• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Penangkaran dan Restocking

N/A
N/A
Arshy Paramita

Academic year: 2024

Membagikan "Laporan Praktikum Penangkaran dan Restocking"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM PENANGKARAN DAN RESTOCIKNG TAHUN 2024

MODUL II: CRUSTACEA

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Muharnanta Fahreza 26040122130106

Galuh Yuanita Maira 26040121130074

Arshy Paramita 26040121130079

Acriska Nissia Gesta 26040122140094

Belinda Aureliawati 26040122140126

Johnatan Febian Revero 26040122140123

Penanggung Jawab Kelompok

Kirana Bening 26040121130054

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Dr. Ir. Retno Hartati, M. Sc.

Prof.Dr. Ir. Ambariyanto, M. Sc.

Dr. Pi. Ir. Widianingsih, M. Sc.

Dra. Rini Pramesti, M. Si.

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2024

(2)

2

KATA PENGANTAR

(Acriska Nissia Gesta_26040122140094)

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum pada praktikum Penangkaran dan Restocking Endangered Species ini dengan sebaik mungkin dan dapat dikumpulkan dengan tepat waktu. Tidak lupa juga penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada koordinator dosen yaitu Ibu Dr. Ir. Retno Hartati, M. Sc. pada mata kuliah Pencemaran Laut Penangkaran dan Restocking Endangered Species dan para asisten praktikum Penangkaran dan Restocking Endangered Species yang sudah membantu dalam bimbingan materi serta memberikan kesempatan kepada kami agar dapat menuliskan laporan praktikum ini.

Penulis menyadari bahwa masih ada banyak sekali kesalahan-kesalahan kecil maupun besar dalam penulisan laporan resmi ini. Oleh karena itu, penulis ingin memohon maaf apabila terjadi kesalahan, seperti kesalahan penulisan maupun penggunaan kata yang salah. Dan penulis menerima kritik dan saran yang membangun agar laporan ini dapat tersusun lebih baik lagi. Di akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat menambah wawasan serta bermanfaat untuk studi ke depannya.

Semarang, 28 Maret 2024

Kelompok 5 Ilmu Kelautan A

(3)

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI... 3

DAFTAR GAMBAR ... 4

DAFTAR TABEL ... 5

I. PENDAHULUAN ... 6

1.1 Latar Belakang ... 6

1.2 Tujuan... 6

1.3 Manfaat... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Biologi Panulirus ornatus ... 8

2.2 Ekologi Panulirus ornatus ... 9

2.3 Habitat Panulirus ornatus ... 10

2.4 Identifikasi Panulirus ornatus ... 11

2.5 Pembenihan Panulirus ornatus ... 12

2.6 Pemeliharaan Panulirus ornatus ... 13

2.7 Monitoring Kualitas Air ... 14

2.8 Pakan Alami ... 15

2.9 Panen Panulirus ornatus ... 16

2.10 Fasilitas Pendukung... 16

2.11 Restocking dan Pembesaran di Alam ... 17

III. MATERI DAN METODE ... 19

3.1 Materi ... 19

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.3 Metode ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Hasil ... 22

4.2 Pembahasan ... 22

V. KESIMPULAN ... 27

5.1 Kesimpulan... 27

5.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(4)

4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Panulirus ornatus ... 8

Gambar 2. Morfologi Panulirus ornatus ... 8

Gambar 3. Anatomi Panulirus ornatus ... 9

Gambar 4. Desain Hatchery Panulirus ornatus ... 22

(5)

5

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat dan Bahan Pembenihan dan Pembesaran Lobster ... 19

(6)

6

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang (Arshy Paramita_26040121130079)

Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki sumberdaya laut yang sangat melimpah. Masyarakat Indonesia, terutama di wilayah pesisir berfokus pada kegiatan pemanfaatan sumberdaya laut dengan melakukan budidaya maupun nelayan. jenis-jenis biota laut yang banyak dimanfaatkan dalam kegiatan budidaya antara lain ikan dan crustacea. Salah satu spesies dari crustacea yang banyak dan unggul dimanfaatkan secara budidaya di Indonesia adalah lobster. Lobster merupakan salah satu hewan laut yang memiliki kandungan nutrisi tinggi sehingga banyak dimanfaatkan sebagai olahan makanan laut dan termasuk salah satu hewan dengan nilai jual tinggi. Peminat lobster yang tinggi menjadikan budidaya lobster peluang yang menguntungkan bagi masyarakat. Banyaknya budidaya lobster terdapat di daerah Indonesia timur, seperti Nusa Tenggara Timur (Junaidi, 2018).

Salah satu benih lobster yang berpotensial untuk di budidayakan adalah lobster mutiara (Panulinus ornatus). Lobster mutiara (Panulirus ornatus) dikenal sebagai salah satu jenis hasil laut dari kelompok crustacea yang memiliki nilai ekonomis tinggi di antara jenis crustacea lainnya seperti udang dan kepiting (Widianti et al., 2021). Untuk mengembangkan budidaya lobster mutiara di Indonesia, perlu diperhatikan beberapa langkah, seperti pemilihan lokasi, pemilihan benih, pemeliharaan lobster, pengelolaan benih, pengembangan infrastruktur, pengembangan teknologi dan pengalaman, dan pengembangan pasar. Pada laporan ini akan membahas mengenai pembesaran dari lobster mutiara (Panulirus ornatus) dan eksistensinya di Indonesia.

1.2 Tujuan

1. Memahami biologi, ekologi dan habitat dari panulinus ornatus sebagai dasar dilakukan penangkaran terhadapnya.

2. Mendesain hatchery untuk melakukan penangkaran pada panulinus ornatus 3. Mendesain usaha pembesaran panulinus ornatus

1.3 Manfaat

1. Mahasiswa dapat memahami biologi, ekologi dan habitat dari panulinus ornatus sebagai dasar dilakukan penangkaran terhadapnya.

(7)

7 2. Mahasiswa dapat Mendesain hatchery untuk melakukan penangkaran pada panulinus

ornatus

3. Mahasiswa dapat Mendesain usaha pembesaran panulinus ornatus

(8)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Panulirus ornatus (Johnatan Febian Revero_26040122140123)

Gambar 1. Panulirus ornatus (Sumber: Haliman et al., 2021)

Panulirus ornatus, jenis udang lobster yang tersebar luas di wilayah Indo-Pasifik, memiliki morfologi yang menarik. Hampir seluruh tubuh dipenuhi kerangka kulit yang keras dan berzat kapur. Bagian kerangka kepala Panulirus ornatus sangat tebal dan ditutupi oleh duri-duri besar dan kecil. Pada ujung kepala di atas mata terdapat 2 tonjolan yang keras dan diantara tonjolan keras tersebut merupakan lengkungan yang berduri. Terdapat dua pasang sungut dan sungut kedua keras, kaku serta panjang. Kaki Panulirus ornatus terdapat 6 pasang yang digunakan untuk mobilitas. Terdapat garis melintang putih di badan lobster. Ukuran panjang total rata-rata Panulirus ornatus dewasa mencapai 50 cm (WWF Indonesia, 2015).

Gambar 2. Morfologi Panulirus ornatus (Sumber: WWF Indonesia, 2015)

Anatomi lobster mencakup beragam struktur yang penting untuk fungsi dan kehidupan di lingkungan laut. Bagian luar lobster meliputi karapas, cangkang keras yang melindungi

(9)

9 tubuhnya, serta rostrum yang merupakan tonjolan seperti duri di bagian depan karapas. Mata mereka adalah mata majemuk yang terletak di sisi depan karapas, dilengkapi dengan sepasang antena panjang untuk merasakan dan mencium, serta sepasang antenula kecil untuk mendeteksi bau. Lobster memiliki cheliped, sepasang kaki depan besar dengan cakar yang kuat untuk menangkap dan mencabik mangsa, serta kaki berjalan di setiap ruas tubuh yang membantu dalam pergerakan. Ekor mereka berbentuk kipas dan digunakan untuk berenang. Bagian dalam lobster meliputi otot yang digunakan untuk menggerakkan tubuh dan kaki, sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus, dan anus, serta sistem saraf yang mencakup otak, saraf, dan ganglia. Sistem peredaran darah mereka mencakup jantung, pembuluh darah, dan hemolimfa, sedangkan sistem reproduksi terdiri dari gonad, oviduct, dan vas deferens. Lobster juga memiliki brankiae, yaitu insang untuk bernapas, serta hepatopankreas, kelenjar pencernaan yang menghasilkan enzim untuk mencerna makanan.

Jantung lobster memompa hemolimfa ke seluruh tubuh, memastikan sirkulasi yang efisien dalam tubuh mereka (Ihsan et al., 2018).

Gambar 3. Anatomi Panulirus ornatus (Sumber: Ihsan et al., 2017)

2.2 Ekologi Panulirus ornatus (Arshy Paramita_26040121130079)

Panulirus ornatus, atau lobster mutiara, adalah spesies lobster yang ditemukan di perairan Indo-Pasifik, termasuk di Australia, Indonesia, dan wilayah-wilayah sekitarnya.

Lobster mutiara adalah spesies yang penting secara ekonomi dan ekologis. Mereka memiliki peran penting dalam ekosistem terumbu karang, di mana mereka berperan sebagai pemakan detritus dan pemangsa, serta mempengaruhi struktur dan dinamika komunitas di habitat mereka. Lobster mutiara dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur, Provinsi NTB, Aceh, dan lainnya. Spesies ini melakukan migrasi tahunan dari Torres Strait ke Yule Island di Gulf of Papua untuk mematangkan dan membuat brood.

Sumber makanan dari Panulirus ornatus dapat berupa kerang-kerangan atau bivalvia,

(10)

10 gastropoda, maupun spesies crustacea yang ukurannya lebih kecil lainnya (Setyanto dan Halimah, 2019). Habitat lobster mutiara (Panulirus ornatus) terdiri dari karang, terumbu karang, dan pasir. Lobster mutiara dapat ditemukan di perairan Indonesia, yang memiliki habitat yang baik, seperti karang dan terumbu karang yang tumbuh subur. Lobster mutiara biasanya ditemukan pada kedalaman 1-8 meter, dan dapat mencapai kedalaman sehingga 50 meter. Lobster mutiara (Panulirus ornatus) dapat mengadaptasi ke berbagai jenis habitat dengan beberapa strategi yang berbeda. Lobster mutiara memiliki carapace yang keras dan berwarna unik, yang memungkinkannya untuk menjadi tersembunyi di tumpukan batu dan menghindari predator.

Lobster mutiara (Panulirus ornatus) memiliki beberapa parameter lingkungan khusus yang perlu dipertimbangkan saat di budidaya, penangkaran, maupun di habitat aslinya.

Parameter suhu untuk pembesaran lobster di sistem submerged cage berada pada kisaran 25o – 32o, optimal 28o – 30o C. Kadar oksigen terlarut di perairan yang baik untuk pertumbuhan lobster, yang berada pada kisaran 25o – 32o C. Parameter pH yang sangat sesuai bagi lobster pada sistem submerged cage idealnya berkisar pada 7,5 – 8,5. (Junaidi, 2018). Kondisi Habitat penangkaran, dibandingkan dengan habitat lainnya, harus mendukung kontribusi yang lebih besar terhadap rekruitmen dewasa dari kombinasi empat faktor: kepadatan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup anak-anak, serta perpindahan ke habitat dewasa. Namun, karena pendatang dari banyak spesies bergantung pada mozaik jenis habitat yang berdekatan daripada hanya pada satu jenis habitat, semua habitat yang menyebabkan kontribusi individu pada populasi dewasa dapat dianggap memiliki fungsi penangkaran. Ini termasuk habitat penangkaran penting, yang memberikan kontribusi lebih besar dari rata-rata pada populasi dewasa secara per unit area, dan habitat juvenil yang efektif, yang memberikan proporsi individu yang lebih besar pada populasi dewasa daripada tingkat rata-rata yang diberikan oleh semua habitat yang digunakan oleh juvenil terlepas dari cakupan area.

2.3 Habitat Panulirus ornatus (Belinda Aureliawati W_26040122140126)

Pada umumnya habitat crustacea berada di laut, tetapi ada beberapa jenis yang hidup di air tawar. Crustacea merupakan kelompok hewan memiliki karakteristik yaitu tubuhnya yang keras dan segi empat. Di laut, crustacea dapat ditemukan di berbagai habitat seperti laut dalam, termasuk rawa laut, permukaan pasir dan dasar laut. Crustacea banyak ditemukan hidup bebas dan menyendiri, artinya mereka bergerak dan hidup secara independen. Tetapi, ada beberapa spesies yang hidup berkelompok. Selain itu, ada juga krustasea yang bersifat komensal atau parasit. Krustasea komensal tinggal di dalam lingkungan lain dengan tidak memberi dampak

(11)

11 negatif atau menambahkan nilai keuntungan pada kedua belah pihak. Contohnya adalah Crustacea yang hidup di dalam bakteri unggas dan menghasilkan zat yang membantu pengurasan bakteri. Sedangkan crustacea parasit biasanya disebut sebagai crustacea penyakit, memiliki hubungan dengan tumbuhan atau hewan lain dengan memberikan dampak negatif Contohnya adalah ikan penyu yang menyebarkan jamur pada crustacea, yang kemudian menyebabkan penyakit pada hewan lainnya (Tasya et al., 2024).

Menurut Widianti et al. (2021), lobster Mutiara (Panulirus ornatus) adalah salah satu spesies lobster yang memiliki nilai jual tinggi di pasaran. Lobster ini dikenal karena corak warna hijau-kebiruannya yang menarik, terutama pada bagian karapasnya. Lobster Mutiara biasanya ditemukan di perairan yang tenang, dekat dengan terumbu karang atau batu berkarang, pada kedalaman sekitar 1 hingga 10 meter. Tetapi lobster ini juga dapat ditemukan hingga kedalaman perairan yang mencapai 200 meter dengan kisaran suhu yang berkisar antara 20- 30°C. Lobster ini umumnya ditemukan di perairan Indonesia dengan posisi lintang antara 30°LS hingga 30°LU yang mencakup wilayah perairan Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Timur Sumatera,Utara dan Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Selat Malaka, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Papua, Laut Arafuru, Maluku. Selain itu, habitatnya yang berada di dekat terumbu karang juga menunjukkan pentingnya pelestarian lingkungan laut, karena terumbu karang menjadi tempat tinggal bagi banyak spesies laut.

2.4 Identifikasi Panulirus ornatus (Johnatan Febian Revero_26040122140123)

Menurut Putra et al. (2021), lobster laut adalah jenis krustasea yang hidup di lingkungan laut. Mereka termasuk dalam invertebrata yang memiliki kulit keras dan tergolong dalam kelompok arthropoda, yang berarti memiliki 5 fase hidup. Lobster laut ditemukan di berbagai perairan di seluruh dunia, dari perairan dangkal hingga laut dalam. Lobster laut memiliki peran penting dalam ekosistem laut sebagai pemangsa dan pemakan, serta sebagai sumber makanan bagi berbagai spesies lainnya. Lobster juga menjadi target utama perikanan komersial di banyak wilayah karena daging mereka yang lezat dan bernilai ekonomi tinggi. Lobster laut memiliki berbagai spesies yang berbeda, salah satunya lobster mutiara (Panulirus ornatus).

Sifat dan perilaku lobster laut dapat bervariasi tergantung pada spesies dan habitatnya, tetapi secara umum mereka merupakan organisme yang penting dalam ekologi laut dan perekonomian global.

Menurut Sukamto et al. (2017), identifikasi lobster merupakan proses yang melibatkan pengamatan cermat terhadap beberapa morfologi. Pertama-tama, perhatikan karapasnya,

(12)

12 cangkang keras yang melindungi tubuhnya, untuk memperhatikan warna, pola, dan bentuknya yang bisa bervariasi antara spesies. Ukuran tubuh lobster juga penting untuk dicatat, termasuk panjangnya dari ujung karapas hingga ujung ekor. Selain itu, amati ciri-ciri kepala seperti rostrum, tonjolan seperti duri di depan karapas, serta posisi mata. Pengamatan terhadap cakar dan kaki lobster juga diperlukan untuk memeriksa ukuran, bentuk, dan adanya duri atau tonjolan khusus. Ekor lobster juga menjadi fokus perhatian, dengan beberapa spesies memiliki ekor yang lebih panjang atau lebih pendek daripada yang lain. Selain itu, perhatikan sepasang antena yang panjang dan sepasang antenula kecil di kepala lobster. Jika memungkinkan, pengamatan terhadap ciri-ciri genital lobster juga bisa membantu dalam identifikasi jenis kelaminnya. Namun, karena kompleksitas banyaknya spesies lobster di seluruh dunia, konsultasikan dengan sumber referensi yang terpercaya untuk memperoleh bantuan tambahan dalam mengidentifikasi spesies lobster dengan lebih akurat.

Klasifikasi Panulirus ornatus:

Filum : Arthrophoda Kelas : Malacostraca Ordo : Decaphoda Famili : Palinuridae Genus : Panulirus

Spesieas : Panulirus ornatus (Fabricius, 1798)

2.5 Pembenihan Panulirus ornatus (Galuh Yuanita Maira_26040121130074)

Menurut Slamet (2023) pembenihan lobster mutiara merupakan suatu proses penting dalam industri perikanan yang berkembang pesat. Lobster mutiara (Panulirus ornatus) merupakan spesies lobster yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan populer di pasar internasional karena dagingnya yang lezat dan permintaan yang terus meningkat. Proses pembenihan ini melibatkan pemilihan induk lobster yang berkualitas tinggi untuk memastikan keturunan yang sehat dan kuat. Selain itu, lingkungan pembenihan harus disesuaikan dengan kondisi alami lobster mutiara, seperti suhu air, salinitas, dan ketersediaan pakan alami, untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva.Selama proses pembenihan, perawatan intensif diberikan untuk memastikan kesehatan dan perkembangan optimal larva lobster mutiara. Pemantauan secara berkala terhadap kondisi air dan pemberian pakan yang tepat menjadi kunci keberhasilan dalam memproduksi benih lobster mutiara yang berkualitas.

Faktor-faktor lingkungan seperti kualitas air dan kestabilan suhu menjadi perhatian utama karena perubahan drastis dalam lingkungan dapat mengganggu pertumbuhan larva. Dengan

(13)

13 pendekatan yang cermat dalam pembenihan lobster mutiara, diharapkan dapat meningkatkan produksi benih yang berkualitas dan berkontribusi pada keberlanjutan industri perikanan serta pelestarian sumber daya laut.

Pada lobster Genus Panulirus, proses pembuahan berlangsung di dalam tubuh betina, di mana telur-telur yang telah dibuahi diletakkan di bagian bawah perut. Telur-telur ini melekat pada bulu-bulu halus yang terdapat pada kaki renang. Lobster betina yang membawa telur di bawah perutnya disebut dengan istilah "berry". Masa inkubasi telur ini berlangsung sekitar 3-4 minggu. Ketika telur-telur mendekati waktu untuk menetas, induk betina cenderung berpindah ke perairan yang lebih dalam. Selama proses inkubasi, induk betina aktif menggerakkan pleopodnya yang diduga berfungsi sebagai penyuplai oksigen untuk memenuhi kebutuhan embrio akan oksigen dan mencegah agar kotoran tidak menempel pada telur. Selain itu, induk betina juga membentuk badannya sehingga telson menutupi telur, namun ketika telur sudah mulai menetas, abdomen betina diluruskan dan kaki renangnya digerakkan secara aktif. Proses pengeraman telur berlangsung sekitar 3-4 minggu, di mana telur menetas menjadi nauplisoma, kemudian dalam beberapa jam berubah menjadi larva phyllosoma. Larva phyllosoma terdiri dari 11 tingkatan yang berkembang secara bertahap. Perkembangan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya ditandai dengan penambahan umbai-umbai dan bulu halus (setae), serta perubahan bentuk pada selubung kepala (cephalic shield). Proses ini menandai tahapan kritis dalam siklus hidup lobster, di mana ketelitian dalam pengawasan dan perawatan diperlukan untuk memastikan kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang optimal dari larva tersebut (Junaidi, 2018).

2.6 Pemeliharaan Panulirus ornatus (Galuh Yuanita Maira_26040121130074)

Seperti pada krustasea lainnya, lobster awalnya berada dalam bentuk plankton, yaitu organisme kecil yang melayang-layang di dalam kolom air. Setelah menetas dari telur yang telah dibuahi, lobster menghabiskan periode 9-12 bulan sebagai larva planktonik yang dikenal sebagai phyllosomes. Larva lobster ini dapat dengan mudah diangkut oleh arus laut, memungkinkan mereka menyebar luas. Ketika larva phyllosome mengalami metamorfosis menjadi tahap pasca-larva yang disebut puerulus, mereka memasuki tahap dua dan tiga dari fase planktonik, dengan ukuran sebesar ibu jari. Pada tahap ketiga ini, larva telah mengembangkan kipas ekor yang sempurna. Namun, karena larva tidak terampil dalam berenang, gerakan utama mereka lebih banyak ditentukan oleh angin dan arus air yang membawa mereka (Setyanto dan Halimah, 2019).

(14)

14 Panulirus ornatus adalah salah satu jenis lobster yang sangat sesuai untuk dibudidayakan dalam sistem akuakultur. Spesies ini memiliki pertumbuhan yang cepat, dimana dalam waktu hanya 18 bulan, mereka dapat mencapai berat sekitar 1 kg di habitat alaminya.

Untuk berhasil memelihara larva Panulirus ornatus, diperlukan kondisi perairan yang optimal dan juga pemberian pakan yang tepat. Parameter perairan yang optimal meliputi salinitas sekitar 30-35 ppt dan suhu sekitar 25°C. Selain itu, pakan juga menjadi faktor penting dalam pemeliharaan larva. Disarankan untuk memberikan kombinasi pakan alami dan pakan buatan yang berukuran kecil, seperti rotifera, yang cocok untuk dikonsumsi oleh larva-larva lobster.

Perhatian terhadap ukuran dan komposisi pakan sangat penting untuk memastikan pertumbuhan dan kesehatan larva Panulirus ornatus selama masa pemeliharaan mereka dalam sistem akuakultur (Setyanto et al., 2018).

2.7 Monitoring Kualitas Air (Galuh Yuanita Maira_26040121130074)

Untuk memastikan lingkungan yang sesuai bagi Lobster Panulirus ornatus, beberapa parameter kualitas air perlu diperhatikan dengan cermat. Hal ini mencakup suhu, salinitas, konsentrasi oksigen terlarut, pH, serta tingkat amonia, nitrit, dan nitrat. Suhu air yang optimal untuk Lobster Panulirus ornatus berkisar antara 24 hingga 28 derajat Celsius. Demikian pula, salinitas yang ideal berada dalam rentang 30 hingga 35 ppt (parts per thousand), meskipun lobster dapat mengatasi variasi sedikit dari nilai ini. Oksigen terlarut memiliki peran penting karena lobster membutuhkan oksigen untuk proses pernapasan mereka. Konsentrasi oksigen yang sesuai untuk lobster berkisar antara 6 hingga 8 mg/L, dengan tingkat yang lebih rendah dapat mengganggu fungsi fisiologis mereka. Pemantauan dan pengaturan parameter-parameter ini sangat penting untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan lobster dalam lingkungan akuatik mereka (Aslan dan Aras, 2021).

PH air yang sesuai untuk lobster adalah sekitar 8, meskipun mereka dapat hidup dalam kisaran pH yang bervariasi antara 7,5 hingga 8,5. Konsentrasi amonia dalam air sebaiknya tidak melebihi 0,02 ppm, sementara konsentrasi nitrit harus dijaga agar tidak melebihi 0,5 ppm.

Tingkat nitrat juga harus dijaga rendah, idealnya kurang dari 10 ppm. Penting untuk secara teratur memantau kualitas air dengan melakukan pengukuran parameter-parameter ini setiap beberapa hari, terutama tergantung pada jumlah lobster dan volume air yang terlibat. Jika terjadi perubahan signifikan dalam parameter-parameter ini, seperti penurunan konsentrasi oksigen atau peningkatan konsentrasi amonia atau nitrit, langkah-langkah perbaikan harus diambil dengan segera untuk memastikan lingkungan air tetap optimal bagi kesejahteraan lobster.

(15)

15 Upaya menjaga kualitas air yang baik adalah kunci untuk pertumbuhan dan kesehatan lobster dalam sistem perairan (Sudaryono et al., 2019).

2.8 Pakan Alami (Belinda Aureliawati W_26040122140126)

Menurut Widodo et al. (2021), pemilihan pakan yang tepat dan jumlah pemberian pakan sangat mempengaruhi produksi budidaya lobster Panulirus ornatus. Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva lobster mutiara.

Pakan alami merupakan kebutuhan utama pada awal pemeliharaan larva. Pemenuhan kebutuhan pakan alami yang cukup dan tepat dalam jumlah, ukuran dan waktu pemberian merupakan kunci keberhasilan dalam usaha pembenihan Peran dan keunggulan pakan alami pada pemeliharaan larva lobster antara lain mempunyai bentuk dan ukuran relatif sama dan sesuai dengan bukaan mulut larva dan benih, nilai nutrisinya tinggi, mudah dikembangbiakan dengan cepat sehingga ketersediaanya dapat terjamin serta biayanya relatif murah, gerakannya tidak terlalu aktif sehingga mudah ditangkap dan dapat merangsang larva untuk memangsanya, tidak mengeluarkan bahan beracun saat dilakukan kultur massal dan mempunyai toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan. Pada habitatnya, larva lobster sangat tergantung pada ketersediaan pakan alami berupa zooplankton. Kebutuhan akan zooplankton pada perkembangan larva merupakan sesuatu yang mutlak sebagai sumber energi. Zooplankton yang sering digunakan pada pemeliharaan larva lobster adalah rotifer dan artemia.

Pada usaha pembenihan lobster mutiara pengelolaan pakan alami dapat disediakan melalui kegiatan pengembangbiakan secara masal sehinggga ketersediaannya dapat tercukupi sesuai dengan kebutuhan dan biaya operasional relatif murah. Terdapat beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis pakan ialah penyediaannya, kandungan gizi hingga pertimbangan ada tidaknya pola kebiasan makan pada lobster. Setelah itu, pemberian pakan tambahan dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi yang tidak didapati pada pakan utama. Pakan tambahan umumnya berupa ikan rucah atau kerang kerangan yang berasal dari sekitar kawasan mangrove. Pemberian pakan dilakukan dua kali pada pagi dan sore hari sebanyak 1-5% dari bobot tubuh lobster yang dipelihara. Pemberian pakan alami dengan ikan rucah dianggap dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi dengan kualitas yang baik, serta lebih menguntungkan para pembudidaya karena harganya yang relatif murah. Kekurangan dari pakan ikan rucah yakni dalam hal penyediaan, yaitu adanya kompetisi dengan kebutuhan manusia, pengaruh musim dan masa simpan yang pendek hingga nutrien dalam pakan rentan rusak. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu penyediaan

(16)

16 pakan alternatif berupa pellet atau pakan buatan dengan kandungan gizi dan ukuran yang sesuaikan kebutuhan (Adiputra et al., 2024).

2.9 Panen Panulirus ornatus (Acriska Nissia Gesta_26040122140094)

Menurut Basuki et al.(2021), pemanenan lobster merupakan salah satu tahapan yang penting dalam proses budidaya. Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal, perlu memperhatikan waktu panen, teknik panen, faktor yang mempengaruhi pemanenan, dan pascapanen lobster. Lobster dapat dipanen setelah mencapai ukuran yang dapat dikonsumsi dan sudah layak untuk di jual belikan, ukurannya mencapai 100 gram per ekor. Masa panen dari lobster sendiri sekitar 6-8 bulan setelah benih ditebar. Pemanenan lobster ini sebaiknya dilakukan di pagi hari untuk menghindari stres pada lobster, yaitu sekitar pukul 06.00 - 07.00.

Pada saat masa pemanenan lobster, harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari kerusakan pada lobster itu sendiri. Lobster yang telah dipanen kemudian harus segera dibersihkan dan disimpan dalam wadah yang sesuai.

Menurut Amrillah et al. (2022), proses pemanenan budidaya Panulirus ornatus melibatkan beberapa tahapan yang teratur untuk memastikan kualitas dan keberlanjutan produksi. Tahapan awal yang dilakukan sebelum pemanenan adalah menyiapkan kolam pembesaran yang sesuai dengan kebutuhan lobster, termasuk mengatur parameter air seperti suhu dan salinitas serta memastikan kondisi lingkungan yang optimal. Selanjutnya, perangkap atau bagan dipersiapkan dan ditempatkan di dalam kolam untuk menangkap lobster. Umpan yang sesuai kemudian diberikan untuk menarik lobster masuk ke dalam perangkap. Para peternak secara rutin memantau perangkap untuk memeriksa apakah ada lobster yang tertangkap. Setelah lobster tertangkap, mereka dipilih dan diukur untuk memastikan ukuran yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Lobster yang terlalu kecil biasanya dilepaskan kembali ke kolam untuk pertumbuhan lebih lanjut. Lobster yang memenuhi kriteria kemudian dikumpulkan dengan hati-hati dan disiapkan untuk transportasi. Proses pemanenan ini dilakukan dengan memperhatikan regulasi dan prinsip-prinsip konservasi untuk menjaga keberlanjutan populasi lobster.

2.10 Fasilitas Pendukung (Acriska Nissia Gesta_26040122140094)

Menurut Sarifudin et al. (2023), fasilitas pendukung budidaya lobster merupakan infrastruktur dan perlengkapan yang diperlukan untuk menjalankan operasi budidaya lobster dengan efisien dan sukses. Fasilitas pendukung perlu diperhatikan karena akan menunjang jalannya proses budidaya lobster. Beberapa fasilitas pendukung dari proses budidaya lobster

(17)

17 sendiri seperti Keramba Jaring Apung (KJA), wadah budidaya, biosecurity, serta pakan dan nutrisi. KJA perlu diperhatikan dan dipasang di lokasi yang memiliki arus air yang cukup dan kualitas air yang baik serta dengan jaring yang kuat dan tahan lama. Wadah budidaya harus memiliki ukuran yang sesuai dengan jumlah lobster yang dibudidayakan, serta dilengkai dengan sistem aerasi dan filtrasi. Biosecurity diperlukan untuk mencegah penyakit pada lobster serta mampu mensterilkan wadah budidaya sebelum digunakan. Pakan dari lobster sendiri perlu diperhatikan dan pakan lobster dapat berupa pakan alami, pakan buatan, atau kombinasi keduanya untuk memberikan nutrisi pada lobster.

Menurut Cokrowati (2022), fasilitas pendukung budidaya lobster sangat penting untuk memastikan keberhasilan budidaya lobster. Dengan menyediakan fasilitas yang memadai, pembudidaya lobster dapat meningkatkan hasil panen dan keuntungannya. Fasilitas pendukung yang perlu berikan adalah sistem aerasi dan filtrasi. Sistem aerasi dapat berupa blower, air terjun, atau kincir air yang berfungsi dalam menjaga kadar oksigen terlarut dalam air.

Sedangkan sistem filtrasi dapat berupa filter biologi, filter mekanik, atau kombinasi keduanya yang berfungsi dalam menjaga kualitas air kolam. Selain itu, fasilitas pendukung seperti laboratorium dan gudang penyimpanan perlu dipertimbangkan untuk dapat melakukan uji kualitas air, analisis pakan, dan pemeriksaan kesehatan lobster, sedangkan gudang penyimpanan diperlukan untuk menyimpan pakan, peralatan budidaya, dan hasil panen.

2.11 Restocking dan Pembesaran di Alam (Galuh Yuanita Maira_26040121130074) Menurut Dhewantara et al. (2021) restocking dan pembesaran di habitat alami untuk lobster Panulirus ornatus merupakan upaya untuk mengembangkan populasi lobster dengan memperkenalkan individu baru ke lingkungan mereka atau meningkatkan ukuran individu yang sudah ada di dalam populasi. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk restocking dan pembesaran lobster Panulirus ornatus di alam, salah satunya adalah dengan menggunakan benih lobster yang diperoleh dari program pembiakan atau penangkaran. Setelah itu, benih lobster dilepaskan kembali ke habitat alaminya, seperti tambak, estuari, atau laut terbuka. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kepadatan populasi lobster dan memperkuat populasi yang sudah ada. Pentingnya pemulihan dan pengelolaan lingkungan alami lobster Panulirus ornatus menjadi fokus utama dalam upaya restocking dan pembesaran.

Langkah-langkah seperti penanaman terumbu karang, rehabilitasi daerah pantai, dan pengelolaan kualitas air harus dilakukan secara efektif untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan lobster. Dengan pemeliharaan lingkungan yang

(18)

18 baik, diharapkan lobster dapat hidup dan berkembang secara optimal, sehingga dapat memperkuat ekosistem laut dan mendukung keberlanjutan populasi lobster di masa depan.

Restocking dan pembesaran di alam harus dilakukan dengan mempertimbangkan dengan cermat lokasi yang tepat, kondisi lingkungan, kepadatan populasi lobster, serta kebutuhan makanan. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kemungkinan kelangsungan hidup lobster serta kesuksesan dari program restocking dan pembesaran. Pentingnya pemantauan teratur dalam program ini tidak bisa diabaikan, karena hal ini penting untuk memastikan keberhasilan serta mengevaluasi efektivitasnya. Melalui pemantauan yang cermat, dapat ditingkatkan strategi dan teknik yang digunakan dalam program restocking dan pembesaran di habitat alami. Tidak hanya itu, restocking dan pembesaran di alam juga memiliki dampak yang signifikan dalam upaya meningkatkan populasi lobster Panulirus ornatus dan memperkuat populasi yang sudah ada di lingkungan mereka. Melalui upaya ini, diharapkan dapat memperbaiki keberlanjutan ekosistem laut serta meningkatkan produktivitas dalam sektor perikanan lobster. Dengan pemahaman yang mendalam terhadap ekologi dan dinamika populasi lobster, dapat dirancang program restocking dan pembesaran yang lebih efisien dan berkelanjutan, sehingga memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi lingkungan laut dan masyarakat nelayan (Erlania et al., 2016).

(19)

19

III. MATERI DAN METODE

3.1 Materi (Johnatan Febian Revero_26040122140123)

Kegiatan ini dilaksanakan di pantai sepanjang, gunung kidul, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan pada hari Rabu, 27 Maret 2024. Mengacu pada jurnal Uji Efektivitas Kompartemen Dasar Untuk Pembesaran Lobster Pasir (Panulirus Homarus) Di Pantai Sepanjang, Kabupaten Gunung Kidul oleh Anissah et al. (2015).

3.2 Alat dan Bahan (Arshy Paramita_26040121130079)

Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penanaman benih lobster pada video

“Cara Pembibitan Benur Lobster Air Laut PERTAMA DI BALI (PART 2)” terdapat pada tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Bahan Pembenihan dan Pembesaran Lobster

No. Alat dan Bahan Fungsi

1. Jaring keramba Sebagai tempat pembesaran bibit

lobster

2. Penyarin/saringan Sebagai penyaring bibit lobster 3. Bibit benih lobster Sebagai bibit lobster

4. Papan-papan kayu Sebagai penyangga utama keramba

apung

5. Wadah Sebagai wadah untuk bibit lobster dan

makanannya

6. Kamera Sebagai alat dokumentasi

7. Macam-macam kerang (bivalvia), udang, dan ikan

Sebagai makanan lobster

8. Tali Sebagai pengikat jaring/kerangkeng

lobster 3.3 Metode (Muharnanta Fahreza_26040122140106) Metode Pembenihan

1. Telur-telur Panulirus ornatus dikumpulkan dari induk yang dewasa dan sehat, kemudian dipindahkan ke wadah khusus untuk inkubasi. Selama periode inkubasi, telur-telur dipantau secara berkala untuk memastikan perkembangan embrio yang optimal.

(20)

20 2. Setelah telur menetas, larva-larva dipisahkan dan ditempatkan dalam wadah atau tangki yang sesuai untuk pertumbuhan awal mereka. Wadah ini menyediakan lingkungan yang cocok untuk memenuhi kebutuhan larva.

3. Larva-larva diberi makan dengan pakan mikro yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi mereka. Pertumbuhan larva dipantau secara teratur untuk memastikan pertumbuhan yang optimal.

4. Setelah mencapai tahap tertentu dalam perkembangan mereka, larva-larva dipindahkan ke lingkungan yang lebih besar yang menyediakan ruang untuk pertumbuhan selanjutnya.

5. Larva-larva yang mencapai tahap penetapan mengalami perubahan morfologi dan mulai menetap pada substrat yang disediakan.

6. Pertumbuhan larva yang menetap dipantau secara teratur. Evaluasi terus-menerus dilakukan untuk memastikan kualitas dan kesehatan populasi larva.

Metode Pembesaran

1. Individu yang telah mencapai tahap tertentu dalam pembenihan dipilih untuk pembesaran. Mereka dipindahkan ke lingkungan yang lebih besar yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan mereka.

2. Lingkungan pembesaran disesuaikan dengan parameter yang diperlukan, termasuk suhu air, kualitas air, salinitas, dan penyediaan tempat persembunyian. Kondisi lingkungan yang stabil dan sesuai akan mendukung pertumbuhan yang optimal.

3. Individu Panulirus ornatus diberi makan dengan pakan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi mereka dalam lingkungan pembesaran. Pemantauan terus- menerus dilakukan untuk memastikan bahwa pemberian pakan optimal dan sesuai dengan tingkat pertumbuhan.

4. Pertumbuhan individu dipantau secara teratur. Parameter seperti ukuran, morfologi, dan kesehatan individu diperiksa untuk memastikan pertumbuhan yang sehat.

5. Kualitas lingkungan terus dipantau dan dikelola dengan baik untuk memastikan bahwa kondisi lingkungan tetap mendukung pertumbuhan yang optimal. Hal ini melibatkan pemantauan suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan parameter lingkungan lainnya.

6. Selama proses pembesaran, evaluasi terus-menerus dilakukan untuk memastikan kualitas dan kesehatan individu. Individu yang tidak memenuhi standar tertentu

(21)

21 atau menunjukkan tanda-tanda penyakit dapat dihapus dari lingkungan pembesaran.

7. Setelah mencapai tahap tertentu dalam pertumbuhan mereka, individu Panulirus

ornatus dipindahkan ke lingkungan yang lebih besar untuk pertumbuhan selanjutnya. Lingkungan ini menyediakan ruang yang lebih luas dan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan yang lebih lanjut.

(22)

22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil (Muharnanta Fahreza_26040122140106)

Gambar 4. Desain Hatchery Panulirus ornatus

Keterangan :

1. A : Bak Pemeliharaan 2. B :Bak Saringan 1 3. C : Bak Saringan 2 4. Tempat Berlindung 5. Pipa Saluran

4.2 Pembahasan

4.2.1. Jelaskan mengenai alur penangkaran Crustacea di hatchery dan pembesaran dari desain yang telah dibuat (Muharnanta Fahreza_26040122140106)

Alur penangkaran Crustacea di hatchery dan pembesaran melibatkan beberapa tahap yang terencana dengan baik. Pertama, persiapan induk menjadi langkah awal yang penting, di mana induk Crustacea dipilih berdasarkan kesehatan, ukuran, dan kematangan gonad, dan dipelihara dalam kondisi air yang optimal dengan pemberian pakan berkualitas tinggi untuk meningkatkan reproduksi. Selanjutnya, tahap pemijahan dilakukan dengan memisahkan induk jantan dan betina dalam wadah khusus untuk merangsang pemijahan dan mengumpulkan serta membersihkan telur yang dihasilkan. Setelah itu, larva Crustacea dipelihara dengan kondisi air

(23)

23 yang stabil dan terkontrol, diberikan pakan khusus, dan dipantau secara ketat untuk memastikan kesehatan dan kelangsungan hidup. Ketika larva mengalami metamorfosis menjadi juvenil, mereka dipindahkan ke wadah yang lebih besar dengan kepadatan yang sesuai.

Hal ini diperkuat oleh Sjahman et al., (2020), Tahap pembesaran dilakukan dengan memelihara juvenil dalam wadah yang lebih besar dengan sistem biofilter yang memadai, memberikan pakan berkualitas tinggi, dan memantau secara berkala untuk memastikan kesehatan dan kualitas. Panen dilakukan ketika Crustacea mencapai ukuran yang diinginkan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan dan disimpan dengan cara yang tepat untuk menjaga kualitas.

Desain hatchery dan pembesaran Crustacea harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti kualitas air, sistem biofilter, wadah yang sesuai, pakan berkualitas tinggi, dan sistem pemantauan untuk kesehatan, pertumbuhan, dan kualitas air.

Dengan alur penangkaran Crustacea di hatchery dan pembesaran memunculkan beberapa aspek yang saling terkait. Pertama, dampak kebijakan perdagangan lobster yang pro nelayan terhadap pasokan benih lobster dapat mengubah dinamika di hatchery. Kebijakan yang mendukung budidaya lobster dapat meningkatkan permintaan benih, mendorong hatchery untuk meningkatkan produksi demi memenuhi kebutuhan yang meningkat. Selanjutnya, kebijakan yang mengatur kualitas benih lobster juga memberikan dampak signifikan. Regulasi yang memperhatikan kualitas benih dapat meningkatkan kualitas produksi hatchery, yang pada gilirannya meningkatkan keberhasilan pembesaran dan panen lobster. Selain itu, kebijakan harga benih lobster yang stabil dapat membantu nelayan mendapatkan benih dengan harga yang terjangkau, memungkinkan mereka merencanakan budidaya dengan lebih baik. Hal ini diperkuat oleh Hajad dan Aripin (2023), penguatan kelembagaan nelayan melalui kebijakan juga menjadi faktor penting. Dukungan untuk meningkatkan kapasitas dan akses nelayan terhadap teknologi dan informasi budidaya lobster dapat meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan usaha mereka, termasuk dalam memasarkan hasil panen. Tak kalah pentingnya, kebijakan perdagangan lobster yang pro nelayan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat mendorong pengembangan usaha budidaya lobster yang lebih besar.

4.2.2. Sebutkan dan jelaskan karakteristik biologi utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan restocking Crustacea?

Keberhasilan restocking Panulirus ornatus, atau lobster karang, sangat dipengaruhi oleh sejumlah karakteristik biologi utama. Pertama, pola pertumbuhan merupakan faktor kunci.

Memahami laju pertumbuhan, periode molting, dan ukuran matang kelamin dari spesies ini

(24)

24 penting untuk menentukan kapan individu yang akan direstock dapat diperkenalkan ke dalam populasi alaminya. Seiring dengan itu, kemampuan reproduksi Panulirus ornatus memainkan peran vital. Mengetahui bagaimana reproduksi terjadi dalam populasi asli serta bagaimana faktor-faktor lingkungan memengaruhi proses ini, memungkinkan pengembangan strategi restocking yang efektif untuk meningkatkan keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup populasi. Hal ini diperkuat oleh Adiputra et al. (2018), teknologi pembenihan lobster pasir yang dibutuhkan di antaranya teknik pemijahan induk dan tingkat keberhasilan induk betina.

Selanjutnya, penyebaran dan pergerakan dalam habitat alami merupakan aspek penting.

Memahami pola penyebaran dan pergerakan lobster karang membantu menentukan lokasi restocking yang optimal dan memprediksi perilaku individu yang direstock setelah dilepaskan, untuk meningkatkan kelangsungan hidup mereka dan kontribusi mereka terhadap populasi.

Faktor-faktor lingkungan juga memainkan peran penting dalam keberhasilan restocking Panulirus ornatus. Kondisi lingkungan seperti suhu air, salinitas, kualitas air, dan ketersediaan habitat yang sesuai memengaruhi kelangsungan hidup dan kesehatan individu yang direstock.

Hal ini diperkuat oleh Pane et al. (2021), kondisi lingkungan dapat mempengaruhi perbedaan struktur ukuran. Pemilihan lokasi restocking yang mempertimbangkan preferensi habitat lobster karang dan toleransi terhadap fluktuasi lingkungan dapat meningkatkan kemungkinan adaptasi mereka dan mempercepat proses aklimatisasi dalam populasi asli. Dengan memahami dan memperhitungkan semua aspek ini, serta melalui pendekatan yang holistik dalam perencanaan restocking, dapat diupayakan upaya yang efektif dalam memperkuat dan memulihkan populasi Panulirus ornatus untuk masa depan yang berkelanjutan.

4.2.3. Mengapa memilih posisi atau lokasi penempatan hatchery penangkaran yang tepat sangat dibutuhkan pada usaha restocking? (Belinda Aureliawati W_26040122140126)

Salah satu upaya yang dilakukan yaitu budidaya lobster dengan sistem sylvofishery.

Sylvofishery adalah sistem budidaya lobster yang dilakukan dengan memanfaatkan hutan bakau (mangrove) sebagai habitat utama bagi lobster. Dalam sistem ini, bakau berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makan bagi lobster, sehingga meningkatkan kesuburan dan pertumbuhan lobster secara alami. Sylvofishery juga dapat membantu melestarikan ekosistem mangrove karena mengintegrasikan budidaya lobster dengan pemeliharaan mangrove sebagai satu kesatuan sistem yang berkelanjutan. Lokasi yang diambil yaitu bertempat di Teluk Ekas, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hal ini diperkuat oleh Budiyanto (2021), bahwa laju pertumbuhan (K) lobster mutiara diperoleh untuk jantan sebesar 0,37/tahun

(25)

25 sedangkan lobster mutiara betina sebesar 0,32/tahun. Pembudidaya lobster di Teluk Ekas, mayoritas dilakukan oleh penduduk setempat. Sejak dimulainya kegiatan budidaya lobster, jumlah kelompok pembudidaya telah meningkat secara signifikan, dari 75 kelompok awal menjadi 147 kelompok saat ini, mewakili kenaikan sebesar 96%. Demikian pula, jumlah anggota atau rumah tangga pembudidaya (RTP) juga mengalami peningkatan dari 1.024 menjadi 1.809, naik sebanyak 76%, sementara jumlah petak karamba bertambah menjadi 8.238 dari 6.054, mengalami kenaikan sebesar 39%.

Pemilihan lokasi atau posisi penempatan hatchery penangkaran yang tepat sangat penting dalam usaha restocking karena faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi keberhasilan reproduksi dan bertahan hidup larva lobster. Hatchery penangkaran harus ditempatkan di lokasi yang memenuhi persyaratan lingkungan yang tepat, seperti akses yang mudah ke sumber air yang bersih dan sehat, suhu air yang sesuai, dan ketersediaan pakan yang cukup. Hal ini diperkuat oleh Suryawati et al. (2020), bahwa jika hatchery penangkaran ditempatkan di lingkungan yang tidak sesuai, hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup larva lobster, pertumbuhan, dan kesehatan. Selain itu, kondisi lingkungan yang buruk dapat memicu timbulnya berbagai penyakit pada larva lobster. Dengan memilih posisi atau lokasi penempatan hatchery penangkaran yang tepat, faktor-faktor lingkungan dapat diperhatikan dan diatur dengan baik, sehingga dapat memaksimalkan keberhasilan produksi dan tingkat kelangsungan hidup larva lobster. Ini dapat memastikan bahwa kegiatan restocking dapat berjalan dengan baik dan dapat membantu menjaga populasi lobster di habitat aslinya.

4.2.4 Berdasarkan studi literatur dan analisa Saudara setelah mendesain pembesaran untuk restocking Crustacea, apakah feasible atau layak dilakukan di Indonesia? (Acriska Nissia Gesta_26040122140094)

Berdasarkan studi literatur dan analisis yang telah dilakukan, desain pembesaran untuk restocking Crustacea seperti lobster tentu memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus untuk menentukan kelayakan atau feasibility-nya di Indonesia.Dari hasil desain pembesaran untuk restocing lobster dapat atau layak dilakukan di Indonesia. Pembuatan desain pembesaran pastinya akan disesuaikan dengan rencana berapa banyak lobster yang akan ditangkar serta lokasi yang akan digunakan yang harus disesuaikan dengan lokasi asli dari lobster tersebut. Hal ini diperkuat oleh Abidin et al. (2021) yang menyatakan bahwa, terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih lokasi ideal untuk penangkaran lobster. Beberapa faktor tersebut terbagi menjadi faktor fisik dan faktor biologis. Faktor-faktor tersebut juga menjadi pertimbangan dalam pembuatan desain pembesaran lobter. Sehingga desain yang telah dibuat

(26)

26 dapat dilakukan di Indonesia dengan catatan harus menyesuaikan lokasi asli dari lobster itu sendiri.

Desain pembesaran yang telah dilakukan merupakan salah satu inovasi dari negara Vietnam. Dimana desain tersebut dapat dilakukan juga di Indonesia dan menjadi sesuatu hal yang perlu dikembangkan di Indonesia. Desain pembesaran tersebut dapat terbilang lebih efisien dan mampu menghasilkan lobster yang sehat dan bagus, dimana desain tersebut memungkinkan dilakukan di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh Utama et al. (2021) yang menyatakan bahwa, berdasarkan studi literatur dan analisis yang telah dilakukan, pembesaran untuk restocking Crustacea, khususnya lobster berduri (Panulirus sp.), terlihat layak dilakukan di Indonesia. Studi literatur menunjukkan bahwa permintaan pasar untuk lobster terus meningkat, sementara produksi perikanan tangkap masih stagnan dan kecil kemungkinannya untuk meningkat. Indonesia memiliki potensi besar dalam membangun industri budidaya lobster berdasarkan sumber daya alam yang signifikan. Faktor ini menunjukkan adanya potensi yang besar untuk pengembangan budidaya lobster di Indonesia, terutama karena kondisi alam di Indonesia yang mendukung potensi budidaya lobster. Budidaya lobster di keramba jaring apung (KJA) di Indonesia sudah mulai berkembang sejak tahun 2000 di perairan Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Meskipun pada awalnya banyak benih alami yang digunakan, ada potensi untuk mengembangkan budidaya lobster secara lebih sistematis dan berkelanjutan.

(27)

27

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan (Arshy Paramita_26040121130079)

Lobster mutiara adalah spesies yang cukup besar dengan ciri khas antena panjang dan ekor yang memanjang. Mereka memiliki kerangka luar yang keras yang disebut eksoskeleton, yang terdiri dari kitin. Lobster mutiara berkembang biak dengan cara reproduksi seksual, di mana betina melepaskan telurnya ke dalam air, dan larva-larva berkembang di laut terbuka sebelum akhirnya berpindah ke habitat terumbu karang. Lobster mutiara adalah pemakan segalanya (omnivora) yang memakan berbagai bahan organik, seperti detritus, invertebrata kecil, dan kadang-kadang tumbuhan laut. Mereka memainkan peran penting dalam ekosistem terumbu karang sebagai predator dan sebagai pemakan detritus. Lobster mutiara umumnya ditemukan di perairan dangkal hingga sedalam 50 meter di sepanjang terumbu karang di wilayah Indo-Pasifik, termasuk di Australia, Indonesia, dan sekitarnya. Mereka cenderung menghuni cekungan-cakungan kecil dan gua-gua di antara karang yang memberikan perlindungan dari predator dan juga tempat perlindungan bagi berbagai spesies invertebrata lainnya.

Tahap pembesaran lobster Panulirus ornatus dilakukan dengan memelihara juvenil dalam wadah yang lebih besar dengan sistem biofilter yang memadai, memberikan pakan berkualitas tinggi, dan memantau secara berkala untuk memastikan kesehatan dan kualitas.

Panen dilakukan ketika Crustacea mencapai ukuran yang diinginkan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan dan disimpan dengan cara yang tepat untuk menjaga kualitas. Desain hatchery dan pembesaran Crustacea harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti kualitas air, sistem biofilter, wadah yang sesuai, pakan berkualitas tinggi, dan sistem pemantauan untuk kesehatan, pertumbuhan, dan kualitas air.

5.2 Saran

1. Diharapkan pada saat praktikum ditayangkan video yang mendukung modul tersebut untuk memudahkan praktikan dalam memahami.

2. Diharapkan melalukan sesi doa pada saat memulai dan mengakhiri praktikum.

(28)

28

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, J., Basir, A. P. dan Sjahman, E., 2021. PEMETAAN LOKASI BUDIDAYA LOBSTER Panulirus sp. DI PERAIRAN DESA LONTHOIR BANDA NAIRA MALUKU TENGAH. MUNGGAI: Jurnal Ilmu Perikanan dan Masyarakat Pesisir, 7(1): 15-26.

Adiputra, Y. T., Setyawan, A., Hudaidah, S., Santoso, L., & Utomo, D. S. C. (2024).

Penyuluhan dan Demonstrasi Pembuatan Pakan Formulasi pada Budi Daya Lobster untuk Nelayan dan Pembudi Daya Ikan di Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Jurnal Gembira: Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(01), 1-10.

Adiputra, Y. T., Zairin Jr, M., Suprayudi, M. A., Manalu, W., & Widanarni, W. (2018).

Pemijahan Induk, Profil Kolesterol, Dan Asam Lemak Telur Lobster Pasir (Panulirus Homarus) Hasil Budidaya. Jurnal Riset Akuakultur, 13(3), 219-227.

Amrillah, A. M., Fadjar, M., Andayani, S., Andriani, D. R., Sentanu, I. G. E. P. S., Amrillah, A. M. dan Aisyah, D., 2022. Budidaya Benih Lobster Pasir (Panulirus Homarus) Dengan Resirculation Aquaculture System (Ras) Di Pokdakan “Pesona Bahari”, Grand Watudodol, Banyuwangi. Journal of Innovation and Applied Technology, 8(1): 1359- 1364.

Aslan, A. E dan Aras, N. M. 2021. Water Quality Parameters in the Culture of Spiny Lobster (Panulirus ornatus) in Aquaculture Tanks. Journal of Animal Science Advances, 11(11): 3191-3195.

Basuki, B., Novikarumsari, N. D., Ibanah, I. dan Fariroh, I., 2021. Pemberdayaan ,asyarakat Desa Sukamakmur Kabupaten Jember dalam Budidaya Lobster Air Tawar. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 4(3): 512-520.

Budiyanto, B. (2021). Pendekatan Sosio-Spasial Budidaya Lobster Pada Zona Wilayah Teluk Ekas Lombok Nusa Tenggara Barat. Jurnal Pengelolaan Perikanan Tropis, 5(02), 121- 133.

Cokrowati, N., 2022. Pelatihan Budidaya Pendederan Lobster dengan Pemberian Pakan Moist di Desa Ekas Buana Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 5(3): 86-91.

Dhewantara, Y. L., Rahmatia, F dan Nainggolan, A. 2021. Studi Perbandingan Shelter Terhadap Respon Pasca Produksi Larva Lobster Pasir Panulirus Homarus Pada Kontainer Sistem Resirkulasi. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 9(2): 163-172.

Erlania, E., Radiarta, I. N., dan Haryadi, J. 2017. Status pengelolaan sumberdaya benih lobster untuk mendukung perikanan budidaya: studi kasus perairan Pulau Lombok. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 8(2), 85-96.

Fabricius, J.C. (1798). Supplementum Entomologiae Systematicae. Hafniae: Proft et Storck: 1- 572.

Hajad, V., & Aripin, N. (2023). Evaluasi Kebijakan Perdagangan Lobster yang Pro Nelayan di Provinsi Aceh. Journal of Government and Politics (JGOP), 5(1), 32-49.

Haliman, R. W. (2021). Pemeliharaan lobster (Panulirus sp) pada bak tangki fiber. Journal of Fisheries Science and Laboratory Management, 1(2), 51-54.

(29)

29 Ihsan, M., & Istriyati, H. M. (2018). Morfologi dan histologi hepatopankreas (Midgut gland)

lobster hijau pasir (Panulirus homarus L.).

Junaidi, M. (2018). Budidaya Lobster di Perairan Pulau Lombok. Pustaka Bangsa.

Pane, A. R., Alnanda, R., Marasabessy, I., & Suman, A. (2021). Aspek Biologi dan Status Pemanfaatan Lobster Bambu (Panulirus versicolor) di Perairan Kepulauan Aru, Maluku. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, 13(2), 85-94.

Putra, R. R., Nugraha, D. P. W., Albarkah, M. R., Ma’arif, C., Fatih, M. F., Hadi, M. I., Violondo, W. A. & Nusa, W. 2021. Budidaya Lobster (Panulirus spp.) di Indonesia.

BIOMETRIC: Journal of Biology Science and Biodiversity, 1(3), 205-211.

Sarifudin, N. S., Mingkid, W. M., Sambali, H., Undap, S. L., Longdong, S. N. dan Kalesaran, O. J., 2023. Kajian kelayakan lokasi budidaya lobster (Panulirus spp.) di Perairan Desa Pulisan. e-Journal BUDIDAYA PERAIRAN, 11(2): 246-253.

Setyanto, A., dan Halimah, S. 2019. Biodiversitas Lobster Di Teluk Prigi, Trenggalek Jawa Timur. JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research), 3(3): 345-350.

Setyanto, A., Rachman, N. A., dan Yulianto, E. S. 2018. Distribusi Dan Komposisi Spesies Lobster Yang Tertangkap Di Perairan Laut Jawa Bagian Jawa Timur, Indonesia. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 20(2): 49-55.

Sjahman, E. (2020). Pemetaan lokasi budidaya lobster Panulirus sp. di perairan Desa Lonthoir Banda Naira Maluku Tengah. GAGONA: Jurnal Program Studi Budidaya Perairan STP Hatta-Sjahrir Banda Naira, 1(1), 17-27.

Slamet, D. 2023. Wirausaha Desa Pesisir Unggul Budidaya Lobster Laut. Ilmu Cemerlang Group.

Sudaryono, A., Sumiati, T dan Pawestri, A. E. 2019. Pengaruh Frekuensi Pemberian Pakan Alami Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Lobster Panulirus ornatus.

Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 21(1): 63-69.

Sukamto, S., Muryanto, T., & Kuslani, H. (2017). Teknik Identifikasi Jenis Kelamin Lobster Berbasis Ciri-Ciri Morfologi. Buletin Teknik Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan, 15(2), 99-102.

Suryawati, S. H., Soetarto, E., Adrianto, L., & Purnomo, A. H. (2020). Identifikasi sistem insentif pengelolaan sumberdaya di Laguna Segara Anakan. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 1(1), 45-61.

Tasya, J. N., Annisa, M. N., Situmorang, P. B., & Muthmainnah, D. (2024). Identifikasi Jenis Udang Hasil Tangkapan Nelayan di Kawasan Pesisir Kuala Langsa Provinsi Aceh.

Jurnal Jeumpa, 11(1), 44-52.

Utama, M. I. C., Yustiati, A., Andriani, Y. dan Rostika, R., 2021. Lobster cultivation in Indonesia and Vietnam: A review. Asian Journal of Fisheries and Aquatic Research, 13(1): 12-20.

Widianti, E. A., Nurani, T. W., Sondita, M. F. A., Purwangka, F., & Wahyuningrum, P. I.

(2021). Komposisi Hasil Tangkapan Lobster (Panulirus spp) Yang Didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan Karangduwur Kabupaten Kebumen Jawa Tengah.

ALBACORE Jurnal Penelitian Perikanan Laut, 5(2), 121-132.

Widianti, E. A., Wahyuningrum, P. I., Nurani, T. W., Sondita, M. F. A., & Purwangka, F.

(2021). Status pemanfaatan lobster mutiara (Panulirus ornatus) di Perairan Pantai Ayah

(30)

30 Kabupaten Kebumen. Marine Fisheries: Journal of Marine Fisheries Technology and Management, 12(2), 207-214.

Widodo, I. M. S., Hasan, V., & Erwinda, M. (2021). Prospek Pembenihan Ikan Bawal Bintang.

Airlangga University Press.

WWF Indonesia. (2015). Seri Panduan Perikanan Skala Kecil Perikanan lobster laut Panduan Penangkapan dan Penanganan. WWF-Indonesia, 3–7.

Referensi

Dokumen terkait

FORMAT PENULISAN LAPORAN PRAKTIKUM COVER Point: 5 JUDUL PRAKTIKUM Mata Kuliah: Materi Praktikum ke: Nama: NIM: Kelompok Tanggal Praktikum:... Latar Belakamg

Laporan praktikum mikrobiologi

Laporan praktikum mikrobiologi

crimping kabel laporan

laporan praktikum gerbang logika dasar

Laporan praktikum perkembangbiakan

Laporan Praktikum Teknik Telekomunikasi

Laporan hasil praktikum mengenai difraksi sinar