• Tidak ada hasil yang ditemukan

Surveilans Epid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Surveilans Epid"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

Surveilans

Epidemiologi

Prinsip, Aplikasi, Manajemen Penyelenggaraan dan

Evaluasi Sistem Surveilans

(2)
(3)

epidemiological study and outbreak investigation methodology and design to be applivable for FETP students

(4)

Surveilans

Epidemiologi

Prinsip, Aplikasi, Manajemen Penyelenggaraan dan

Evaluasi Sistem Surveilans

(5)
(6)

Kata Pengantar

Surveilans epidemiologi merupakan salah satu aplikasi epidemiologi yang melakukan kajian terus menerus secara sistematis terhadap penyakit atau masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan cara mengumpulkan data, mengolah dan memanfaatkannya untuk kepentingan manajemen program dan SKDKLB serta inisiasi dilakukan serangkaian penelitian

Surveilans epidemiologi diselenggarakan pada dan mendukung program kesehatan di semua tingkat pemerintahan, rumah sakit, puskesmas dan unit-unit pelayanan lain. Buku Surveilans Epidemiologi ini, banyak membahas pikiran dibalik rumusan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan kebutuhan melengkapi referensi bagi mahasiswa pascasarjana epidemiologi lapangan (Field Epidemiology Training Pragram) serta praktisi epidemiologi.

Buku Surveilans Epidemiologi telah diupayakan memenuhi harapan banyak pihak, tetapi terasa masih belum lengkap, dan oleh karena itu, besar harapan mendapat banyak sumbangsih pemikiran dan perbaikan agar buku ini dapat menjadi referensi dan bermanfaat dalam penyelenggaraan surveilans.

Terimakasih disampaikan kepada Direktur Jenderal PP&PL, Kementerian Kesehatan RI beserta staf, WHO perwakilan Indonesia, BBTKLPPM Jakarta, BBTKLPPM Yogyakarta, rekan-rekan pembimbing di UI, UGM dan pembimbing lapangan, mahasiswa dan alumni FETP, rekan-rekan Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, dan semua pihak yang telah memberikan kesempatan, sumbangan pemikiran, data, dan dukungun lainnya sehingga dapat terselesaikannya buku ini.

Jakarta, 30 Oktober 2011

(7)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR...II DAFTAR ISI ...III

I. PENDAHULUAN...1

II. PENGERTIAN...3

III. PRINSIP-PRINSIP SURVEILANS ...11

1. Mekanisme Kerja Surveilans ... 12

2. Tujuan... 13

3. Indikator Kinerja... 19

1) Pengertian Indikator Kinerja (surveilans) ...19

2). Rumusan Indikator Kinerja ... 24

3) Indikator Investasi (Masukan), Proses dan Keluaran...33

4. Identifikasi kasus ... 35

5. Atribut Sistem Surveilans ... 39

1) Sederhana ... 40

2) Fleksibelitas ... 42

3) Partisipasi ... 44

4) Sensitifitas ... 45

5) Predictive Value Positive (Nilai Duga Positif) ...56

6) Representatif ... 58

7) Ketepatan Waktu ... 63

6. Perekaman, Pengumpulan & Pengolahan Data Surveilans...63

1) Sumber data atau Unit Perekam Data ...64

2) Perekaman dan Pengolahan Data ... 64

3) Penyajian Data – Distribusi Informasi ...70

4) Pengiriman Data ... 78

(8)

Tehnik analisis ... 79

2) Tampilan AnalisisTabel ... 80

3) Tampilan Analisis Grafik... 81

4) Tampilan Analisis Peta ... 83 Surveilans Epidemiologi

(9)

Seculer trend ... 6) Pola Periodik Satu Kawasan ... 7) Pola Periodik Beberapa Kawasan ... 8) Pemantauan Wilayah Setempat... 9) Memantau Perkembangan Penyakit Pada Pengungsian... 10) Mengukur Keberhasilan Upaya Kesehatan... 11) Perkembangan Wabah Polio dari Waktu ke Waktu ... 12) Memantau Keberhasilan Upaya Penanggulangan KLB... 13) Mengukur Keberhasilan Penanggulangan DBD... 14) Mengukur Keberhasilan Penanggulangan Pnemonia ...

8. Penyebarluasan Informasi ...

1) Laporan Dalam Bentuk Paper Analisis Surveilans... 2) Laporan Dalam Bentuk Tabel, Grafik dan Peta Analisis Surveilans . .

...86 ...87 ...88 ...89 ...93 ...93 ...94 ...95 ...96 ...97 ...97 ...98 Surveilans Epidemiologi

(10)
(11)

1. Jenis Penyelenggaraan Surveilans...

1). Penyelenggaraan Berdasarkan Metode Pelaksanaan ... 2). Penyelenggaraan Berdasarkan Aktifitas Pengumpulan Data ... 3). Penyelenggaraan Berdasarkan Pola Pelaksanaan... 4). Penyelenggaraan Berdasarkan Kualitas Pemeriksaan ...

2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak

Terpadu Penyakit) ...

1). Variabel-variabel Pada STP ... 2). Indikator kinerja Penyelenggaraan Surveilans Terpadu

Penyakit... 3) Keuntungan dan Kerugian Surveilans Berbasis Data Kesakitan Unit

Sakit, Laboratorium): ... 3. SKD-KLB ...

1) Kajian Epidemiologi Ancaman KLB ... 2) Peringatan Kewaspadaan Dini KLB ... 3) Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan terhadap KLB... 4) Indikator Kinerja SKD-KLB ... 4. Surveilans AFP dan Virus Polio Liar...

1) Pengertian ... 2) Tujuan surveilans AFP adalah terutama : ... 3) Kegiatan surveilans ... 4) Indikator Kinerja... 6) Hasil Pengukuran Indikator Kinerja ...

... 101 ... 101 ... 101 ... 102 ... 103 ... 103 Menular Terpadu (Surveilans ... 104 ... 104 ... 105 Pelayanan (Puskesmas, Rumah ... 106 ... 111 ... 111 ... 112 ... 112 ... 113 ... 113 ... 113 ... 114 ... Surveilans Epidemiologi

(12)

...115 ...115 Surveilans Epidemiologi

(13)

5. Aplikasi Surveilans Pada Saat KLB ...117

6. Aplikasi Surveilans di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)...118

7. Aplikasi Surveilans di BTKLPPM ...123

VI. MANAJEMEN PENYELENGGARAAN SURVEILANS ...126

1. Komponen Sistem Surveilans ...126

2. Rumusan Tujuan Surveilans... 128

3. Rumusan Konsep Surveilans ...129

4. Upaya Penguatan Kinerja Surveilans ...129

5. Unit Teknis dan Kelompok Kerja Surveilans...131

6. Pengembangan Tenaga Profesional Epidemiologi ...133

7. Advokasi ... 135

8. Peraturan Perundangan ... 135

9. Pedoman Surveilans Epidemiologi ...136

10.Pertemuan Review Surveilans Epidemiologi ...137

11.Jaringan Surveilans Epidemiologi ...138

12.Kepustakaan ... 138

13.Rencana Kerja, Supervisi, Asistensi, Monitoring dan Evaluasi ...139

14.Indikator Kinerja Surveilans ... 141

VII...EVALUASI SISTEM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI ...143

1. Masalah Kesehatan, Program dan Surveilans ...144

2. Realisasi Penyelenggaraan Sistem Surveilans ...144

1) Manfaat Surveilans Terhadap Upaya Program ...144

2). Unjuk Kerja Penyelenggaraan Sistem Surveilans...145

3). Manajemen Penyelenggaraan Surveilans...148

3. Evaluasi Konsep Sistem Surveilans ...149

(14)

I. Pendahuluan

Surveilans, surveilans epidemiologi atau surveilans kesehatan masyarakat, merupakan salah satu bentuk epidemiologi yang melaksanakan pemantauan perkembangan status kesehatan masyarakat secara terus menerus, dan memanfaatkannya untuk memberikan dukungan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi program kesehatan serta sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit, keracunan dan bencana.

Berbeda dengan sistem pencatatan dan pelaporan data kesehatan, yang berorientasi pada tersedianya “bank” data untuk kepentingan manajemen, surveilans lebih fokus pada pemanfaatan “bank” data dimaksud untuk dilakukan analisis atau kajian dengan cara-cara sistematis berdasarkan pendekatan epidemiologi, sehingga menghasilkan informasi epidemiologi yang terukur, obyektif, dapat dipertanggung jawabkan dan juga dapat diperbandingkan.

Surveilans dapat disepadankan dengan kegiatan seorang navigator kapal yang sedang berada di tengah laut lepas, pada satu sisi ia terus menerus mempelajari posisi bintang di langit untuk menentukan arah yang tepat, mengukur kuatnya angin dan besanya gelombang laut, serta menentukan ada tidaknya karang atau gangguan benda laut lainnya. Pada sisi lain ia harus terus menerus memberi informasi akurat pada nakhoda kearah mana dan secepat apa kapal harus melaju agar selamat menuju pelabuhan laut tepat waktu. Navigator akan memberi informasi dengan kata-kata “OK terus melaju dengan cepat”, “awas badai akan datang” dsb., sekali navigator lengah, kapal bisa mengalami kecelakaan.

Pada awal perkembangannya, surveilans lebih dimanfaatkan dalam rangka deteksi penyakit (disease surveillance), terutama penyakit menular potensi wabah, tetapi saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi informasi, berkembangnya ilmu pengetahuan, dan semakin kompleknya permasalahan kesehatan, pemanfaatan surveilans menjadi lebih luas, komplek dan semakin spesifik pada berbagai program kesehatan, baik skala lokal, maupun nasional dan bahkan kerjasama surveilans global, dengan sasaran lebih luas mencakup agent penyakit (kuman, kimia, fisik dan sosial), penderita, distribusi penyakit (agent dan penderita) serta faktor-faktor yang mempengaruhinya

(15)

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan, setiap instansi kesehatan pemerintah, instansi kesehatan propinsi, instansi kesehatan kabupaten/kota dan lembaga kesehatan masyarakat dan swasta wajib menyelenggarakan surveilans epidemiologi, baik secara fungsional atau struktural. Pada kenyataannya, secara nasional telah diselenggarakan kegiatan surveilans yang meliputi Sistem Surveilans Terpadu (SST), Surveilans Sentinel Puskesmas, Surveilans Acute Flaccid Paralysis, Surveilans Tetanus Neonatorum, Surveilans Campak, Surveilans Infeksi Nosokomial, Surveilans HIV/AID, Surveilans Dampak Krisis, Surveilans Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit dan Bencana, Surveilans Penyakit Tidak Menular serta Surveilans Kesehatan Lingkungan untuk mendukung penyelenggaraan program pencegahan dan pemberantasan penyakit, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) dan penelitian.

(16)

II. Pengertian

Sampai saat ini, masih banyak yang mengartikan surveilans-epidemiologi hanya sebagai kegiatan pengumpulan data dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan makna analisis dan penyebaran informasi epidemiologi sebagai bagian yang sangat penting dari proses kegiatan surveilans epidemiologi.

Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.

Mencermati pemahaman seperti tersebut diatas, Kementerian Kesehatan (Indonesia) menekankan pentingnya surveilans sebagai suatu kegiatan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data. Surveilans epidemiologi didefinisikan sebagai kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan (Kepmenkes 1116).

Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat.

Pada definisi surveilans epidemiologi tersebut diatas, maksud penyakit adalah menyangkut agent penyakit, penderita dan distribusinya.

Agent penyakit bisa dalam bentuk bakteri, virus, protozoa, binatang, kimia, atau bentuk

fisik tertentu, tetapi setiap agen penyakit tersebut diuraikan dalam tipe, subtype, potensi mutasi genetic, perkembangbiakan, siklus hidup didalam dan diluar tubuh manusia,

(17)
(18)

Perkembangan pemanfaatan surveilans pada berbagai program berdampak pada perubahan konsep awal yang lebih disesuaikan. Pada surveilans yang mendukung program selain penyakit menular, misalnya penyakit jantung, penyakit jiwa, program gizi dan lain sebagainya, seringkali tidak ditemukan adanya “agent” sebagaimana penyakit menular atau penyakit infeksi. Stres, gaya hidup, dan lain sebagainya menjadi semacam “agent” penyebab timbulnya penyakit tidak menular ini, tetapi sebagian ahli, menyebut stress, gaya hidup dan sejenisnya adalah suatu kondisi yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit tidak menular, dan tidak perlu adanya “agent” penyakit.

Penderita penyakit adalah karakteristik seseorang ketika menderita penyakit, daya

tahan, imunitas, masa inkubasi agent ketika menginfeksi seseorang, pola gejala dan patofisiologi tubuh, perubahan beratnya sakit dan risiko meninggal, masa infektif dan lain sebagainya.

Distribusi penyakit adalah mencakup distibusi agen penyakit dan distribusi penderita

yang digambarkan dalam bentuk epidemiologi deskriptif menurut ciri-ciri waktu, tempat dan orang, baik dalam angka absolut atau dalam bentuk rate (angka kesakitan/insidence rate, angka kematian/mortality rate, case fatality rate, dan sebagainya).

Kondisi yang mempengaruhi pada definisi surveilans tersebut adalah berpengaruh

terhadap munculnya atau terjadinya perubahan karakateristik agen, perubahan karakteristik penderita dan distribusinya (agen dan penderita). Epidemiologi analitik banyak membahas pengaruh suatu kondisi terhadap perubahan karakteristik agent, penderita dan distribusinya ini

Surveilans epidemiologi sebagaimana didefinisikan dalam keputusan menteri kesehatan tersebut diatas, diselenggarakan agar dapat dimanfaatkan dalam upaya penanggulangan penyakit secara efektif dan efisien.

(19)

Contoh :

Berdasarkan pengertian tersebut, maka sasaran surveilans demam berdarah dengue adalah terhadap agen penyebab timbulnya demam berdarah, terhadap penderita, terhadap distribusi agen dan distribusi penderita serta terhadap faktor atau kondisi yang mempengaruhi muncul dan terjadinya perubahan-perubahan agen, penderita dan distribusi keduanya tersebut.

Faktor yang mempengaruhi distribusi agen dan distribusi penderita DBD adalah keberadaan dan distribusi nyamuk Aedes agypti. Oleh karena itu surveilans DBD mencakup sasaran jenis, distribusi dan perilaku hidup nyamuk Aedes agypt, serta musim sebagai faktor yang mempengaruhi keberadaan, perkembangan dan distribusi nyamuk tersebut

Sasaran surveilans DBD juga memasukkan faktor teknologi dan sumberdaya pengendalian demam berdarah dengue.

Pengertian analisis banyak ditawarkan, dan selalu terjadi perdebatan. Berbeda dengan

rumusan Kementerian Kesehatan Indonesia, WHO membuat rumusan surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance) sebagai kegiatan pengumpulan, analisis dan interpretasi data yang terkait dengan kesehatan, yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus, dan dimanfaatkan untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat.

Surveilans dapat dimanfaatkan untuk :

1. Sistem peringatan dini adanya kedaruratan kesehatan masyarakat

2. Dokumen dampak intervensi, atau laporan kinerja dalam mencapai tujuan, dan

3. Memantau dan mengklarifikasi masalah kesehatan, menentukan prioritas dan merumuskan kebijakan dan strategi kesehatan masyarakat

Bagaimanapun, “analisis” menjadi bagian sangat penting dari proses kegiatan surveilans. Analisis mencakup aspek cukup luas dan komplek diantara ketersediaan data dan informasi yang memadai dan tepat waktu, kemampuan individu atau suatu unit surveilans menguasai dan memanfaatkan metode analisis surveilans, penguasaan

(20)

penyakit tersebut, penguasaan terhadap kondisi masyarakat disamping faktor keterampilan dan pengalamannya.

(21)

Secara skematis peristiwa “analisis” dalam pengertian surveilans, dapat digambarkan sebagai berikut :

Pada umumnya, para ahli melihat proses surveilans adalah serangkaian data yang diperoleh melalui proses pengumpulan dan pengolahan data, yang telah disajikan dalam bentuk atau tampilan data yang bisa dianalisis, baik berupa tampilan teks, tabel, grafik, atau peta. Proses pengumpulan dan pengolahan data tersebut merupakan upaya komplek dan memenuhi kaidah-kaidah tertentu. Bahkan, ahli membagi jenis-jenis

surveilans menurut cara-cara pengumpulan dan pengolahan datanya.

Salah satu proses surveilans yang sangat penting adalah pada proses analisisinterpretasi dari serangkaian data tersebut diatas. Proses interpretasi terletak pada “otak” masing-masing individu yang tentunya dipengaruhi oleh penguasaan metode analisis dan keterampilannya memanfaatkan metode itu, luasnya wawasan perikehidupan penduduk dan lingkungan dimana penduduk yang akan dianalisis itu tinggal, luasnya wawasan terhadap permasalahan yang akan dianalisis, terutama dari

Strategi

Analisis

Keterampilan/

Pengalaman

Latarbelakang

pelaku

G a m b a r 1

Proses

Serangkain Data

dianalisis

Tampilan

Data

Interpretasi

Informasi

Data terkait

lainnya

Hasil

penelitian

terkait

Penduduk dan

(22)
(23)

dipengaruhi oleh kebijakan negara terhadap penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta latarbelakang dari orang-orang yang melakukan proses analisis-interpretasi ini.

Dengan memahami proses surveilans, terutama faktor-faktor yang mempengaruhi hasil proses analisis-interpretasi tersebut diatas, maka akan tersusun kerangka pikir yang lebih baik dalam melaksanakan proses kegiatan dan mengembangkan satu paket penyelenggaraan surveilans. Surveilans adalah melakukan analisis masalah kesehatan dan oleh karena itu hanya bisa dilakukan oleh ahli dibidang terkait.

Contoh

Seorang ahli mobil diminta melakukan analisis terhadap serangkaian data distribusi dan perkembangan penyakit leptospirosis, sangat besar kemungkinannya menghasilkan informasi yang tidak tepat

Surveilans - Navigator

Untuk lebih memahami pengertian surveilans dan program, dapat digambarkan hubungan antara navigator dan nakhoda kapal yang sedang melaksanakan perjalanan ditengah laut lepas. Secara sederhana tugas navigator adalah pada satu sisi ia terus menerus memantau posisi bintang di langit, dan mengukur kuatnya angin serta gelombang laut, sementara pada sisi lain ia harus terus menerus memberi informasi akurat pada nakhoda agar kapal dapat melakukan langkah-langkah tertentu dan kearah mana kapal harus melaju agar selamat menuju pelabuhan tepat waktu

Terdapat beberapa kunci tindakan navigator :

• Navigator dan nakhoda serta semua anak buah kapal bersama penumpang mempunyai

tujuan menuju pelabuhan dengan selamat dan tepat waktu. Tujuan nakhoda kapal

adalah pegang kendali agar kapal bergerak menuju sasaran dengan kecepatan tertentu, tujuan navigator memberikan informasi status kondisi kapal, arah kapal dan ancaman terhadap kapal sehingga kapal melaju tepat waktu sesuai keperl uan

(24)

• Situasi saat ini adalah kapal berada di tengah laut lepas dalam perjalanan menuju pelabuhan. Laut lepas mengandung makna berada dalam suatu kondisi yang jauh dari daratan, adanya bahaya laut, angin badai, gelombang besar dan semua kondisi yang mempengaruhinya. Kapal berada di laut lepas juga mengandung makna kondisi kapal, penumpang dan tentunya nakhoda - navigator itu sendiri.

• Navigator terus menerus memantau posisi bintang dan mengukur kuatnya angin dan

gelombang berarti terus menerus tiada henti sedetikpun, atau jika berhenti, ia pastikan telah diganti navigator lain untuk bertugas. Saat berhenti melakukan tugasnya, navigator kehilangan informasi posisi kapal dan laut, dan itu membahayakan pencapaian tujuan menuju pelabuhan dengan selamat dan tepat waktu.

Navigator memantau posisi bintang lebih tepat diartikan sebagai melakukan analisis

ketepatan arah kapal dan jarak ke pelabuhan tujuan berdasarkan tanda-tanda alam

sebagai informasi kunci.

• Navigator mengukur kuatnya angin serta gelombang laut lebih diartikan sebagai

melakukan analisis kemungkinan adanya kekuatan dan bahaya yang

mempengaruhi kapal untuk mencapai pelabuhan. Kekuatan dan ancaman bahaya kapal juga diperoleh dari laporan kondisi kapal, kondisi penumpang dan juga kondisi anak buah kapal.

• Memantau (analisis) juga mengandung makna bahwa navigator adalah seorang

profesional navigasi kapal yang memiliki ilmu navigasi kapal, berpengalaman, terlatih,

terampil serta mempunyai dedikasi terhadap tugasnya dengan penuh tanggungjawab. Seseorang yang tidak professional navigasi, tidak mungkin dapat melakukan analisis navigasi yang baik, dan orang yang tidak profesional ini bisa jadi akan memberikan informasi yang justru menyesatkan.

Memantau (analisis) juga mengandung makna memahami seluk beluk kondisi

lingkungan laut pada rute perjalanannya yang dilaluinya, baik karena pernah bolak balik

lewat rute dimaksud, cerita dari orang lain, referensi tentang laut pada rute perjalanannya dan informasi dari meteorologi dan geofisika tentang cuaca. Laut,

(25)

dalam pengertian ini, adalah laut itu sendiri, disertai kemungkinan adanya karang, lokasi arus air laut yang deras, tinggi gelombang dan sebagainya.

• Navigator terus menerus memberi informasi akurat pada nakhoda kearah mana kapal

harus melaju agar selamat menuju pelabuhan laut tepat waktu mengandung pengertian cukup luas :

1. Navigator menyadari____adanya___bahaya__dan___atau_adanya hambatan

tercapaianya tujuan apabila nakhoda kapal tidak mendapat informasi tentang posisi

kapal, dan kondisi laut yang berpengaruh terhadap keselamatan kapal serta tindakan yang perlu dilakukan.

2. Navigator menyadari bahwa nakhoda kapal adalah orang penting yang akan

menentukan tindakan yang dilakukan kapal untuk mencapai tujuan perjalanan

3. Navigator menyadari bahwa nakhoda kapal akan mengetahui maksud dari setiap informasi yang ia berikan padanya

4. Navigator menyadari bahwa setiap etape perjalanan, kondisi kapal dan laut bisa

berbeda, dulu tidak ada masalah, sekarang bisa menjadi masalah. Oleh karena itu,

navigator menyadari perlunya memberikan informasi secara terus menerus

kepada nakhoda kapal, baik berkala maupun pada saat terjadi situasi yang perlu segera diinformasikan

5. Navigator terus menerus melakukan evaluasi terhadap respon nakhoda setelah

informasi ia berikan, jika setelah diinformasikan tentang keharusan perubahan arah kapal, ternyata kapal tidak bergerak pada arah yang diinformasikannya, maka navigator mengingatkan kembali situasi kapal dan laut serta tindakan yang seharusnya dilakukan si nakhoda kapal, navigator harus melakukan komunikasi dengan semua pihak dan

penuh tanggungjawab terhadap risiko yang dihadapi kapal untuk mencapai tujuan

perjalanan

Persiapan Navigator Sebelum Lepas Jangkar

• Sebelum kapal lepas jangkar di pelabuhan keberangkatan, navigator sudah

mengumpulkan berbagai data dan informasi terkait kondisi laut, cuaca dan kondisi kapal serta penumpang. Data dan informasi bisa diperoleh berdasarkan kegiatan

(26)
(27)

pengumpulan data yang dilakukan oleh staf navigator, laporan pengelola bandara, atau dari badan meteorologi geofisika dan lain sebagainya. Semua data diolah dan dilakukan analisis-interpretasi dan ditarik kesimpulan tentang kemungkinan adanya konsisi yang mempengaruhi perjalanan kapal.

• Sebelum kapal berangkat, navigator sudah memberikan informasi yang diperlukan

bagi nakhoda kapal.

• Sampai waktu akan lepas jangkar, navigator tiada berhenti secara terus menerus dan

sistematis memantau (analisis) perkembangan situasi, dan jika perlu dilaporkan kepada nakhoda kapal, misalnya informasi kemungkinan adanya gangguan selama perjalanan. Saat ini tugas navigator telah lebih canggih dengan sarana pendukung yang memadai, peta, radar, GPS (geo position system) dan komputer serta sarana komunikasi, tetapi bagaimana pun juga surveilans memang layaknya navigator kapal yang dipenuhi dengan semua anggota masyarakat yang bergerak menapaki kehidupan bermasyarakat. Surveilans berada diujung gelombang besar yang menentukan kemana program kesehatan itu akan melaju menuju masyarakat sehat, merata dan berkeadilan

(28)

III. PRINSIP-PRINSIP SURVEILANS

Setiap penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah kesehatan lainnya terdapat beberapa komponen yang menyusun bangunan sistem surveilans tersebut

Komponen Sistem Surveilans

1. Tujuan yang jelas dan dapat diukur

2. Unit surveilans epidemiologi yang terdiri dari kelompok kerja surveilans epidemiologi dengan dukungan tenaga profesional

3. Konsep surveilans epidemiologi sehingga terdapat kejelasan sumber dan caracara memperoleh data, cara-cara mengolah data, cara-cara melakukan analisis, sasaran penyebaran atau pemanfaatan data dan informasi epidemiologi, serta mekanisme kerja surveilans epidemiologi

4. Dukungan advokasi, peraturan perundang-undangan, sarana dan anggaran

5. Pelaksanaan mekanisme kerja surveilans epidemiologi

6. Jejaring surveilans epidemiologi yang dapat membangun kerjasama dalam pertukaran data dan informasi epidemiologi, analisis, dan peningkatan kemampuan surveilans epidemiologi.

7. Indikator kinerja

Penyelenggaraan surveilans epidemiologi dilaksanakan melalui jejaring surveilans epidemiologi antara unit-unit surveilans dengan sumber data, antara unit-unit surveilans epidemiologi dengan pusat-pusat penelitian dan kajian, program intervensi kesehatan dan unit-unit surveilans lainnya (Kepmen).

Seseuai dengan komponen sistem surveilans tersebut diatas, berikut fokus bahasan meliputi :

1. Mekanisme Kerja Surveilans

2. Rumusan Tujuan

3. Indikator Kinerja

(29)
(30)

5. Atribut Sistem Surveilans

6. Perekaman, pengumpulan dan pengolahan data surveilans

7. Analisis epidemiologi deskriptif

8. Disiminasi informasi

9. Atribut Sistem Surveilans

10.Komponen Sistem Surveilans

1. Mekanisme Kerja Surveilans

Definisi surveilans, pada umumnya, menjelaskan proses atau mekanisme kerja surveilans. Pada umumnya, mekanisme kerja surveilans terdiri dari kegiatan identifikasi kasus, pengumpulan dan pengolahan data, analisis-interpretasi data dan distribusi informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan.

Pada Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan, mekanisme kerja surveilans terdiri atas :

1. Identifikasi penyakit (kasus) atau masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya

2. Perekaman, pelaporan, dan pengolahan data

3. Analisis dan interpretasi data

4. Studi epidemiologi

5. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya

6. Membuat rekomendasi dan alternatif tindaklanjut

7. Umpan balik.

Rumusan mekanisme kerja surveilans tersebut tidak berbeda jauh dengan rumusan WHO : (1) Mengidentifikasi, menetapkan batasan atau definisi serta ukuran masalah kesehatan yang menjadi fokus surveilans, (2) mengumpulkan dan mengolah data masalah kesehatan tersebut (juga bisa termasuk faktor-faktor yang terkait), (3) analisis dan interpretasi data surveilans tersebut dan (4) medistribusikan data dan hasil interpretasinya kepada penanggungjawab program penanggulangan masalah kesehatan, dan (5) monitor dan evaluasi berkala pemanfaatan dan kualitas surveilans untuk perbaikan penyelenggaraan surveilans. Surveilans masalah kesehatan tidak termasuk tindakan penanggulangan masalah kesehatan

(31)
(32)

Masuknya studi epidemiologi dalam mekanime kerja surveilans tersebut diatas, dimaksudkan agar setiap informasi yang memerlukan identifikasi permasalah lebih teliti perlu dilakukan penyelidikan atau penelitian agar informasi yang dihasilkan akan lebih baik, obyektif, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pada mekanisme kerja surveilans tersebut juga memasukkan mekanisme kerja umpan balik. Umpan balik, berbeda dengan distribusi informasi, umpan balik adalah memberikan informasi dan komunikasi kepada unit sumber data, agar menjaga mutu data dan melakukan perbaikan kesalahan atau melengkapi data kurang lengkap. Umpan balik sebagai upaya kendali mutu surveilans dan memenuhi indikator kinerja surveilans yang telah ditetapkan.

Kegiatan perekaman, pelaporan dan pengolahan data, dapat dilaksanakan oleh unit surveilans sendiri, tetapi dapat juga sebagai bagian dari sistem pencatatan dan pelaporan unit lain, bahkan dari sektor-sektor di luar sektor kesehatan

Masing-masing mekanisme kerja surveilans akan dibahas secara khusus pada bahasan terpisah.

2. Tujuan

Apa masalah kesehatan yang perlu dukungan surveilans ? Apa beda tujuan surveilans dan tujuan program ?

Apa beda tujuan surveilans dan indikator kinerja surveilans ?

Bagaimana hubungan tujuan survielans dengan analisis data surveilans ?

Pada Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, surveilans bertujuan untuk menyediakan data dan informasi epidemiologi secara nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang dimanfaatkan untuk :

1. dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan,

(33)
(34)

Menurut Stephen B. Tachker, kegunaan surveilans cukup luas :

1. Menghitung estimasi besar masalah kesehatan

2. Menggambarkan riwayat alamiah penyakit

3. Deteksi KLB

4. Dokumentasi distribusi dan sebaran kejadian kesehatan

5. Mengfasilitasi riset epidemiologi atau laboratorium

6. Menguji hipotesis

7. Evaluasi program penanggulangan masalah kesehatan

8. Memantau perubahan agent penyakit

9. Memantau kegiatan isolasi

10. Deteksi perubahan mutu pelayanan

11. Perencanaan

Esensi surveilans (epidemiologi/kesehatan masyarakat) adalah memanfaatkan data untuk memantau masalah-masalah kesehatan dan mendorong dilaksanakannya upaya penanggulangan. Surveilans dapat membantu menentukan prioritas-prioritas masalah kesehatan, menentukan pilihan strategi atau metode penanggulangan terbaik, memandu tahapan upaya penanggulangan, dan melakukan kajian efektivitas upaya penanggulangan penyakit atau masalah kesehatan lainnya.

Contoh

• Distribusi penyakit DBD menurut Kabupaten/Kota berdasarkan angka

kesakitan (stratifikasi daerah), dapat membantu program menentukan daerah prioritas yang perlu segera dilakukan upaya penanggulangan.

• Distribusi penyakit DBD menurut waktu menunjukkan pola musiman,

sehingga dapat membantu program menentukan kapan sebaiknya tindakan pengendalian vektor dilakukan dan kapan tindakan darurat pelayanan rumah sakit mulai diaktifkan.

(35)

• Distribusi penyakit DBD menurut waktu dan daerah dapat membantu program

melakukan evaluasi efektifitas tindakan pengendalian vektor yang sudah dilakukan. Setiap penyelenggaraan suatu sistem surveilans tertentu perlu ditetapkan adanya

tujuan yang jelas dan terukur. Jelas itu adalah obyektif apa, kapan dan dimana tersedia produksi informasi epidemiologi sebagai hasil kerja surveilans, jelas manfaat dari informasi epidemiologi yang diperolehnya, dan jelas siapa atau unit apa yang memanfaatkan informasi epidemiologi tersebut. Terukur dalam artian dapat diukur dengan ukuran kuantitatif sesuai dengan ukuran-ukuran epidemiologi, sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan diperbandingkan antar waktu dan antar populasi atau antar tempat/daerah

Tujuan surveilans berbeda dengan tujuan program, tetapi surveilans sebagai bagian dari suatu program, dan oleh karena itu tujuan surveilans terkait dengan tujuan-tujuan program. Pada suatu program kesehatan, tujuan program adalah mendapatkan penyelesaian masalah kesehatan, pencapaian tujuan diukur dalam bentuk rate tertentu, misalnya besar penurunan incidence rate, prevalence rate, mortality rate atau case fatality rate. Sementara tujuan surveilans yang terkait dengan program tersebut adalah mengukur seberapa besar penyelesaian masalah kesehatan tersebut telah dapat dicapai, yang biasanya diukur dalam bentuk rate yang sama.

Tujuan surveilans akan membantu penyelenggaraan sistem surveilans lebih fokus, sistematis, dukungan anggaran yang diperlukan lebih jelas, penggerakan sumberdaya menjadi lebih efisien dan terarah serta kinerjanya dapat diukur, diperbandingkan dari waktu ke waktu, dan dari wilayah satu ke wilayah lain serta dapat dipertanggung jawabkan.

Untuk memberikan pemahaman yang memadai, dibahas hubungan beberapa jenis program dengan tujuan-peran surveilans dalam mendukung kinerja program.

Contoh :

Progran Pengendalian Pnemonia

(36)
(37)

1. terlaksananya pengobatan standar kasus pnemonia anak minimal 80% dari estimasi jumlah kasus pnemonia di setiap wilayah Puskesmas

2. case fatality rate pnemonia menurun menjadi kurang dari 5% dari

jumlah kasus pnemonia yang mendapat pengobatan standar di setiap Puskesmas

Tujuan surveilans :

Mengetahui gambaran epidemiologi pnemonia berobat dan hasil pengobatan

1. diketahuinya jumlah kasus pnemonia menurut Puskesmas dan periode waktu

mingguan

2. diketahuinya jumlah kasus pneumonia yang mendapat pengobatan

standar menurut Puskesmas dan periode waktu mingguan

3. diketahuinya jumlah kasus pnemonia yang mendapat pengobatan

standar meninggal (case fatality rate) menurut Pukesmas dan periode waktu mingguan

Kegiatan program pengendalian pnemonia adalah menemukan semua

penderita pnemonia dan memberikan pertolongan dengan

pengobatan/perawatan standar. Oleh karena itu, peran surveilans pertama adalah menunjukkan daerah atau jenis populasi mana yang perlu mendapat prioritas dibanding kelompok lain, agar program dilaksanakan lebih efektif dan efisien. Peran surveilans kedua adalah melakukan monitoring dan evaluasi telah seberapa jauh kegiatan program telah berhasil mencapai tujuan program.

Pada program pengendalian pnemonia, dan program-program lain dimana penemuan dan tindakan terhadap penderita menjadi salah satu programnya sering terjadi perdebatan batas kegiatan program dan kegiatan surveilans pada kegiatan penemuan penderita. Apakah ini tugas program atau tugas surveilans pada program tersebut ?.

Pada program pengendalian pnemonia ini, bisa jadi upaya penemuan penderita menjadi tugas program, sehingga bisa ditemukan sejumlah penderita sesuai tujuan program, sementara surveilans berperan menghitung jumlah penderita yang ditemukan menurut karakteristik waktu, tempat dan orang, sesuai kebutuhan untuk membantu program untuk bekerja lebih efektif dan efisien.

Pada kejadian terakhir ini, semakin menunjukkan bahwa program dan surveilans berada dalam satu kendaraan menuju pencapaian kinerja program yang diharapkan, tetapi sekaligus menunjukkan perlu adanya kejelasan peran program dan surveilans, sehingga ancangan kegiatan, anggaran, penggerakan sumber daya dan hasil kerja dapat diukur dan dipertanggungjawabkan.

Contoh :

Program Pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) Tujuan program :

(38)

2. menurunnya cafe fatality rate<1% di setiap kabupaten/kota Tujuan surveilans :

(39)

Teridentifikasinya setiap kasus demam berdarah dengue berobat (insidens rate) dan jumlah meninggal (CFR) di rumah sakit di setiap kabupaten/kota dan periode waktu bulanan dan ta hun an

Berbeda dengan program pengendalian pnemonia, program pengendalian DBD bertujuan menurunkan angka kesakitan dan angka fatalitas kasus (CFR), sehingga upaya mengendalikan faktor risiko dan mencegah jatuh sakit menjadi salah satu strategi yang diterapkan, disamping strategi untuk menjamin agar penderita DBD dapat tertolong dengan sistem rujukan, dan perawatan yang baik

Strategi program dalam upaya menurunkan angka kesakitan adalah mengendalikan nyamuk Aedes agypti, sehingga mata rantai penularan dapat diputus, dan besarnya jumlah penularan dapat dikurangi, sehingga jumlah penderita juga dapat dikurangi ,.

Sama dengan program pengendalian pnemonia, peran surveilans utama adalah membantu program dengan cara menentukan tingkat kerentanan populasi berdasarkan waktu, tempat dan karakteristik masyarakat (angka kesakitan, angka kematian, angka fatalitas kasus, kejadian luar biasa).

Untuk mencapai tujuan surveilans tersebut, dapat dikembangkan

1. surveilans berdasarkan survei kasus pada populasi secara berkala (times series),

2. surveilans berdasarkan data kasus baru berkunjung/berobat ke unit

pelayanan untuk membuat estimasi besarnya angka kesakitan dan angka kematian menurut wilayah, umur dan jenis kelamin, atau

3. surveilans berdasarkan data perubahan jenis dan jumlah

tempat-tempat perindukan nyamuk, jenis dan kepadatan nyamuk, demografi, musim, lingkungan tempat tinggal dan faktor risiko lainnya yang digunakan untuk meng-estimasi tingkat kepadatan nyamuk dan dampaknya terhadap angka kesakitan dan angka kematian DBD.

Berdasarkan informasi surveilans tersebut, maka program dapat menentukan prioritas daerah atau kelompok populasi dalam upaya pengendalian nyamuk penyebab demam berdarah, atau adanya penentuan strategi yang spesifik untuk masing-masing daerah dan populasi.

Disamping sumber data dari data sudah lewat beberapa waktu sebelumnya, sebagaimana contoh diatas, data yang diperoleh pada periode waktu berjalan, juga menjadi sumber data surveilans yang penting, terutama pada penyakit potensi KLB seperti DBD ini. Perkembangan kasus (perubahan jumlah, risiko, dan tipe virus) dan perubahan kondisi lingkungan (kepadatan nyamuk, musim atau curah hujan, tumbuhnya tempat-tempat perindukan nyamuk dsb) dapat diidentifikasi melalui sistem deteksi dini kasus dan sistem deteksi dini kondisi rentan serta diikuti dengan respon peningkatan kewaspadaan, respon investigasi dan respon penanggulangan. Ini menjadi konsep dasar model SKD-KLB yang akan tersendiri.

Tujuan program pengendalian DBD kedua, yaitu, menurunkan angka fatalitas kasus (CFR) dapat disamakan dengan tujuan program pengendalian pnemonia, yaitu menemukan dan mengobati/merawat penderita DBD

(40)

Program Pengendalian Influenza Pandemi Tujuan

program : Surveilans Epidemiologi

(41)

Dapat tertanggulanginya dengan cepat setiap kejadian episenter influenza pandemi Tujuan surveilans :

1. Deteksi dini episenter influenza pandemi

2. Memantau perkembangan episenter influenza pandemi

3. Memastikan tidak adanya transmisi virus influenza pandemi dari orang ke orang

Berbeda dengan dua contoh sebelumnya, pada Program Pengendalian Influenza Pandemi, sering kita sebut sebagai menyiapkan pasukan tempur yang medan pertempuran belum ada, tepatnya mungkin akan terjadi. Program yang sama adalah pada program eradikasi polio dengan diselenggarakannya surveilans AFP dan virus polio liar, program penanggulangan SARS dengan surveilans SARS, dsb.

Program penanggulangan episenter pandemi influenza, adalah terus mempersiapkan diri agar pada waktu episenter pandemi influenza terjadi, maka penggerakan sumber daya dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.

Surveilans influenza pandemi yang sedang berjalan adalah surveilans flu burung. Surveilans memainkan peran kunci, pertama, deteksi dini adanya episenter dan sebaliknya, kedua, terus menerus membuktikan episenter pandemi influenza tidak sedang terjadi. Jika episenter pandemi influnza terdeteksi dini, maka program penanggulangan segera bertindak.

Dalam upaya membangun deteksi dini kemungkinan terjadinya episenter pandemi influenza, maka dilakukan langkah surveilans :

1. Memantau perkembangan kejadian pandemi influenza di seluruh dunia

dan identifikasi kemungkinan menyebar ke wilayah Indonesia

2. Memantau perkembangan influenza H5N1 pada hewan dan manusia,

baik berdasarkan pendekatan bukti epidemiologi adanya penularan dari orang ke orang, maupun berdasarkan perubahan karakter virus (mutasi genetik)

3. Memantau kemungkinan munculnya kasus pnemonia ganas dan menular

sebagai cluster pnemonia tertentu.

Salah satu peran surveilans pada program ini adalah membuktikan bahwa, episenter pandemi influenza itu tidak sedang terjadi, merupakan pekerjaan yang paling berat. Tujuan surveilans tercapai apabila semua indikator kinerja surveilans menunjukkan surveilans diselenggarakan dengan kualitas tinggi.

Indikator kinerja surveilans episenter pandemi influenza menunjukkan kualitas surveilans sangat tinggi jika

1. Setiap kasus suspek H5N1 dapat teridentifikasi dan dikonfirmasi, dan

terbukti tidak ada penularan kepada semua orang yang kontak erat dengan penderita yang diamati (penularan gelombang kedua)

2. Setiap kasus pnemonia ganas dan cluster pnemonia dapat teridentifikasi

dan konfirmasi serta dipastikan tidak ada penularan kepada semua kontak erat dengan penderita yang diamati.

(42)
(43)

Berdasarkan data indikator kinerja tersebut dapat disimpulkan :

1. Apabila ketiga indikator tersebut diatas terpenuhi, maka unit surveilans

dapat menyatakan “tidak terdapat episenter pandemi influenza” yang meyakinkan.

2. Apabila salah satu indikator tersebut tidak memenuhi indikator kinerja yang ditetapkan, maka pernyataan unit surveilans yang menyatakan “tidak terjadi episenter pandemi influenza” tersebut menjadi diragukan atau tidak diyakini kebenarannya.

Pada contoh kasus pandemi influenza, jelas peran surveilans sangat bergantung kepada kebutuhan program, sebaliknya program akan melaksanakan program dengan efektifitas dan efisiensi bergantung kepada hasil kerja surveilans yang memiliki kulaitas kerja yang sangat tinggi.

3.

Indikator Kinerja

Sebagai suatu kegiatan yang diselenggarakan secara sistematis dan terus menerus, maka disamping adanya tujuan yang jelas dan terukur, juga diperlukan adanya indikator kinerja yang jelas dan terukur.

1) Pengertian Indikator Kinerja (surveilans) Secara umum indikator kinerja biasanya dibagi 2 jenis :

(1) Indikator kinerja yang merupakan ukuran besarnya hasil kerja yang diharapkan

diperoleh setelah satu rangkaian aktivitas program (indikator kinerja program). Indikator kinerja ini lebih tepat sebagai ukuran pencapaian tujuan program, dan berdasarkan indikator kinerja ini dapat dinyatakan program telah mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak. Misalnya, indikator kinerja program pengendalian DBD adalah angka kesakitan <52 kasus per 100.000 penduduk pertahun perProvinsi.

(2) Indikator kinerja yang merupakan ukuran kualitas suatu sistem kerja (indikator

kinerja - surveilans). Secara operasional, suatu unit program apabila menyatakan besarnya masalah program, maka wajib didukung oleh sistem kerja informasi yang baik. Sistem kerja informasi ini, baik atau tidak baik, dinyatakan dengan ukuran atau indikator kinerja-surveilans. Misalnya, angka kesakitan DBD di Jakarta adalah sebesar 225 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2010. Penyataan besarnya angka

(44)
(45)

dari semua rumah sakit atau hanya sebagian rumah sakit (kelengkapan laporan), seberapa akurat kasus DBD itu sesuai dengan definisi yang telah ditetapkan (keakuratasn pengisian variabel), dsb. Kelengkapan laporan dan keakuratan pengisian variabel merupakan indikator kinerja untuk mengukur mutu laporan yang menyatakan angka kesakitan DBD di Jakarta. Ini yang disebut indikator kinerja-surveilans DBD

Program, biasanya memanfaatkan indikator kinerja sebagai indikator kinerja jenis pertama, sementara surveilans memanfaatkan indikator kinerja sebagai indikator kinerja jenis kedua. Oleh karena itu, pengertian indikator kinerja (surveilans) sering digunakan sebagai ukuran yang menyatakan “kualitas sistem surveilans” yang telah diselenggarakan, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.

Indikator kinerja (surveilans) digunakan untuk menjaga agar data yang dihimpun dan dimanfaatkan sebagai sumber data surveilans, adalah sama dengan yang terdapat pada sumber-sumber data, baik jumlah maupun distribusi menurut waktu, tempat dan karakteristik kasus-kasus, tidak terjadi bias, dan menghasilkan informasi yang tidak salah. Validitas data dan atribut sistem surveilans yang lain, dibahas dalam bahasan tersendiri.

Data indikator kinerja (surveilans) menurut karakteristik waktu dan tempat, dapat menuntun kepada sumber data yang perlu mendapat pembinaan dan dukungan dalam penyelenggaraan sistem surveilans yang lebih baik

Indikator kinerja (surveilans) ini sering rancu dengan tujuan surveilans, dan indikator kinerja program. Kerancuan ini dapat mengakibatkan timbulnya kelemahan manajemen dan pembinaan penyelenggaraan sistem surveilans, terutama penyelenggaraan surveilans yang berada dalam satu paket dengan penyelenggaraan program. Beberapa contoh bahasan dibawah ini dapat menjelaskan perbedaan-perbedaan tersebut :

Contoh : Surveilans Demam Berdarah Dengue

(46)

Indikator kinerja program pengendalian DBD adalah angka kesakitan DBD sebesar kurang dari 50 kasus per 100.000 populasi per tahun di setiap Kabupaten/Kota

Tujuan Surveilans DBD adalah terdatakannya angka kesakitan DBD per 100.000 populasi per tahun di setiap Kabupaten/Kota

Indikator Kinerja Surveilans DBD adalah setiap rumah sakit yang merawat anak mengirimkan laporan bulanan data kesakitan DBD (semua atau 100%) dengan kelengkapan laporan per RS lebih dari 80% per tahun

Makna indikator (data sebagai contoh):

- Indikator kinerja surveilans DBD dalam bentuk kelengkapan laporan tahunan unit pelayanan.

- Dilaporkan angka kesakitan DBD kabupaten Bogor berdasarkan laporan Rumah Sakit selama tahun 2010 adalah 40 kasus per 100.000 populasi, maka dapat dinyatakan program pengendalian DBD Kabupaten Bogor telah berhasil menekan angka kesakitan DBD jauh dibawah indikator kinerja yang ditetapkan (52 kasus per 100.000 populasi per Kabupaten per tahun) - Kabupaten Bogor memiliki 4 rumah sakit yang merawat anak (kasus DBD),

oleh karena itu, surveilans perlu menganalisis daftar absensi pelaporan rumah sakit tersebut selama setahun kegiatan untuk mengukur besarnya kelengkapan laporan per RS.

Tabel 1

Daftar Absensi Laporan Bulanan Data Kesakitan Rumah Sakit Kabupaten Bogor, 2010

Nama RS Laporan Bulan Yang Diterima

% Realisasi Seharusnya RS Sumber Sehat 6 12 50% RS Sehat 10 12 83% RSUD Bogor 11 12 92% RS Harapan 12 12 100 % Total (6+10+11+12) =39 4x12=4 8 82% S u m b e r : ( D a t a C o n t o h )

(47)
(48)

- Indikator kinerja (surveilans) DBD adalah kelengkapan laporan total RS sebesar lebih dari 80%, dan pada data tersebut diatas memiliki

kelengkapan laporan total 82%

- Sesuai dengan ancangan indikator kinerja (surveilans) program

pengendalian DBD tersebut diatas, masing-masing RS harus mencapai kelengkapan laporan >80%.

- Pada absensi laporan bulanan data kesakitan tersebut diatas, RS. Sumber Sehat hanya melaporkan 50% dari jumlah laporan seharusnya, sementara RS yang lain telah mencapai kelengkapan laporan >80%. Sehingga, sesuai dengan indikator kinerja (surveilans) yang diharapkan, maka pernyataan angka kesakitan DBD Kabupaten Bogor sebesar 40 per 100.000 populasi tersebut adalah tidak dipercaya kebenarannya

- Jika setiap RS dari 4 RS yang ada telah melengkapi laporannya, sehingga

kelengkapan laporan masing-masing RS sudah lebih dari 80%, maka pernyataan angka kesakitan DBD Kabupaten Bogor sebesar 40 per 100.000 populasi tersebut adalah dipercaya kebenarannya

Contoh : Surveilans AFP (acute flaccid paralysis) dan Virus Polio Liar

Tujuan program eradikasi polio adalah tercapainya Indonesia bebas polio

Indikator kinerja program eradikasi polio adalah cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan setiap adanya transmisi virus polio liar baru dapat dihentikan dalam waktu kurang dari 1 tahun sejak ditemukan

Tujuan surveilans AFP dan virus polio liar adalah terdeteksi dini adanya virus polio liar Indikator kinerja surveilans AFP dan virus polio liar:

1. Kelengkapan laporan mingguan rumah sakit lebih dari 80 % per tahun

per kabupaten/kota

2. AFP rate non polio ditemukan minimal 2 per 100.000 anak berusia

kurang dari 15 tahun per tahun per Provinsi

3. Spesimen adekuat (diambil, dikirim dan diperiksa sesuai dengan

(49)
(50)

Makna indikator (data contoh):

- Indikator kinerja surveilans AFP adalah kelengkapan laporan mingguan rumah sakit pertahun, jumlah kasus dicurigai (kasus AFP) yang ditemukan dan dikonfirmasi

- Pada tahun 2010, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melaporkan bahwa di Wilayah Jawa Timur tidak ditemukan adanya virus polio liar. Oleh karena itu, dari sisi program eradikasi polio dapat dinyatakan Jawa Timur “aman” - Provinsi Jawa Timur terdiri dari 35 Kabupaten/Kota, dengan total seluruhnya

terdapat 100 rumah sakit (merawat anak <15 tahun)

- Jika :

1. kelengkapan laporan mingguan rumah sakit cukup baik lebih dari 80%

per tahun per kabupaten/kota selama tahun 2010, dan

2. AFP rate non polio lebih dari 2 per 100.000 anak berusia kurang dari 15

tahun di setiap Kabupaten/Kota, dan

3. lebih dari 80 % spesimen tinja setiap kasus telah diambil dan dikelola

cukup baik (adekuat),

maka pernyataan “tidak ada virus polio liar di wilayah Jawa Timur” adalah dipercaya

- Sebaliknya jika terdapat kelengkapan laporan mingguan rumah sakit kurang dari 80 %

per tahun pada salah satu Kabupaten/Kota, maka pernyataan “tidak ada virus polio liar di .

wilayah Jawa Timur” adalah tidak dipercaya

- Hal yang sama jika salah satu indikator kinerja tidak terpenuhi, maka

pernyataan tidak ada virus polio liar di wilyah Jawa Timur adalah tidak dipercaya.

- Kesimpulan tidak dipercaya dalam sistem surveilans sebagaimana tersebut diatas, berarti menyatakan bahwa kinerja deteksi dini virus polio liar tidak cukup baik, sehingga kalau muncul virus polio liar di salah satu wilayah di Jawa Timur, bisa tidak diketahui, menyebar dengan cepat tanpa diketahui, bisa menjadi endemis polio kembali dan menjadikan Indonesia tidak bebas polio.

(51)

2). Rumusan Indikator Kinerja

(Indikator kinerja dalam bahasan berikut adalah indikator kinerja-surveilans.)

Setiap penyelenggaraan sistem surveilans yang baik, selalu menetapkan ancangan indikator kinerja, dan kemudian kegiatan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan sistem surveilans berdasar pada indikator kinerja ini.

Rumusan indikator kinerja harus sederhana, mudah dilaksanakan, tetapi tetap mengukur mutu /kualitas kinerja surveilans dengan baik.

Apabila satu paket penyelenggaraan sistem surveilans memiliki banyak indikator kinerja, sehingga membutuhkan banyak kegiatan perekaman, pengumpulan dan analisis terhadap data indikator kinerja tersebut yang diperoleh dari berbagai unit sumber data. Banyaknya kegiatan perekaman, pengumpulan, pengolahan data akan memberikan beban kerja dan menggangu upaya meningkatkan kinerja surveilans. Oleh karena itu, setiap penyelenggaraan sistem surveilans perlu menetapkan sesedikit mungkin indikator kinerja, sesederhana mungkin, tetapi tetap dapat mengukur kualitas penyelenggaraan surveilans tersebut. Boleh dikatakan, melakukan monitoring terhadap indikator kinerja adalah merupakan salah satu kegiatan surveilans terhadap program penyelenggaraan sistem surveilans itu sendiri.

Indikator kinerja yang paling sering digunakan adalah kelengkapan laporan, ketepatan waktu laporan, kelengkapan distribusi/desiminasi informasi, terbitnya buletin epidemiologi, tetapi sebetulnya terdapat beberapa rumusan indikator kinerja lain yang juga digunakan.

(1) Kelengkapan Laporan

Kelengkapan laporan selalu mengukur jumlah laporan yang diterima dari pelapor (unit) dibanding dengan jumlah laporan yang harusnya diterima.

Kelengkapan laporan adalah sebagai salah satu indikator kinerja (surveilans) yang paling sering digunakan, baik itu ditingkat nasional, provinsi maupun di kabupaten/kota, bahkan juga digunakan pada indikator kinerja (surveilans) di unit

(52)

unit pelayanan dan di masyarakat sebagai laporan kelurahan, desa, atau kelompokkelompok masyarakat.

Kelengkapan laporan, merupakan metode pengukuran kinerja yang paling sederhana, dan jika dirumuskan dengan tepat, dapat member dukungan pengukuran kinerja surveilans yang tepat, dan dapat memberi manfaat untuk mengidentifikasi adanya permasalah kinerja surveilans lebih fokus dan tepat waktu.

Rumusan kelengkapan laporan yang baik adalah kelengkapan laporan unit sumber data awal (unit pelayanan), tetapi pada penyelenggaraan sistem surveilans nasional dan provinsi lebih sering berdasarkan pada kelengkapan laporan unit pengumpul data (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Dinas Kesehatan Provinsi)

Contoh : Surveilans DBD Provinsi

Sistem surveilans DBD secara nasional berbasis data yang diperoleh dari laporan bulanan data kasus dan kematian DBD Rumah Sakit.

Tabel 2

Data Kasus DBD Provinsi Banten, tahun 2010

No. Kab/Kota Angka Kesakitan Laporan Kab/KotaKelengkapan

per 100.000 pop per tahun *)

1. Tangerang 74.2 11/12 (92%) 2. Kota Tangerang 187,8 10/12 (83%) 3 Kota Tangerang Selatan 64.0 12/12 (100%) ... Nasional …% …. %

Sumber Data : contoh simulasi

*) 11/12 adalah dilaporkan sebanyak 11 laporan dari 12 laporan seharusnya

Sepintas dapat dilihat, bahwa angka kesakitan DBD Kota Tangerang Selatan sebesar 64,0 kasus per 100.000 populasi, adalah dapat

dipercaya, karena kelengkapan laporan mencapai 100%. Kelengkapan

laporan ini adalah kelengkapan laporan bulanan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sementara kelengkapan laporan

(53)

masingmasing rumah sakit (sumber data awal), tidak diketahui, dan oleh karena itu, angka

(54)

kesakitan DBD Kota Tangerang Selatan sebesar 64,0 kasus per 100.000 populasi, adalah belum sepenuhnya dapat dipercaya .

Rumusan Kelengkapan Laporan Berdasarkan Data Sumber Data Awal

Data kasus DBD Nasional, bersumber dari laporan bulanan data kasus DBD yang dilaporkan oleh Rumah Sakit di seluruh wilayah Indonesia secara berjenjang ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, kemudian ke Dinas Kesehatan Provinsi dan terakhir dikirim ke Kementerian Kesehatan, cq. Subdit Arbovirosis, Ditjen PP&PL. Setiap jenjang, data DBD tersebut direkam, diolah dan dilaporkan dalam bentuk data rangkuman (agregat), dan juga digunakan untuk keperluan surveilans pada masing-masing tingkatan. Demikian juga untuk data kesakitan berbagai program yang lain

G a m b a r 2

Alur Laporan Kasus DBD RS

Dengan model pendataan tersebut, Unit Surveilans DBD di Dinas Kesehatan Provinsi, tidak dapat mengidentifikasi berapa besar kelengkapan laporan Sumber

(55)
(56)

Untuk mendapatkan data kelengkapan laporan yang baik, seringkali, disamping data kelengkapan laporan Unit Pelapor (Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota), juga perlu dilengkapi dengan kelengkapan laporan sumber data (unit pelayanan/RS).

Dari dapat terlihat angka keakitan Kota Tangerang Selatan sebesar 64,0 kasus per 100.000 populasi diperoleh dari laporan Rumah Sakit dengan kelengkapan laporan bulana Kab/Kota sebesar 100%, dengan kelengkapan laporan rumah sakit sebesar 92%, atau dapat dikatakan, angka kesakitan DBD tersebut dapat dipercaya.

Tabel 3

Data Kasus DBD Provinsi Banten, Tahun 2010

No. Kabupaten/

Angka Kesakitan

Kelengkapan

Laporan Bulanan Kelengkapanlaporan RS

Kota /100.000 Kab/Kota

populasi /tahun /tahun *)

1. Tangerang 74.2 11/12 (92%) 6 RS, 47/65 (72%) 2. Kota Tangerang 187,8 10/12 (83%) 6 RS, 60/72 (83%) 3. Kota Tangerang 64.0 12/12 (100%) 4 RS, 44/48 (92%) Selatan ... Nasional ….% …..% …..%

Sumber : (contoh simulasi)

*) adalah jumlah RS yang ada, jumlah laporan yang diterima/jumlah laporan seharusnya dari semua RS yang ada (% kelengkapan laporan RS per tahun)

(57)

Tabel 4

Laporan Bulanan Data Kesakitan DBD Rumah Sakit, Prov Banten, 2010

BULAN LAPORAN ___________________________________________________________________________

Kab/ Jml Jumlah Lap Jumlah Lap RS

Kode RS Sakit Jml RS Penduduk Angka

Kota Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des (%) Kesakitan Kab/Kota (%)

FETP Kementerian Kesehatan RI-WHO | 28

T RS-T1 RS-T2 RS-T3 RS-T4 11 3 6 5 23 x 10 8 30 4 20 6 32 8 25 10 total 26 44 60 80 KT RS-KT1 RS-KT2 RS-KT3 RS-KT4 60 6 30 30 130 7 60 35 22 0 18 28 46 19 7 35 12 0 total 15 7 283 377 503 KTS RS-KTS1 RS-KTS2 15 1 8 30 2 15 40 5 7 40 8 36 total 31 56 75 99 KS RS-KS1 10 0 0 20 27 total 10 18 25 33 Lb RS-Lb1 15 27 36 48 total 15 27 36 48 Pd RS-Pd1 8 15 19 26 total 8 15 19 26 74.2 11/12 (92%) 47/65 (72%) 187.8 10/12 (83%) 60/72 64.0 12/12 (100%) 44/48 12/12 (100%) 24/24 12/12 (100%) 12/12 12/12 (100%) 12/12 180 50 23 10 110 40 4 0 8 2 8 3 1 • • • x 31 88 x 6 8 1027 125 527 366 6 1265 41 1 1 5 2 10 3 8 2 2 1 1 x 5 2 6 3 8 2 4 2 2 2 230 31 1264 752 26 7 6 2 5 2 6 12 141 19 2 42 13 9 3 7 3 8 21 23 7 5 2 4 2 5 11 126 1 6 8 . 2 30 10 8 x 5 10 x x x 0 0 20 8 7 x 7 x 8 4 4 x x x 4 8 q x 10 9 7 13 1 6 1 2 5 Grafik 3

Angka Kesakitan DBD (Data Rumah Provinsi Banten, 2010

(58)

Kelengkapan Laporan Sumber Data Berdasarkan Waktu Pelaporan Kelengkapan

laporan biasanya dihitung untuk periode waktu setahun, tetapi seringkali kelengkapan laporan juga perlu dihitung pada saat pelaporan itu dilaporkan, tergantung periode waktu pelaporan. Indikator kinerja berdasarkan kelengkapan laporan pada saat pelaporan ini, sering digunakan pada penyelenggaraan surveilans untuk keperluan pemantauan ketat, seperti pewantauan wilayah setempat,

surveiilans pada waktu terjadi KLB dsb. Seberapa ketat, tergantung kebutuhan masing-masing situasi, bisa tiap hari, tiap bulan atau yang paling sering adalah tiap minggu.

Contoh.

Pada Laporan Bulanan Data Kasus DBD, laporan kasus DBD dibuat dan dikirimkan oleh Rumah Sakit ke Dinas Kesehatan Kab/Kota dilaksanakan bulanan. Pada pemantauan ketat di Puskesmas dan Kab/Kota, seringkali perekaman dan pelaporannya dilakukan setiap minggu.

Tabel 5

Data Kasus DBD Kota Tangerang, 2010

Berdasarkan Laporan Bulanan Data Kesakitan Rumah Sakit BULAN LAPORAN

Kode RS Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

RS-KTS1 RS-KTS2 RS-KTS3 RS-KTS4 15 1 8 7 30 2 15 9 40 5 7 23 40 8 36 15 41 5 21 20 11 2 6 8 10 2 5 2 3 1 2 x 8 1 6 x 2 x 3 1 8 2 4 3 22 2 13 7 Total 31 56 75 99 87 27 19 6 15 6 17 44 Kelengkapan Laporan Per Bulan (%) 100 100 100 100 100 100 100 75 75 75 10 0 100

Pada Data Kasus DBD Kota Tangerang, menurut bulan kejadian dan kelengkapan laporannya, menunj ukkan kelengkapan laporan Kabupaten / Kota sebesar 100%

(59)

(tidak ada laporan yang tidak dibuat oleh Dinas Kesehatan Kota tangerang Selatan), tetapi apabila dicermati kelengkapan laporan Rumah Sakit, terdapat RSKTS2 tidak melapor pada bulan Oktober dan RS-KTS3 tidak melapor pada bulan Agustus dan bulan September, sehingga mempengaruhi jumlah data yang seharusnya ikut dianalisis

Gambaran kurva bulanan Data Kasus DBD Kota Tangerang Selatan, 2010, dan kelengkapan laporannya dapat dicermati pada grafik dibawah ini. Sepintas dapat dilihat, kurva kasus DBD menurut Bulan Kejadian pada bulan Agustus, September dan Oktober sebetulnya lebih tinggi, karena ini hanya berdasarkan data laporan Rumah Sakit dengan kelengkapan <80% dari seluruh Rumah Sakit yang harusnya melapor. Pada kurva perkembangan kasus yang ketat, seperti pada pemantauan wilayah setempat ini, seringkali disebutkan batas kritis kelengkapan laporan, sebagai indikator kinerja (surveilans) yang menyatakan untuk berhati-hati melakukan analisis data, jika kelengkapan laporan berada dibawah batas kelengkapan yang diharapkan.

Grafik 4

Data Kasus DBD

Kota Tangerang Selatan, 2010 J a n Fe b M a r A p r M e i J u n J u l A g s S e p O k t N o v D e s

BULAN

Sumber Data (contoh simulasi) Laporan Kasus

7 5 1 0 0 8 0

(60)

(2) Ketepatan Laporan

Ketepatan waktu laporan merupakan indikator kinerja kedua yang paling sering digunakan. Ketepatan waktu laporan adalah tersedianya data surveilans pada unit yang memanfaatkan data tersebut tepat waktu pada saat data tersebut dipergunakan. Secara operasional, ketepatan waktu laporan serti diartikan sebagai tanggal waktu laporan harus sudah diterima. Misal, laporan bulanan data kesakitan Puskesmas diterima di Dinas Kesehatan Kota selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya. Pelaporan dan atau penggabungan data pada periode waktu yang bukan seharusnya, dapat mengacaukan pola kurva dari data surveilans yang akan dianalisis. Oleh karena itu, data surveilans sebaiknya dikirimkan selalu tepat waktu, jika terlambat, jangan digabungkan dengan data surveilans waktu berikutnya, tetapi tetap dikirim sebagai data surveilans periode waktu yang seharusnya.

(3) Keakuratan Jumlah Kasus dan Diagnosis

Unit Sumber Data, misalnya Rumah Sakit atau puskesmas, mendapat kasus berdasarkan data kunjungan berobat, atau kunjungan lain, dan kemudian diperiksa dan didiagnosis oleh dokter. Oleh karena itu, terdapat makna keakuratan : keakuratan data sebagai ketapatan diagnosis, dan keakuratan data sebagai ketepatan jumlah kasus yang diidentifikasi, direkam dan dilaporkan oelh sumber data (misal Rumah Sakit)

(4) Keakuratan Data Sebagai Ketepatan Diagnosis

Ketidaktepatan penetapan kasus sebagaimana diharapkan adalah bias yang disebabkan karena tidak akuratnya definisi kasus atau kemampuan dokter untuk mendiagnosis:

1. Bukan Kasus, tetapi dinyatakan sebagai kasus

2. Kasus benar dinyatakan sebagai kasus

(61)
(62)

Keakuratan Data Sebagai Ketepatan Jumlah Kasus Teridentifikasi, Direkam dan Dilaporkan

Kasus-kasus yang telah didiagnosis oleh dokter, semestinya terekam dan dilaporkan sebagai kasus, tetapi seringkali kasus-kasus ini tidak terlaporkan :

1. Telah didiagnosis dokter, tetapi tidak tertuliskan diagnosisnya di buku register

2. Telah didiagnosis, dan tercatat dalam buku register, tetapi terlewatkan Secara operasional, tidak mudah memantau tingkat keakuratan data surveilans sebagamana tersebut diatas, biasanya, pemantauan lapangan (observasi) dilakukan di sumber data awal (misal Rumah Sakit, Puskesmas, laboratorium) untuk mengukur tingkat

keakuratan data tersebut :

1. Bagaimana kesepakatan mengenai definisi operasional kasus ?

2. Bagaimana prosedur penemuan kasus dibuat dan diterapkan ?

3. Siapa yang mendiagnosis, apakah mereka cukup memiliki kemampuan profesional yang memadai ?

4. Memeriksa register harian dan kartu kasus dan menguji apakah semua kasus yang ditemukan telah direkam dan dilaporkan

5. Menguji pengetahuan dan perhatian setiap orang yang terkait dengan penyelenggaraan surveilans di Sumber Data

6. Menguji apakah umpan balik perbaikan data, absensi dan pencapaian indikato kinerja telah dibuat dan dikirimkan ke sumber data oleh unit yang menerima laporan

(5) Estimasi Jumlah Kasus Sebagai Indikator Kinerja

Pada surveilans berbasis data masyarakat, indikator kinerja (surveilans) seringkali digunakan estimasi jumlah kasus yang ada di masyarakat, baik berdasarkan hasil penelitian dan atau berdasarkan hasil-hasil surveilans sebelumnya, atau hasil surveilans di tempat lain.

(63)

Surveilans AFP menggunakan indikator kinerja ditemukannya kasus AFP sebesar minimal 2 per 100.000 anak usia kurang dari 15 tahun pertahun. Artinya, jika jumlah kasus AFP yang ditemukan pada suatu Provinsi kurang dari 2 per 100.000 anak usia kurang dari 15 tahun pertahun, maka dikatakan surveilans dilaksanakan dengan kualitas kinerja rendah.

Pada surveilans AFP tersebut, estimasi kasus AFP yang ada pada suatu populasi adalah lebih dari 2 kasus per 100.000 populasi anak berusia kurang dari 15 tahun. Surveilans AFP yang baik adalah jika semua kasus AFP ditemukan dan diperiksa. Pada program-program pengendalian penyakit, dimana tindakan terhadap kasus itu merupakan sasaran program, seringkali membuat estimasi kasus sebagai indikator kinerja surveilans, misalnya pada program pengendalian pnemonia, pengendalian TBC, pengendalian penyakit tidak menular, dsb. Disini, surveilans berperan sebagai bagian program untuk menemukan kasus untuk diobati atau tindakan lain.

3) Indikator Investasi (Masukan), Proses dan Keluaran

Seringkail untuk mengukur kinerja penyelenggaraan surveilans dihitung besar dan jenis investasi (input) minimal yang digunakan dalam penyelenggaraan surveilans, biasanya terbagi dalam indikator tenaga dan sarana.

Indikator kinerja proses, terutama adalah kelengkapan, ketepatan waktu laporan dan laporan umpan balik, sementara indikator kinerja keluaran dalam bentuk hasil kerja surveilans, terutama buletin, laporan dan data.

Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan menetapkan indikator kinerja investasi (masukan), proses dan keluaran, yang merupakan satu kesatuan, dimana kelemahan salah satu indikator tersebut menunjukkan kinerja sistem surveilans yang belum memadai.

Indikator Kinerja Surveilans untuk Tingkat Kabupaten/Kota

Indikator Investasi (Tenaga dan Sarana) Tenaga : 1 tenaga epidemiolog ahli (S2)

(64)
(65)

1 tenaga dokter umum

Sarana : 1 paket jaringan elektromedia

1 paket alat komunikasi (telepon, faksimili, SSB dan telekomunikasi lainnya) 1 paket kepustakaan

1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan program aplikasi komputer

1 paket formulir

2 paket peralatan pelaksanaan surveilans epidemiologi 1 roda empat, 2 roda dua

Indikator Proses : Kelengkapan laporan unit pelapor sebesar 80 % atau lebih Ketepatan laporan unit pelapor sebesar 80 % atau lebih

Penerbitan buletin kajian epidemiologi sebesar 4 kali atau lebih setahun Umpanbalik sebesar 80 % atau lebih

Indikator Keluaran : Profil Surveilans Epidemiologi Kabupaten/Kota sebesar 1 kali setahun

Indikator Kinerja Surveilans untuk Tingkat Provinsi (cermati perbedaan dengan Tingkat kabupaten/Kota) adalah sebagai berikut :

Indikator Investasi (Tenaga dan Sarana) Tenaga : 1 tenaga epidemiolog ahli (S2)

2 tenaga epidemiolog ahli (S1) 2 tenaga epidemiolog terampil 1 tenaga dokter umum

Sarana : 1 paket jaringan elektromedia

1 paket alat komunikasi (telepon, faksimili, SSB dan telekomunikasi lainnya) 1 paket kepustakaan

Gambar

Tabel Satu Variabel
Gambar 22 Proses Analisis
Gambar 23 : Insiden DBD

Referensi

Dokumen terkait

Pada umunnya siswa atau siswa adalah merupakan insan yang masih perlu dididik atau diasuh oleh orang yang lebih dewasa dalam hal ini adalah ayah dan ibu, jika orang tua

Emisi Trading (ET) dan Joint Implementasi (JI) merupakan skema kerjasama dalam rangka pemanasan global yang bisa dilakukan antar negara maju (Annex I), Clean

Air yang digunakan harus murni dan tidak terdapat kandungan lain dan non  –   mineral untuk menghidari korosi yang terjadi pada boiler, Air tersebut diolah pada Water

Kondisi pembiayaan sosial saat ini yang dilakukan melalui berbagai skema jaminan kesehatan sosial seperti Jamkesmas belum berhasil mengurangi hambatan akses bagi masyarakat miskin

• Realisasi Sistem dg adder minimal dan delay minimal • Mencari Respon Steady State. • Struktur :

Dengan selesainya penelitian dan berlandaskan kepada penarik kesimpulan dari analisa yang telah dilakukan, setelah menganalisis dan menguji hipotesis yang diajukan

Dalam laporan 30 Juli 2014, New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) menyatakan Jepang sudah sangat berdaya saing di bidang bahan bakar

Зарядното устройство и акумулаторната батерия не трябва да бъдат покривани по време на процеса на зареждане.. Незабавно изключете