Laporan Resmi Praktikum Fisiologi Hewan
DARAH 1
Disusun Oleh:
Partner 4B
Nama NIM
Atalia Pepayosa Tarigan 200805053
Christoper A. Tambunan 200805059
Imelda Christy Siregar 200805063
Rika Aprilia 190805044
Saskya Andiena Adha 200805031
LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
Lembar Pengesahan
DARAH 1
Disusun Oleh:
Partner 4B
Nama NIM
Atalia Pepayosa Tarigan 200805053
Christoper A. Tambunan 200805059
Imelda Christy Siregar 200805063
Rika Aprilia 190805044
Saskya Andiena Adha 200805031
Medan, Maret 2022 Asisten,
(Merry Nikita Nainggolan)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Setiap sel dalam tubuh manusia dimulai dari sel punca atau stem cells yang dimulai sejak masa zigot. Sel zigot memiliki kemampuan untuk membelah diri dan juga berdiferensiasi menjadi semua jenis sel atau kita sebut sebagai totipotensi. Sel ini kemudian menjadi blastula yang memiliki kemampuan untuk membelah diri dan berdiferensiasi menjadi sel dari tiga lapisan berbeda yaitu ektodermis, mesodermis, dan endodermis atau kita sebut sebagai pluriripotensi. Sel punca hematopoietic berasal dari mesodermis memiliki multipotensi dan dapat berdiferensiasi menjadi beberapa jenis yaitu sel progenitor myeloid dan lymphoid. Sel myeloid progenitor kemudian akan berdiferensiasi menjadi megakariosit yaitu bakal dari trombosit, erythroid progenitor yaitu bakal dari eritrosit atau sel darah merah, sel mast, myeloblast yaitu bakal dari basofil, neutrofil, eosinofil, dan monosit. Sementara sel lymphoid progenitor akan berdiferensiasi menjadi natural killer cells (NK-cells), sel dendritik dan limfosit baik limfosit-T maupun limfosit-B. diferensiasi ini tentunya bergantung pada beragam faktor, seperti lingkungan sekitar sel (niche), sitokin factor pertumbuhan/growth factor, dan juga molekul lainnya (D’Arqom, 2021).
Sel darah merah atau disebut juga eritrosit merupakan sel darah yang jumlahnya terbanyak dalam tubuh manusia. Jumlah sel darah merah dapat memberikan informasi yang mengindikasikan adanya gangguan hematologi.
Gangguan hematologi adalah gangguan pada pembentukan sel darah merah, meliputi penurunan dan peningkatan jumlah sel (polisitemia). Penurunan jumlah sel darah merah ditemukan pada penyakit kronis, seperti penyakit hati, anemia, dan leukemia, sedangkan polisitemia ditemukan pada penderita diare, dehidrasi berat, luka bakar, maupun pendarahan berat. Penghitungan sel darah merah dilakukan dalam proses diagnosis beberapa penyakit tersebut. Proses identifikasi sel darah merah bertumpuk dibagi menjadi 3 proses, proses yang pertama adalah preprocessing citra sel darah.
proses selanjutnya dilakukan pemisahan sel darah merah dengan objek selain sel darah merah eksentrisitas dan warna sel dapat di ekstrak (Mandyartha, et al., 2014).
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
a. Untuk mengetahui perbandingan sel darah merah dari beberapa jenis hewan.
b. Untuk mengetahui waktu beku darah.
c. Untuk mengetahui penggolongan darah dengan sistem ABO.
d. Untuk mengetahui jumlah sel darah merah (eritrosit).
e. Untuk mengetahui jumlah sel darah putih (leukosit).
f. Untuk mengetahui kadar Hb (Hemoglobin).
g. Untuk mengetahui kristal hemin.
h. Untuk mengetahui proses hemolisa dan krenasi.
i. Untuk mengetahui nilai hematokrit.
j. Untuk mengetahui laju endap darah.
1.3 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah:
a. Dapat mengetahui perbandingan sel darah merah dari beberapa jenis hewan.
b. Dapat mengetahui waktu beku darah.
c. Dapat mengetahui penggolongan darah dengan sistem ABO.
d. Dapat mengetahui jumlah sel darah merah (eritrosit).
e. Dapat mengetahui jumlah sel darah putih (leukosit).
f. Dapat mengetahui kadar Hb (Hemoglobin).
g. Dapat mengetahui kristal hemin.
h. Dapat mengetahui proses hemolisa dan krenasi.
i. Dapat mengetahui nilai hematokrit.
j. Dapat mengetahui laju endap darah.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sel Darah
Manusia memiliki 5-6 juta sel darah merah yang terus beregenerasi setiap 3 bulan atau 120 hari. Sel darah merah ini berfungsi mengrimkan nutrisi dan oksigen (O2) ke jaringan tubuh manusia dan membawa CO2. Pembentukan sel darah merah atau eritropoiesis merupakan proses diferensiasi dan pematangan sel punca hematopoietik menjadi garis keturunan eritroid (erythroid lineage cells). Garis keturunan eritroid dimulai dari progenitor eritroid, prekursor eritroid, dan kemudian akan matang menjadi eritrosit. Perkembangan garis keturunan eritroid dari sel punca hematopoietik dibagi menjadi eritropoiesis primitif dan definitif. Produksi sel eritroid paling awal terjadi di yolk sac atau kantung kuning telur dan disebut sebagai eritropoiesis primitif. Tepat setelah gastrulasi, epiblas akan menjadi sel mesodermal dan berdiferensiasi menjadi hemangioblas sebelum bermigrasi dari garis posterior primitif ke dalam yolk sac. Di dalam yolk sac, hemangioblas membentuk pulau darah dan berdiferensiasi lebih lanjut menjadi progenitor eritroid dan endotel. Progenitor eritroid atau colony forming unit (Ery-CFC) dapat dideteksi di hari ke 7,5 pada embrio tikus dan sel punca hematopoietik atau hematopoietic stem cells (HSC) dapat dideteksi tiga hari kemudian di wilayah aorta-gonad-mesonephros (AGM) yang selanjutnya bersirkulasi dan berada di hati untuk memulai eritropoiesis definitif. HSC hati janin bermigrasi dan berkoloni ke dalam sumsum tulang (D`arqom, 2021).
Darah terdiri atas bagian cair (plasma) dan bahan-bahan interseluler. Plasma darah dan sel-sel darah dapat terpisah dan bebas bergerak dalam cairan interseluler.
Beberapa sel darah seperti leukosit dapat berpindah melalui pembuluh darah untuk melawan infeksi. Total sirkulasi volume darah diperkirakan sekitar 5-8 % dari total bobot badan dan angka ini bervariasi menurut umur, spesies, besar tubuh, aktivitas, status kesehatan, status gizi, dan kondisi fisiologis. Darah mempunyai beberapa fungsi yang penting untuk tubuh dan darah mengangkut zat-zat makanan dari alat pencernaan ke seluruh tubuh dan hasil limbah metabolism (Sonjaya,2013)
2.2 Hemoglobin Darah
Perusakan eritrosit terjadi setelah tiga sampai empat bulan dalam sirkulasi.
Sel-sel disintegrasikan dan dipindah dari sirkulasi sistem retikulo endhothelium yang mengandung sel-sel khusus dalam hati, limfa, sumsum tulang, dan node limpa.
Produk yang dihasilkan dari perusakan sel darah merah adalah pigmen bilirubin dan biliverdin yang disekresikan oleh kelenjar hati ke empedu. Besi bebas digunakan untuk meresintesis hemoglobin. Hemoglobin adalah protein dengan berat molekul sekitar 65.000. Molekul terdiri atas 4 sub-unit, setiap sub-unit mengandung besi dalam bentuk gugus hemo yang berkonjugasi dengan polipeptida. Adanya hemoglobin dalam eritrosit berfungsi untuk membawa oksigen dan warna sel darah merah. Dengan adanya hemoglobin, darah dapat membawa oksigen yang berasal dari udara 60 kali lebih banyak bila dibandingkan dengan oksigen yang berasal dari air pada kondisi yang sama. Hemoglobin mengabsorbsi oksigen darah udara melalui paru-paru, membentuk suatu ikatan longgar yang disebut oksihemoglobin di mana senyawa ini siap memberikan oksigen ke jaringan (Sonjaya,2013).
Hemoglobin merupakan suatu protein tetramerik eritrosit yang mengikat molekul bukan protein, yaitu senyawa porfirin besi yang disebut heme. Hemoglobin mempunyai dua fungsi pengangkutan penting dalam tubuh manusia, yakni pengangkutan oksigen ke jaringan dan pengangkutan karbondioksida dan proton dari jaringan perifer ke organ respirasi. Sebagai bentuk dari adaptasi tubuh terhadap aktivitas intensitas sedang sampai berat yang dilakukan, dapat terjadi perubahan pada volume plasma darah dimana volume plasma akan menurun dan akan membuat kadar hemoglobin dalam darah terlihat meningkat, selain itu saat melakukan aktivitas intensitas sedang sampai berat, tubuh membutuhkan oksigen lebih banyak, untuk mengkompensasi kebutuhan oksigen, tubuh akan melakukan eritropoiesis yang juga akan membuat kadar Hb meningkat. Latihan fisik berat yang dilakukan secara terus- menerus dan dengan durasi yang lama dapat menyebabkan penurunan massa sel darah merah dengan cara hemolisis intravaskular, hemolisis intravaskular disebabkan oleh ruptur mekanik dinding sel eritrosit yang terjadi ketika sel darah merah melewati kapiler-kapiler dari otot- otot yang berkontaksi (Gunaidi, 2016).
2.3 Fungsi Darah
Peran utama darah adalah sebagai media transportasi untuk membawa oksigen dari paru-paru ke sel-sel jaringan tubuh clan CO, ke paru-paru. membawa bahan makanan dari usus ke sel-sel tubuh, mengangkut zat-zat tak terpakai sebagai hasil metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh, mentransfer enzim-enzim dan hormon, mengatur suhu tubuh, keseimbangan cairan asam-basa, pertahanan tubuh terhadap infiltrasi benda-benda asing dan mikroorganisme serta ikut berperan dalam mempertahankan keseimbangan air serta penggumpalan/pembekuan darah, untuk mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan pada waktu luka. Darah merupakan jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu trombosit, leukosit dan eritrosit. Fungsi utama eritrosit atau sel darah merah yang mengandung hemoglobin merupakan komponen hematologi utama dari transport oksigen (Syam, 2016).
Darah terdiri atas cairan berupa plasma (55%) dan padatan (45%). Bagian padatan terdiri darieritrosit, leukosit, dan trombosit. Plasma darah mengandung protein, air, zat lain seperti ion, gas, dan sisa metabolisme. Kandungan air dalam plasma darah sebesar 91%. Air tersebut berfungsi sebagai termoregulasi dalam darah sirkulasi. Darah berfungsi sebagai alat tranportasi dan alat pertahanan tubuh. Pembentukan darah terjadi di sumsung tulang. Eritrosit mengandung hemoglobin yang berperan sebagai alat transportasi oksigen dari paru-paru ke sel dan membawa karbondioksida dari sel ke paru-paru. Eritrosit unggas (ayam) berbentuk oval dan mempunyai inti sel. Leukosit atau sel darah putih merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh yang dapat bergerak. Setelah pem- bentukannya, sel darah putih masuk ke dalam peredaran da-rah dan menuju ke bagian tubuh yang membutuhkan. Be-dasarkan morfologinya, ada yang bergranula dan ada yang tidak. Diferensiasi leukosit meliputi limfosit, monosit, heterofil, eosinofil, dan basofil. Leukosit yang bergranula terdiri atas heteroifil, eosinofil dan basofil.
Leukosit yang tidak bergranula adalah monosit dan limfosit. Limfosit adalah bagian dari leukosit yang terdiri dari limfosit T dan limfosit B yang berperan dalam pembentukan kekebalan spesifik yang bersifat humoral dan seluler (Ulupi, 2014).
2.4 Bentuk- Bentuk Sel Darah
Leukosit diklasifikasikan menjadi granular atau agranular, tergantung pada ada tidaknya granula sitoplasma (vesikel) yang dapat terlihat dengan pewarnaan bila diamati melalui mikroskop cahaya. Polymorphonuclear granulocytes (PNG), atau seringkali disebut granulosit, mengacu pada 3 jenis leukosit dengan ciri khas nukleus berlobus serta granula dengan membran. Ketiga jenis yang termasuk granulosit adalah neutrofil, basofil, dan eosinofil Granulosit umumnya berumur pendek, namun berperan penting dalam respon antimikroba dan antiinflamasi Kategori sel mononuklear, yang disebut agranulosit terdiri dari monosit dan limfosit. Sel-sel tersebut mempunyai nukleus yang berbentuk seperti kacang (monosit) atau bulat (limfosit) dan tidak bersegmen. Basophil mempunyai granula bulat dengan ukuran bervariasi. Sifat basofil adalah penyuka basa atau basofilik. Pengecatan dengan pewarna dasar menyebabkan basofil terlihat berwarna biru keunguan. Granula biasanya mengaburkan nukleus, yang memiliki dua lobus Basofil berasal dari sel punca hematopoietik yang berkembang di bawah pengaruh berbagai sitokin, khususnya interleukin-3 (IL-3). Granula basofil mengandung beberapa senyawa, diantaranya histamin, trombosit-activating factor, leukotrin C4, IL-4, IL-13, vascular endothelial growth factor A (VEGF A), VEGF B, dan chondroitin sulfates (heparan).
Basofil juga mampu mensintesis protein granula berdasarkan sinyal aktivasi yang diberikan oleh sel lain. Contohnya, basofil dapat diinduksi untuk menghasilkan mediator peradangan alergi, granzim B. Sel mast dapat menginduksi basofil untuk memproduksi dan melepaskan asam retinoat, pengatur sel kekebalan dan residen dalam penyakit alergi. Basofil juga berperan dalam angiogenesis (Rosita, 2019).
Leukosit dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit adalah sel yang memiliki segmen atau lobus pada inti sel dan granul pada sitoplasma, terdiri atas neutrofil, basofil, dan eosinofil. Agranulosit adalah sel yang tidak memiliki segmen atau lobus pada inti dan tidak ada granul pada sitoplasma, terdiri atas limfosit dan monosit. Limfosit berupa sel bulat kecil berdiameter 7-12 μm, memiliki nukleus yang relatif besar, berbentuk bulat dan berlekuk, yang dikelilingi oleh sitoplasma yang berfungsi sebagai respon antigen (Adinugroho, 2019).
2.5 Pembekuan Darah
Peristiwa utama dalam koagulasi adalah konversi protein plasma fibrinogen menjadi benang panjang protein yang dikenal sebagai fibrin. Proses ini dimulai ketika dinding pembuluh darah yang terluka dan trombosit di dekatnya melepaskan zat yang disebut tromboplastin. Trom boplastin berinteraksi dengan ion kalsium dan zat lain untuk mengubah protrombin, protein yang ada dalam plasma dalam jumlah kecil, menjadi trombin. Setelah diproduksi, trombin bertindak sebagai enzim dengan menggabungkan elemen-elemen fibrinogen yang larut bersama-sama, membentuk molekul seperti rambut panjang dari protein yang tidak larut, fibrin.Molekul-molekul fibrin yang baru terbentuk cenderung menempel pada permukaan pembuluh darah.
Mereka segera membentuk jaring, atau jaring, yang menjebak elemen yang terbentuk.
Massa benang-benang fibrin dan sel-sel darah ini membentuk bekuan darah, suatu penghalang yang mencegah hilangnya lebih lanjut sel-sel dan plasma melalui dinding pembuluh darah yang terluka. Proses koagulasi biasanya memakan waktu sekitar 2 sampai 8 menit untuk menyelesaikannya. Namun, kurangnya salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi dapat menyebabkan penurunan kemampuan darah untuk membeku. Misalnya, defisiensi diet (terutama vitamin K), penyakit hati, dan defisiensi bawaan yang dikenal sebagai hemofilia, atau penyakit bleeder, masing- masing mengakibatkan ketidakmampuan untuk membentuk gumpalan karena kekurangan satu atau lebih faktor pembekuan (Wingerd, 2014).
Hemostasis merupakan peristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya atau robeknya pembuluh darah, sedangkan trombosis terjadi ketika endotelium yang melapisi pembuluh darah rusak atau hilang. Kedua proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit, serta protein plasma baik yang menyebabkan pembentukan maupun yang melarutkan platelet.
Sistem hemostasis yang berfungsi normal penting bagi kehidupan untuk menjaga keseimbangan faktor trombogenik dan mekanisme proteksi. Salah satu hal yang berperan penting dalam hemostasis normal adalah trombosit. Trombosit akan beragregasi membentuk sumbat trombosit Jika pada hemostasis terjadi hambatan maka mengakibatkan perdarahan spontan (Shalehah, 2015).
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Pratikum ini dilaksanakan pada Kamis, 3 Maret 2022 pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai di daerah rumah masing praktikan yang telah di tentukan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah bak bedah, disetting set, object glass, spuit, mikroskop, batang pengaduk, gelas ukur, cutter, tabung EDTA, mikrosentrifuge, pipa kapiler, pipet tetes, haemositometer (terdiri dari pipet pengencer eritrosit, Hb meter sahli terdiri dari: tabung sahli berkala dan pipet), rak tabung, tabung reaksi, counter, aspirator, pipet penghisap.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah aquadest, larutan fisiologis bertingkat (NaCl 0,1%, 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, 1,5%), anti A, anti B, larutan Hayem, larutan Turk, HCL 0,1 N, asam cuka glassial darah Bufo sp., darah Monopterus albus, darah Clarias sp., darah Cyprinus carpio, darah Oreochromis niloticus, dan darah Osphronemus gouramy.
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Perbandingan Beberapa Sel Darah Dari Beberapa Jenis Hewan
Darah diteteskan diatas objek glass, lalu ditambahkan beberapa tetes larutan fisiologi (NaCL 0,9%) dan dihomogenkan. Kemudain diamati dibawah mikroskop dan dibandingkan dengan beberapa jenis sel darah hewan di atas.
3.3.2 Menentukan Waktu Pembekuan Darah
Darah dihisap menggunakan pipa kapiler, lalu ditutup bagian ujung pipa dengan ibu jari dan telunjuk, ditunggu beberapa saat sampai terbentuk benang fibrin lalu dipatahkan sedikit dari ujung pipa kapiler. Lalu dicatat waktu beku darah yang didapatkan.
3.3.3 Menentukan Golongan Darah dengan Sistem ABO
Darah diteteskan di atas object glass, lalu ditambahkan dengan anti A dan anti B dan dihomogenkan. Kemudian ditunggu beberapa menit samapi terbentuk beberapa gumpalan dan ditentukan golongan darahnya.
3.3.4 Menghitung Jumlah Sel Darah Merah (Eritrosit)
Darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit sampai tanda 0,5 atau 1,0 lalu dibersihkan ujung pipet dengan tisu, dihisap larutan pengencer (Hayem) sampai tanda 101 dengan cepat dan tanpa menimbulkan gelembung udara, dilepaskan pipa penghisap, dilakukan gerakan mengaduk sampai bagian yang tercampur hanya bagian yang membesar dari pipet, cairan pada ujung pipet yang tidak ikut terkocok dibuang.
Lalu disiapkan kamar hitung dan mikroskop listrik, diteteskan suspensi darah pada bagian pinggir gelas penutup dan dihitung di bawah mikroskop.
3.3.5 Menghitung Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit)
Darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit sampai tanda 0,5 atau 1,0 lalu ujung pipet dibersihkan dengan tisu, dihisap larutan pengencer (Turk) sampai tanda 11 dengan cepat dan tanpa menimbulkan gelembung udara, dilepaskan pipa penghisap, lalu dilakukan gerakan mengaduk sampai bagian yang tercampur hanya bagian yang membesar dari pipet dan cairan pada ujung pipet yang tidak ikut terkocok dibuang. Lalu Disiapkan kamar hitung dan mikroskop, diteteskan suspensi darah pada bagian pinggir gelas penutup dan dihitung di bawah mikroskop.
3.3.6 Menghitung Kadar Hb (Hemoglobin)
Tabung Sahli diisi dengan larutan HCL 0,1 N sampai tanda 10 (garis paling bawah pada tabung), dihisap darah dengan menggunakan aspirator sampai batas angka 20 mm, dibersihkan ujung pipet dan dimasukkan ke dalam tabung sahli. Lalu diaduk dengan batang pengaduk. Kemudian dicocokkan warna yang terjadi dengan warna standar menggunakan aquadest setetes demi setetes. Kemudian dibaca kadar Hb pada dinding tabung sahli (dalam g% atau gr dalam 100 ml).
3.3.7 Melihat Kristal Hemin
Darah diteteskan diatas object glass dan biarkan sampai kering. Kemudian dipanaskan dengan beberapa tetes asam cuka glacial lalu diberi sedikit NaCl dan diamati kristal hemin yang terbentuk warna kuning dibawah mikroskop.
3.3.8 Melihat Proses Hemolisa dan Krenasi
Sediakan 7 tabung reaksi yang tiap tabung diberi larutan yang berbeda;
Tabung 1 diisi dengan NaCl 0% (aquadest) 5 ml, tabung 2 diisi dengan NaCl 0,1%
(aquadest) 5 ml, tabung 3 diisi dengan NaCl 0,3% (aquadest) 5 ml, tabung 4 diisi dengan NaCl 0,6% (aquadest) 5 ml, tabung 5 diisi dengan NaCl 0,9% (aquadest) 5 ml, tabung 6 diberi NaCl 1,2% (aquadest) 5 ml, tabung 7 diisi dengan NaCl 1,5%
(aquadest) 5 ml, kemudian diteteskan 3 tetes darah kedalam masing-masing tabung dan dibiarkan selama 30 menit. Diamati warna dan kekeruhan dalam masingmasing tabung.
3.3.9 Menghitung Nilai Hematokrit
Darah dimasukkan ke dalam pipa kapiler, ditutup 1 sisi pipa dengan lilin.
Dimasukkan ke dalam mikrosentrifuggee selama 5 menit dengan 1000 rpm dan dihitung persentase hematokrit.
3.3.10 Menghitung Laju Endap Darah
Darah dimasukkan ke dalam tabung EDTA, didiamkan selama satu jam kemudian diukur laju endap darah.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Perbandingan Sel Darah Merah Beberapa Jenis Hewan
No Sampel Gambar Keterangan
1 Bufo sp. -Memiliki inti
-Bentuk bikonveks -Warna merah pucat -Ukuran kecil
2 Clarias sp. -Memiliki inti
-Bentuk bikonveks -Warna gelap -Ukuran kecil
3 Manopterus albus -Memiliki inti
-Bentuk bikonveks -Warna merah -Ukuran kecil
6 Osphronemus goramy -Memiliki inti -Bentuk bikonveks -Warna pucat -Ukuran kecil
Dari tabel 4.1 didapatkan hasil perbandingan bahwa sel darah Bufo sp.
memiliki inti sel, bentuk bikonveks, warna merah pucat, ukuran kecil, Clarias sp.
memiliki inti sel, bentuk bikonveks, warna gelap, ukuran kecil, Monopterus albus memiliki inti sel, bentuk bikonveks, warna merah, ukuran kecil, Cyprinus carpio memiliki inti sel, bentuk bikonveks, warna pucat, ukuran kecil, Oreochromis niloticus memiliki inti sel, bentuk bikonveks, warna pucat, ukuran kecil, Osphronemus gouramy memiliki inti sel, bentuk bikonveks, warna pucat, ukuran kecil. Yang membedakannya adalah warna sel darahnya, dimana sel darah merah sangat
4 Cyprinus carpio -Memiliki inti
-Bentuk bikonveks -Warna pucat -Ukuran kecil
5 Oreochromis niloticus -Memiliki inti
-Bentuk bikonveks -Warna pucat -Ukuran kecil
dipengaruhi oleh kadar hemoglobin yang mengikat oksigen, semakin tinggi oksigen dan kadar haemoglobinnya maka warna darah akan semakin merah.
Menurut Orchard (2015), peran utama sel darah merah adalah untuk mengangkut oksigen ke jaringan metabolisme, karbon dioksida dan ion hidrogen ke paru-paru. Transportasi ini dibantu oleh hemoglobin. Hemoglobin bertanggung jawab untuk pengangkutan oksigen ke jaringan metabolisme. Sebuah sel darah merah individu mengandung sekitar 640 juta molekul hemoglobin, yang masing-masing mampu membawa empat molekul oksigen.
Menurut Syam (2016), hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh pada mamalia dan hewan lainnya.
Hemoglobin juga pengusung karbon dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organic dengan satu atom besi. Hemoglobin (Hb) adalah protein majemuk, tersusun atas protein sederhana yang disebut globin yang merupakan 96% bagian dari hemoglobin yang berupa protein sehingga konsumsi protein sangat menentukan nilai hemoglobin.
4.2 Jumlah Sel Darah Merah ( Eritrosit)
No. Sampel Eritrosit(Ax104)
1. Bufo sp. 450x10⁴ sel/mm³
2. Clarias sp. -
3. Monopterus albus -
4. Cyprinus carpio 44x10⁴ sel/mm³
5. Oreochromis niloticus 43 x10⁴ sel/mm³
6. Osphronemus gouramy 88 x10⁴ sel/mm³
Dari tabel 4.2 didapat hasil jumlah sel darah merah (eritrosit) paling tinggi yaitu pada Bufo sp. yaitu 450x104 sel/mm3 dan yang paling rendah yaitu pada Oreochromis niloticus yaitu 43x104 sel/mm3 , hal ini dikarenakan darah yang didapat dari Oreochromis niloticus lebih sedikit daripada Bufo sp. Sedangkan Clarias sp. dan
Monopterus albus tidak diketahui jumlah eritrositnya. Dan Osphronemus gouramy jumlah eritrositnya adalah 88 x10⁴ sel/mm³.
Menurut Sonjaya (2013), beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah sel-sel darah adalah faktor internal (genetik, bangsa ternak, dan status fisiologis) dan faktor eksternal lingkungan (kualitas pakan, kondisi daerah, pemeliharaan dan penyakit).
Dimana semua sel darah pada hewan dewasa berasal dari sumber yang sama, yaitu batang primordia yang terdapat di dalam sumsum tulang.
Menurut Ulupi (2014), faktor yang mempengaruhi pembentukan eritrosit adalah kecukupan nutrisi. Nutrisi tersebut diantaranya adalah protein, zat besi, vitamin B9, dan Vitamin B12. Protein dan zat besi terlibat dalam pembentukan hemoglobin, sedangkan vitamin B9 dan vitamin B12 berperan dalam pematangan eritrosit.
4.3 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit)
No. Sampel Leukosit(Bx50)
1. Bufo sp. 300x50 sel/mm³
2. Clarias sp. -
3. Monopterus albus 76x50 sel/mm³
4. Cyprinus carpio 60x50 sel/mm³
5. Oreochromis niloticus 50x50 sel/mm³
6. Osphronemus gouramy 336x50 sel/mm³
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa jumlah sel darah putih (Leukosit) pada Bufo sp. adalah 300x50 sel/mm3, jumlah sel darah putih pada Clarias sp. tidak ditemukan dalam pengamatan, jumlah sel darah putih pada Monopterus alba adalah 76x50 sel/mm³, jumlah sel darah putih pada Cyprinus carpio adalah 60x50 sel/mm³, jumlah sel darah putih pada Oreochromis niloticus adalah 50x50 sel/mm³, dan jumlah sel darah putih pada Osphronemus gouramy adalah 336x50 sel/mm³. Jumlah sel darah putih yang paling tinggi yaitu pada Osphronemus gouramy dan yang paling rendah yaitu Oreochromis niloticus. Pada Clarias sp. tidak ditemukan leukosit pada saat pengamatan. Hal tersebut disebabkan karena jumlah sel darah merahnya lebih banyak dari pada sel darah putihnya.
Menurut Rosita (2019), leukosit dapat terjadi variasi baik dalam jumlah maupun persentase di antara individu dan kelompok etnis yang berbeda. Selain itu, leukosit bervariasi tergantung pada jenis kelamin, umur, aktivitas, dan waktu.
Jumlahnya juga berbeda menurut apakah leukosit bereaksi terhadap stres, atau dihancurkan, dan apakah mereka diproduksi oleh sumsum tulang dalam jumlah yang cukup.
Menurut Sonjaya (2013), perbedaan sel darah putih dengan erititrosit adalah leukosit mempunyai inti sel dan sitoplasma, serta mampu bergerak bebas. Di dalam peredaran darah, jumlah total sel darah putih pada manusia maupun hewan adalah jauh lebih sedikit daripada jumlah total sel darah merah. Jumlah total sel darah putih dinyatakan dengan 109/L, sedangkan jumlah total sel darah merah dinyatakan dengan 1012/L.
4.4 Jumlah Kadar Hb (Hemoglobin)
No. Sampel KadarHb
1. Bufo sp. 29%
2. Clarias sp. 22%
3. Monopterus albus 12%
4. Cyprinus carpio 28%
5. Oreochromis niloticus 32%
6. Osphronemus gouramy 31%
Dari tabel 4.4 diketahui bahwa jumlah kadar hemoglobin pada Bufo sp.
adalah 29%, jumlah kadar hemoglobin pada Clarias sp. adalah 22%, jumlah kadar hemoglobin pada Monopterus albus adalah 12%, jumlah kadar hemoglobin pada Cyprinus carpio adalah 28%, jumlah kadar hemoglobin pada Oreochromis niloticus adalah 32% dan jumlah kadar hemoglobin pada Osphronemus gouramy adalah 31%
Kadar hemoglobin yang paling tinggi yaitu pada Oreochromis niloticus 32% dan yang paling rendah yaitu Monopterus albus 12%.
Menurut Gunadi (2016), kadar hemoglobin dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia dan jenis kelamin, bertempat tinggal di dataran tinggi, merokok, aktivitas
fisik dan nutrisi. Asupan nutrisi dalam hal ini zat besi dan protein diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dihubungkan dengan aktivitas fisik berat yang dilakukan secara terus-menerus dan dengan durasi yang lama, hal ini dapat menyebabkan hemolisis intravaskular dan dapat menyebabkan terjadinya penurunan massa sel darah merah, hal tersebut dapat berpengaruh terhadap penurunan kadar Hb.
Menurut Syam (2016), hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh pada mamalia dan hewan lainnya.
Hemoglobin juga pengusung karbon dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organic dengan satu atom besi. Besarnya nilai hemoglobin (Hb) sangat dipengaruhi oleh kecukupan gizi dalam tubuh khususnya protein yang digunakan untuk sintesis hemoglobin
4.5 Kristal Hemin
No. Sampel Kristal Hemin Gambar
1. Bufo sp. Ada
2. Clarias sp. Ada
3. Monopteus
albus
Ada
4. Cyprinus
carpio
Ada
5. Oreochromis niloticus
Ada
6. Osphronemus gouramy
Ada
Dari tabel 4.5 didapatkan hasil berupa Kristal hemin pada Bufo sp., Clarias sp., Monopterus albus, Cyprinus carpio, Oreochromis niloticus dan Osphronemus gouramy.
Menurut Marcelisa, et all., (2015), kristal hemoglobin terbentuk karena adanya reaksi antara reagen dari tes Teichmann dan tes Takayama dengan gugus heme yang terdapat pada darah. Pada tes Teichmann akan terbentuk kristal yang berbentuk belah ketupat yang berwarna coklat yang disebut juga dengan kristal hemin dan pada tes Takayama terbentuk kristal berbentuk jarum disebut juga kristal hemokromogen yang dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan mikroskop.
Pemeriksaan dengan metode Teichmann akan memberikan gambaran kristal yang berbentuk belah ketupat disebut dengan kristal hemin sedangkan pada pemeriksaan Takayama akan memberikan gambaran kristal berbentuk jarum yang disebut kristal hemokromogen. Prosedur pemeriksaan Teichmann sebelumnyaa telah dilakukan
prapenelitian terlebih dahulu oleh peneliti untuk mendapatkan lama dan pemanasan yang baik untuk menghindari negatif palsu.
Menurut Vitriani (2015), Kristal hemin memiliki bentuk seperti belah ketupat yang memanjang dan berwarna kecoklatan yang dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran total 400x
4.6 Waktu Beku Darah
No Sampel Waktu Beku Darah
1 Bufo sp. 60 menit
2 Clarias sp. 5 menit
3 Monopterus albus 45 menit
4 Cyprinus carpio 45 menit
5 Oreochromis niloticus 48 menit
6 Osphronemus gouramy 70 menit
Dari tabel 4.6 diketahui waktu beku darah pada Bufo sp. adalah 60 menit, waktu beku darah pada Clarias sp. adalah 5 menit waktu beku darah pada Monopterus albus adalah 45 menit, waktu beku darah pada Cyprinus carpio adalah 45 menit, waktu beku darah pada Oreochromis niloticus adalah 48 menit dan waktu beku darah pada Osphronemus gouramy adalah 70 menit. Dan diketahui bahwa waktu beku darah paling lama pada Osphronemus gouramy 70 menit, sedangkan waktu beku darah paling cepat terdapat pada Clarias sp. 5 menit.
Menurut Shalehah (2015), antikoagulan adalah zat yang digunakan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah yaitu dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan.
Menurut Rosita (2019), pembekuan darah adalah mekanisme hemostasis yang paling kuat dan dapat menghentikan hampir seluruh perdarahan di tubuh kecuali perdarahan hebat atau perdarahan yang sangat kecil yang tidak memerlukan
mekanisme pembekuan darah. Pembekuan darah melibatkan substansi yang disebut faktor pembekuan darah. Faktor pembekuan darah tersebut antara lain ion kalsium, beberapa enzim inaktif yang disintesis oleh hati dan beredar di sirkulasi, serta beberapa molekul lain yang beraosiasi dengan trombosit maupun jaringan yang rusak.
4.7 Penggolongan Darah Dengan Sistem ABO
No Sampel Golongan Darah
1. Bufo sp. O
2. Clarias sp. A
3. Monopterus albus O
4. Cyprinus carpio O
5. Oreochromis niloticus O
6. Osphronemus gourami O
Berdasarkan tabel 2.1 penggolongan darah dengan sistem ABO diperoleh golongan darah dari Bufo sp, adalah O, golongan darah Clarias sp. adalah A, golongan darah Monopterus albus adalah O, golongan darah Cyprinus carpio adalah O, golongan darah Oreochromis niloticus adalah O, dan golongan darah Osphronemus gourami adalah O.
Menurut Utami (2021), golongan darah diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya antigen atau aglutinogen yang membentuk aglutinasi pada sel darah putih.
Aglutinogen dibagi menjadi dua yaitu aglutinogen A dan B. Apabila ditemukan aglutinogen A maka golongan darah bertipe A, apabila ditemukan aglutinogen B maka golongan darah bertipe B, jika ditemukan aglutinogen A dan B maka golongan darah bertipe AB, jika tidak ditemukan aglutinogen A dan B maka darah bertipe O.
Menurut Lestari (2020), salah satu upaya pencegahan terhadap adanya kemungkinan penyakit bawaan, maka penting untuk mengetahui golongan darah.
Penggolongan darah yang paling umu dilakukan yaitu sistem penggolongan darah ABO, yang dibagi menjadi 4 golongan, A, B, O, dan AB. Pembagian golongan darah ini berdasarkan perbedaan aglutinogen (antigen) dan aglutinin (antibodi) pada membran permukaan sel darah merah. Pada perkembangan ilmu dan teknologi, golongan darah di dunia secara luas dikenal sebanyak 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh . Selama periode waktu hingga saat ini, golongan darah telah berkembang, tidak hanya berkaitan dengan transfusi tetapi juga hubungan penyakit
spesifik dengan antigen permukaan eritrosit. Antigen pada darah juga banyak dikaitkan terhadap beberapa penyakit seperti kanker, diabetes, penyakit menular, penyakit kantung, bahkan berkaitam dengan resisten beberapa penyakit.
4.8 Hematokrit
No Sampel Hematokrit
1. Bufo sp. 24%
2. Clarias sp. 30%
3. Monopterus albus 51%
4. Cyprinus carpio 15%
5. Oreochromis niloticus 23%
6. Osphronemus gourami 40%
Dari Tabel 4.8 diperoleh kadar hematokrit dari beberapa sampel yaitu dimana Bufo sp. sebesar 24%, Clarias sp. sebesar 30% , Monopterus albus sebesar 51%, Cyprinus carpio 15%, Oreochromis niloticus 23% dan Osphronemus gourami sebesar 40%.
Menurut Sudarman (2019), nilai hematokrit ditentukan dengan metode mikrohematokrit. Pipa mikrokapiler dihisap dengan memiringkan tabung yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung mikrokapiler yang bertanda merah. Pipa diisi sampai 4/5 bagian kemudian ujung pipa disumbat dengan crestaseal lalu ditempatka di microcentrifuge dengan kecepatan 12000 rpm selama 5 menit.
Penentuan nilai hematokrit dilakukan dengan mengukur % volume eritrosit (lapisan merah) dari darah menggunakan alat baca microcapillary hematocrite reader Menurut Oktavia (2019), kadar hematokrit dipengaruhi oleh jumlah eritrosit dan volume rata-rata eritrosit. Hal ini menyebabkan jumlah eritrosit berkurang sehingga kadar hematokrit menurun. Selain itu, gangguan sintesis hemoglobin yang diakibatkan oleh timbal juga mempengaruhi kadar hematokrit. Konsentrasi hemoglobin yang berkurang pada eritrosit awalnya masih akan menunjukkan anemia normositik normokromik, namun berangsur-angsur akan menjadi mikrositik dan juga hipokromik. Pembelahan eritrosit di sumsum tulang diatur oleh konsentrasi hemoglobin. Pembelahan sel berhenti ketika konsentrasi hemoglobin yang sesuai telah tercapai. Oleh karena itu, jika terdapat defek pada sintesis hemoglobin, eritrosit akan terus membelah sampai konsentrasi hemoglobin tersebut tercapai. Hal ini
mengakibatkan ukuran atau volume rata-rata eritrosit berkurang atau terjadi mikrositosis dan mempengaruhi kadar hematokrit.
4.9 Laju Endap Darah
No Sampel Waktu Keterangan
1 Bufo sp. 1 jam 40% sel darah, 60% plasma darah
2 Clarias sp. 1 jam 51% sel darah, 41% plasma darah
3 Monopterus albus 1 jam 80% sel darah, 20% plasma darah 4 Cyprinus carpio
5 Oreochromis niloticus 6 Osphronemus gouramy
1 jam 1 jam 1 jam
90% sel darah, 10% plasma darah 80% sel darah, 30% plasma darah 80% sel darah, 30% plasma darah
Dari tabel 4.9 diketahui bahwa laju endap darah pada Bufo sp. pada waktu 1 jam dengan 40% sel darah, 60% plasma darah, Clarias sp. pada waktu 1 jam dengan 51% sel darah, 41% plasma darah, Monopterus albus pada waktu 1 jam dengan 80%
sel darah, 20% plasma darah, Cprynus carpio pada waktu 1 jam dengan 90% sel darah, 10% plasma darah sedangkan Oreochromis niloticus dan Osphronemus gouramy pada waktu 1 jam dengan 80% sel darah, 30% plasma darah.
Menurut Sukarmin (2019), Laju Endap Darah (LED) pada umumnya digunakan untuk mendeteksi dan memantau adanya kerusakan jaringan, inflamasi dan menunjukkan adanya penyakit (bukan tingkat keparahan) baik akut maupun kronis, sehingga pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) bersifat tidak spesifik tetapi beberapa dokter masih menggunakan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) untuk membuat perhitungan kasar mengenai proses penyakit sebagai pemeriksaan screening (penyaring) dan memantau berbagai macam penyakit infeksi, autoimun, keganasan dan berbagai penyakit yang berdampak pada protein plasma.
Menurut Rachmawati (2016) , faktor yang dapat mempengaruhi laju endap darah salah satunya adalah jumlah eritrosit. Apabila jumlah eritrosit sedikit maka pengendapan sel-sel darah merah akan semakin cepat sehingga dapat meningkatkan laju endap darah. Selain faktor eritrosit, kadar albumin juga dapat mempengaruhi laju
endap darah. Menurunnya albumin dapat mempermudah pembentukan rouleaux yang dapat menyebabkan meningkatnya laju endap darah.
4.10 Menghitung Proses Hemolisa Dan Krenasi
No. Sampel Konsentrasi NaCl Keterangan
1. Bufo sp. 0% Hemolisa
0,1% Krenasi
0,3% Hemolisa
0,6% Hemolisa
0,9% Hemolisa
1,2% Hemolisa
1,5% Hemolisa
2. Clarias sp. 0% Krenasi
0,1% Hemolisa
0,3% Hemolisa
0,6% Krenasi
0,9% Krenasi
1,2% Krenasi
1,5% Krenasi
3. Monopterus albus 0% Hemolisa
0,1% Hemolisa
0,3% Hemolisa
0,6% Hemolisa
0,9% Hemolisa
1,2% Hemolisa
1,5% Hemolisa
4. Cyprinus carpio 0% Krenasi
0,1% Krenasi
0,3% Krenasi
0,6% Krenasi
0,9% Krenasi
1,2% Krenasi
1,5% Krenasi
5. Oreochromis niloticus 0% Hemolisa
0,1% Hemolisa
0,3% Hemolisa
0,6% Hemolisa
0,9% Hemolisa
1,2% Hemolisa
1,5% Hemolisa
6. Osphronemus gouramy 0% Krenasi
0,1% Krenasi
0,3% Krenasi
0,6% Hemolisa
0,9% Hemolisa
1,2% Hemolisa
1,5% Hemolisa
Dari Tabel 4.10 di atas, didapatkan hasil Bufo sp. pada konsentrasi 0%, 0.6%, 0.9%, 1.2%, 1.5% hemolisa dan pada konsentrasi 0.1%, 0.3% krenasi. Clarias sp.
pada konsentrasi 0%, 0.6%, 0.9%, 1.2%, 1.5% krenasi dan pada konsentrasi 0.1%, 0.3% hemolisa. Monopterus albus pada konsentrasi 0%, 0.1%, 0.3%, 0.6%, 0.9%, 1.2%, 1.5% hemolisa. Cyprinus carpio pada konsentrasi 0%, 0.1%, 0.3%, 0.6%, 0.9%, 1.2%, 1.5% krenasi. Oreochromis niloticus pada konsentrasi 0%, 0.1%, 0.3%, 0.6%, 0.9%, 1.2%, 1.5% hemolisa. Dan Osphronemus gouramy pada konsentrasi 0%, 0.1%, 0.3% krenasi dan 0.6%, 0.9%, 1.2%, 1.5% hemolisa. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi sel dan sifat dari membran sel, dimana sel sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal membran sel, dan setiap sel sangat dipengaruhi oleh konsentrasi larutannya baik dikonsentrasi rendah maupun dikonsentrasi tinggi.
Menurut Noradina et al., (2017), NaCl fisiologis, NaCl 0%, NaCl 0.1%, NaCl 0.3%, NaCl 0.6%, NaCl 0.9%, NaCl 1.2%, NaCl 1.5% dapat menyebabkan hemolisis, pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis dalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dan lain-lain. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan larutan NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Aktivitas zat radikal bebas dalam tubuh bisa dicegah oleh zat antioksidan, yang berfungsi menghentikan aktivitas radikal bebas dan melindungi sel yang sehat dari kerusakan.
Menurut Faruq (2018), sel darah merah menjadi lisis disebabkan karena semakin keciln konsentrasi NaCl sehingga larutan menjadi bersifat hipotonis. Darah yang diberikan larutan hipotonis menyebabkan kehilangan keseimbangan sehingga air masuk ke dalam sel darah. Apabila hal tersebut terus berlangsung akan menyebabkan terjadi pembengkakan yang dilanjutkan dengan kebocoran dan sel tersebut pecah. Pecahnya sel darah tersebut membentuk suatu partikel partikel kecil yang membuat pembacaan menggunakan metode electrical impedance akan memberikan hambatan listrik yang hampir sama dengan trombosit. Persamaan hambatan tersebut membuat partikel sel darah yang pecah terbaca sebagai trombosit.
Peningkatan trombosit berbanding lurus dengan konsentrasi NaCl. Selain itu, peningkatan trombosit berbanding terbalik dengan nilai sel darah khususnya eritrosit.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Keimpulan
a. Perbedaan sel darah merah dari beberapa jenis hewan sangat banyak, dari mulai bentuk, warna dan punya atau tidak inti sel. Pada Clarias sp. memiliki inti, bentuknya bikonveks, warna lebih gelap dan ukurannya kecil. Pada Cyprinus carpio memiliki inti, bikonveks, warna lebih pucat serta berukuran kecil. Bufo sp. memilki inti, ukuran kecil, warna merah pucat dan bikonveks. Pada Osphronemus gouramy memilki inti sel, sel berukuran kecil dan warna pucat. Pada Olerochromis niloticus bentuk bikonveks, memiliki inti, warna pucat dan ukuran lebih besar. dan pada Monopterus albus memiliki inti, bikonveks, warna merah dan ukurannya kecil.
b. Waktu beku darah pada Bufo sp. membutuhkan waktu 60 menit, pada Clarias sp.
membutuhkan waktu 5 menit, pada Monopterus albus membutuhkkan waktu 45 menit, Cyprinus carpio membutuhkkan waktu 45 menit, pada Oreochromis niloticus membutuhkan waktu 48 menit, dan pada Osphronemus gouramy membutuhkan waktu 70 menit. Dimana setiap sampel memiliki waktu yang berbeda-beda untuk membekukan darah. Yang paling lama pada Osphronemus gouramy dan yang paling cepat pada Clarias sp.
c. Penggolongan darah berdasarkan sistem ABO pada pada Bufo sp., Monopterus albus, Cyprinus carpio, Oreochromis niloticus dan Osphronemus gouramy secara umum memiliki golongan darah O, sedangkan Clarias sp. bergolongan darah A.
d. Jumlah sel darah merah (eritrosit) terbanyak terdapat pada Bufo sp. yaitu sebanyak 450 x 104 sel/mm3 , kemudian Osphronemus gouramy sebanyak 88 x 104 sel/mm3 , Cyprinus carpio sebanyak 44 x 104 sel/mm 3 , Oreochromus niloticus sebanyak 43 x 104 sel/mm3 serta Clarias sp. dan Monopterus albus tidak ada jumlah eritrosit.
e. Jumlah sel darah putih (leukosit) pada Bufo sp. yaitu sebanyak 300 x 50 sel/mm3 , kemudian Monopterus albus sebanyak 76 x 50 sel/mm3 , Cyprinus carpio sebanyak 60 x 50 sel/mm3 , Oreochromis niloticus sebanyak 50 x 50 sel/mm3 , jumlah leukosit yang terbanyak ada pada Osphronemus gouramy yaitu sebanyak 336 x 50 sel/mm3 sedangkan pada Clarias sp. tidak terdapat leukosit.
f. Persentase kadar Hb (Hemoglobin) pada Bufo sp. adalah 29%, Clarias sp. sebesar 22%, Monopterus albus sebesar 12%, Cyprinus carpio sebesar 28%, Oreochromis niloticus sebesar 32% dan Osphronemus gouramy sebesar 31%. g.
g. Pada darah setiap sampel hewan memiliki kristal hemin. Pada Clarias sp. memiliki kristal hemin kecil yang berkumpul, sedangkan pada Cyprinus carpio, dan Bufo sp. kristal hemin tidak tampak terlalu jelas.
h. Proses hemolisa dan krenasi di dalam sel darah merah dari beberapa hewan berbeda- beda berdasarkan konsentrasi larutan NaCl yang diberikan yaitu 0%, 0,1%, 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, 1,5% terdiri dari larutan hipotonis, isotonis dan hipertonis. Pada Monopterus albus dan Oreochromis niloticus disetiap konsentrasi yang diberikan hanya terjadi proses hemolisa sedangkan pada Cyprinus carpio hanya terjadi proses krenasi. Hal ini dikarenakan proses hemolisa dan krenasi di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan larutan NaCI) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermeabel dan menyebabkan sel erisrosit menggembung dan akan mengalami hemolisis. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya akan keriput/krenasi.
i. Nilai hematokrit pada masing-masing sampel yaitu Monopterus albus yaitu 51%, lalu Osphronemus gouram. 40%, Clarias sp. 30%, Bufo sp. 24%, Oreochromis niloticus 23% dan yang paling sedikit Cyprinus carpio sebesar 15%.
j. Laju endap darah yang dilakukan selama 1 jam memiliki hasil yang berbedabeda yaitu sel darah sekitar dari 40% sampai 90% sedangkan plasma darah dari 10% sampai 60%
5.2 Saran
a. Sebaiknya praktikan lebih memahami lagi materi yang akan di praktikumkan.
b. sebaikknya prakktikan mau bertanya kepada asisten jika ada materi yang kurang dimengerti.
c. sebaiknya praktikan tetap semangat menjalani kuliah dan praktikum di semester ini.
DAFTAR PUTAKA
Adinugroho MO, Ni KS, Anak ASK, 2019. Histomorfometri Sel Darah Putih Agranulosit Bibit Sapi Bali di Nusa Penida. Bali: Buletin Veteriner Udayana, 11(1), Hal 33-38.
D’arqom A, 2021. Talasemia Ditinjau dari Segi Medis dan Sosial. Jawa Timur:
Airlangga University Press, Hal 1-7.
Faruq Z. H, 2018. Analisis Darah Lisis Terhadap Nilai Trombosit Menggunakan Metode Electrical Impedance. Jurnal Labora Medika. 2(1): 11-13.
Gunadi VIR, Yanti MM, Murniati T, 2016. Gambaran Kadar Hemoglobin Pada Pekerja Bangunan. Manado: Jurnal e-Biomedik), 4(2).
Lestari DF, Fatimatuzzahra, Jarulis, 2020. Pemeriksaan Golongan Darah dan Rhesus Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bengkulu Utara: Jurnal Solmal. 09(2):
308-315.
Mandyartha EP, Kurniawan M, Perdana RS, 2014. Identifikasi Sel Darah Merah Bertumpuk Menggunakan Pohon Keputusan Fuzzy Berbasis Gini Index.
Jawa Timur, Hal 51.
Noradina, Aureliya H, Yafrinal S, 2017. Pemberian Vitamin E Terhhadap Fragilitas Eritrosit Pada Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipapari Tuak. Jurnal Ilmiah Keperawatan IMELDA. 3(2): 361-369.
Oktavia SD, Saebani S, Dhanardhono T. 2019. Pengaruh Pemberian Kalsium Terhadap Kadar Hemoglobin Dan Hematokrit Mencit Balb/C Yang Diinduksi Timbal. Diponegoro Medical Journal (Jurnal Kedokteran Diponegoro). 8(1):
492-500.
Orchard G, Nation B. 2015. Cell Structure & Function.Oxford University Press.
United Kingdom
Rachmawati RL, Setiani O, Yusniar. 2016. Perbedaan Laju Endap Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Air Kelapa Hijau (Cocos nucifera L) Pada Pekerja Bagian Pengecatan di Industri Karaoseri Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 4 No 3
Rosita, Pramana, Arfifa.2019. Hematologi Dasar. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, Hal 52-53.
Shalehah A, Noor C, Fadlilaturrahmah, 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Kajajahi (Leucosyke capitellata Wedd.) Terhadap Efek Pembekuan Darah Dan Penuruan Agregasi Platelet Pada Darah Manusia Sehat Sevara IN VITRO. Kalimantan Selatan: Pharmacy,12(2).
Sonjaya H, 2013. Dasar-Dasar Fisiologi Ternak. Bogor: PT Penerbit IPB press, Hal 28-30.
Sudarman A, Hidayati N, Suharti S. 2019. Status Nutrisi Kerbau Betina Di Peternakan Rakyat Cibungbulang: Pengaruh Suplementasi Indigofera Sp Dan Gaplek Terhadap Perubahan Profil Darah. Jurnal Ilmu Nutrisi Dan Teknologi Pakan. 17(2) :32-37.
Sukarmin M, Iqlima D. 201.Perbandingan Hasil Pengukuran Laju Endap Darah dengan Metode Manual dan Automatic. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan. Vol. 5 No. 1
Syam J, A L Tolleng, Umar, 2016. Pengaruh Pemberian Konsentrat Dan Urea Molases Blok(UMB) Terhadap Hemoglobin Sapi Potong. Makassar: Jurnal Teknosains, 10(1), Hal 103 – 110.
Ulupi N, Ihwanto T, 2014. Gambaran Darah Ayam Kampung Dan Ayam Petelur Komersial Pada Kandang Terbuka Di Daerah Tropis. Bogor: Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 2(1), Hal 219-223.
Utami YT, Susanti PH, Bowo N, 2021. Identifikasi Golongan Darah O dengan Metode Absorpsi Elusi pada Sampel Darah Kering yang Terdapat pada substrat Kain Jeans dalam Waktu dan Lingkungan Berbeda. Semarang:
Jurnal Biologi Indonesia 17(2): 165-173.
Vitriani V, Asni E, Indrayana MT. 2015. Kristal Hemoglobin Pada Bercak Darah Yang Terpapar Beberapa Deterjen Bubuk Khusus Mesin Cuci Menggunakan Tes Teichmann Dan Tes Takayama. JOM FK Vol 2 No 2
Wingerd B, 2014. The Human Body Concepts Of Anatomy And Physiology Third Edition.United States Of America: LSC Communication, pages 289.
LAMPIRAN 1. Alat
Bak bedah Objek glass
Spuit Mikroskop
Gelas ukur Cover glass
Piper eritrosit Hb meter
Tabung sahli Counter
Aspirator Tissue
Pipet tetes Alat bedah
Batang penjepit Rak tabung dan tabung reaksi
Tabung EDTA Kain
2. Bahan
Larutan HCL 0.9 % Larutan turk
Larutan hayem Aquades
Larutan HCL 0.1 N Asam cuka glassial
Bufo sp. Clarias sp.
Monopterus albus Cyprinus carpio
Oreochromis niloticus osphronemus gouramy
Lampiran 3. Flowsheet
1. Perbandingan Beberapa Sel Darah Dari Beberapa Jenis Hewan
Diteteskan diatas objek glass
Ditambahkan beberapa tetes larutan fisiologi (NaCl 0,9%) Dihomogenkan
Diamati dibawah mikroskop
Dibandingkan dengan sel darah hewan di atas
2. Mengamati Waktu Pembekuan Darah
Dihisap menggunakan pipa kapiler
Ditutup bagian ujung pipa dengan ibu jari dan telunjuk Tunggu sampai terbentuk benang fibrin lalu patahkan pipa kapiler
Dicatat waktu beku darah
3. Menentukan Golongan Darah dengan Sistem ABO
Diteteskan diatas objek glass
Ditambahkan dengan Anti A dan Anti B Dihomogenkan
Ditentukan golongan darah
4. Menghitung Jumlah Eritrosit
Dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit sampai tanda angka 0,5 atau 1,0, lalu ujung pipet dibersihkan dengan tissue Dihisap larutan pengencer (Hayem) sampai tanda 101 dengan cepat dan tanpa menimbulkan gelembung udara
Darah Darah
Hasil
Darah
Hasil
Darah
Hasil
Dilepaskan pipa penghisap (aspirator)
Dilakukan gerakan mengaduk sampai bagian yang tercampur hanya bagian yang membesar dari pipet. Cairan pada ujung pipet yang tidak ikut terkocok dibuang.
Siapkan kamar hitung dan mikroskop listrik
Diteteskan suspense darah pada bagian pinggir gelas penutup Dihitung dibawah mikroskop
5. Menghitung Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit)
Dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit sampai tanda angka 0,5 atau 1,0, lalu ujung pipet dibersihkan dengan tissue Dihisap larutan pengencer (Turk) sampai tanda 11 dengan cepat dan tanpa menimbulkan gelembung udara
Dilepaskan pipa penghisap (aspirator)
Dilakukan gerakan mengaduk sampai bagian yang tercampur hanya bagian yang membesar dari pipet. Cairan pada ujung pipet yang tidak ikut terkocok dibuang.
Siapkan kamar hitung dan mikroskop listrik
Diteteskan suspense darah pada bagian pinggir gelas penutup Dihitung dibawah mikroskop
6. Menghitung Kadar Hb (Hemoglobin)
Diisi dengan larutan HCl 0,1 N sampai tanda 10 (garis paling bawah pada tabung)
Dihisap darah dengan aspirator sampai batas angka 20 mm
Dibersihkan ujung pipet dan segera dimasukkan darah ke dalam tabung sahli
Diaduk dengan batang pengaduk Hasil
Hasil
Darah
Tabung Sahli
Dicocokkan warna yang terjadi dengan warna standar setetes demi setetes aquadest
Dibaca kadar Hb di dinding tabung sahli (dalam g% atau gr dalam 100 ml)
7. Melihat Kristal Hemin
Diteteskan diatas objek glass Dibiarkan sampai kering
Dipanaskan dengan beberapa tetes asam cuka glassial, lalu diberi sedikit NaCl
Diamati Kristal hemin yang terbentuk berwarna kuning
8. Melihat Proses Hemolisa dan Krenasi
Diisi tabung 1 dengan NaCl 0% (aquadest) 5mL Diisi tabung 2 dengan NaCl 0,1% (aquadest) 5mL Diisi tabung 3 dengan NaCl 0,3% (aquadest) 5mL Diisi tabung 4 dengan NaCl 0,6% (aquadest) 5mL Diisi tabung 5 dengan NaCl 0,9% (aquadest) 5mL Diisi tabung 6 dengan NaCl 1,2% (aquadest) 5mL Diisi tabung 7 dengan NaCl 1,5% (aquadest) 5mL Diteteskan 3 tetes darah ke dalam setiap tabung Dibiarkan 30 menit
Diamati warna dan keruhan dalam masing-masing tabung
9. Menghitung Nilai Hematokrit
Dimasukkan kedalam pipa kapiler Hasil
Darah
Tabung Reaksi
Hasil Darah
Hasil
Ditutup 1 sisi pipa dengan lilin
Dimasukkan kedalam mikrosentrifugge selama 5 menit dengan 1000 Rpm
Dihitung persentase hematokrit
10. Mengamati Laju Endap Darah
Dinasukkan kedalam tabung EDTA Didiamkan selama 1 jam
Diukur laju endap darah Hasil
Hasil
Darah