LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II
PENGGOLONGAN SENYAWA DENGAN MENGGUNAKAN INDIKATOR
Kelompok : V (Lima)
Nama (NIM) : 1. Anisa Saputri (2405112492) 2.Aulia Febrianti (2405135475)
3. Chelsea Oliviana Bangun (2405113097) 4. Nadia Permata Putri (2405126774) 5. Nazifah Aulia Putri (2405111368)
Kelas : 24B Pendidikan Kimia
Tanggal Percobaan : 4Maret2025
Dosen Pengampu :1. Dra. Herdini, M.Si 2. Sri Wilda Albeta, M.Pd Asisten :1. Novia Septiana Putri, S.Pd 2. Rezki Fabilla Dandulana, S.Pd
3. Tiara Swastika Putri, S.Pd
LABORATORIUM PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU
2025
Dosen Pengampu : 1. Dra. Herdini, M.Si 2. Sri Wilda Albeta, M.Pd
Nama Kelompok : 1. Anisa Saputri 2. Aulia Febrianti
3. Chelsea Oliviana Bangun 4. Nadia Permata Putri 5. Nazifah Aulia Putri Nama Asisten :
1. Novia Septiana Putri, S.Pd 2. Rezki Fabilla Dandulana, S.Pd 3. Tiara Swastika Putri, S.Pd Pernyataan Keaslian
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa laporan praktikum yang dibuat oleh kelompok 5 merupakan hasil karya dari kelompok 5. Jika terdapat bagian yang merupakan hasil meniru karya orang lain atau manipulasi data, maka kelompok kami (kelompok 5) akan menerima sanksi yang semestinya.
Yang menyatakan
Penanggung Jawab Kelompok 5
()
I. Tujuan Percobaan
Mengelompokkan suatu senyawa berdasarkan sifatnya asam, basa dan garam.
II. Prinsip Percobaan
III. Landasan Teori
Dalam ilmu kimia, senyawa kimia dapat digolongkan ke dalam tiga jenis utama berdasarkan sifat larutannya, yaitu asam, basa, dan netral. Penggolongan ini didasarkan pada kemampuan senyawa melepaskan ion H (untuk asam) atau ion OH (untuk basa)⁺ ⁻ dalam air. Senyawa asam akan meningkatkan konsentrasi ion H dalam larutan,⁺ sedangkan senyawa basa akan meningkatkan konsentrasi ion OH . Sementara itu,⁻ senyawa netral tidak menunjukkan sifat asam maupun basa secara dominan (Purba, 2014).
Untuk mengidentifikasi sifat tersebut, digunakan berbagai jenis indikator asam- basa, baik indikator alami maupun sintetis. Indikator-indikator ini menunjukkan perubahan warna pada rentang pH tertentu. Misalnya, fenolftalein (PP) akan berubah dari tidak berwarna menjadi merah muda dalam larutan basa, sementara metil oranye berubah dari merah dalam suasana asam menjadi kuning dalam suasana basa. Indikator universal bahkan mampu menunjukkan nilai pH larutan dengan spektrum warna yang lebih luas (Syukri, 2013).
Penggunaan indikator sangat penting dalam analisis kimia, karena memungkinkan identifikasi kualitatif terhadap sifat suatu larutan secara sederhana dan cepat. Dalam konteks pembelajaran dan eksperimen laboratorium, indikator sering digunakan untuk membantu mengklasifikasikan larutan berdasarkan tingkat keasaman atau kebasaannya (Maulina, Jalaluddin, & Bahri, 2022). Pemahaman konsep ini mendasari berbagai penerapan analisis pH di bidang pendidikan, industri, hingga lingkungan.
Perak nitrat (AgNO₃) adalah senyawa ionik yang larut dalam air dan terdisosiasi menjadi ion Ag dan NO₃ . Larutan AgNO₃ umumnya bersifat netral atau sedikit asam⁺ ⁻ tergantung pada kondisi air suling yang digunakan. Ketika diuji dengan indikator fenolftalein (PP), larutan ini tidak menunjukkan perubahan warna karena fenolftalein hanya berubah menjadi merah muda dalam suasana basa, sedangkan larutan AgNO₃ tidak bersifat basa (Purba, 2014). Dengan indikator metil oranye, larutan AgNO₃ memberikan warna merah atau oranye pucat yang menunjukkan sifat sedikit asam (Syukri, 2013). Penggunaan indikator bromtimol biru akan memberikan warna hijau hingga kuning, yang mencerminkan pH netral hingga sedikit asam (Sukardjo, 2012).
Ketika diuji dengan kertas lakmus biru, warna bisa berubah menjadi merah jika larutan cukup asam, namun akan tetap biru jika netral. Sementara itu, kertas lakmus merah tidak mengalami perubahan karena larutan tidak bersifat basa (Munandar, 2012). Indikator universal menunjukkan warna kuning kehijauan pada larutan AgNO₃, yang menunjukkan pH sekitar 5–7, sesuai dengan sifat larutan yang netral hingga sedikit asam (Wijaya, 2016). Dari hasil uji tersebut, dapat disimpulkan bahwa AgNO₃ bukan larutan
asam kuat maupun basa, melainkan cenderung netral hingga sedikit asam. Hal ini membuktikan bahwa indikator-indikator yang digunakan mampu mendeteksi sifat larutan secara visual berdasarkan perubahan warna. Oleh karena itu, penggunaan indikator menjadi metode yang sederhana namun efektif dalam mengidentifikasi sifat asam, basa, atau netral dari suatu senyawa dalam larutan. Pemahaman terhadap reaksi antara senyawa seperti AgNO₃ dengan indikator juga penting dalam praktik laboratorium, terutama dalam analisis kimia kualitatif maupun dalam penggolongan sifat zat berdasarkan pH.
Air abu bakaran merupakan larutan yang dihasilkan dari pelarutan abu hasil pembakaran bahan organik seperti kayu atau daun. Abu bakaran mengandung senyawa alkali seperti natrium karbonat (Na₂CO₃) dan kalium karbonat (K₂CO₃). Ketika dilarutkan dalam air, senyawa-senyawa ini akan melepaskan ion hidroksida (OH ), yang⁻ menyebabkan air abu bakaran bersifat basa. Untuk mengidentifikasi sifat basa pada air abu bakaran, dilakukan pengujian dengan beberapa indikator asam-basa, antara lain fenolftalein, metil oranye, bromtimol biru, kertas lakmus biru dan merah, serta indikator universal. Fenolftalein merupakan indikator yang tidak berwarna dalam larutan asam, namun akan berubah menjadi merah muda dalam larutan basa. Perubahan warna ini menunjukkan pH larutan yang lebih besar dari 7, yang mengindikasikan sifat basa larutan air abu bakaran (Koesnadi, 2017). Metil oranye, yang berubah dari merah dalam larutan asam menjadi kuning dalam larutan basa, juga menunjukkan perubahan warna yang mengindikasikan bahwa pH air abu bakaran lebih besar dari 7. Dalam pengujian dengan bromtimol biru, yang berwarna kuning pada larutan asam dan biru pada larutan basa, air abu bakaran menunjukkan warna biru yang menunjukkan pH lebih besar dari 7 dan sifat basa yang kuat (Salim, 2014). Pengujian menggunakan kertas lakmus biru menunjukkan bahwa kertas tetap biru, menandakan sifat basa dari larutan air abu bakaran. Sebaliknya, kertas lakmus merah yang digunakan untuk mendeteksi sifat basa, akan berubah menjadi biru ketika terendam dalam larutan air abu bakaran, yang semakin menguatkan bahwa larutan ini bersifat basa. Indikator universal juga memberikan warna biru kehijauan, yang menunjukkan pH sekitar 8 hingga 9, menegaskan bahwa air abu bakaran adalah larutan basa dengan pH yang cukup tinggi (Suryani, 2018).
Air kapur adalah larutan yang mengandung kalsium hidroksida (Ca(OH)₂) yang diperoleh dengan melarutkan kalsium hidroksida padat dalam air. Kalsium hidroksida merupakan senyawa basa kuat yang memiliki banyak aplikasi dalam berbagai bidang, termasuk pengolahan air, pembuatan semen, dan sebagai bahan dalam proses kimia lainnya. Ketika dilarutkan dalam air, kalsium hidroksida menghasilkan ion hidroksida (OH ), yang memberikan sifat basa pada larutan tersebut. Air kapur sering digunakan⁻ dalam industri untuk menetralkan asam dan mengendapkan logam-logam berat yang tidak diinginkan (Sugianto, 2017).
Pada umumnya, larutan air kapur memiliki pH yang sangat tinggi, biasanya sekitar 12 hingga 13, yang menunjukkan bahwa air kapur merupakan basa kuat. Karena sifat basa ini, air kapur digunakan dalam berbagai proses kimia untuk mengubah pH larutan, seperti dalam pengolahan air minum dan dalam pengendalian limbah industri (Marwoto, 2016). Dalam praktikum kimia, air kapur diuji dengan berbagai indikator untuk menentukan sifat basanya. Sebagai contoh, penggunaan indikator fenolftalein akan
menyebabkan perubahan warna larutan menjadi merah muda jika pH larutan lebih dari 8, yang menunjukkan sifat basa. Indikator metil oranye akan berwarna kuning dalam larutan basa, yang juga mengindikasikan sifat basa kuat dari air kapur. Selain itu, kertas lakmus biru tetap berwarna biru dalam larutan air kapur, menunjukkan bahwa larutan tersebut bersifat basa (Hidayat, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmi et al. (2022) menunjukkan bahwa penggunaan kalsium hidroksida dalam penetralan air asam tambang dapat meningkatkan pH dan mengurangi total suspended solids (TSS), menjadikan air lebih aman dan memenuhi standar lingkungan yang ditetapkan.
Air suling (aquadest) merupakan air murni yang diperoleh melalui proses destilasi, yaitu pemanasan air hingga menghasilkan uap, kemudian uap tersebut dikondensasikan kembali menjadi cairan. Proses ini menghilangkan sebagian besar ion dan zat terlarut lainnya, sehingga air suling bersifat netral dengan pH mendekati 7 (Rahmawati, 2018). Karena tidak mengandung senyawa asam maupun basa, air suling sering digunakan sebagai pelarut standar dalam praktikum kimia.
Ketika air suling diuji menggunakan fenolftalein (PP), tidak terjadi perubahan warna karena larutan tidak bersifat basa dan tetap berada dalam kondisi netral.
Fenolftalein hanya menunjukkan warna merah muda dalam suasana basa dengan pH di atas 8,2 (Suheryanto, 2016). Dengan metil oranye, air suling akan tetap berwarna oranye atau kuning pucat karena pH-nya tidak cukup rendah untuk menampilkan warna merah yang menandakan suasana asam (Rukmana, 2015). Bromtimol biru, yang sensitif pada pH 6,0–7,6, menunjukkan warna hijau pada air suling, yang mengindikasikan larutan netral (Wahyuni, 2014).
Sementara itu, kertas lakmus biru tidak mengalami perubahan warna karena tidak ada ion H berlebih dalam air suling, yang bisa menyebabkan perubahan warna menjadi⁺ merah. Begitu juga kertas lakmus merah, tetap berwarna merah karena tidak ada ion OH yang bisa mengubah warnanya menjadi biru (Yuliana, 2013). Indikator universal⁻ akan memberikan warna hijau pada air suling, menunjukkan pH sekitar 7 sebagai ciri larutan netral (Saputra, 2017). Berdasarkan semua pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa air suling tergolong larutan netral dan tidak bereaksi signifikan terhadap indikator asam maupun basa.
Barium hidroksida [Ba(OH)₂] merupakan senyawa ionik yang termasuk ke dalam golongan basa kuat. Ketika larut dalam air, senyawa ini akan terdisosiasi sempurna menjadi ion Ba² dan dua ion OH , yang menyebabkan larutan bersifat sangat basa⁺ ⁻ (Rukmana, 2015). Karena menghasilkan ion OH dalam jumlah besar, larutan Ba(OH)₂⁻ memiliki pH tinggi, biasanya di atas 10. Ketika diuji menggunakan fenolftalein (PP), larutan Ba(OH)₂ akan menunjukkan warna merah muda terang hingga ungu muda, karena indikator ini berubah warna dalam suasana basa (pH > 8,2) (Suheryanto, 2016).
Dengan metil oranye, larutan akan tampak kuning karena indikator ini berubah ke warna tersebut dalam suasana basa (pH > 4,4) (Wahyuni, 2014). Sementara itu, bromtimol biru akan menunjukkan warna biru, yang menandakan pH larutan berada di atas 7,6, sesuai dengan sifat basa kuat dari Ba(OH)₂ (Yuliana, 2013).
Kertas lakmus merah akan berubah menjadi biru ketika dicelupkan ke dalam larutan Ba(OH)₂ karena ion OH yang dominan menyebabkan suasana basa. Sebaliknya, kertas⁻
lakmus biru akan tetap berwarna biru. Indikator universal akan menunjukkan warna biru tua atau ungu pada larutan ini, yang menunjukkan pH tinggi (sekitar 11–13), sesuai dengan karakteristik basa kuat (Saputra, 2017).
Asam asetat (CH₃COOH) merupakan asam lemah yang tergolong dalam senyawa organik, termasuk kelompok asam karboksilat. Dalam larutan air, CH₃COOH hanya terionisasi sebagian menjadi ion H dan ion CH₃COO , sehingga menghasilkan larutan⁺ ⁻ yang bersifat asam namun tidak sekuat asam kuat seperti HCl (Sutrisno, 2015). Sifat asam ini terlihat dari nilai pH larutan yang biasanya berkisar antara 3 hingga 5 tergantung konsentrasi.
Saat diuji menggunakan fenolftalein (PP), larutan CH₃COOH tidak menunjukkan perubahan warna atau tetap tidak berwarna karena indikator ini hanya berubah dalam suasana basa (pH > 8,2) (Fitriana & Hidayat, 2019). Dengan metil oranye, larutan akan menunjukkan warna merah hingga oranye karena indikator ini berwarna merah dalam suasana asam (pH < 3,1). Indikator bromtimol biru dalam larutan asam asetat akan tampak kuning, menandakan sifat asam (pH < 6,0) (Handayani, 2016). Pada uji menggunakan kertas lakmus biru, larutan CH₃COOH akan mengubah warna lakmus menjadi merah karena bersifat asam. Sementara kertas lakmus merah tidak mengalami perubahan warna. Indikator universal menunjukkan warna oranye hingga merah, yang merepresentasikan pH rendah sesuai dengan sifat asam lemah (Susanti, 2017). Dengan demikian, larutan CH₃COOH secara konsisten menunjukkan sifat asam lemah saat diuji menggunakan berbagai indikator, yang ditandai oleh perubahan warna yang khas dan pH yang rendah.
Asam klorida (HCl) adalah senyawa asam kuat yang larut dalam air, membentuk ion H dan Cl . Larutan HCl memiliki pH yang sangat rendah, biasanya antara 0 hingga⁺ ⁻ 2, tergantung pada konsentrasi larutannya. Sebagai asam kuat, HCl hampir sepenuhnya terionisasi dalam air, menghasilkan ion H yang sangat banyak, yang menyebabkan⁺ larutan ini bersifat sangat asam. Sifat asam yang kuat ini membuat HCl mampu bereaksi dengan berbagai zat, termasuk logam dan basa, untuk membentuk garam dan air.
Penggunaan HCl dalam laboratorium kimia sangat luas, baik dalam analisis kimia maupun dalam berbagai reaksi yang melibatkan asam (Purba, 2014).
Indikator asam-basa digunakan untuk menentukan sifat larutan HCl. Salah satu indikator yang umum digunakan adalah fenolftalein (PP), yang akan tetap tidak berwarna dalam larutan HCl karena indikator ini hanya berubah menjadi merah muda pada pH di atas 8,2 (basa). Sebaliknya, metil oranye akan berwarna merah dalam larutan HCl karena indikator ini berubah warna menjadi merah pada pH rendah (pH < 3,1), sesuai dengan sifat asam HCl yang kuat. Dengan menggunakan bromtimol biru, larutan HCl akan menunjukkan warna kuning, menunjukkan pH yang sangat asam. Kertas lakmus biru akan berubah menjadi merah karena sifat asam dari HCl, sedangkan kertas lakmus merah tetap merah karena tidak ada perubahan pH yang menunjukkan sifat basa. Penggunaan indikator universal pada larutan HCl akan menunjukkan warna merah terang, yang menggambarkan pH yang sangat rendah (Sukardjo, 2012).
Minuman bersoda mengandung karbonasi, yaitu gas karbon dioksida (CO₂) yang terlarut dalam air. Gas CO₂ ini akan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat (H₂CO₃), yang memberikan sifat asam pada minuman bersoda. Karena keberadaan asam
karbonat, pH minuman bersoda umumnya berada dalam rentang 3 hingga 4, yang tergolong asam lemah. Asam karbonat memiliki kecenderungan untuk terdekomposisi menjadi air dan karbon dioksida, namun tetap memberi efek asam pada minuman (Hidayat, 2015).
Pengujian pH pada minuman bersoda menggunakan indikator dapat menunjukkan tingkat keasaman larutan. Fenolftalein (PP) akan tetap tidak berwarna karena hanya berubah menjadi merah muda pada pH lebih dari 8, sementara metil oranye akan berwarna merah pada pH yang sangat rendah, sesuai dengan sifat asam dari minuman bersoda. Bromtimol biru akan menunjukkan warna kuning pada pH yang rendah. Kertas lakmus biru berubah menjadi merah karena sifat asam minuman bersoda, sementara kertas lakmus merah tidak menunjukkan perubahan warna. Indikator universal akan menunjukkan warna merah atau kuning, menggambarkan pH yang rendah (Sugianto, 2016).
Natrium klorida (NaCl) adalah senyawa ionik yang terdiri dari ion natrium (Na )⁺ dan ion klorida (Cl ). Ketika larut dalam air, NaCl akan terdisosiasi sepenuhnya menjadi⁻ ion-ion tersebut, tanpa menghasilkan ion hidrogen (H ) atau ion hidroksida (OH ), yang⁺ ⁻ membuat larutan NaCl bersifat netral. Dengan demikian, larutan NaCl tidak memiliki sifat asam atau basa yang kuat, melainkan cenderung netral dengan pH sekitar 7. Dalam pengujian menggunakan indikator, larutan NaCl tidak menunjukkan perubahan warna, baik dengan fenolftalein yang tetap tidak berwarna, metil oranye yang berwarna kuning, atau bromtimol biru yang tetap biru, menunjukkan pH netral. Kertas lakmus biru dan merah pun tidak berubah, menunjukkan bahwa NaCl tidak bersifat asam atau basa (Koesnadi, 2017).
Natrium hidroksida (NaOH) adalah senyawa basa kuat yang larut dalam air dan menghasilkan ion hidroksida (OH ) yang meningkatkan pH larutan. Dalam eksperimen⁻ kimia, NaOH digunakan untuk menguji perubahan pH larutan dengan berbagai indikator.
Fenolftalein (PP), misalnya, tidak menunjukkan perubahan warna pada pH asam, tetapi akan berubah menjadi merah muda pada pH basa, seperti yang terjadi pada larutan NaOH (Hidayat, 2015). Indikator metil oranye akan menunjukkan warna merah pada larutan asam dan kuning pada larutan basa, yang menunjukkan pH basa tinggi pada NaOH (Suryani, 2018). Bromtimol biru berubah dari kuning pada pH rendah menjadi biru pada pH tinggi, yang juga terjadi pada larutan NaOH (Koesnadi, 2017). Kertas lakmus biru tetap biru dalam larutan NaOH, menunjukkan sifat basa yang kuat (Purba, 2014), sedangkan kertas lakmus merah akan berubah menjadi biru, menandakan bahwa larutan tersebut bersifat basa (Munandar, 2012). Terakhir, indikator universal menunjukkan perubahan warna biru atau hijau pada larutan NaOH, yang menunjukkan pH basa yang tinggi (Wijaya, 2016). Melalui penggunaan indikator-indikator ini, sifat basa dari larutan NaOH dapat dengan mudah dideteksi, membantu dalam analisis kimia untuk memvisualisasikan perubahan pH dalam praktikum.
Ammonium hidroksida (NH₄OH) merupakan larutan basa lemah yang terbentuk dari pelarutan gas amonia (NH₃) dalam air. Dalam larutan, NH₃ bereaksi sebagian dengan air membentuk ion NH₄ dan OH , sehingga menghasilkan sifat basa lemah.⁺ ⁻ Sifat ini menyebabkan larutan NH₄OH hanya sebagian kecil yang terionisasi, menjadikannya kurang efektif dalam menaikkan pH dibandingkan basa kuat seperti
NaOH (Susanti, 2017). Uji terhadap larutan NH₄OH dapat menggunakan indikator asam-basa. Indikator fenolftalein biasanya tidak menunjukkan perubahan warna signifikan karena pH larutan berkisar antara 8 hingga 9, sementara metil oranye akan menunjukkan warna kuning, mengindikasikan pH di atas 4,4. Selain itu, kertas lakmus merah akan berubah menjadi biru, sedangkan lakmus biru tidak berubah, menandakan sifat basa larutan. Indikator universal akan menunjukkan warna hijau kebiruan yang sesuai dengan sifat basa lemah (Handayani, 2016).
IV. Alat dan Bahan a. Alat
b. Bahan
V. Prosedur Kerja VI. Hasil Pengamatan
VII. Pembahasan
VIII. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan
b. Saran
IX. Jawaban Pertanyaan
X. Daftar Pustaka
Fitriana, S., & Hidayat, M. T. (2019). Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap pH dan Daya Hantar Listrik. Jurnal Pendidikan Kimia, 11(2), 45–52.
Handayani, T. (2016). Panduan Praktikum Kimia SMA. Surabaya: Citra Ilmu.
Hidayat, R. (2015). Praktikum Kimia: Teknik dan Aplikasi dalam Laboratorium.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Koesnadi, S. (2017). Kimia Dasar: Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia.
Maulina, L., Jalaluddin, J., & Bahri, S. (2022). Pembuatan indikator asam basa alami dari daun jati muda (Tectona grandis Linn.f) dengan pelarut etanol. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 11(1), 11–21.
Marwoto, P. (2016). Praktikum Kimia: Dasar dan Penerapan dalam Laboratorium SMA/MA. Bandung: Penerbit Widya.
Munandar, H. (2012). Kimia untuk SMA dan MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Purba, M. (2014). Kimia untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Rahmawati, S. (2018). Kimia Dasar untuk Mahasiswa Sains. Surabaya: Graha Ilmu.
Rahmi, H., Agustina, F., Nelvi, A., & Arisanti, R. (2022). Analisis Biaya Penggunaan Kalsium Hidroksida Terhadap Parameter pH dan TSS Pada Penetralan Air Asam Tambang PT. Gorby Putra Utama. Media STIE Prabumulih, 6(1), 11–18.
Rukmana, A. (2015). Petunjuk Praktikum Kimia Dasar. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Salim, A. (2014). Kimia Lingkungan dan Pengaruhnya terhadap Pencemaran.
Surabaya: Universitas Surabaya Press.
Saputra, D. (2017). Panduan Lengkap Indikator Kimia. Jakarta: Mitra Cendekia.
Sugianto, S. (2017). Kimia Lingkungan: Prinsip dan Aplikasi dalam Kehidupan Sehari- hari. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Sugianto, W. (2016). Kimia Dasar dan Penerapannya. Bandung: Pustaka Setia.
Suheryanto, A. (2016). Dasar-Dasar Kimia Analitik. Bandung: Citra Pustaka.
Sukardjo, M. (2012). Panduan Praktikum Kimia SMA/MA Kelas X, XI, dan XII.
Bandung: Yrama Widya.
Suryani, L. (2018). Sifat dan Karakteristik Larutan Basa dalam Kimia. Bandung:
Pustaka Setia.
Susanti, D. (2017). Kimia Asam dan Basa untuk Praktikum Sekolah. Bandung: Graha Edukasi.
Sutrisno, A. (2015). Kimia Dasar untuk Mahasiswa dan Umum. Jakarta: Lentera Sains.
Syukri, M. (2013). Dasar-Dasar Kimia. Padang: UNP Press.
Wahyuni, L. (2014). Kimia Lingkungan dan Praktik Analisisnya. Malang: Bayu Media.
Wijaya, H. (2016). Super Modul SMA/MA Kimia Kelas X, XI, XII. Jakarta: Intan Pariwara.
Yuliana, M. (2013). Panduan Praktikum Ilmu Kimia. Medan: Pustaka Edukatif.
XI. Lampiran
XII. Dokumentasi