehingga area pengamatan mencapai 250 m2. Pengamatan dilakukan dengan menghitung tiap jenis dan kelimpahan ikan karang (ikan corallivor, herbivor dan target) sepanjang area transek.
3. Catat jumlah individu ikan yang masuk dalam transek (misalnya sepanjang 5 meter transek terdapat 6 individu).
4. Untuk menghindari penghitungan ganda, ikan yang menyeberangi garis dihitung dari tempat asalnya.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi
Pantai Ketapang merupakan tempat wisata yang terletak di Desa Batu Menyan, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dengan titik koordinatnya 5.590692° S, 105.233847°. Pantai ini memiliki ciri khas dengan sebaran pohon kelapa disepanjang pinggir pantai dan termasuk dalam kategori pantai berpasir serta terdapat ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang.
4.2 Pasang Surut 4.2.1 Hasil
Berikut ini hasil dari perbandingan data arduino dan tiang pancang didapat grafik:
Grafik 1. Perbandingan data tiang pancang
Grafik 2. Perbandingan stasiun 3 dengan Arduino
4.2.2 Pembahasan
Data tiang pancang ada di 3 stasiun pengamatan yaitu stasiun 1 atau bukit kemudian stasiun 2 yang berada di dermaga 4 serta stasiun 3 yang terletak pada dermaga 1. Peletakan tiang pancang dimulai pukul 12.00 siang tanggal 31 Mei 2022 dan perhitungan data dimulai pukul 02.00 siang untuk ketiga lokasi.
Penggunaan data arduino dimulai pada pukul 20.00 dan terjadi keterlambatan pemasangan alat karena adanya error pada alat. Data diambil dari tiang pancang yaitu 55 jam dan aduino 49 jam serta ada beberapa data yang kosong yaitu pada stasiun 3 yang terjadi pada tanggal 1 Juni 2022 jam 06.30 hingga 12.00. Hal ini terjadi karena adanya miss komunikasi. Pasang tertinggi pada stasiun 1 terjadi pada jam 09.00 tanggal 2 Juni 2022 yaitu 189,5 cm dan terendah terjadi pada pukul 14.30 pada 31 Mei 2022 yaitu 45 cm. Pasang tertinggi pada stasiun 2 terjadi pada jam 08.00 pagi 1 Juni 2022 dan 08.30 pada 2 Juni 2022 yaitu 196 cm sedangkan terendah pada pukul 15.30 tanggal 31 Mei 2022 yaitu 76 cm. Pasang tertinggi pada stasiun 3 atau dermaga 1 terjadi pada pukul 08.00 tanggal 2 Juni 2022 yaitu 189,5 cm dan terendah pada pukul 15.30 31 Mei 2022 yaitu 60 6,5 cm. Pada hasil Arduino pasang tertinggi terjadi pada tanggal 2 Juni 2022 pukul 06.00 yaitu dengan ketinggian pasang mencapai 199,13 cm dan surut terendah pada pukul 02.00 tanggal 1 Juni 2022 yaitu 101,27 cm.
Dari grafik perbandingan di stasiun 3 dengan arduino dapat dilihat bahwa grafik tiang pancang stasiun 3 berwarna biru sedangkan grafik pengamatan menggunakan Arduino ditunjukan dengan garis grafik berwarna orange. Pada data yang diambil menggunakan Arduino pasang tertinggi selama dalam kurun waktu 3 hari yaitu mencapai 199,13 cm dan data surut terendah mencapai 101,27 cm. Sedangkan data yang diambil secara manual pasang tertinggi terjadi dalam kurun waktu 3 hari yaitu mencapai 193,6 cm dan data surut terendah mencapai 62,5cm.
Berdasarkan perbandingan kedua grafik diatas, pada grafiik pertama dengan menggunakan tiang pancang data pasang surut tertinggi terjadi pada stasiun 3 dan terendah terjadi pada pukul 14.30 pada 31 Mei 2022 yaitu 45 cm. Pasang tertinggi pada stasiun 2 terjadi pada jam 08.00 pagi 1 Juni 2022 dan 08.30 pada 2 Juni 2022 yaitu 196 cm sedangkan terendah pada pukul 15.30 tanggal 31 Mei 2022 yaitu 76 cm. Pasang tertinggi pada stasiun 3 atau dermaga 1 terjadi pada pukul 08.00 tanggal
2 Juni 2022 yaitu 189,5 cm dan terendah pada pukul 15.30 31 Mei 2022 yaitu 66,5 cm. Kemudian pada grafik kedua menggunakan Arduino pasang tertinggi selama dalam kurun waktu 3 hari yaitu mencapai 199,13 cm dan data surut terendah mencapai 101,27 cm. Tipe pasang surut secara umum menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian tunggal, harian ganda, dua jenis harian (tunggal dan ganda) Wibisono (2005). Tipe pasang surut yang terjadi di Pantai Ketapang adalah pasang surut campuran yang mendominasi ke harian ganda karena selama 3 hari pengamatan dari tanggal 31 Mei – 2 Juni tahun 2022 dalam 1 hari terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut dengan kurun waktu yang berbeda.
4.3 Lamun 4.3.1 Hasil
Dari pengamatan lamun yang telah dilakukan didapat hasil:
Tabel 3. Data indeks nilai penting pada lamun
Stasiun Jenis ∑ni %Rci %Rdi %Rfi INP
1
Syringodium
isoetifolium 156 46,51 34,06 33,33 113,9 Cymodocea rotundata 95 11,63 20,74 16,67 49,04 Enhalus acoroides 207 41,86 45,2 30 117,06
sand 0 0 0 20 20
TOTAL 458 100 100 100 300
2
Thalassia hemprichii 618 44,45 69,99 26,67 141,11 Enhalus acroides 265 55,55 30,01 33,33 118,89
sand 0 0 0 40 40
TOTAL 883 100 100 100 300
3
Thalassia hemprichii 2005 84,21 44 36,67 164,88 Enhalus acroides 376 15,79 56 46,67 118,46
sand 0 0 0 16,66 16,66
TOTAL 2381 100 100 100 300
4
Enhalus acroides 2127 99,856 98,02 96,67 294,546 Halodule Uninervis 43 0,144 1,98 3,33 5,454
TOTAL 2170 100 100 100 300
5
Thalassia hemprichii 954 92,93 74,18 76,67 243,78 Enhalus acroides 332 7,07 25,82 23,33 56,22
TOTAL 1286 100 100 100 300
6
Enhalus acroides 568 77,55 82,67 63,33 223,55 Thalassia hemprichii 119 22,45 17,33 36,67 76,45
TOTAL 687 100 100 100 300
Tabel 4. Data kualitas air pada ekosistem lamun di Pantai Ketapang
Parameter Buku mutu Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Suhu (°C) 28 - 30 29,4 28,7 28,6
Derajat Keasaman (pH) 7 - 8,5 8,23 8,16 8,07 Dissolve oxygen (mg/L) >4 8,5 8,7 7,6
4.3.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel hasil identifikasi lamun diatas kawasan lamun di Pantai Ketapang, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung merupakan salah satu kawasan lamun yang masih alami dan keadaannya masih cukup terawat. Dalam pengamatan lamun yang telah dilakukan ,ditemukan 4 jenis spesies lamun dari stasiun pengamatan 1 sampai stasiun pengamatan 6. Jenis spesies lamun yang ditemukan yaitu, Haloduel Uninervis, Syringodium isoetifolium, Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii.
Hasil analisis kerapatan relatif lamun di kawasan Pantai Ketapang bahwa pada tingkat kerapatan tutupan (RCi) yang paling tinggi adalah Enhalus acroides dengan presentase 99,856 % yang terdapat pada stasiun 4 sedangkan pada kerapatan tutupan terendah terdapat pada stasiun 4 dengan spesies lamun Haloduel Uninervis hanya 0,144%. Kemudian kerapatan relative (RDi) yang paling tinggi juga terdapat pada spesies lamun Enhalus acroides dengan presentase 98,02 % dan kerapatan relatif terendah pada spesies lamun Halodule Uninervis hanya 1,98%. Kemudian frekuensi relatif tertnggi juga terdapat pada lamun Enhalus acroides 96,67% dan
INP (Indeks Nilai Penting) yang tertinggi adalah lamun Enhalus acroides 294,546 sedangkan Halodule Uninervis 5,454. Selanjutnya spesies lamun Syringodium isoetifolium memiliki RCi 46,51% ,RDi 34,06% RFi 33,33% dan nilai INP 113,9.
Setelah itu spesies lamun Cymodocea rotundata memiliki RCi 11,63%, RDi 20,74% RFi 16,67% dan nilai INP 49,04. Jenis lamun Thalassia hemprichii juga memiliki tingkat presentse kerapatan tutupan yang cukup tinggi dan baik yaitu 92,93%, RDi 74,18% RFi 76,67 % dan nilai INP 243,78 Wijdiah (2017), menyatakan bahwa Penyebab spesies lamun Enhalus acroides lebih mendominasi karena faktor lingkungan seperti, suhu, salinitas, dan kedalaman perairan mendukung dan asupan nutrisi yang di dapat sangat baik sehingga populasi dari lamun Enhalus acroides sangat banyak. Sedimen tempat tumbuh juga merupakan sedimen berpasir yang terdapar pecahan karang yang selalu tergenang air dan menjadi habitat yang baik untuk hidup serta beregenerasi. Selanjutnya biota asosiasi yang paling banyak terlihat di sekitar lamun adalah Arthropoda, Bivalvia, Sargassum sp, kerang darah, bulu babi, teripang dan bintang laut. Bratakusuma (2013), menyatakan bahwa jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii lebih mendominasi dari pada lamun Halophila ovalis sebab jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii memiliki morfologi daun besar dan akar yang kuat sehingga lebih mudah beradaptasi serta pertumbuhannya yang lebih cepat menyebar.
Parameter kualitas air merupkan salah satu komponen yang menentukan keberlangsungan hidup bagi lamun untuk dapat hidup dan berkembang. Pada praktikum yang telah dilakukan parameter kualitas air yang digunakan yaitu suhu, pH dan oksigen terlarut (DO). Rata – Rata kualitas suhu air pada perairan lamun 28,90 C , pH 8,5 dan DO 8,27 mg/L Tuwo (2011), menyatakan lamun yang hidup di daerah tropis dapat tumbuh optimal pada suhu 28 – 30 ⁰C. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis. Derajat keasaman atau pH air merupakan salah satu faktor yang dapatmempengaruhi produktifitas perairan. Kisaran derajat keasaman yang ditemukan dari seluruh stasiun merupakan kisaran yang masih normal untuk perairan tropis. Perairan dengan pH 5,5 – 6,5 dan pH yang lebih dari 8,5 merupakan perairan yang tidak produktif, perairan dengan pH 6,5-7,5 termasuk dalam perairan yang masih produktif dan perairan dengan pH antara 7,5 – 8,5 mempunyai tingkat produktifitas yang tinggi. Oksigen terlarut adalah kandungan
oksigen yang terlarut dalam perairan yang merupakan suatu komponen utama bagi metabolisme organisme perairan yang digunakan untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan lamun. Baku mutu air untuk biota laut khususnya oksigen terlarut (DO) pada padang lamun berada antara lebel besar 5 mg/l ( > mg/l) dikatakan baik.
Parameter kualitas air pada lamun di lokasi Pantai Ketapang masih baik untuk mendukung pertumbuhan lamun karena suhu, pH dan DO yang terdapat pada perairan berada di toleransi yang optimal.
4.4 Mangrove 4.4.1 Hasil
Tabel 5. Analisis Vegetasi Hutan Mangrove Tingkat Pohon
Stasiun Jenis ∑ni %Rci %Rdi %Rfi %INP
1
Rhizopora mucronate 32 68,34 91,43 50 209,77
Rhizopora apiculata 3 31,66 8,57 50 90,23 TOTAL
35 100 100 100 300
4.4.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dia atas kawasan mangrove Pantai Ketapang, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung merupakan salah satu kawasan hutan mangrove yang masih alami dan keadaannya masih terawat. Dalam pengamatan mangrove yang telah dilakukan, ditemukan 2 jenis spesies mangrove dari 1 stasiun pengamatan. Jenis spesies lamun yang ditemukan yaitu Rhizophora apiculata, dan Rhizophora mucronata.
Hasil analisis kerapatan relatif mangrove di kawasan Pantai Ketapang bahwa pada tingkat pohon kerapatan tutupan (RCi) yang paling tinggi adalah Rhizopora mucronata dengan presentase 68,34% sedangkan pada kerapatan tutupan Rhizopora apiculata hanya 31,66%. Kemudian kerapatan relative (RDi) yang paling tinggi juga terdapat pada spesies lamun Rhizopora mucronate dengan presentase 91,43% dan kerapatan relative terendah pada spesies Rhizopora apiculate hanya 8,57%. Kemudian frekuensi relative Rhizopora mucronate 50%
dan Rhizophora apiculate 50% dan INP (Indeks Nilai Penting) yang tertinggi adalah
Rhizopora mucronata 208,77 sedangkan Rhizopora apiculate 90,23, hal ini menunjukan bahwa spesies Rhizopora mucronata mampu beradaptasi dengan baik dengan kondisi lingkungan di sekitarnya dibandingkan spesies Rhizopora apiculate. Tingginya kerapatan tutupan dan kerapatan relatif pada spesies Rhizopora mucronata disebabkan oleh faktor lingkungan yang mendukung tumbuh dan berkembang seperti kondisi tanah berlumpur halus dan tergenang dengan pasang yang normal dan lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir . Sivasothi (2001) menyatakan bahwa Rhizopora mucronata lebih menyukai substrat berlumpur lembut serta kemampuan perkembangbiakan mangrove jenis Rhizophora mucronata sangat tinggi.
Tomlinson (1986) menyatakan bahwa mangrove Rhizophora mucronata merupakan tumbuhan mangrove yang penting dan tersebar luas. Heriyanto dan Subiandono (2012) menyatakan bahwa jenis Rhizophora mucronata sangat baik dalam memanfaatkan energi matahari, unsur-unsur hara, mineral, air serta sifat kompetesi sehingga mendominasi jenis-jenis lainya. Selain habitat yang sesuai, salah satu penyebab bahwa jenis Rhizophora mucronata mempunyai sebaran yang merata adalah karena kondisi dimana biji mampu berkecambah semasa buah masih melekat pada pohon induknya. Sedangkan kerapatan terendah dimiliki oleh Rhizophora apiculata karena rendahnya nilai kerapatan suatu jenis yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan suatu jenis. Setiawan (2005) menyatakan bahwa spesies mangrove memiliki tingkat adaptasi yang tinggi terutama pada jenis tertentu seperti propagul pada jenis Rhizophora mucronata umumnya telah tumbuh sejak masih menempel pada batang induknya sehingga tingkat keberhasilan pertumbuhan menjadi lebih besar.
4.5 Terumbu Karang 4.5.1 Hasil
Tabel 6. Hasil data terumbu karang di Pantai Ketapang, Kabupaten Pesawaran Meter Lifeform Karang Biota Asosiasi
5 Dead Coral Haemulidae
6 Dead Coral Scaridae
10 Dead Coral Scaridae 15 Acropora Digitate Haemulidae
16 Halimeda (HA) -
20 Acropora Digitate Haemulidae 23 Acropora Encrustin Scaridae
24 Dead Coral -
25,7 Coral Branching Serranidae
30 Sponge (SP) -
34 Dead Coral -
36 Coral Submassive Acanthuridae
39,5 Dead Coral -
45 Coral Submassive Chaetodon
48 Dead Coral -
50 Acropora Submassive Chaetodontidae 61 Acropora Branching Chaetodontidae 63 Acropora Tabulate Scaridae
74 Acropora Branching Scaridae
75 Coral Massive -
83 Coral Mushroom Acanthuridae
94 Coral Branching Lutjanidae, Scaridae
95 Coral Mushroom -
98 Coral Submassive Scaridae
100 Coral Submassive Kima
4.5.2 Pembahasan
Secara global sebaran terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23 - 25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36 - 40 °C. Hal kedua yang harus terpenuhi adalah faktor salinitas, terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 32–35 Kedua faktor
tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang.
Dari pengamatan terumbu karang didapatkan data dari meter 5-10 ditemukan Dead Coral yang hampir mendominasi dari bentangan meter 1-100. Kemudian Coral lain yang ditemukan sejenis Coral Mushroom (CM), adapun coral lain seperti Acropora Branching, Acropora Submassive maupun Coral Submassive, Halimeda, maupun Sponge dan sebagainya. Beberapa diantara coral tersebut termasuk dalam Hard Coral seperti Acropora Tabulate, Coral Massive, Acropra Encrusting. Untuk unsur abiotik yang ditemukan meliputi pasir, air, karang mati dan batuan.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dari praktikum yang telah dilakukan didapat kesimpulan sebagai berikut:
Tipe pasang surut yang terjadi di Pantai Ketapang adalah pasang surut campuran yang mendominasi ke harian ganda karena selama 3 hari pengamatan dari tanggal 31 Mei – 2 Juni tahun 2022 dalam 1 hari terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut dengan kurun waktu yang berbeda.
2. Struktur komuditas karang yang terdapat di Pantai Ketapang adalah karang Coral Mushroom (CM), Acropora Branching, Acropora Submassive maupun Coral Submassive, Halimeda, maupun Sponge dan sebagainya. Beberapa diantara coral tersebut termasuk dalam Hard Coral seperti Acropora Tabulate, Coral Massive, serta Acropra Encrusting.
3. Struktur komunitas mangrove di Pantai Ketapang masih tergolong alami. Jenis mangrove yang ditemukan yaitu jenis Rhizopora mucronate dan Rhizopora apiculata dan yang paling mendominasi adalah Rhizopora mucronate hal ini dikarenakan mangrove jenis ini memiliki tingkat adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya dan tumbuh menempel pada batang induk sehingga tingkat keberhasilan pertumbuhan menjadi lebih besar.
4. Struktur komunitas lamun di Pantai Ketapang keadaannya masih cukup terawat dengan baik. Ada 6 jenis lamun yang ditemukan yaitu Syringodium isoetifolium, Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Dan yang paling mendominasi keberadaannya adalah jenis Enhalus acroides hal ini dikarenakan memiliki morfologi daun besar serta akar yang kuat dan di dukung faktor lingkungan seperti, suhu, salinitas, DO, pH, kedalaman perairan asupan nutrisi yang di dapat sangat baik.
5.2 Saran
Sumberdaya alam yang sudah ada harus diperhatikan agar aspek aspek yang dimuat tidak hilang dan masih lestari. Pihak pengelola harus membuat fasilitas yang baik untuk pengolahan data penelitian dalam bidang edukasi atau pembelajaran agar wilayah-wilayah tersebut tetap terjaga dengan baik maka dari itu pihak pengelola harus membuat fasilitas yang baik seperti mushola, wc, spot foto, dan sebagainya tanpa harus mematok harga untuk menggunakan fasilitas tersebut agar para pengunjung merasa sangat senang.
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, M. H. 2000. Pedoman Inventarisasi Lamun. Jurnal.
Oseana, Volume XXIV, Nomor 1, 1999:1-16.
Bratakusuma, Nurhadi, Femy M. Sahami, and Sitti Nursinar. "Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara." The nike Journal 1.3 (2013).
Bulele, E., Tilaar, F.F., Baroleh, M.S., Lasabuda, R., Paransa, D.S. and Lohoo, A.V., 2020. Seagrass Cover On The Island Of Manado Tua, Bunaken Kepulauan District, Manado City. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, 11(1):16-22.
Dirjen P3K DKP. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Pemanfaatan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau kecil. Direktorat Tata Ruang Laut dan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, DKP RI, Jakarta. 96 p.
Elfahmi, M.Risda; Efendy, Makhfud. 2020. Struktur Komunitas
Makrozoobenthos Epifauna Pada Ekosistem Lamun, Mangrove Dan Terumbu Karang Di Desa Labuhan Kecamatan Sepulu Bangkalan. Jurnal Ilmiah Kelautan dan Perikanan Juvenil. Volume 1, No.2
Gross, M.G. 1990. Oceanography; A View of Earth Prentice Hall, Inc.Englewood Cliff. New Jersey.
Gunarto, 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 23(1).
Hariyanto, S., B. Irawan., dan T. Soedarti. 2008. Teori dan Praktik Ekologi.
Airlangga University Press : Surabaya
Heriyanto, N. M dan E, Subiandono, (2012). Komposisi dan struktur tegakan, biomasa, dan potensi Kandungan karbon hutan mangrove di taman nasional Alas purwo. Jurnal Penelitian Hutan dan Konervasi Alam, 9 (1), 023-032 . Agustini, Nella Tri, Zamdial Ta’alidin, and Dewi Purnama. Struktur Komunitas
Mangrove Di Desa Kahyapu Pulau Enggano. Jurnal Enggano 1.1 (2016):
19-31.
Muliati, Y., Wurjanto, A., dan Pranowo, W. S. (2016). Validation of Altimeter Significant Wave Height Using Wave Gauge Measurement in Pacitan
Coastal Waters, East Java, Indonesia. International Journal of Advances in Engineering Research (IJAER)12:IV.
Nurul Dhewani Mirah Sjafrie, et al. 2018. Status Padang Lamun Indonesia 2018.
Puslit Oseanografi – LIPI. Jakarta.
Prasetya, A.N., 2012. Struktur Komunitas Mangrove di Daerah Wonorejo Pantai Timur Surabaya (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Setyawan, A.D., Winarno, K. and Purnama, P.C., 2003. Ekosistem mangrove di Jawa: kondisi terkini. Biodiversitas, 4(2): 130-142.
Friess, D.A., Phelps, J., Leong, R.C., Lee, W.K., Wee, A.K.S., Sivasothi, N., Oh, R.R.Y. and Webb, E.L., 2012. Mandai mangrove, Singapore: lessons for the conservation of Southeast Asia's mangroves.
Surinati, D., 2007. Pasang Surut Dan Energinya. Oseana, 32(1): 15-22.
Tangke, U., 2010. Ekosistem padang lamun (manfaat, fungsi dan rehabilitasi).
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 3(1): 9-29.
Tomlinson, P.B., 1986. the Botany of Mangroves Cambridge University Press London.
Tuwo, A., 2011. Pengelolaan ekowisata pesisir dan laut: pendekatan ekologi, sosial-ekonomi, kelembagaan, dan sarana wilayah. Brilian internasional.
V.Mairi. 2019. Makalah Pasang Surut, Arus, dan Gelombang Air Laut.Manado:
Universitas Sam Ratulangi
Wajdiah. 2017. Jenis Dan Kepadatan Lamun Hubungannya Dengan Kondisi Substrat Pulau Sarappo Lompo Kabupaten Pangkep. Skripsi. Departemen Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas
Hasanuddin Makassar.
Yapanto, L.M., 2021. Ekowisata Terumbu Karang
LAMPIRAN
Tabel 6. Dokumentasi praktikum
Praktikum pada tema lamun
Gambar Keterangan
Transek yang diletakan pada lamun untuk dihitung jumlah tegakan dan helai daun
Biota yang ada pada transek lamun yang sedang diamati (Bulu babi)
Biota yang
ditemukan (keong laut)
Biota yang menempel pada lamun Gastropoda (keong)
Teripang yang ditemukan
Praktikum pada tema mangrove
Biota yang
menempel pada akar mangrove (keong)
Biota yang
ditemukan pada akar mangrove
Arthropoda (kepitting)
Akar tunjang
Sedimen yang sudah disaring
Pemasangan transek
Tabel 7. Pengamatan data pasang surut Pantai Ketapang
B (Dermaga 4) C (Dermaga 1)
Arduino B (cm) L (cm) WL (cm) B (cm) L (cm) WL (cm)
80 75 77,5 74 64 69 0
81 78 79,5 70 65 67,5 0
82 78 80 71 64 67,5 0
79 73 76 68 65 66,5 0
86 79 82,5 75 70 72,5 0
107 89 98 90 85 87,5 0
107 100 103,5 100 85 92,5 0
116 110 113 110 100 105 0
120 116 118 115 110 112,5 0
130 125 127,5 120 115 117,5 0
140 137 138,5 133 125 129 0
0 0 0 0 0 0 0
155 151 153 150 142 146 154,61
150 148 149 138 130 134 174,07
145 140 142,5 138 128 133 144,11
146 142 144 135 128 131,5 144,2
140 133 136,5 132 125 128,5 137,61
137 133 135 128 120 124 134,16
130 127 128,5 124 113 118,5 128,78
120 110 115 114 95 104,5 128,35
116 112 114 103 95 99 113,29
108 100 104 100 86 93 105,71
105 95 100 97 85 91 104,46
108 102 105 94 84 89 101,92
100 95 97,5 93 84 88,5 101,27
108 100 104 99 89 94 123,6
116 108 112 105 95 100 113,21
122 113 117,5 113 98 105,5 113,7
125 114 119,5 128 109 118,5 130,12
138 130 134 130 119 124,5 140,37
150 142 146 142 129 135,5 146,07
164 153 158,5 154 140 147 157,63
174 164 169 164 149 156,5 166,85
182 174 178 0 0 0 164,86
190 183 186,5 0 0 0 166,92
198 190 194 0 0 0 167,56
200 193 196,5 0 0 0 168,88
197 190 193,5 0 0 0 175,6
195 187 191 0 0 0 178,69
187 183 185 0 0 0 177,86
183 177 180 0 0 0 186,78
174 169 171,5 0 0 0 184,09
159 152 155,5 0 0 0 187,02
144 139 141,5 0 0 0 180,57
130 125 127,5 0 0 0 187,36
123 119 121 115 110 112,5 184,33
114 111 112,5 110 98 104 188,22
103 97 100 98 84 91 188,5
94 90 92 90 79 84,5 184,16
90 85 87,5 85 74 79,5 187,14
85 80 82,5 75 68 71,5 187,48
90 83 86,5 85 75 80 190,23
95 89 92 90 82 86 186,97
100 96 98 95 89 92 188,58
107 100 103,5 104 96 100 187,84
114 109 111,5 103 96 99,5 189,59
122 115 118,5 117 106 111,5 185,94
133 125 129 125 119 122 196,2
143 137 140 127 121 124 193,81
155 148 151,5 145 126 135,5 193,4
160 152 156 150 143 146,5 195,56
160 150 155 150 145 147,5 195,56
165 152 158,5 160 147 153,5 196,68
165 150 157,5 170 141 155,5 193,81
165 145 155 165 141 153 191,39
175 140 157,5 151 132 141,5 195,25
145 130 137,5 139 119 129 198,99
140 135 137,5 137 117 127 195,61
140 120 130 124 109 116,5 195,92
140 118 129 121 107 114 194,43
128 119 123,5 110 98 104 191,38
115 110 112,5 105 95 100 192,75
112 105 108,5 109 85 97 196,14
108 100 104 116 95 105,5 192,22
105 93 99 108 100 104 195,08
125 110 117,5 120 110 115 195,03
135 112 123,5 125 114 119,5 192,51
144 85 114,5 132 125 128,5 192,8
155 125 140 140 134 137 192,53
165 148 156,5 150 140 145 195,2
175 150 162,5 163 142 152,5 199,13
185 163 174 174 160 167 196,56
187 170 178,5 180 173 176,5 195,44
195 181 188 185 180 182,5 192,46
204 187 195,5 195 184 189,5 195,72
203 190 196,5 200 190 195 197,31
200 179 189,5 195 180 187,5 193,98
195 185 190 190 170 180 195,12
190 173 181,5 185 168 176,5 195,03
182 165 173,5 175 158 166,5 192,78
176 158 167 170 155 162,5 182,6
165 150 157,5 152 139 145,5 180,25