LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM MIKROTEKNIK HEWAN
ACARA VIII PEWARNAAN
Nama : Atha Wahyuning Utami
NIM : 24020121140140
Kelompok : 6
Asisten : Khusnun Nafidah
LABORATORIUM BIOLOGI FUNGSI DAN STRUKTUR HEWAN DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
ACARA VIII PEWARNAAN I. TUJUAN
1.1 Mahasiswa mampu mewarnai preparat irisan (metode paraffin) dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pewarnaan
Pewarnaan merupakan salah satu prosedur yang ada didalam bidang histoteknik.
Pewarnaan merupakan proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong agar jaringan mudah dikenali pada saat pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Tujuan dari teknik pewarnaan adalah untuk memberikan warna yang kontras pada komponen seluler sehingga dapat dibedakan antar satu sel dengan sel lainnya. Setiap jenis sel memiliki afinitas yang berbeda terhadap warna, sehingga jenis pewarnaan harus berbeda untuk tiap jenis sel. Contohnya nukleus memiliki afinitas tinggi terhadap pewarnaan hematoksiin, sedangkan sitoplasma memiliki afinitas tinggi terhadap pewarnaan basa yaitu eosin. Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan yaitu reaksi asam dan basa, proses adsorbsi dimana molekul pewarnaan yang kecil dapat menempel pada molekul sel yang lebih besar, serta tingkat kelarutan jenis pewarna pada sel (Waheed dan Ansari, 2012).
Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati menggunakan mikroskop.
Pewarna yang biasa digunakan secara rutin adalah pewarna yang dapat memulas inti dan sitoplasma serta jaringan peyambungnya yaitu pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). HE (Hematoxilyn-Eosin) merupakan zat warna yang sering digunakan dalam pewarnaan histoteknik. Hematoxylin berfungsi untuk memberikan warna biru (basofilik) pada inti sel, serta eosin yang berfungsi untuk memberikan warna merah muda pada sitoplasma sel dan jaringan penyambung (Setiawan, 2016). Oleh karena itu prinsip dari pewarnaan adalah terjadinya afnitas antara jaringan dengan bahan pewarna, baik secara langsung yaitu bahan cat dengan jaringan dapat berikatan secara langsung, atau secara tidak langsung yaitu bahan cat dengan jaringan tidak dapat berikatan secara langsung kecuali diberi bahan perantara yang biasa yang disebut sebagai mordan (Aryadi et al, 2017).
Gambar 2.1 Proses pewarnaan (Waheed dan Ansari, 2012) 2.2 Macam-macam Zat Warna
Proses pewarnaan dapat menggunakan pewarna yang tahan lama dan sesuai dengan kebutuhan pewarnaan. Zat pewarna harus mampu diserap oleh irisan preparat agar dapat membedakan bagian jaringan maupun organ secara jelas. Zat-zat warna itu dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu zat warna asam dan zat warna basa. Yang termasuk dalam zat warna asam yaitu hematoxylin dan safranin, yang dapat mewarnai inti dan jaringan berkayu, sedangkan zat warna basa yaitu eosin dan fast green, tidak dapat mewarnai inti dan jaringan berkayu, tetapi bagian-bagian lain dari jaringan. Safranin dapat mewarnai dinding sel yang terlignifikasi dengan berwarna merah sedangkan fast green mewarnai dinding sel yang tidak terlignifikasi dengan warna hijau. Zat warna digunakan dalam pengamatn mikroskopis dibedakan menjadi dua yakni pewarna sintetis dan pewarna alami. Zat pewarna sintetis di produksi di pabrik sedangkan zat pewarna alami didapat dari tumbuhan atau hewan misalnya hematoxylin. Zat warna alami merupakan zat yang diperoleh dari alam khususnya dari tumbuhan secara langsung maupun tidak. Setiap tanaman dapat menjadi sumber zat warna alam karena mengandung pigmen. dapun zat pewarna yang dapat dihasilkan oleh tanaman seperti biksin, karoten, caramel, klorofil, antosianin dan tanin (Gunawan, 2019).
Gambar 2.2 Macam-macam Zat Pewarna (Ng et al., 2016)
2.3 Prinsip Kerja Pewarnaan
Pewarnaan jaringan yang dikembangkan didalam visualisasi berbagai unsur sel dan jaringan harus memenuhi syarat bisa membedakan unsur asam dan basa unsur sel, pada pewarna khusus bisa mengenali unsur serat matrik ekstrasel, dan garam logam yang mengedap pada jaringan, membentuk endapan pada jaringan. Proses timbulnya warna terkait dengan terjadinya ikatan antara molekul tertentu yang terdapat pada daerah dan struktur jaringan yang tertentu. Zat warna yang terikat pada jaringan akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu sehingga jaringan tersebut akan tampak berwarna.
Prinsip pewarnaan adalah terjadinya afinitas antara jaringan dengan bahan pewarna, baik secara langsung, yaitu bahan cat dengan jaringan dapat berikatan secara langsung, atau secara tidak langsung, yaitu bahan cat dengan jaringan tidak dapat berikatan secara langsung, kecuali diberi bahan perantara yang biasa disebut sebagai mordan (Setiawan, 2016).
Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa, artinya zat ini mewarnai unsur basofilik jaringan. Hematoksilin memulas inti dan sruktur asam lainnya dari sel (seperti bagian sitoplasma yang kaya RNA dan matriks tulang rawan) menjadi biru. Eosin bersifat asam sehingga akan memulas komponen asidofilik jaringan seperti mitokondria, granula sekretoris dan kolagen. Eosin mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadi merah muda.
Oleh karena itu prinsip dari pewarnaan adalah terjadinya afnitas antara jaringan dengan bahan pewarna, baik secara langsung yaitu bahan cat dengan jaringan dapat berikatan secara langsung, atau secara tidak langsung yaitu bahan cat dengan jaringan tidak dapat berikatan secara langsung kecuali diberi bahan perantara yang biasa yang disebut sebagai mordan (Aryadi & Suryono, 2017).
Gambar 2.3 Prinsip Kerja Pewarnaan (Siregar et al., 2019)
III. METODE PENELITIAN
3.1 Alat
3.1.1 Seperangkat alat untuk pewarnaan (staining jar) 3.1.2 Mikroskop
3.1.3 Kertas hisap 3.1.4 Lap kain lembut 3.1.5 Gelas penutup 3.2 Bahan
3.2.1 Preparat yang belum diwarnai 3.2.2 Larutan hematoksilin
3.2.3 Larutan eosin 3.2.4 Alkohol bertingkat 3.2.5 Xylol
3.2.6 Aquades 3.2.7 Canada balsam 3.3 Cara Kerja
3.3.1 Preparat dipindahkan ke alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 50%, 30%, aquades.
masing masing 3-5 kali celupan, 3.3.2 Lalu dikeringkan dengan kertas hisap
3.3.3 Preparate dicelupkan ke larutan Hematoksilin 5-10 detik
3.3.4 Preparat dibilas dengan air mengalir 10 menit untuk menghilangkan zat warna dari bagian bagian yang tidak terwarnai
3.3.5 Preparat dicelupkan ke dalam alkohol bertingkat mulai dengan konsentrasi 30%, 50%, 60%, 70% masing masing 3-5 celupan, kemudian dilap
3.3.6 Preparat dicelupkan ke dalam larutan Eosin 5-10 menit, kemudian dilap 3.3.7 Lalu dibilas dengan alkohol 70%. Selanjutnya dehidrasi dengan alkohol
70%,80%,90%,96% masing masing 3-5 celupan, Setelah itu dikeringkan dengan kertas hisap
3.3.8 Preparate dimasukkan ke dalam xylol semalaman
3.3.9 Preparate ditutup dengan Canada balsam dan gelas penutup 3.3.10 Lalu diamati di bawah mikroskop
IV. HASIL PENGAMATAN 4.1 Skema Pewarnaan Preparat
Preparat dikeringkan dengan kertas hisap.
Gelas preparat dimasukkan ke dalam
larutan Hematoxylin selama 5-10 detik.
Gelas preparat dipindahkan ke dalam alkohol bertingkat (96 -
30%) dan akuades masing-masing 3-5 kali.
Preparat dicelupkan ke dalam larutan Eosin selama 5-10 menit dan
kemudian dilap.
Dehidrasi dengan alkohol bertingkat (30 – 70%) masing-masing 3- 5 kali, kemudian dilap.
Preparat dibilas dengan air mengalir selama 10
menit untuk menghilangkan zat warna dari bagian yang
tidak terwarnai.
Dehidrasi dengan alkohol bertingkat (70 – 90%) masing-masing 3-
5 celupan.
Preparat dikeringkan dengan kertas hisap.
Preparat dibilas dengan alkohol 70%.
Preparat ditutup dengan Canada balsam dan
gelas penutup.
Preparat diamati dengan mikroskop.
Preparat dimasukkan ke dalam larutan xylol
overnight.
4.2 Hasil Pewarnaan
No Gambar Referensi Keterangan
1.
(Ng et al., 2016)
A. Inti Sel (biru keunguan)
B. Sitoplasma (merah muda)
V. PEMBAHASAN
Praktikum Mikroteknik Hewan Acara VIII yang berjudul “Pewarnaan” telah dilaksanakan pada Jumat, 17 November 2023 pukul 13.00 – 15.50 WIB secara luring dibawah naungan Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang. Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa mampu mewarnai preparat irisan (metode parafin) dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Alat yang digunakan adalah staining jar, mikroskop, kertas hisap, lap kain lembut dan gelas penutup. Sedangkan bahan yang digunakan adalah preparat yang belum diwarnai, hematoksilin, eosin, alkohol bertingkat, xylol, akuades, canada balsam.
Pewarnaan merupakan salah satu tahapan yang dilakukan dalam pembuatan preparat. Pewarnaan sendiri adalah proses memberikan warna baik warna lami maupun buatan pada siolat jaringan ataupun organ agar bagian-bagiannya lebih mudah diamati oleh peneliti. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Waheed dan Ansari, 2012) bahwa Pewarnaan merupakan salah satu prosedur yang ada didalam bidang histoteknik. Pewarnaan merupakan proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong agar jaringan mudah dikenali pada saat pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Pewarnaan adalah tahapan dalam pembuatan preparat jaringan hewan yang berfungsi untuk memberi warna pada jaringan agar mudah saat diamati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dibal et al. (2022), bahwa pewarnaan adalah serangkaian prosedur yang dilakukan untuk mewarnai jaringan dengan pewarna alami yang melekat pada beberapa sel dan jaringan. Proses pewarnaan dilakukan dengan tujuan untuk memperjelas bagian-bagian penting di dalam jaringan. Pewarnaan histologis adalah zat warna yang digunakan untuk meningkatkan kontras pada jaringan sebelum pemeriksaan mikroskopis. Tujuan dari teknik pewarnaan adalah untuk memberikan warna yang kontras pada komponen seluler sehingga dapat dibedakan antar satu sel dengan sel lainnya. Setiap jenis sel memiliki afinitas yang berbeda terhadap warna, sehingga jenis pewarnaan harus berbeda untuk tiap jenis sel. Contohnya nukleus memiliki afinitas tinggi terhadap pewarnaan hematoksiin, sedangkan sitoplasma memiliki afinitas tinggi terhadap pewarnaan basa yaitu eosin.
Pewarnaan preparat hewan merupakan teknik yang umum digunakan dalam biologi untuk meningkatkan kontras dan mempermudah pengamatan struktur sel dan organisme di bawah mikroskop. Beberapa pewarnaan preparat jaringan hewan yang umum digunakan yaitu pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE), Giemsa, Wright,
Toluidine blue, Sudan Black B, Periodic Acid-Schiff (PAS), Gentiana violet, Nissl, dan lain-lain. Hal tersebut sependapat dengan Rahmawati et al. (2020) bahwa Hematoksilin Eosin merupakan jenis pewarnaan preparat jaringan hewan yang paling sering digunakan karena dapat mudah digunakan dan dapat mewarnai inti sel, komponen nukleus, dan sitoplasma. Selain itu, terdapat beberapa macam pewarnaan lain diantaranya crystal violet, toluidine blue, neutral red, methylene green, dan methylene blue. Zat warna yang digunakan ada bermacam-macam. Dalam pewarnaan MAF, menggunakan tiga bahan yaitu anilin biru, fuchsin asam, dan oranye G. Dalam pewarnaan Romanowsky, menggunakan dua bahan kimia yaitu Eosin (cat asam) dan metilen blue (cat basa). Menurut Azka (2021), pewarnaan romanowsky adalah pewarnaan basa atau kationik seperti azure B atau methyle blue yang menghasilkan warna biru. Pewarnaan asam atau anion seperti eosin menghasilkan warna merah.
Larutan methylene blue yang memberikan warna biru pada inti sel dan larutan eosin yang memberikan warna merah pada sitoplasma.Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Fahruddin (2020), bahan yang dibutuhkan untuk pewarnaan Mallory adalah acid fuchsin dan PMA (larutan Mallory 1), aniline blue dan orange G (larutan Mallory 2).
Alat dan bahan yang digunakan untuk pewarnaan Hematoksilin-Eosin pada metode rentang yaitu pewarna hematoksilin yang berfungsi untuk mewarnai inti sel menjadi biru, kemudian pewarna eosin berfungsi untuk mewarnai sitoplasma menjadi kemerahan. Hal ini sesuai dengan penjelesan Dibal et al. (2022) bahwa hematoksilin adalah pewarna dasar alami yang umumnya digunakan dalam histologi untuk mewarnai inti menjadi biru. Eosin adalah pewarna asam yang pada prinsipnya mengikat protein dan mewarnai sitoplasma, sehingga memberikan warna merah muda. Alkohol bertingkat berfungsi untuk mengeluarkan molekul air dari dalam jaringan secara bertahap dari konsentrasi alkohol rendah ke konsentrasi alkohol yang tinggi, hal itu bertujuan agar jaringan dapat beradaptasi dan tidak mengalami kerusakan. Xylol merupakan larutan yang berfungsi untuk menghilangkan alkohol dari dalam jaringan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Azka (2021), bahwa proses dehidrasi dilakukan secara bertahap dengan menggunakan alkohol bertingkat bertujuan agar air yang ada dalam organ sampel tersebut keluar secara perlahan dan dapat menyesuaikan. Apabila proses dehidrasi dilakukan langsung dengan menggunakan alkohol absolut, maka organ dapat langsung mengeras dan mengalami kerusakan. Xylol berfungsi sebagai clearing jaringan untuk membuang sisa alkohol
yang tertinggal selama proses dehidrasi. Akuades berfungsi untuk membilas hematoksilin, sehingga pewarna tidak terlalu tebal. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ulhusna et al. (2022) bahwa untuk menghilangkan kelebihan hematoksilin, preparat dibilas dengan akuades. Kertas hisap atau tisu berfungsi untuk mengeringkan preparat, mikroskop digunakan untuk mengamati struktur histologis jaringan yaitu inti sel dan sitoplasma. Hal ini sesuai dengan pernyataan Apriliyani et al. (2016) bahwa kertas hisap digunakan untuk mempercepat pengeringan preparat. Preparat yang sudah diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin-eosin diamati dengan menggunakan mikroskop. Canada balsam berperan untuk memperkuat penempelan sampel jaringan pada gelas benda, sekaligus mempertahankan keawetannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Latifa (2015) bahwa canada balsam larut dalam xylol untuk mempertahankan keawetan preparat. Wahyuni (2015) juga menjelaskan bahwa canada balsam atau entelan merupakan perekat yang berfungsi untuk merekatkan bahan preparat kedalam objek glass.
Tahap pewarnaan hematoksilin-eosin dimulai dengan memasukkan preparat ke dalam larutan hematoksilin selama 5 menit. Preparat dicelupkan dalam alkohol bertingkat (30%, 40%, 50%, 60%, 70%) kemudian diwarnai dengan larutan eosin selama 1 menit. Selanjutnya dicelupkan ke dalam alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 96%) dan dikeringkan dengan kertas hisap. Preparat dimasukkan ke dalan xylol selama 10 menit dan dikeringanginkan. Preparat diberi canada balsam lalu ditutup dengan gelas penutup. Setelah itu diamati di bawah mikroskop. Proses pewarnaan HE dilakukan pada suhu ruang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Apriani et al. (2023) bahwa Tahap pewarnaan diawali dengan deparafinisasi, masing-masing jaringan dideparafinisasi menggunakan xylol (kontrol) sebanyak 3 kali selama masing-masing 5 manit. Pada sampel jaringan miom dan payudara dideparafinisasi menggunakan EZ Prep sebanyak 3 kali, selama masing-masing 5 menit. Tahap selanjutnya rehidrasi dengan alkohol absolut (5 menit), alkohol 96% (5 menit), alkohol 80% (5 menit) dan alkohol 70% (5 menit) lalu dibilas akuabides (1 menit). Tahap pewarnaan hematoksilin (5 menit), bilas air mengalir (3 manit), bilas bluing reagen (1 menit) dan diwarnai dengan eosin (30 detik – 1 menit). Tahap selanjutnya dehidrasi dengan mencelupkan kedalam alkohol 70 %, 80%, 96%, dan 100% (masing-masing 5 kali celup). Dilanjutkan dengan tahap clearing dengan xylol sebanyak 3 kali (masing- masing 5 menit). Tahap akhir preparat ditutup (mounting) dan diamati dibawah mikroskop.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa mewarnai preparat irisan (metode parafin) dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dapat dilakukan dengan cara dipindahkan gelas preparat ke alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 50%, 30%, dan aquades, masing masing 3-5 kali celupan lalu diceringkan dengan kertas hisap. Selanjutnya dicelupkan gelas preparat ke larutan Hematoksilin 5- 10 detik. Dibilas dengan air mengalir 10 menit untuk menghilangkan zat warna dari bagian bagian yang tidak terwarnai. Dilakukan dehidrasi dengan mencelupkan preparat ke dalam alkohol bertingkat mulai dengan konsentrasi 30%, 50%, 60%, 70%
masing masing 3-5 celupan, kemudian dilap. Dicelupkan preparat ke dalam larutan Eosin 5-10 menit, kemudian dilap. Dibilas dengan alkohol 70%. Dehidrasi dengan alkohol 70%,80%,90%,96% masing masing 3-5 celupan. Dikeringkan dengan kertas hisap. Dimasukkan preparat dalam xylol overnight. Ditutup dengan Canada Balsam dan gelas penutup. Dimati dengan mikroskop.
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, Andrianus, Marisca, S. & Diana, P. 2023. Ez Prep Concentrate (Ez Prep) Sebagai Alternatif Reagen Deparafinisasi Pada Pewarnaan Hematoksilin Eosin. Jurnal Teknologi Terapan, 7(1): 96-102.
Aryadi, T., & Suryono, H. 2017. Kualitas Sediaan Jaringan Kulit Metode Microwave dan Conventional Histoprocessing Pewarnaan Hematoxilin Eosin. Jurnal Labora Medika, 1(1): 7-11.
Azka, E. N., Mandasari, A. A., & Santoso, S. D. 2021. Comparison of Natural Dyes from Telang Flower Exracts (Clitoria ternatea L) as a Substitute for Methylen Blue in Diff Quik Painting. Procedia of Engineering and Life Science, 1(2).
Dibal, N., Garba, S., & Jacks, T. 2022. Histological Stains and Their Application in Teaching and Research. Asian Journal of Health Sciences, 8(2): 1-6.
Fahruddin,F., S. Ningsih, Hajar, I.W., Dinda, R.N. dan Fathin, H. 2020. Efektivitas Dosis Karbondioksida (CCl4) tehadap Tikus (Rattus norvegicus L.) sebagai Hewan Model Fibrosis Hati. Berita Biologi, 19(38).
Hafsan. 2014. Mikrobiologi Analitik. Makassar: Universitas Alauddin Press.
Gunawan, D. L. N. 2019. Kualitas Preparat Section Organ Tanaman Apel (Malus domestica) dengan Pewarna Alami Ekstrak Pinang (Areca catechu L.) Sebagai Sumber Belajar Biologi SMA. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.
Jahira. 2018. Pengaruh Lama Fiksasi Terhadap Gambaran Mikroskopis Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE). Manuscript. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Khotimah, H., Erika, W. A., & Ari, S. 2017. Karakterisasi Hasil Pengolahan Air Menggunakan Alat Destilasi. Jurnal Chemurgy, 1(2): 34-38.
Latifa, R. 2015. Peningkatan Kualitas Preparat Histologi Berbasis Kegiatan Praktikum di Laboratorium Biologi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi. Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang, 794-813.
Luklukyah, Z., Sermalia, N. P., & Mujtahidah, T. 2019. Praktikum Mikrobiologi Dasar.
Magelang: Universitas Tidar Press.
Maulidya, A. N. 2019. “Perbedaan Penggunaan Xylol Dengan Minyak Cengkeh Pada Proses Clearing Terhadap Kualitas Sediaan Awetan Pediculus humanus capitis”. Doctoral dissertation. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
Setiawan, B. 2016. Optimalisasi Metode Automatic Slide Stainer untuk Pewarnaan Jaringan Menggunakan Hematoksilin-Eosin. Skripsi. Jember: Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember.
Ravif, F. 2016. Gambaran Histologi Organ Hepar, Pankreas, dan Ginjal, Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Dengan Teknik Perfusi PBS. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah.
Sari, D.P. & Harlita. 2020. Optimalisasi Pemanfaatan Pewarna Alami (Natural Dyes) Untuk Preparat Maserasi (Gosok) Tulang. Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, 7(1): 31-40.
Setiawan, B. 2016. Optimalisasi Metode Automatic Slide Stainer Untuk Pewarnaan Jaringan Menggunakan Haemotoksilin-Eosin. Laporan Akhir. Jember: Universitas Jember.
Siregar, S., Krisdianilo, V., & Rizky, V. A. 2019. Efektifitas Penggunaan Pewarna Alternatif Preparat Permanen Telur Nematoda Kolon Menggunakan Pewarna Rhodamin B.
Jurnal Farmasi, 2(1): 31-39.
Ulhusna, Z., Rulia, M., Mona, F., & Raudhatun, N. Z. A. 2022. Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Umbi Bit (Beta vulgaris L.) pada Histologi Hepar Mencit yang diinduksi Parasetamol. Journal of Healtcare Technology and Medicine, 8(1): 369-378.
Waheed, U., & Ansari, A. 2012. Histotechniques. Laboratory Techniques in Histopathology:
A Handbook for Medical Technologies. Pakistan: Lambert Academic Publishing.
Yuriwati, F. N., Siti M., & Silvana T. 2016. Perbandingan Struktur Histologi Magnum pada Itik Magelang, Itik Tegal dan Itik Pengging. Buletin Anatomi dan Fisiologi, 24 (1):
76-85.
HALAMAN PENGESAHAN
Semarang, 07 Desemer 2023
Mengetahui,
Asisten Praktikan
Khusnun Nafidah Atha Wahyuning Utami
24020120140068 24020121130140
LAMPIRAN