LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN SEMESTER GANJIL 2022-2023
ACARA KE 1
Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Antimikroba
Nama Lengkap : Adithya Krisna Wira Yudha NIM : 211710101080
Kelas THP : B
PS. TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER OKTOBER 2022
Nilai : Penilai :
PENDAHULUAN
Bahan pangan terutama hasil pertanian mudah mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor mikrobiologis. Kerusakan mikrobiologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya mikrobia yang dapat merombak komponen dalam bahan pangan atau menghasilkan suatu metabolit, yang dapat mengubah komposisi kimia dalam bahan pangan tersebut (Mushollaeni, 2012). Kerusakan akibat mikroba dapat menyebabkan masalah kesehatan jika makanan yang terkontaminasi dikonsumsi oleh manusia.
Untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan akibat mikroba, telah digunakan cara-cara untuk mencegah tumbuhnya mikroba pada pangan dan bahan pangan. Cara yang dilakukan yaitu dengan memberi perlakuan-perlakuan khusus pada bahan pangan mulai setelah dipanen hingga menjadi makanan yang siap dikonsumsi. Contoh perlakuan khusus yang biasa dilakukan adalah dengan penyimpanan suhu rendah. Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperlambat reaksi metabolisme dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau kebusukan bahan pangan (Mushollaeni, 2012). Selain pendinginan, penyimpanan suhu rendah bahan juga sering diiringi dengan penambahan bahan khusus untuk memperpanjang umur simpannya, atau biasa disebut dengan penambahan bahan tambahan pangan pengawet.
Pengawet adalah BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba (Wijaya dkk., 2012). Bahan pengawet yang diperbolehkan pada tiap negara berbeda-beda. Di Indonesia, penggunaan Bahan Tambahan Pangan diatur oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. BPOM telah mengatur bahan tambahan pangan yang diperbolehkan beserta Accepable Daily Intake untuk tiap bahan tambahan pangan. Salah satu bahan pengawet yang diperbolehkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan adalah asam benzoat (Benzoic acid) dan garamnya. Natrium benzoat merupakan garam dari asam benzoat yang banyak digunakan dari pada bentuk asamnya, karena kelarutannya lebih baik dalam air (Andayani dkk., 2016). Oleh sebab itu, praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari natrium benzoat terhadap pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan.
ALAT
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum penggunaan bahan kimia sebagai antimikroba adalah sebagai berikut:
1. Tabung reaksi 2. Erlenmeyer 3. Cawan petri 4. Botol kecil 5. Pipet ukur 6. Pipet pump 7. Mikropipet 8. Neraca analitik 9. Bunsen
10. Inkubator
11. Rak tabung reaksi 12. Colony counter 13. Botol jar 14. Korek api 15. Karet 16. Penyaring 17. pH meter 18. Blender 19. Hot plate
20. Batang pengaduk 21. Thermometer
BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum penggunaan bahan kimia sebagai antimikroba adalah sebagai berikut:
1. Natrium benzoat 2. Sari apel
3. Sari nanas 4. Sari jeruk 5. Aquades 6. Media PCA 7. Aluminium foil 8. Koran
PROSEDUR PRAKTIKUM
Gambar 1. Diagram alir praktikum penggunaan bahan kimia sebagai antimikroba Sampel
apel/jeruk/nanas
Penimbangan 100 gram Pemblenderan hingga
halus Aquades
400 mL
Penyaringan
Pengukuran pH ≤ 4¸ jika kurang ditambah asam sitrat 0¸25%
Perhitungan koloni Inkubasi 30 ˚C selama 48 jam Plating (10-3-10-6) untuk perlakuan Na Benzoat 0% dan (10-2-10-5) untuk perlakuan
Na Benzoat 0¸03% dan 0¸06%
Penutupan dengan aluminium foil
Penambahan Natrium Benzoat (0%; 0,03%; 0,06%) Pengambilan 300 mL sari buah
Pengenceran (10-1-10-6) untuk perlakuan Na Benzoat 0% dan (10-1-10-5) untuk perlakuan Na Benzoat 0¸03% dan 0¸06%
Penyimpanan suhu kamar 4 hari Penuangan pada botol jar Pasteurisasi 70⁰C, 3 menit
Perhitungan koloni Inkubasi 30 ˚C selama 48 jam Plating (10-5-10-8) untuk perlakuan Na
Benzoat 0% dan (10-3-10-6) untuk perlakuan Na Benzoat 0¸03% dan 0¸06%
Pengenceran (10-1-10-8) untuk perlakuan Na Benzoat 0% dan (10-1-10-6) untuk perlakuan Na Benzoat 0¸03% dan 0¸06%
Penyimpanan suhu kamar selama 4 hari Penuangan pada botol jar
Tanpa pasteurisasi Peletakan masing-masing 100 ml sari buah pada 3 beaker glass
Hal pertama yang dilakukan pada praktikum penggunaan bahan kimia sebagai antimikroba yaitu mempersiapkan sampel yang diuji yang terdiri atas apel, jeruk, dan nanas. Setelah itu, sampel ditimbang hingga 100 gram dengan menggunakan neraca analitik. Setelah itu, dilakukan penambahan 400 mL aquades dan dilakukan pemblenderan hingga sampel halus. Setelah diblender, sampel kemudian disaring lalu diukur pHnya. Jika pH lebih dari 4, maka ditambahkan asam sitrat 0,25%. Setelah itu, masing-masing sari buah apel, jeruk dan nanas diambil sebanyak 100 ml dan diletakkan ke dalam beaker glass. Kemudian, dilakukan penambahan bahan kimia berupa natrium benzoat dengan konsentrasi 0%; 0,03% dan 0,06% pada masing-masing beaker glass yang terisi dengan sari buah. Lalu, sampel ditutup dengan aluminium foil. Hal ini dilakukan agar sampel tidak terkontasminasi mikroba dari luar. Setelah itu, dibagi dengan dua perlakuan berbeda yaitu perlakuan pasteurisasi dan tanpa pasteurisasi.
Perlakuan pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan sampel menggunakan hot plate pada suhu 70⁰C selama 3 menit. Setelah pemanasan, sampel kemudian dituang ke dalam botol jar dan ditutup menggunakan aluminium foil . Setelah itu dilakukan penyimpanan pada suhu ruang selama 4 hari. Setelah 4 hari, dilakukan pengenceran pada masing-masing sampel sari buah yang disiapkan sebelumnya. Pengenceran dilakukan bertujuan untuk memudahkan perhitungan terhadap mikroba dan menumbuhkan mikroba pada media yang terbatas. Pada sari buah dengan natrium benzoat 0% dilakukan pengenceran hingga 10−6. Pengenceran dilakukan dengan cara sari buah diambil 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang berisi dengan larutan fisiologis sebanyak 45 ml pada pengenceran 10−1 dan dilakukan pengenceran sebanyak 1 ml pada setiap larutan fisiologis 9 ml yang terdapat dalam tabung reaksi. Langkah tersebut dilanjutkan hingga pada pengenceran 10−6. Sementara itu, dilakukan pengenceran terhadap sampel sari buah dengan natrium benzoat 0,03% dan 0,06%. Pengenceran dilakukan dari 10−1 hingga 10−5. Pengenceran dilakukan dengan cara sari buah diambil 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang berisi dengan larutan fisiologis sebanyak 45 ml pada pengenceran 10−1 dan dilakukan pengenceran sebanyak 1 ml pada setiap larutan fisiologis 9 ml yang terdapat dalam tabung reaksi. Pengenceran tersebut dilanjutkan hingga pada pengenceran 10−5. Kemudian, dilakukan platting. Platting masing masing pengenceran ke dalam cawan petri dengan penambahan media PCA (Plate Count Agar) sebagai media pertumbuhan mikroba. Kemudian, sampel dinkubasi dengan menggunakan alat inkubator. Inkubasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 30⁰C. Terakhir, dilakukan pengamatan dan perhitungan mikroba yang tumbuh pada media menggunakan alat colony counter.
Pada perlakuan tanpa pasteurisasi, dilakukan penuangan sampel yang telah dibuat sebelumnya ke dalam botol jar dan ditutup menggunakan aluminium foil. Tujuan dilakukan
penutupan dengan menggunakan aluminium foil adalah untuk menghindari kontaminasi mikroba dari luar. Setelah itu dilakukan penyimpanan dengan menggunakan suhu kamar selama empat hari. Setelah 4 hari, dilakukan pengenceran sampel. Pengenceran pada perlakuan tanpa pasteurisasi dilakukan sama seperti perlakuan pasteurisasi. Sampel sari buah dengan natrium benzoat 0% diencerkan hingga pengenceran 10−8 dan pada sampel sari buah dengan natrium benzoat 0,03% dan 0,06% dilakuan pengenceran hingga 10−6. Pada sampel sari buah dengan natrium benzoat 0% dilakukan dengan cara sari buah diambil 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang berisi dengan larutan fisiologis sebanyak 45 ml pada pengenceran 10−1 dan dilakukan pengenceran sebanyak 1 ml pada setiap larutan fisiologis 9 ml yang terdapat dalam tabung reaksi.
Pengenceran tersebut dilanjutkan hingga pada pengenceran 10−8. Pada sampel sari buah dengan natrium benzoat 0,03% dan 0,06% pengenceran dilakukan dengan cara sari buah diambil 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang berisi dengan larutan fisiologis sebanyak 45 ml pada pengenceran 10−1 dan dilakukan pengenceran sebanyak 1 ml pada setiap larutan fisiologis 9 ml yang terdapat dalam tabung reaksi. Pengenceran tersebut dilanjutkan hingga pada pengenceran 10−6. Pengenceran dilakukan bertujuan untuk memudahkan perhitungan terhadap mikroba dan menumbuhkan mikroba pada media yang terbatas. Setelah itu, dilakukan platting. Platting masing masing pengenceran ke dalam cawan petri dengan menggunakan media PCA (Plate Count Agar) sebagai media pertumbuhan mikroba. Setelah itu, sampel diinkubasi Selama 48 jam pada suhu 30°C. Setelah 48 jam, dilakukan pengamatan dan perhitungan mikroba yang tumbuh pada media menggunakan alat colony counter.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data pengamatan
Tabel 1. Data pengamatan jumlah mikroba yang tumbuh setelah inkubasi Sampel Metode Konsentrasi Natrium
Benzoat Pengenceran ∑ Total Mikroba (24 jam) Bakteri Kapang Khamir
Sari Tanpa 0% 10-5 TBUD TBUD TBUD
apel pasteurisasi 10-6 142 0 163
10-7 31 6 17
10-8 0 0 8
0,03% 10-3 TBUD TBUD TBUD
10-4 TBUD TBUD TBUD
10-5 0 0 361
10-6 3 1 26
0,06% 10-3 TBUD 1 57
10-4 7 0 TBUD
10-5 0 0 223
Sampel Metode Konsentrasi Natrium
Benzoat Pengenceran ∑ Total Mikroba (24 jam) Bakteri Kapang Khamir
10-6 0 0 3
Pasteurisasi 0% 10-5 1 0 2
10-6 0 0 2
10-7 4 1 4
10-8 1 1 0
0,03% 10-3 0 0 11
10-4 1 0 0
10-5 0 0 5
10-6 2 0 5
0,06% 10-3 0 0 10
10-4 1 0 2
10-5 1 0 0
10-6 0 0 6
Sari Tanpa 0% 10-5 4 2 166
jeruk pasteurisasi 10-6 1 0 26
10-7 0 0 28
10-8 0 0 19
0,03% 10-3 TBUD TBUD TBUD
10-4 1 0 28
10-5 0 0 88
10-6 0 0 0
0,06% 10-3 TBUD TBUD TBUD
10-4 TBUD TBUD TBUD
10-5 0 0 6
10-6 1 0 3
Pasteurisasi 0% 10-5 0 0 10
10-6 2 0 514
10-7 0 0 173
10-8 0 0 13
0,03% 10-3 3 0 360
10-4 1 0 46
10-5 0 0 7
10-6 0 0 3
0,06% 10-3 5 0 569
10-4 0 0 63
10-5 0 0 7
10-6 0 0 2
Sari Tanpa 0% 10-5 5 0 128
nanas pasteurisasi 10-6 6 0 80
10-7 31 0 31
10-8 1 0 3
0,03% 10-3 0 0 TBUD
10-4 0 0 724
10-5 2 0 84
10-6 0 0 11
0,06% 10-3 2 0 TBUD
10-4 0 0 TBUD
10-5 3 0 960
10-6 4 0 71
Pasteurisasi 0% 10-5 2 0 0
Sampel Metode Konsentrasi Natrium
Benzoat Pengenceran ∑ Total Mikroba (24 jam) Bakteri Kapang Khamir
10-6 6 0 0
10-7 2 0 0
10-8 2 0 0
0,03% 10-3 3 0 0
10-4 5 0 0
10-5 3 0 2
10-6 6 0 0
0,06% 10-3 3 0 0
10-4 3 0 0
10-5 6 0 0
10-6 14 0 0
B. Hasil Perhitungan
Tabel 2. Hasil perhitungan jumlah mikroba yang tumbuh
Sampel Metode Konsentrasi Na Benzoat Jumlah Total Mikroba
Sari apel Tanpa pasteurisasi 0% 4,4 x 108 CFU/ml
0,03% 2,6 x 107 CFU/ml 0,06% 2,0 x 107 CFU/ml
Pasteurisasi 0% 2,5 x 106 CFU/ml
0,03% 2,5 x 104 CFU/ml 0,06% 2,5 x 104 CFU/ml
Sari jeruk Tanpa pasteurisasi 0% 1,8 x 107 CFU/ml
0,03% 1,1 x 106 CFU/ml 0,06% 2,5 x 106 CFU/ml
Pasteurisasi 0% 1,6 x 109 CFU/ml
0,03% 4,3 x 105 CFU/ml 0,06% 5,7 x 107 CFU/ml
Sari nanas Tanpa pasteurisasi 0% 1,9 x 107 CFU/ml
0,03% 7,8 x 107 CFU/ml 0,06% 6,8 x 107 CFU/ml
Pasteurisasi 0% 2,5 x 106 CFU/ml
0,03% 2,5 x 104 CFU/ml 0,06% 2,5 x 104 CFU/ml C. Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu praktikum untuk mengetahui pengaruh bahan kimia terhadap pertumbuhan mikroba. Bahan kimia yang digunakan pada praktikum ini adalah natrium benzoat.
Sampel-sampel yang diuji adalah nanas, apel, dan jeruk yang diambil air atau sari buahnya.
Perlakuan yang diterapkan untuk tiap sampel yaitu perbedaaan konsentrasi natrium benzoat dan penggunaan pasteurisasi pada sampel. Perbedaan konsentrasi natrium benzoat yang dilakukan yaitu konsentrasi 0% atau tanpa asam benzoat; konsentrasi 0,03%; dan 0,06%. Perbedaan pasteurisasi yang dilakukan yaitu dengan pasteurisasi dan tanpa pasteurisasi.
Jumlah perhitungan mikroba yang tumbuh pada cawan petri tiap sampel tertera pada tabel 2. Berdasarkan tabel 2, jumlah mikroba yang tumbuh pada sampel sari jeruk tanpa pasteurisasi dengan konsentrasi natrium benzoat 0%; 0,03%; dan 0,06% secara berturut-turut adalah 1,8 x 107 CFU/ml; 1,1 x 106 CFU/ml; dan 2,5 x 106 CFU/ml. Sementara itu, jumlah mikroba yang tumbuh pada sampel sari jeruk yang dipasteurisasi dengan konsentrasi natrium benzoat 0%; 0,03%; dan 0,06% secara berturut-turut adalah 1,6 x 109 CFU/ml; 4,3 x 105 CFU/ml; 5,7 x 107 CFU/ml.
Berdasarkan data-data tersebut, terlihat bahwa jumlah mikroba cenderung menjadi berkurang dengan penambahan natrium benzoat. Pada sampel sari buah jeruk pasteurisasi dan tanpa pasteurisasi, jumlah mikroba pada sampel konsentrasi natrium benzoat 0,03% lebih sedikit daripada sampel konsnetrasi 0,06%. Hal ini tidak terjadi pada sampel-sampel lain. Pada sampel sari apel dan sari nanas dengan pasteurisasi dan tanpa pasteurisasi, sampel dengan konsentrasi natrium benzoat lebih besar terlihat menumbuhkan lebih sedikit mikroba. Menurut Ulya dkk.
(2020), benzoat merupakan bahan pengawet yang biasa digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan khamir pada bahan pangan. Mekanisme cara kerja natrium benzoat sebagai pengawet adalah mengganggu sel mikroba, karena isi sel mikroba mempunyai pH yang selalu netral jika sel mikroba menjadi asam atau basa akan terjadi gangguan pada organ-organ sel sehingga metabolisme akan terhambat dan akhirnya sebagian sel akan mati (Khurniyati dan Estiasih, 2015).
Jadi, seharusnya dengan bertambahnya konsentrasi natrium benzoat, maka mikrob ynag tumbuh akan semakin sedikit. Natrium benzoat efektif digunakan pada pH 2,5 sampai 4. Daya awetnya akan menurun dengan meningkatnya pH, karena keefektifan dan mekanisme anti mikroba berada dalam bentuk molekul yang tidak terdisosiasi (Oktaviana dkk., 2012). Oleh sebab itu, dilakukan penambahan asam ketika pH tidak kurang atau sama dengan 4.
Selain natrium benzoat, perlakuan pasteurisasi dan tanpa pasteurisasi juga mempengaruhi jumlah mikroba yang tumbuh pada cawan. Berdasarkan tabel 2, terlihat jumlah mikroba dari sampel yang dipasteurisasi cenderung lebih sedikit daripada sampel tanpa pasteurisasi. Hal ini terjadi pada sampel sari apel dan sari nanas, namun tidak terjadi pada sampel jeruk. Seharusnya, sampel yang dipasteurisasi memiliki jumlah mikroba tumbuh lebih sedikit daripada sampel tanpa pasteurisasi. Pasteurisasi bertujuan membunuh mikroba vegetatif tertentu yakni patogen dan inaktivasi enzim, karena pada proses pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme vegetatif dan mikroorganisme pembentuk spora sehingga produk hasil pasteurisasi harus dikemas atau disimpan pada suhu rendah dengan penambahan pengawet, pengemas atmosfer termodifikasi, pengaturan pH, atau pengaturan aktivitas air untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba (Khurniyati dan Estiasih, 2015).
Berdasarkan tabel 2, sampel dengan jumlah mikroba tumbuh paling sedikit yaitu sampel sari apel dan sari nanas konsentrasi natrium benzoat 0,03% dan 0,06% dengan perlakuan
pasteurisasi. Sementara itu, sampel dengan jumlah mikroba tumbuh paling banyak adalah sampel sari jeruk konsentrasi natrium benzoat 0% dengan pasteurisasi. Untuk sampel sari jeruk konsentrasi natrium benzoat 0,06% tanpa pasteurisasi tidak sejalan dengan literatur yang ada yang menjelaskan bahwa pasteurisasi akan membunuh mikroba, sehingga jumlah mikroba pada sampel dengan pasteurisasi cenderung memiliki jumlah mikroba yang tumbuh lebih sedikit daripada sampel tanpa pasteurisasi. Menurut Wulandari dkk. (2017), penambahan pengawet dan proses pasteurisasi mampu mengurangi dan menghambat pertumbuhan mikroba sehingga mencegah terjadinya kerusakan seperti penurunan pH, hidrolisis lemak yang menghasilkan aroma tengik, maupun perubahan warna. Berdasarkan penjelasan tersebut, seharusnya sampel dengan natrium benzoat konsentrasi 0% tanpa proses pasteurisasi menumbuhkan mikroba paling banyak daripada perlakuan-perlakuan lainnya, sedangkan sampel dengan natrium benzoat konsentrasi 0,06%
dengan proses pasteurisasi menumbuhkan mikroba paling sedikit.
Berdasarkan SNI 3719:2014, nilai angka lempeng total (ALT) untuk minuman sari buah yaitu maksimal sebesar 1 x 104 koloni/mL. Angka Lempeng Total adalah angka yang menunjukkan jumlah bakteri mesofil dalam tiap-tiap 1 ml atau 1 gram sampel makanan yang diperiksa (Sundari dan Fadhliani, 2019). Jika dibandingkan denga tabel 2, maka sari buah yang diuji tidak sesuai dengan standar di SNI. Semua hasil perhitungan mikroba menunjukkan nilai yang lebih dari standar di SNI.
Ketidaksesuaian hasil praktikum dapat terjadi karena beberapa faktor. Salah satu kemungkinan yaitu kurang sterilnya area kerja praktikum, atau praktikan melakukan langkah praktikum di area yang jauh dari bunsen. Faktor lain yang dapat terjadi yaitu kurang lamanya proses pasteurisasi, sehingga kurang maksimal mikroba yang mati ketika pasteurisasi.
KESIMPULAN
Hasil praktikum menunjukkan bahwa natrium benzoat mampu mempengaruhi aktivitas mikroba dalam pangan. Natrium benzoat mampu mengurangi dan menekan jumlah mikroba.
Semakin besar konsentrasi natrium benzoat, maka semakin sedikit jumlah mikroba yang tumbuh pada bahan pangan. Perlakuan natrium benzoat dan penggunaan metode pasteurisasi mampu menekan jumlah mikroba lebih baik pada bahan pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, R., B. A. Martinus, Y. G. Putri. 2016. Pengembangan dan validasi metode analisis zat pengawet natrium benzoat pada cabe merah giling secara spektrofotometri ultraviolet.
Scientia. 6(2): 133-138.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2014. Minuman Sari Buah. SNI 3719:2014. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Khurniyati, M. dan T. Estiasih. 2015. Pengaruh konsentrasi natrium benzoat dan kondisi pasteurisasi (suhu dan waktu) terhadap karakteristik minuman sari apel berbagai varietas:
kajian pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2): 523-529.
Mushollaeni, W. 2012. Penanganan dan Rekayasa Produk Hasil Pertanian. Malang: Penerbit Selaras.
Oktaviana, Y., S. Aminah, dan J. Sakung. 2012. Pengaruh lama penyimpanan dan konsentrasi natrium benzoat terhadap kadar vitamin C cabai merah (Cupsicum annuum L.). Jurnal Akademika Kimia. 1(4): 193-199.
Sundari, S. dan Fadhliani. 2019. Uji angka lempeng total (ALT) pada sediaan kosmetik Lotion C di BPPOM Medan. Jurnal Biologika Samudra. 1(1): 25-33.
Ulya, M., N. F. Aronika, dan K. Hidayat. 2020. Penambahan natrium benzoat dan suhu penyimpanan terhadap mutu minuman herbal cabe jamur air. Rekayasa. 13(1); 77-81.
Wijaya, C. H., N. Mulyono, dan F. A. Afandi. 2012. Bahan Tambahan Pangan Pengawet.
Bandung: Penerbit IPB Press.
Wulandari, N., I. Lestari, dan N. Alfiani. 2017. Peningkatan umur simpan produk santan kelapa dengan aplikasi bahan tambahan pangan dan teknik pasteurisasi. Jurnal Mutu Pangan. 4(1):
30-37.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
A. Konsentrasi Na Benzoat 0%
1. Sari Apel Tanpa Pasteurisasi 10-5 : TBUD
10-6 : 305 10-7 : 48 10-8 : 8
N = 48
(1 𝑥 1)+(0,1 𝑥 1) 𝑥10−7
N = 4,4 x 108 CFU/ml 2. Sari Apel Pasteurisasi
10-5 : 3 10-6 : 2 10-7 : 9 10-8 : 2 N = 25 x 1
10−5
= 2.500.000
= 2,5 x 106 CFU/ml
3. Sari Jeruk Tanpa Pasteurisasi 10-5 : 172
10-6 : 27 10-7 : 28 10-8 : 19
N = 172 + 27
(1𝑥1) + (0,1 𝑥 1) 𝑥 10−5
= 199 𝑥 10
5 1,1
= 18.000.000
= 1,8 X 107 CFU/ml 4. Sari Jeruk Pasteurisasi
10-5 : 10 10-6 : 516 10-7 : 173 10-8 : 13
N = 173
(1 𝑥 1)+(0,1 𝑥 1) 𝑥10−7
= 1,6 x 109 CFU/ml 5. Sari Nanas Tanpa Pasteurisasi
10-5 : 133 10-6 : 86 10-7 : 31 10-8 : 4
N = 133 + 86
(1𝑥1) + (0,1 𝑥 1) 𝑥 10−5
= 219 𝑥 105
1,1
= 1,9 X 107 CFU/ml 6. Sari Nanas Pasteurisasi
10-5 : 2 10-6 : 6 10-7 : 2 10-8 : 2 N = 25 X 1
10−5
= 2.500.000
= 2,5 X 106 CFU/ml
B. Konsentrasi Na Benzoat 0,03%
1. Sari Apel Tanpa Pasteurisasi 10-3 : TBUD
10-4 : TBUD 10-5 : 361 10-6 : 29
N = 29
(1 𝑥 1)+(0,1 𝑥 1) 𝑥10−5
N = 2,6 x 107 CFU/ml 2. Sari Apel Pasteurisasi
10-3 : 11 10-4 : 1 10-5 : 5 10-6 : 7 N = 25 x 1
10−3
= 25.000
= 2,5 x 104 CFU/ml
3. Sari Jeruk Tanpa Pasteurisasi 10-3 : TBUD
10-4 : 29 10-5 : 88 10-6 : 0
N = 29+88
(1𝑥1) + (0,1 𝑥 1) 𝑥 10−4
= 1,1 x 106 CFU/ml 4. Sari Jeruk Pasteurisasi
10-3 : 363 10-4 : 47 10-5 : 7 10-6 : 3
N = 47
(1𝑥1) + (0,1 𝑥 1) 𝑥 10−4
= 4,3 x 105 CFU/ml
5. Sari Nanas Tanpa Pasteurisasi 10-3 : TBUD
10-4 : 724 10-5 : 86 10-6 : 11
N = 86
(1𝑥1) + (0,1 𝑥 1) 𝑥 10−5
= 7,8 x 107 CFU/ml 6. Sari Nanas Pasteurisasi
10-3 : 3 10-4 : 5 10-5 : 5 10-6 : 6 N = 25 X 1
10−3
= 25.000
= 2,5 x 104 CFU/ml
C. Konsentrasi Na Benzoat 0,06%
1. Sari Apel Tanpa Pasteurisasi 10-3 : TBUD
10-4 : TBUD 10-5 : 223 10-6 : 3
N = 223
(1𝑥1) + (0,1 𝑥 1) 𝑥 10−5
N = 2,0 x 107 CFU/ml 2. Sari Apel Pasteurisasi
10-3 : 10 10-4 : 3 10-5 : 1 10-6 : 7 N = 25 x 1
10−3
= 25.000
= 2,5 x 104 CFU/ml
3. Sari Jeruk Tanpa Pasteurisasi 10-3 : TBUD
10-4 : TBUD 10-5 : 6 10-6 : 4 N = 25 X 1
10−5
= 2,5 X 106 CFU/ml 4. Sari Jeruk Pasteurisasi
10-5 : 574 10-6 : 63 10-7 : 7 10-8 : 2
N = 63
(1𝑥1) + (0,1 𝑥 1) 𝑥 10−6
= 5,7 x 107 CFU/ml
5. Sari Nanas Tanpa Pasteurisasi 10-3 : TBUD
10-4 : TBUD 10-5 : 963
10-6 : 75
N = 75
(1𝑥1) + (0,1 𝑥 1) 𝑥 10−6
= 6,8 X 107 CFU/ml 6. Sari Nanas Pasteurisasi
10-3 : 3 10-4 : 3 10-5 : 6 10-6 : 14 N = 25 X 1
10−3
= 25.000
= 2,5 X 104 CFU/ml
LAMPIRAN HASIL PENGAMATAN
Sampel dan Metode Gambar
Sari Apel Tanpa Pasteurisasi
Sari Apel Pasteurisasi
Sari Jeruk Tanpa Pasteurisasi
Sari Jeruk Pasteurisasi
Sari Nanas Tanpa Pasteurisasi
Sari Nanas Pasteurisasi
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gambar Keterangan
Penyiapan alat dan bahan
Penghalusan sampel dengan blender
Pengukuran volume sampel
Penuangan sampel pada labu jar
Sampel di tutup rapat dengan alumunium foil
Pasteurisasi
Pengukuran suhu
Penyimpanan sampel pada suhu ruang
Pengenceran
Platting