• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Undang-Undang dan Etika Kefarmasian

N/A
N/A
Harry Hidayatullah Pade

Academic year: 2025

Membagikan "Makalah Undang-Undang dan Etika Kefarmasian"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Makalah

“UNDANG-UNDANG DAN ETIKA KEFARMASIAN”

Dosen Pengampuh : Dr. Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt.

OLEH KELAS B

1. Harry Hidayatullah Pade 821421054

2. Islah Raihan Hayat Syabrin 821421098

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2025

(2)

KATA PENGANTAR Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Sholawat serta salam tak lupa pula tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dan semoga curahan rahmatnya sampai kepada kita semua.

Pada kesempatan kali ini, kami selaku penyusun makalah hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen mata kuliah Undang-Undang dan Etika Kefarmasian atas bimbingannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah, serta semua pihak yang telah membantu kami dalam proses pengerjaan makalah ini.

Kami sebagai penyusun makalah menyadari sepenuhnya laporan ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan baik dari segi penulisan maupun isinya, maka kami memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan dari laporan ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca umumnya dan bagi kami khususnya.

Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Gorontalo, Juni 2025

Kelas B

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...2

1.3 Tujuan Penulisan...2

1.4 Manfaat Penulisan...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...3

2.1 Regulasi Utama Dalam Industri Farmasi...3

2.2 Klasifikasi Jenis Obat Menurut Regulasi...3

2.3 Proses Registrasi dan Izin Edar Obat...4

2.4 Standar Produksi dan Distribusi: CPOB dan CDOB...5

BAB III PENUTUP...6

3.1 Kesimpulan... 6

3.2 Saran...6 DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Industri farmasi merupakan salah satu sektor yang berperan strategis dalam pembangunan kesehatan nasional. Industri ini bertanggung jawab untuk menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat dalam upaya penyembuhan, pencegahan, dan pemeliharaan kesehatan. Dalam konteks ini, keberadaan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat menjadi kebutuhan mendasar dalam menjamin kualitas pelayanan kesehatan.

Namun demikian, produksi dan peredaran obat tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Proses ini membutuhkan pengawasan ketat karena menyangkut keselamatan jiwa manusia. Obat yang tidak memenuhi standar mutu dapat menimbulkan efek yang berbahaya, mulai dari ketidakefektifan dalam pengobatan hingga keracunan dan kematian. Oleh sebab itu, pemerintah perlu menerapkan regulasi yang menyeluruh dan konsisten untuk memastikan bahwa setiap obat yang beredar telah melalui proses uji dan pengawasan yang layak.

Regulasi dalam industri farmasi meliputi aspek hukum, teknis, etik, serta administratif. Regulasi tersebut menjangkau seluruh rantai produksi obat, mulai dari tahap penelitian dan pengembangan, produksi, distribusi, hingga penggunaan oleh konsumen. Di Indonesia, pengaturan ini tidak hanya dilakukan oleh satu lembaga, tetapi melibatkan beberapa institusi seperti Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta lembaga profesi yang berkaitan.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, tantangan dalam industri farmasi pun semakin kompleks. Munculnya obat-obatan baru, bioteknologi, serta kebutuhan akan sistem distribusi yang efisien dan aman membuat peran regulasi semakin penting. Regulasi harus mampu menyeimbangkan antara kemudahan akses terhadap obat dan perlindungan terhadap keselamatan konsumen.

Di sisi lain, masyarakat juga semakin sadar akan hak mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, termasuk memperoleh obat

4

(5)

yang telah terjamin keamanannya. Oleh karena itu, regulasi tidak hanya berfungsi sebagai instrumen hukum, tetapi juga sebagai alat kontrol sosial dan jaminan mutu bagi publik. Hal ini menjadi bukti bahwa regulasi industri farmasi merupakan pondasi utama dalam sistem kesehatan nasional.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, makalah ini disusun untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang regulasi dalam industri farmasi, jenis-jenis obat yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, serta dampaknya terhadap penyelenggaraan sistem kesehatan dan perlindungan konsumen.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja regulasi yang mengatur industri farmasi di Indonesia?

2. Bagaimana klasifikasi obat menurut regulasi yang berlaku?

3. Bagaimana proses registrasi dan distribusi obat yang sesuai dengan ketentuan hukum?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan berbagai regulasi yang mengatur industri farmasi di Indonesia.

2. Menguraikan klasifikasi obat sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.

3. Menganalisis proses registrasi dan distribusi obat berdasarkan standar regulasi.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai pentingnya regulasi dalam industri farmasi.

2. Menjadi referensi bagi mahasiswa atau akademisi dalam mempelajari hukum farmasi.

3. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya obat yang aman, bermutu, dan legal.

5

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regulasi Utama Dalam Industri Farmasi

Regulasi utama yang mengatur industri farmasi di Indonesia bersumber dari berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah. Beberapa peraturan yang menjadi landasan hukum utama meliputi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Ketiga undang- undang ini menjadi kerangka hukum yang melindungi masyarakat dari risiko penggunaan obat secara tidak bertanggung jawab.

UU Kesehatan menetapkan bahwa setiap produk farmasi harus memenuhi standar keamanan, khasiat, dan mutu sebelum diberikan kepada masyarakat. Hal ini mengharuskan produsen obat untuk mengikuti berbagai tahapan evaluasi, termasuk uji klinis dan non-klinis, yang diawasi oleh BPOM. Dengan adanya regulasi tersebut, pemerintah memiliki alat untuk mencegah peredaran obat palsu dan ilegal.

Selain undang-undang, regulasi teknis juga diterbitkan dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan dan Peraturan Kepala BPOM. Salah satunya adalah Peraturan Kepala BPOM No. 27 Tahun 2017 tentang Registrasi Obat, yang mengatur proses perizinan dan evaluasi mutu obat. Melalui sistem registrasi ini, hanya obat yang lolos uji yang diizinkan untuk diedarkan ke masyarakat.

Penerapan regulasi ini bukan tanpa tantangan. Beberapa masalah seperti lamanya proses registrasi, keterbatasan fasilitas laboratorium uji, dan kompleksitas birokrasi sering menjadi hambatan bagi pelaku industri farmasi. Meski demikian, regulasi tetap menjadi komponen esensial demi menjamin keselamatan publik.

2.2 Klasifikasi Jenis Obat Menurut Regulasi

Penggolongan obat menjadi aspek penting dalam regulasi farmasi.

Tujuannya adalah untuk mengatur siapa yang boleh menggunakan obat tertentu dan dalam kondisi seperti apa. Klasifikasi ini juga berfungsi sebagai indikator tingkat pengawasan dan pembatasan distribusi.

6

(7)

Menurut BPOM dan peraturan perundang-undangan, obat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika, dan narkotika. Obat bebas ditandai dengan lingkaran hijau dan dapat dibeli tanpa resep dokter, seperti paracetamol dan vitamin. Obat bebas terbatas (lingkaran biru) memiliki risiko efek samping lebih tinggi dan penggunaannya harus sesuai aturan pakai yang jelas.

Obat keras, yang ditandai dengan lingkaran merah dengan huruf “K”, hanya bisa ditebus menggunakan resep dokter. Obat ini biasanya memiliki efek farmakologis kuat seperti antibiotik, antidiabetes, dan antihipertensi. Penggunaan obat keras tanpa pengawasan medis dapat menyebabkan kerusakan organ, resistensi, atau efek samping serius lainnya.

Adapun narkotika dan psikotropika merupakan obat-obatan yang memiliki potensi tinggi terhadap ketergantungan. Oleh karena itu, penggunaannya sangat dibatasi dan hanya diperbolehkan untuk kepentingan medis tertentu di bawah pengawasan ketat. Kegagalan dalam mengatur penggolongan obat ini dapat menyebabkan penyalahgunaan obat, yang berujung pada masalah kesehatan masyarakat dan kriminalitas

2.3 Proses Registrasi dan Izin Edar Obat

Sebelum suatu obat dapat diedarkan, harus melalui proses registrasi di BPOM. Proses ini melibatkan pengajuan dokumen teknis dan administratif yang membuktikan keamanan, mutu, dan khasiat obat. Tahap registrasi merupakan filter pertama untuk mencegah beredarnya produk yang belum teruji.

Registrasi mencakup uji laboratorium, uji stabilitas, serta evaluasi dokumentasi produksi. Selain itu, produsen diwajibkan memiliki fasilitas yang sesuai dengan standar CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa obat diproduksi dalam kondisi higienis, konsisten, dan terkendali.

Proses registrasi biasanya memakan waktu berbulan-bulan, tergantung kelengkapan dokumen dan jenis obat. BPOM juga memiliki sistem e-Registration untuk mempermudah pengajuan registrasi oleh pelaku industri. Sistem ini menjadi bagian dari transformasi digital dalam layanan publik sektor kesehatan.

7

(8)

Walau demikian, proses registrasi juga menghadapi kritik karena dianggap lambat atau kurang transparan. Oleh karena itu, peningkatan efisiensi dan integritas dalam sistem ini sangat penting agar tidak menghambat akses masyarakat terhadap obat baru yang dibutuhkan.

2.4 Standar Produksi dan Distribusi: CPOB dan CDOB

Salah satu aspek penting dalam regulasi industri farmasi adalah penerapan standar produksi dan distribusi. CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) adalah panduan teknis yang wajib diterapkan oleh semua industri dan distributor farmasi.

CPOB mencakup seluruh tahapan produksi, mulai dari pemilihan bahan baku, proses pembuatan, pengemasan, hingga penyimpanan obat. Tujuan utamanya adalah menjamin bahwa obat yang dihasilkan memenuhi standar mutu yang konsisten dan tidak terkontaminasi. Penerapan CPOB diawasi oleh BPOM melalui inspeksi berkala dan sertifikasi.

Sementara itu, CDOB mengatur proses distribusi obat dari pabrik hingga ke apotek atau fasilitas pelayanan kesehatan. Distribusi yang tidak memenuhi standar dapat menyebabkan kerusakan mutu obat, terutama pada produk yang memerlukan suhu penyimpanan khusus seperti vaksin. Oleh karena itu, distributor harus memiliki sistem transportasi dan penyimpanan yang terstandarisasi.

Kepatuhan terhadap CPOB dan CDOB merupakan syarat mutlak untuk memperoleh dan mempertahankan izin edar. Jika ditemukan pelanggaran, BPOM dapat memberikan sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha. Regulasi ini menjamin bahwa tidak hanya produk akhirnya yang bermutu, tetapi juga seluruh rantai pasoknya dapat dipercaya.

2.5 Studi Kasus

8

(9)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum kali ini yaitu :

Regulasi dalam industri farmasi memiliki peran yang sangat vital dalam menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat bagi masyarakat.

Melalui payung hukum yang kuat, seperti Undang-Undang Kesehatan, Narkotika, dan Psikotropika, pemerintah dapat mengontrol seluruh proses mulai dari produksi, distribusi hingga penggunaan obat.

Klasifikasi obat yang tepat dan penerapan standar seperti CPOB dan CDOB turut memastikan bahwa seluruh aspek dalam rantai produksi dan distribusi obat dilakukan secara profesional dan bertanggung jawab. Proses registrasi yang ketat juga menjadi filter penting untuk menjaga keamanan dan mutu produk farmasi.

Dengan sistem regulasi yang baik, industri farmasi diharapkan dapat berkembang tanpa mengorbankan keselamatan dan kepentingan masyarakat. Peran serta pemerintah, lembaga pengawas, pelaku industri, dan masyarakat menjadi faktor penentu keberhasilan implementasi regulasi tersebut.

3.2 Saran

Pemerintah perlu terus memperbarui dan menyempurnakan regulasi yang ada agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang farmasi. Selain itu, peningkatan kapasitas SDM pengawas dan fasilitas laboratorium uji sangat diperlukan untuk mendukung efektivitas pengawasan.

Pelaku industri farmasi diharapkan lebih proaktif dalam memenuhi standar regulasi dan menjunjung etika profesi demi menjaga kepercayaan publik.

Transparansi dan kerja sama dengan pihak regulator juga perlu ditingkatkan.

Masyarakat sebagai konsumen juga perlu diedukasi secara berkelanjutan mengenai pentingnya penggunaan obat secara benar dan bijak, serta peran penting regulasi dalam melindungi kesehatan mereka.

9

(10)

10

(11)

DAFTAR PUSTAKA

BPOM. (2023). Informasi Obat dan Makanan.

Kementerian Kesehatan RI. (2022). Profil Kesehatan Indonesia.

Peraturan Kepala BPOM No. 27 Tahun 2017 tentang Registrasi Obat.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

1

Referensi

Dokumen terkait

Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran

Makalah ini membahas tentang etika dan sự lịch sự trong giao tiếp bằng tiếng

Laporan kritik buku ini berisikan tentang konsep dasar etika kesehatan, kode etik profesi, hukum kesehatan, aspek hukum tenaga kesehatan, informed consent, etika penelitian kesehatan,

Makalah ini membahas tentang pemikir Muslim dan karya-karya monumental mereka dalam bidang

Makalah membahas etika dan profesi pengawas serta penilik sekolah, termasuk tugas, kode etik, pengembangan karir, dan sistem