• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH SURVEILANS KESMAS

N/A
N/A
Anjas Anjas

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH SURVEILANS KESMAS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit infeksi dan menular masih memerlukan perhatian besar dan sementara itu telah terjadi peningkatan penyakit-penyakit tidak menular seperti penyakit karena perilaku tidak sehat serta penyakit degeneratif. Kemajuan transportasi dan komunikasi, membuat penyakit dapat berpindah dari satu daerah atau negara ke negara lain dalam waktu yang relatif singkat serta tidak mengenal batas wilayah administrasi.

Selanjutnya berbagai penyakit baru (new emerging diseases) ditemukan, serta kecenderungan meningkatnya kembali beberapa penyakit yang selama ini sudah berhasil dikendalikan (reemerging diseases).

Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010 adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan adalah konsep “Paradigma Sehat”, yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan surveilans penyakit menular?

2. Dari mana saja sumber data surveilans penyakit menular?

3. Apa saja jenis-jenis penyakit menular?

4. Apa saja jenis penyelenggaraan surveilans penyakit menular?

5. Siapa prioritas sasaran penyelenggaraan surveilans penyakit menular?

6. Bagaimana sistem surveilans penyakit menular?

7. Apa fungsi utama dari sistem surveilans penyakit menular?

8. Bagaimana siklus kegiatan penguatan sistem surveilans penyakit menular?

(2)

2 1.3 Tujuan

1. Menjelaskan konsep dari surveilans penyakit menular.

2. Menjelaskan sumber data surveilans penyakit menular.

3. Menjelaskan jenis-jenis penyakit menular.

4. Menjelaskan jenis penyelenggaraan surveilans penyakit menular.

5. Menjelaskan prioritas sasaran penyelenggaraan surveilans penyakit menular.

6. Menjelaskan sistem surveilans penyakit menular.

7. Menjelaskan fungsi utama dari sistem surveilans penyakit menular.

8. Menjelaskan siklus kegiatan penguatan sistem surveilans penyakit menular.

(3)

3 BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Surveilans Penyakit Menular

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Kepmenkes RI No.1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan menyebutkan bahwa surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta melakukan penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan.

Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat sehingga banyak program-program kesehatan yang dilakukan pemerintah terutama pada penduduk usia rentan, seperti program Safe Motherhood Initiative, program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), program Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE), dan program Pemberantasan Penyakit Menular.

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.

Surveilans epidemiologi dalam penyelenggaraannya memiliki banyak indikator kerja, sehingga membutuhkan banyak kegiatan perekaman, pengumpulan, pengolahan, dan analisis data yang diperoleh dari berbagai unit sumber data. Banyaknya kegiatan perekaman, pengumpulan, pengolahan data akan memberikan beban kerja dan menganggu upaya meningkatkan kinerja surveilans. Oleh karena itu, diperlukan penyelengaraan sistem surveilans yang sesedikit mungkin indikator kerja serta sesederhana mungkin, tetapi tetap dapat mengukur kualitas penyelengaraan surveilans dalam memberikan informasi. Indikator yang paling sering digunakan adalah kelengkapan laporan, ketepatan waktu laporan, kelengkapan distribusi/desiminasi informasi, dan terbitnya buletin epidemiolog. (Arwanti, Sabilu and Ainurrafiq, 2016)

(4)

4

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang pedoman penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan, surveilans epidemiologi penyakit menular merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular. (Depdiknas, 2003)

2.2 Sumber Data Surveilans Penyakit Menular

a. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.

Laboratorium merupakan suatu sarana yang penting untuk mengetahui kuman penyebbab penyakit menular dan pemeriksaan tertentu untuk penyakit-penyakit lainya, misalnya kadar gula darah untuk penyakit diabetes mellitus.

b. Data kondisi lingkungan.

Keterangan penduduk penting untuk menetapkan “population at risk”. Data atau keterangan mengenai kependudukan dan lingkungan itu tentu harus didapat di lembaga-lemabaga nonkesehatan.

c. Laporan wabah dengan distribusi penyakit menurut waktu, tempat, dan orang penting artinya untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dalam rangka mengetahui sumber dan penyebab wabah tersebut (Amiruddin, 2013).

d. Laporan penyelidikan wabah/KLB

Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit yang melebihi frekuensi biasa, perlu diadakan penyelidikan wabah denan analisis data sekunder sehingga dapat diketahui terjadinya letusan tersebut. Dalam hal ini diperlukan diagnosis klisis dan diagnosis labiratoris disamping penyelidikan epidemic di lapangan. (Amiruddin, 2013)

e. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan

Melaporkan kasus dalam penyelidikan penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang berkonsentrasi pada kasus perorangan.

f. Studi epidemiology dan hasil penelitian lainnya

Studi Epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada periode tertentu serta populasi dan atau wilayah tertentu untuk mengetahui lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau faktor risiko kesehatan.

g. Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.

(5)

5

Penyakit zoonis terdapat pada manusia dan hewan. Sehingga dalam hal ini manusia dan hewan merupakan reservoir. Penyakit pada hewan diselidiki oleh dokter hewan dan penyakit akibat vector seranggga diselidiki oleh ahli entomologis. (Amiruddin, 2013).

2.3 Jenis-Jenis Penyakit Menular

A. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

Infeksi saluran pernapasan dapat menyerang hidung, tenggorokan, saluran napas, dan paru-paru. ISPA diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala tenggorokan sakit atau nyeri telan, batuk kering atau berdahak, dan pilek. Kondisi ini seringkali disebabkan oleh virus, namun bisa juga disebabkan oleh bakteri. ISPA yang disebabkan oleh infeksi virus biasanya akan membaik dalam waktu 3 – 14 hari.

ISPA dapat dicegah dengan berperilaku hidup bersih dan sehat, membiasakan cuci tangan. Perhatikan pula etika batuk dan bersin, serta gunakan masker agar virus dan bakteri tidak menular ke orang lain.

B. Diare

Diare merupakan gangguan buang air besar (BAB). Penyakit ini ditandai dengan BAB lebih dari tiga kali sehari, disertai rasa mulas, dengan konsistensi tinja cair, dan dapat disertai dengan darah dan atau lendir. Diare mungkin dianggap sepele padahal dapat berpotensi kematian, terutama pada balita. Diare menular melalui air, tanah, atau makanan yang terkontaminasi virus, bakteri, atau parasit.

C. Tuberkulosis (TB)

TB (tuberkulosis) masih menjadi pembunuh terbanyak di antara penyakit menular.

Berdasarkan data WHO tahun 2017, diperkirakan ada 1 juta kasus TB di Indonesia.

TB disebabkan oleh bakteri yang menyerang paru-paru, namun bakteri tersebut bisa juga menyerang bagian tubuh lain seperti tulang dan sendi, selaput otak (meningitis TB), kelenjar getah bening (TB kelenjar), dan selaput jantung. Bakteri ini ditularkan melalui udara saat penderita batuk atau bersin. TB dapat dicegah melalui pemberian vaksin BCG.

(6)

6 D. Demam dengue

Demam dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Virus ini menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Demam dengue merupakan penyakit musiman yang umum terjadi di negara beriklim tropis. Di Indonesia, penyakit menular ini lebih banyak terjadi di saat musim hujan. Demam dengue dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue (DBD).

E. Cacingan

Cacingan disebabkan oleh cacing tambang, cacing pita, dan cacing kremi yang menginfeksi usus. Cacingan dapat mengakibatkan anemia (kurang darah), lemas, dan mengantuk, sehingga produktivitas menurun. Hal ini karena cacing menyerap nutrisi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidrat dan protein. Pada wanita hamil, cacingan dapat mengakibatkan berat bayi lahir rendah dan masalah pada persalinan.

Cacingan menular melalui kontak langsung, misalnya saat tangan yang kotor dimasukkan ke dalam mulut, atau secara tidak langsung saat Anda menyentuh makanan atau benda yang mengandung telur cacing.

F. Penyakit kulit

Kudis dan kurap menjadi penyakit kulit menular yang banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Penularan penyakit ini terkait dengan kebersihan diri dan lingkungan.

Selain itu, kusta juga masih diderita oleh sebagian masyarakat Indonesia.

Gejalanya berupa bercak putih atau merah di kulit yang mati rasa. Kusta dapat menular melalui percikan air liur, bersin, maupun kontak melalui kulit yang luka.

Penyakit ini dapat menyebabkan cacat permanen jika tidak diobati sejak dini.

G. Malaria

Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit dan juga ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penderita malaria umumnya menunjukkan gejala demam, menggigil, sakit kepala, berkeringat, nyeri otot, disertai mual dan muntah.

Malaria termasuk penyakit endemik dengan daerah yang masih memiliki kasus yang tinggi berada di wilayah Indonesia timur. Penduduk yang tinggal di wilayah endemik malaria memiliki risiko tertinggi tertular penyakit ini.

(7)

7 H. Difteri

Difteri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri. Gejalanya berupa demam dan peradangan pada selaput saluran pernapasan bagian atas, hidung, serta kulit. Pada tahun 2017, difteri pernah menjadi kasus luar biasa di Indonesia. Kondisi ini terjadi karena diduga terdapat kelompok yang mudah tertular difteri akibat tidak mendapatkan vaksinasi atau status vaksinasinya tidak lengkap.

2.4 Jenis Penyelenggaraan Surveilans Penyakit Menular 1. Surveilans Individu

Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor individu- individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode menular.

Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001). Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina:

a. Karantina total

Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar.

b. Karantina parsial.

Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja. Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, d an efektivitas langkah-langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat.

(8)

8 2. Surveilans Penyakit

Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu. Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumber daya masing- masing, dan memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.

3. Surveilans Sindromik

Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan terus- menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis.

Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.

Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit - penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batukatau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati.

Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung. Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu

(9)

9

dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.

4. Surveilans Berbasis Laboratorium

Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma d ari klinik- klinik.

5. Surveilans Terpadu

Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakit -penyakit tertentu.

Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:

a. Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services);

b. Menggunakan pendekatan solusi majemuk;

c. Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural;

d. Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya);

e. Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda.

6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global

(10)

10

Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara.

Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul (newemerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor- aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi.

2.5 Prioritas Sasaran Penyelenggaraan Surveilans Penyakit Menular

Sasaran penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan meliputi masalah-masalah yang berkaitan dengan program kesehatan yang ditetapkan berdasarkan prioritas nasional, bilateral, regional dan global, penyakit potensial wabah, bencana dan komitmen lintas sektor serta sasaran spesifik lokal atau daerah. Sasaran penyelenggaraan dilaksanakan oleh Instansi Kesehatan Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Instansi Kesehatan di pintu masuk negara. Prioritas sasaran penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit menular adalah :

a. surveilans penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi b. surveilans penyakit demam berdarah

c. surveilans malaria

d. surveilans penyakit zoonosis e. surveilans penyakit filariasis f. surveilans penyakit tuberkulosis g. surveilans penyakit diare h. surveilans penyakit tifoid

i. surveilans penyakit kecacingan dan penyakit perut lainnya j. surveilans penyakit kusta

k. surveilans penyakit frambusia l. surveilans penyakit HIV/AIDS

(11)

11 m. surveilans hepatitis

n. surveilans penyakit menular seksual

o. surveilans penyakit pneumonia, termasuk penyakit infeksi saluran pernafasan akut berat (severe acute respiratory infection)

2.6 Sistem Surveilans Penyakit Menular

Setiap penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah kesehatan lainnya sebagaimana tersebut diatas terdiri dari beberapa komponen yang menyusun bangunan sistem surveilans yang terdiri atas komponen sebagai berikut:

1. Tujuan yang jelas dan dapat diukur

2. Unit surveilans epidemiologi yang terdiri dari kelompok kerja surveilans epidemiologi dengan dukungan tenaga profesional

3. Konsep surveilans epidemiologi sehingga terdapat kejelasan sumber dan cara-cara memperoleh data, cara-cara mengolah data, cara-cara melakukan analisis, sasaran penyebaran atau pemanfaatan data dan informasi epidemiologi, serta mekanisme kerja surveilans epidemiologi

4. Dukungan advokasi, peraturan perundang-undangan, sarana dan anggaran 5. Pelaksanaan mekanisme kerja surveilans epidemiologi

6. Jejaring surveilans epidemiologi yang dapat membangun kerjasama dalam pertukaran data dan informasi epidemiologi, analisis, dan peningkatan kemampuan surveilans epidemiologi.

7. Indikator kinerja

Penyelenggaraan surveilans epidemiologi dilaksanakan melalui jejaring surveilans epidemiologi antara unit-unit surveilans dengan sumber data, antara unit-unit surveilans epidemiologi dengan pusat-pusat penelitian dan kajian, program intervensi kesehatan dan unit-unit surveilans lainnya. Secara skematis dapat digambarkan jejaring sistem surveilans epidemiologi kesehatan diantara unit-unit utama di Departemen Kesehatan (DepKes) dan Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPT DepKes), pusat -pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) dan pusat-pusat data dan informasi, diantara unit-unit kerja Dinas Kesehatan Propinsi (lembaga pemerintah di Propinsi yang bertanggungjawab dalam bidang kesehatan) dan UPT Dinas Kesehatan Propinsi, dan diantara unit -unit kerja Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (lembaga pemerintah di Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab dalam bidang kesehatan) dan UPT Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

(12)

12

Jejaring surveilans epidemiologi juga terdapat antara Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota serta mitra nasional dan internasional.

2.7 Fungsi Utama Sistem Surveilans Penyakit Menular 1. Deteksi Kasus

Deteksi kasus merupakan proses mengidentifikasi kasus dan kejadian luar biasa (KLB). Deteksi kasus dapat dilakukan melalui sistem kesehatan formal, sistem kesehatan swasta, atau struktur masyarakat.

2. Registrasi Kasus

Registrasi kasus yaitu proses pencatatan penemuan kasus. Registrasi kasus membutuhkan register terstandar untuk mencatat data minimal yang harus ada pada penyakit dan kondisi yang ditargetkan.

3. Konfirmasi Kasus

Konfirmasi kasus ini mengacu pada kapasitas epidemiologis dan laboratorium untuk mengonfirmasi melalui sistem rujukan, jaringan, dan kemitraan.

4. Pelaporan

Pelaporan mengacu pada proses dimana data surveilans bergerak melalui sistem surveilans, dan juga mengacu pada proses pencatatan tersangka KLB dan KLB terkonfirmasi.

5. Analisis Data dan Interpretasi

Data surveilans harus dianalisis secara rutin dan informasi diinterpretasikan untuk digunakan dalam tindakan preventif kesehatan masyarakat. Nilai ambang “waspada”

dan “wabah” yang tepat untuk penyakit dengan kecenderungan wabah harus digunakan oleh staf surveilans.

6. Kesiapsiagaan Wabah

Kesiapsiagaan wabah mengacu pada tingkat kesiapsiagaan yang ada saat ini untuk potensial wabah dan termasuk ketersediaan rencana kesiapsiagaan, penimbunan barang, penunjuk fasilitas isolasi, dan lainnya.

7. Respon dan Kontrol

Sistem surveilans kesehatan masyarakat hanya berguna jika mereka menyediakan data untuk respons dan kontrol kesehatan masyarakat yang tepat. Untuk sistem peringatan dini, kapasitas untuk merespons wabah yang terdeteksi dan ancaman kesehatan masyarakat yang muncul perlu dinilai.

(13)

13 8. Feedback (Umpan Balik)

Feedback ini adalah fungsi penting dari semua sistem surveilans. Feedback yang tepat dapat dipertahankan melalui kunjungan pengawasan, koran, dan buletin.

Dimungkinkan untuk memantau pemberian umpan balik oleh berbagai tingkat pengawasan dan untuk mengevaluasi kualitas umpan balik yang diberikan, dan pelaksanaan tindak lanjut.

2.8 Siklus Kegiatan Penguatan Sistem Surveilans Penyakit Menular

Pendekatan terstruktur untuk memperkuat nasional sistem surveilans penyakit menular dapat meliputi:

a. Penilaian risiko penyakit menular untuk mengidentifikasi ancaman kesehatan masyarakat yang utama.

b. Prioritas ancaman kesehatan masyarakat untuk memastikan bahwa surveilans terbatas pada peristiwa kesehatan masyarakat yang penting.

c. Penilaian sistem yang ada untuk meninjau kekuatan, kelemahan, dan peluang untuk memperkuat sistem.

d. Pengembangan rencana aksi strategis berdasarkan temuan penilaian.

e. Pelaksanaan kegiatan yang direncanakan untuk memperkuat sistem.

f. Pemantauan kemajuan pelaksanaan kegiatan yang direncanakan, evolusi dan kinerja sistem pengawasan.

g. Mengevaluasi hasil dan dampak keseluruhan dari sistem surveilans.

Referensi

Dokumen terkait

MANAJEMEN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT POTENSI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2014..

Surveilans Epidemiologi adalah adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang

Surveilans Epidemiologi (SE) adalah serangkaian kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus melalui pengumpulan, pengolahan, dan analisis terhadap penyakit atau

Surveilans Epidemiologi Kesehatan (Depkes RI) adalah Kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah- masalah kesehatan

2) surveilans epidemiologi khusus, adalah penyelengaraan surveilans epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan, faktor resiko atau situasi khusus

Surveilans kesmas atau surveilans epidemiologi merupakan kegiatan yang ditujukan bagi intervensi suatu kejadian penyakit yang mencakup surveilans terhadap:

Pengertian Merupakan kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi

SYARAT DATA SURVEILANS • Memuat informasi epidemiologi yang lengkap • Pengumpulan data dilakukan secara terus menerus dan sistematis; • Data kejadian penyakit yang dikumpulkan